Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budaya dalam perusahaan adalah seperangkat nilai, kepercayaan, dan
pola perilaku yang membedakan suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya
(OrtegaParra & Sastre-Castillo, 2013). King (2012) mendefinisikan budaya
organisasi sebagai sistem nilai yang secara tidak sadar dan diam-diam
mendorong orang untuk membuat setiap pilihan dan keputusan dalam
organisasi. Manajer bisnis menggunakan budaya organisasi dan budaya
perusahaan secara bergantian karena kedua istilah tersebut mengacu pada
fenomena yang sama (Childress, 2013). Banyak manajer bisnis yang
memahami dampak budaya terhadap kinerja perusahaan (Unger, Rank, &
Gemunden, 2014). Warren Buffet, salah satu dari tiga pebisnis terkaya di
dunia, menegaskan bahwa budaya organisasi sangat penting untuk
keberhasilan organisasi (Childress, 2013). Dalam budaya perusahaan yang
kuat, manajer bisnis dapat mengembangkan dan mempertahankan fondasi
budaya yang kuat dalam perusahaan (Simoneaux & Stroud, 2014).
Konsep risiko bisnis, secara umum, memiliki arti yang berbeda dalam
konteks yang berbeda. Secara umum, ini mengacu pada varians kinerja atau
kemungkinan hasil negatif yang mengurangi hasil yang diharapkan di awal.
Risiko negara, khususnya, secara luas mengacu pada kondisi, situasi, dan
peristiwa yang dapat menyebabkan varians kinerja atau pengurangan hasil
yang diharapkan khusus untuk suatu negara. Risiko ini terdiri dari berbagai
jenis seperti risiko politik, risiko kebijakan pemerintah, risiko ekonomi makro,
risiko sosial, dan risiko akibat bahaya di alam (Cavusgil, Knight, &
Riesenberger, 2020). Konsep risiko bisnis, secara umum, memiliki arti yang
berbeda dalam konteks yang berbeda. Secara umum, ini mengacu pada varians
kinerja atau kemungkinan hasil negatif yang mengurangi hasil yang
diharapkan di awal.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Manajemen Resiko
Manajemen resiko adalah metode sistematis dan logis yang berguna
untuk mengidentifikasi, memantau, menetapkan solusi, dan melaporkan resiko
yang terjadi pada setiap aktifitas atau dalam sebuah proses (Ferry, 2006)
manajemen resiko tidak hanya terfokus pada pembelian asuransi, tetapi juga
perlu mengelola resiko yang terdapat pada bisnis maupun organisasi secara
keseluruhan (Siagian & Sekarsari 2001) terdapat berbagai definisi mengenai
manajemen resiko, tetapi pada dasarnya manajemen resiko menyangkut pada
metode yang digunakan perusahaan untuk menghindari atau mengatasi resiko
yang di hadapi.

2.2 Komponen KFC, Manufaktur Pengolahan dan Komponen Bumbu


1. Bahan yang digunakan
800-1000 gr ayam, telor, garam, 250 ml Air es, Baking soda, bawang putih,
Merica bubuk, jahe, kaldu ayam, ketumbar, cabe merah, kunyit, terigu
Cakra, maizena, bubuk paprika. bubuk basil, bubuk oregano, bubuk lada.
2. Manufaktur Pengolahan
a. cuci bersih ayam kemudian campur dengan bahan-bahan kedua yang
sudah dihaluskan, kemudian masukkan ke kulkas semalaman agar
bumbunya meresap. Bisa juga hanya disimpan dalam kulkas cukup
dengan 3-5 jam saja.
b. Siapkan untuk bahan celupannya. Caranya, air es yang ada dibahan
pertama dicampur dengan 5 sdm campuran dari bahan yang ketiga.
Tambahkan juga soda kue dari bahan pertama. Sisihkan atau simpan di
kulkas dulu agar tetap dingin sehingga lebih menempel maksimal.
c. Keluarkan ayam dari kulkas, tambahkan dengan kocokan telur di bahan
yang pertama, dan aduk rata. Kemudian balurkan ayam pada tepung
pelapis (bahan ketiga tadi), lalu kibas-kibas ayam, celup sebentar dalam

2
air es, balurkan lagi dalam tepung pelapis sambil diremas-remas agar
tepung menempel. Lakukan hal ini hingga adonan habis.
d. Agar hasilnya renyah, saat melakukan penepungan ke bahan pelapis
usahakan tepat di waktu sesaat mau masuk ke penggorengan berikutnya.
Barulah proses remas. Dengan begitu ayam tepungnya tidak terlalu lama
menunggu. Karena jika terlalu lama didiamkan hasilnya bisa menjadi
keras.
e. Goreng ayam dengan minyak yang banyak, goreng hingga matang kuning
kecoklatan. Jangan terlalu sering untuk membolak-balikkan, agar tidak
menyerap minyak.
f. Tekstur daging ayam di dalamnya bisa matang sempurna, asal waktu
menggorengnya menggunakan teknik deep fry atau menggunakan banyak
minyak dengan penggunaan api sedang cenderung kecil.
g. Ayam goreng tepung yang renyah siap disajikan. Saat sudah matang,
kamu bisa sajikan ayam goreng tepung ini dengan saus sambal atau saus
tomat. Agar kerenyahan ayam goreng tepung lebih tahan lama, kamu bisa
simpan ayam ke dalam wadah kedap udara. Selamat mencoba.
3. Komponen Bumbu dan Komponen Bahan
 Komponen Bumbu
1/3 sdm garam ½ sdm daun thyme bubuk ½ sdm daun basil bubuk 1/3 sdm
oregano1 sdm garam seledri 1 sdm lada hitam 1 sdm mustard bubuk 4 sdm
paprika 2 sdm bawang putih bubuk 1 sdm jahe bubuk 3 sdm lada putih 2
cup tepung terigu.
 Komponen bahan
a) Tepung Terigu: Tepung terigu berkualitas tinggi merupakan salah satu
komponen utama bumbu KFC. Tepung ini memberikan tekstur renyah
pada kulit ayam setelah digoreng.
b) Tepung Maizena: Tepung maizena digunakan untuk memberikan hasil
akhir yang lebih ringan dan renyah
c) Garam: Garam adalah salah satu bumbu dasar yang memberikan rasa
pada ayam.

3
d) Lada: Lada hitam atau putih, tergantung pada varian bumbu,
memberikan aroma dan rasa yang khas pada ayam.
e) Bawang Putih dan Bawang Merah: Bawang putih dan bawang merah
yang dihaluskan atau dijadikan bubuk memberikan cita rasa yang kaya
pada bumbu.
f) Serbuk Paprika: Paprika digunakan untuk memberikan warna merah dan
cita rasa yang sedikit manis pada ayam.
2.3 Identifikasi Risiko
Berikut adalah beberapa resiko pada produksi KFC :
A. Resiko Dari Segi Keputusan Yang Dibuat Oleh Direksi Mengenai Tujuan
Perusahaan
 Risiko besar pertama yang dihadapi perusahaan adalah gangguan rantai
pasokan. Seperti kebanyakan jaringan restoran cepat saji, KFC tidak
memproduksi makanannya sendiri melainkan menggunakan bahan-
bahan dari luar untuk menyiapkan makanan uniknya. Selanjutnya,
perusahaan bergantung pada badan usaha lain untuk berfungsi. Secara
khusus, produsen makanan tidak hanya harus menjual bahan-bahan
olahannya, namun barang-barang tersebut juga harus dikirim dari pabrik
ke restoran. Keseluruhan operasi ini terdiri dari sistem yang dikenal
sebagai rantai pasokan. Semakin banyak pihak ketiga dalam jaringan,
semakin tinggi kemungkinan terjadinya gangguan dan penundaan
berikutnya.
 Risiko kedua adalah kemungkinan sistem waralaba menjadi bumerang.
Strategi utama ekspansi KFC adalah waralaba, yang berarti memberikan
izin kepada penjual lokal untuk melakukan aktivitas komersial
menggunakan nama merek umum. Ini adalah cara yang cepat dan efektif
untuk menyusup ke pasar baru. Namun banyaknya toko yang dikelola
secara individual dapat menimbulkan permasalahan bagi franchisor,
terutama di luar negeri. Semakin sedikit kendali yang dimiliki
perusahaan terhadap gerainya, semakin tinggi kemungkinan terjadinya
manajemen yang tidak efektif.

4
 Risiko ketiga adalah persepsi masyarakat terhadap KFC dan industri
makanan cepat saji pada umumnya. Ketika budaya makan sehat semakin
meluas, banyak orang mulai memandang restoran cepat saji sebagai
sumber utama makanan tidak sehat. Saat ini, pengguna internet terus-
menerus diingatkan bahwa produk-produk terkenal dari merek terkenal,
seperti McDonald's, Chick-fil-A, Burger King, KFC, dan masih banyak
lainnya, mengandung banyak lemak dan gula. Sebagian besar
perusahaan-perusahaan ini, termasuk KFC, tidak menyangkal fakta
bahwa makanan mereka berpotensi membahayakan. Akibatnya,
kemajuan kesadaran kesehatan mempunyai kemampuan merusak
reputasi perusahaan dan mengurangi masuknya pelanggan.
B. Resiko Dari Segi Langkah atau Taktik Yang Diambil Oleh KFC
 Marketing communication adalah salah satu bentuk komunikasi yang
digunakan untuk mempromosikan produk dengan memberikan informasi
serta ajakan untuk menggunakan produk tersebut
 Sales Marketing adalah aktivitas dan proses menciptakan,
mengomunikasikan, menyampaikan, dan mempertukarkan tawaran yang
bernilai bagi pelanggan dan masyarakat umum. Pemasaran dimulai
dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang kemudian bertumbuh
menjadi keinginan manusia.
 Marketing event adalah pemasaran pengalaman merek, layanan, atau
produk melalui pengalaman yang tak terlupakan atau acara promosi. Ini
biasanya melibatkan interaksi langsung dengan perwakilan merek.
Jangan bingung dengan manajemen acara, yang merupakan proses
pengorganisasian, promosi, dan penyelenggaraan acara.
C. Resiko Dari Segi Keputusan Yang Dibuat Oleh Direksi Mengenai Tujuan
Perusahaan
 Persaingan usaha
 Inovasi dan relevansi produk terhadap kebutuhan pelanggan maupun
pasar

5
D. Resiko Faktor Manusia
 Kinerja karyawan yang kurang profesional dan memenuhi kriteria
 Ketaatan terhadap peraturan pajak yang ada dan legalitas lainnya
 Kelonggaran pada sistem keamanan dan privasi data perusahaan
2.4 Analisis Resiko
Analisis KFC
 Kekuatan Kelemahan:
a.Salah satu jaringan restoran terbesar.
b. Citra Merek
c.Keunikan/Diferensiasi Produk.
d. Makanan berkualitas tinggi
e.Pelayanan cepat
f. Kegiatan penelitian dan pengembangan yang kuat
g. Ramah lingkungan
h. anggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR)
 Kelemahan:
a.Franchise
b. Cross Culture
c.Inovasi dalam ide baru
d. Kolaborasi dan kemitraan
 Peluang:
a.Franchise
b. Cross Culture
c.Inovasi dalam ide baru
d. Kolaborasi dan kemitraan
 Ancaman
a.Pesaing pasar
b. Produk pengganti
c.Cerobong ungags
d. Makanan berkalori tinggi

6
Terdapat masalah melemahnya daya tarik merek, loyalitas merek, dan
penurunan pendapatan. Baryannis dkk. (2019, hal. 2181) berpendapat bahwa
KFC telah mengalami komplikasi sebesar ini pada tahun 2018 ketika
sejumlah besar toko perusahaan di Inggris ditutup karena kekurangan ayam.
Perusahaan tidak hanya kehilangan setengah asetnya di Inggris, tetapi juga
kehilangan ribuan karyawan dan manajer. Perusahaan harus segera
merestrukturisasi logistiknya untuk melanjutkan layanannya.
Waralaba adalah strategi yang berisiko karena perusahaan bergantung
pada penjual lokal untuk mengelola tokonya sendiri. Artinya, nama merek
dan rangkaian produk merupakan satu-satunya elemen pemersatu di seluruh
toko. Meskipun beberapa restoran dapat menunjukkan layanan pelanggan
yang patut dicontoh, restoran lain mungkin gagal dalam memberikan
kualitas yang sama.
Masalahnya adalah dalam kedua kasus tersebut, mereklah yang paling
banyak mendapat perhatian (Madanoglu, Castrogiovanni dan Kizildag, 2019,
hlm. 240). Bahkan jika pemilik waralaba tidak bertanggung jawab langsung
atas tindakan penerima waralaba, reputasinya akan tetap rusak karena toko
tersebut memakai simbol yang sama.
Paradigma keutamaan makan sehat menciptakan dilema moral dan
pemasaran bagi KFC. Terbukti secara ilmiah bahwa makanan berkalori
tinggi dalam jumlah berlebihan berdampak buruk bagi kesehatan. Namun,
makanan-makanan ini persis seperti KFC – makanan bergizi yang disiapkan
dengan cepat dan rasa yang membuat ketagihan. Kecuali KFC memilih
untuk mengatasi meningkatnya kesadaran akan bahaya junk food dan
menyesuaikan pemasarannya, persepsi masyarakat terhadap merek ini
kemungkinan akan semakin buruk.

7
2.5 Evaluasi Resiko
Secara umum, layanan dan produk serta proses waralaba KFC dapat
dikatakan konsisten, komprehensif, dan berorientasi pada pelanggan. Website
KFC menunjukkan keinginan untuk menyediakan produk berkualitas dan
aman yang akan disajikan dengan senyuman di restoran KFC terlepas dari
apakah itu merupakan unit waralaba atau bukan. Kandidat pewaralaba dipilih
secara menyeluruh, dan kinerja mereka dikontrol dengan bantuan berbagai alat
yang akan membantu peningkatan restoran waralaba. Selain itu, KFC juga
menyoroti upayanya untuk menjalankan bisnis yang bertanggung jawab, yang
dapat diilustrasikan dengan kesediaan mereka untuk melibatkan kelompok
minoritas dalam bisnis mereka. Singkatnya, terdapat potensi penting dalam
kedua proses tersebut, dan pengembangnya bertujuan untuk terus
meningkatkan kualitas restoran KFC.
2.6 Pengembangan Strategi Pengelolaan
Berikut ini adalah beberapa cara untuk mengurangi terjadinya risiko sumber risikonya
(Risk Source).
1. Resiko Dari Segi Keputusan Yang Dibuat Oleh Direksi Mengenai Tujuan
Perusahaan
a. Risiko besar pertama yang dihadapi perusahaan adalah gangguan rantai
pasokan. Seperti kebanyakan jaringan restoran cepat saji, KFC tidak
memproduksi makanannya sendiri melainkan menggunakan bahan-
bahan dari luar untuk menyiapkan makanan uniknya. Selanjutnya,
perusahaan bergantung pada badan usaha lain untuk berfungsi. Secara
khusus, produsen makanan tidak hanya harus menjual bahan-bahan
olahannya, namun barang-barang tersebut juga harus dikirim dari pabrik
ke restoran.
b. Risiko kedua adalah kemungkinan sistem waralaba menjadi bumerang.
Strategi utama ekspansi KFC adalah waralaba, yang berarti memberikan
izin kepada penjual lokal untuk melakukan aktivitas komersial
menggunakan nama merek umum. Ini adalah cara yang cepat dan efektif
untuk menyusup ke pasar baru.

8
c. Risiko ketiga adalah persepsi masyarakat terhadap KFC dan industri
makanan cepat saji pada umumnya. Ketika budaya makan sehat semakin
meluas, banyak orang mulai memandang restoran cepat saji sebagai
sumber utama makanan tidak sehat. Saat ini, pengguna internet terus-
menerus diingatkan bahwa produk-produk terkenal dari merek terkenal,
seperti McDonald's, Chick-fil-A, Burger King, KFC, dan masih banyak
lainnya, mengandung banyak lemak dan gula.
2. Resiko Dari Segi Langkah atau Taktik Yang Diambil Oleh KFC
a. Marketing communication adalah salah satu bentuk komunikasi yang
digunakan untuk mempromosikan produk dengan memberikan informasi
serta ajakan untuk menggunakan produk tersebut
b. Sales Marketing adalah aktivitas dan proses menciptakan,
mengomunikasikan, menyampaikan, dan mempertukarkan tawaran yang
bernilai bagi pelanggan dan masyarakat umum. Pemasaran dimulai
dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang kemudian bertumbuh
menjadi keinginan manusia.
c. Marketing event adalah pemasaran pengalaman merek, layanan, atau
produk melalui pengalaman yang tak terlupakan atau acara promosi. Ini
biasanya melibatkan interaksi langsung dengan perwakilan merek. Jangan
bingung dengan manajemen acara, yang merupakan proses
pengorganisasian, promosi, dan penyelenggaraan acara.
3. Resiko Dari Segi Keputusan Yang Dibuat Oleh Direksi Mengenai Tujuan
Perusahaan
a. Persaingan usaha
b. Inovasi dan relevansi produk terhadap kebutuhan pelanggan maupun
pasar
4. Resiko Faktor Manusia
a. Kinerja karyawan yang kurang profesional dan memenuhi kriteria
b. Ketaatan terhadap peraturan pajak yang ada dan legalitas lainnya
c. Kelonggaran pada sistem keamanan dan privasi data perusahaan

9
2.7 Implementasi dan Pelaksanaan
Manajemen resiko terintegrasi bisa diterapkan dalam proses
pengambilan keputusan, perencanaan strategi, proses pencapaian inisiatif,
perbaikan proses bisnis, hingga pada tata kelola perusahaan. Penerapan
manajemen risiko terintegrasi pada proses pengambilan keputusan
perusahaan dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa keputusan
yang diambil telah mempertimbangkan peluang maupun resiko yang
dihadapi. Sehingga memberikan keyakinan bahwa keputusan yang diambil
akan memberikan nilai tambah bagi perusahaan, dengan pengerahan sumber
daya yang efektif dan efisien.
Sementara penerapan manajemen resiko terintegrasi pada proses
perencanaan strategis perusahaan dimaksudkan untuk memberikan keyakinan
bahwa sasaran perusahaan akan tercapai, baik sasaran jangka panjang
maupun jangka pendek. Sedangkan penerapan manajemen resiko terintegrasi
pada proses pencapaian sasaran kegiatan atau inisiatif dimulai dengan
penyusunan kajian resiko. Program yang sudah diterima harus segera
ditindaklanjuti, dipantau kemajuan dan efektivitasnya oleh pemilik resiko
terkait setiap saat.
2.8 Pemantauan dan Tinjauan
Pemantauan dan peninjauan (monitoring and review) secara
berkala dilakukan terhadap proses dan hasil penilaian dan perlakuan
risiko yang telah dilakukan. Pemantauan dan peninjauan dalam
rangka penerapan proses manajemen risiko pada proses pembuatan
KFC dilakukan dengan langkah-langkah:
1. Perseroan selalu memonitor kondisi pasar dan citra merek KFC
secara keseluruhan dan mendapatkan respons dari konsumen
tentang kualitas produk, layanan, dan fasilitas melalui survei
rutin yang disebut dengan Brand Image Tracking Study (BITS),
yang dilakukan oleh agensi survei independen.
2. Perseroan dengan konsisten memimpin dalam porsi kunjungan
terbesar dibandingkan dengan merek restoran cepat saji utama

10
lainnya. Sebagai pelengkap survei ini untuk tujuan perbandingan
dan kalibrasi, dua jenis survei lainnya dilakukan, CHAMPS
Management System (CMS) dan CHAMPS Excellence Review
(CER), masing-masing oleh agensi survei independen lain dan
Departemen QA.
3. CMS adalah survei untuk menilai langsung kualitas produk,
layanan, dan fasilitas yang tersedia di KFC dibandingkan dengan
yang diharapkan, sementara CER adalah survei untuk
mengkalibrasi apa yang telah dilakukan dan dibandingkan dengan
prosedur standar dan mulai tahun 2011, hasil-hasil CER
dikirimkan secara elektronik kepada Pemilik Waralaba.
4. Komitmen Perseroan adalah mempertahankan visi sebagai
pemimpin industri restoran cepat saji dengan terus memberikan
kepuasan “Yum!” di wajah konsumen. Dukungan pemegang
saham, keahlian manajemen yang dikelola dengan baik, dedikasi
dan loyalitas karyawan, dan yang terpenting adalah, kontinuitas
kunjungan konsumen, pasti berhasil membawa Perseroan meraih
visinya. Dengan visi yang kokoh, misi dan obyektif jangka
panjang, serta strategi-strategi dan nilai-nilai korporasi yang
jelas, niscaya akan terus menjadikan merek KFC yang terfavorit
di seluruh Indonesia, dan membangun PT Fast Food Indonesia
Tbk menjadi sebuah korporasi yang hebat.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terakhir, dalam hal meningkatkan kesadaran kesehatan, KFC dapat
mengubah kebijakan pemasarannya. Alih-alih menekankan rasa dan aroma,
perusahaan bisa menonjolkan nutrisi. Tidak ada produk yang benar-benar
berbahaya bagi kesehatan. Tubuh manusia membutuhkan lemak dan
karbohidrat asalkan tidak dikonsumsi secara tidak terkendali. Oleh karena itu,
KFC dapat menonjolkan nilai gizi produknya, sehingga membuatnya menarik
bagi para pemakan yang sadar. Perubahan dalam strategi pemasaran seperti ini
akan memungkinkan perusahaan untuk mempertahankan citranya sebagai
favorit banyak orang sambil secara terbuka mengakui masalah kelebihan
produk. Dengan demikian, risiko persepsi negatif masyarakat dapat
dikendalikan dan diminimalkan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Asiwe, D. N., Jorgensen, L. I., & Hill, C. (2014). The development and
investigation of the psychometric properties of a burnout scale within a South
African agricultural research institution. SA Journal of Industrial Psychology,
40(1), 1-14. Paul Jones, R., Lyu, J., Runyan, R., Fairhurst, A., Kim, Y. K., &
Jolly, L. (2014). Cross cultural consensus: development of the universal
leadership model. International Journal of Retail & Distribution Management,
42(4), 240-266.

13

Anda mungkin juga menyukai