Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak merupakan salah satu unsur terbesar dalam penerimaan
pendapatan Indonesia.Karena itu pelaksanaan perpajakan sangat diatur oleh
pemerintah Indonesia guna mendorong penerimaan negara. Pengertian pajak
sendiri diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia No.28 tahun 2007
pasal 1, yang menyebutkan pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang.
Dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak
merupakan sumber pendapatan bagi negara, sedangkan bagi perusahaan pajak
adalah beban yang akan mengurangi laba bersih (Suandy, 2008). Perbedaan
kepentingan dari fiskus yang menginginkan penerimaan pajak yang besar dan
kontinyu tentu bertolak belakang dengan kepentingan dari perusahaan yang
menginginkan pembayaran pajak seminimal mungkin (Kurniasih dan Sari,
2013).

1.2 Rumusan masalah


Menjelaskan tentang Good Corporate Governance dalam Perpajakan

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Good Corporate Governance dalam Perpajakan
Dalam era globalisasi ekonomi, isu perpajakan menjadi semakin
penting, baik untuk pemerintah maupun perusahaan. Good Corporate
Governance (GCG) adalah salah satu konsep kunci yang memainkan peran
penting dalam menjaga integritas dan kepatuhan perusahaan dalam hal
perpajakan. Makalah ini akan membahas bagaimana penerapan prinsip-prinsip
GCG dapat membantu perusahaan untuk mematuhi peraturan perpajakan,
meningkatkan transparansi, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan.
2.2 Organisasi Perpajakan Di Indonesia
A. Sejarah Direktorat Jenderal Pajak
Organisasi SEJARAH Jenderal Pajak pada mulanya merupakan perpaduan
dari beberapa unit organisasi, yaitu sebagai berikut.
1. Jawatan Pajak yang bertugas melaksanakan pemungutan pajak
berdasarkan perundang-undangan dan melakukan tugas pemeriksaan
Kas Bendaharawan Pemerintah.
2. Jawatan Lelang yang bertugas melakukan pelelangan terhadap barang-
barang sitaan guna pelunasan piutang pajak Negara.
3. Jawatan Akuntan Pajak yang bertugas membantu Jawatan Pajak untuk
melaksanakan pemeriksaan pajak terhadap pembukuan Wajib Pajak
Badan.
4. Jawatan Pajak Hasil Burni (Direktorat Iuran Pembangunan Daerah
pada Ditjen Moneter) yang bertugas melakukan pungutan pajak hasil
bumi dan pajak atas tanah yang pada Tahun 1963 di rubah menjadi
Direktorat Pajak Hasil Bumi dan kemudian pada Tahun 1965 berubah
lagi menjadi Direktorat Iuran Pembangunan Dacrah.

2
B. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Pajak
1. Kantor Pusat
Kantor Pusat DJP yang modern sebagai induk organisasi yang mengelola
pajak di tanah air, secara terstruktur organisasi disesuaikan dengan
struktur kantor pajak di negara-negara maju, seperti Singapura, Jepang,
dan beberapa Negara Eropa. Dengan struktur sama dengan negara-negara
maju ini, diharapkan dapat dan mampu mengantisipasi serta mengikuti
gerak era globalisasi yang dengan cepat menyentuh semua aspek
kegiatan masyarakat, pelaku bisnis, dan institusi pemerintah.
2. Kantor Wilayah
Dengan makin modernya administrasi perpajakan maka perlu
pembenahan di bidang organisasi, tugas, dan fungsi antara Kantor
Wilayah dengan Kantor Pelayanan Pajak yang merupakan ujung tombak
pelayanan di lapangan. Tugas mereka adalah pelayanan perpajakan pada
masyarakat. Dalam rangka pelaksanaan good governance maka
dilakukan pemisahan tugas dan fungsi yang jelas antarkedua unit vertikal
DJP tersebut yang memperjelas pembagian kerja dan tanggung jawab
keduanya. Sehingga diharapkan tidak ada duplikasi pelayanan, juga
sebagai bagian dari sistem pengendalian intern (internal control)
perpajakan nasional.
3. Model Kantor Wilayah
a. Kantor Wilayah DJP yang hanya menangani wajib pajak besar secara
nasional, yakni yang wajib pajaknya diadministrasikan dan dikelola
oleh KPP Wajib Pajak Besar dan KPP Badan Usaha Milik Negara.
Kantor Wilayah ini disebut sebagai Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak
Besar, yang hanya ada satu dan berkedudukan di Jakarta. Di kantor
wilayah ini tidak ada unit atau bidang yang menangani tugas
ekstensifikasi wajib pajak, karena wajib pajak yang dikelola KPP
yang di koordinasi sudah tetap jumlahnya dan sebelumnya sudah
terdaftar yang berasal dari KPP lain di seluruh tanah air.

3
b. Kantor wilayah DJP yang menangani wajib pajak khusus di bidang
usaha tertentu, yakni yang wajib pajaknya diadministrasikan dan
dikelola oleh KPP Penanaman Modal Asing, KPP Badan dan Orang
Asing, dan KPP Perusahaan Masuk Bursa Kantor Wilayah ini disebut
sebagai Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, dan hanya ada satu yang
berkedudukan Jakarta. Di Kantor Wilayah ini juga tidak ada unit atau
bidang yang menangani ekstensifikasi.
c. Kantor Wilayah DJP yang menangani wajib pajak terbesar dan
menengah ke bawah di tingkat Kantor Wilayah, yakni yang wajib
pajaknya diadministrasikan dan dikelola oleh KPP Madya, dan KPP
Pratama Kantor Wilayah ini tersebar di seluruh Indonesia.
d. Kantor Wilayah DJP yang menangani wajib pajak menengah ke
bawah tingkat kantor wilayah, yakni yang wajib pajak seluruhnya
diadministrasikan dan dikelola oleh KPP Pratama Kantor wilayah
yang umum ini juga tersebar di seluruh Indonesia.
1. Fasilitas Pelayanan yang Tersedia di setiap KPP
Pada dasarnya, sarana dan prasarana, pola kerja, dan pelayanan di
ketiga model KPP adalah sama. Adapun yang membedakan hanyalah
terletak pada wajib pajak yang dikelola beserta jumlahnya. Adapun fasilitas
pelayanan perpajakan yang tersedia di tiap KPP dan siap dimanfaatkan oleh
masyarakat adalah sebagai berikut.
a. Tempat pelayanan terpadu
Kalau dahulu Wajib Pajak harus mendatangi seksi seperti PBB, BPHTB,
PPh, atau PPN, sekarang cukup di satu tempat yang dikenal dengan
Tempat Pelayanan Terpadu (TPT). Tempat ini menerima dokumen atau
laporan perpajakan yang diserahkan langsung oleh Wajib Pajak.
Pelayanan ini disesuaikan dengan jam kerja KPP dan tetap melayani
Wajib Pajak pada jam istirahat.

4
b. Account representative
Account Representative (AR) merupakan salah satu ciri khas dari KPP
modern. Tugasnya adalah pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban
oleh Wajib Pajak dan melayani penyelesaian hak Wajib Pajak Apabila
Wajib Pajak memerlukan informasi atau hal lain yang terkait pelaksanaan
hak dan kewajiban perpajakannya, maka merupakan tugas AR untuk
menjadi mediator. Untuk itu, seorang AR haruslah profesional dan
memiliks knowledge, skills, dan attitude yang telah distandarisasi
c. Help desk
Apabila Wajib Pajak mengalami kebingungan atau kesulitan dalam
masalah perpajakan, maka Wajib Pajak dapat mencari informasi pada
bagian ini yang di setiap KPP terletak di lobby gedung. Petugas yang
ditempatkan di help desk haruslah pegawai yang dianggap cakap dan
memiliki pengetahuan yang luas tentang perpajakan serta
pandai berkomunikasi.
2. Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP)
Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP)
adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Pratama KP2KP mempunyai nigas melakukan urusan pelayanan,
penyuluhan, dan konsultasi perpajakan kepada masyarakat serta membantu
Kantor Pelayanan Pajak Pratama dalam melaksanakan pelayanan
kepada masyarakat.
C. Good Corporate Government Dalam Perpajakan
Dalam rangka peningkatan kinerja menuju good governance.
Direktorat Jenderal Pajak melakukan reformasi di bidang perpajakan. Dalam
melaksanakan tugasnya Direktorat Jenderal Pajak berpegang pada prinsip-
prinsip perpajakan yang baik, yaitu keadilan (equity), kemudahan (simple
and understandable), waktu, dan biaya yang efisien bagi institusi maupun
wajib pajak, distribusi beban pajak yang lebih adil dan logis, serta struktur
pajak yang dapat mendukung stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi.

5
1. Modernisasi Administrasi Perpajakan
Modernisasi administrasi yang digulirkan mulai tahun 2002 terus
dikembangkan, dan diharapkan akhir tahun 2007 seluruh kantor pajak di
Jawa telah modern yang akan disusul seluruh Indonesia pada akhir tahun
2008. Namun, sampai akhir tahun 2007, belum semua kantor Direktorat
Jenderal Pajak selesai dimodernisasi. Hal ini dikarenakan banyaknya unit
kerja vertikal (Kantor Wilayah dan KPP) yang tersebar di seluruh
Indonesia (Liberti Pandiangan, 2007).
2. Amandemen Undang-Undang Perpajakan
Dalam rangka mengakomodasi pengaruh perkembangan ekonomi dan
sosial maka undang-undang perpajakan senantiasa perlu disempurnakan
untuk dapat menaikkan daya saing pelaku ekonomi.
3. Intensifikasi Pajak
Dalam rangka pengawasan terhadap pelaksanaan self assessment oleh
wajib pajak maka perlu dilakukan intensifikasi dengan tematik dan
terstandar Ada beberapa hal yang harus dikembangkan oleh setiap Kantor
Pelayanan Pajak (KPP).
4. Ekstensifikasi
Meningkatkan kepemilikan NPWP bagi wajib pajak di seluruh Indonesia
Perlu diketahui bahwa banyak masyarakat kita yang memiliki
penghasilan khususnya yang penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) belum memiliki NPWP.
2.3 Reformasi Perundang- undangan Perpajakan
A. Pajak-Pajak Yang Berlaku Sebelum Reformasi Perpajakan 1983
Sejak sebelum kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia sudah memberlakukan Undang-
undang Perpajakan. Undang-undang Perpajakan yang dimaksud
diberlakukan di Indonesia berdasarkan UU No 4 Tahun 1952
(LN 1952 No 43).

6
B. Reformasi Perpajakan
Reformasi pajak (tax reform) atau pembaharuan perpajakan, telah
dilakukan sejak tanggal 1 Januari 1984. Sejak saat itu pemerintah
Indonesia telah melakukan beberapa kali reformasi perpajakan dan terakhir
tahun 2007 Secara rinci dapat dilihat sebagai berikut.
1) Reformasi Pajak (Tax Reform) 1983
Pembaharuan sistem perpajakan ini diusahakan tersusun suatu sistem
perpajakan yang sederhana, adanya kepastian hukum, dan bertujuan
untuk memberikan pemerataan ekonomi. Kesederhanaan diperlukan
agar mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh wajib
pajak ataupun fiskus.
2) Reformasi Pajak (Tax Reform) 1994
Dalam perjalanan pelaksanaan selama sepuluh tahun, terbukti bahwa
sistem perpajakan tahun 1984 telah dapat meningkatkan penerimaan
negara. Walaupun undang-undang perpajakan yang berlaku pada waktu
itu telah menganut beberapa prinsip dasar yang baik dan telah terbukti
dapat meningkatkan penerimaan pajak secara mencolok dalam kurun
waktu sepuluh tahun.
3) Reformasi Pajak (Tax Reform) 2000
Reformasi perpajakan (tax reform) Tahun 2000 ditandai dengan
dilakukannya amandemen atas lima undang-undang pada bulan Juli
Tahun 2000. Perubahan UU ini sesuai dengan tuntutan situasi dan
kondisi baik secara sosial, ekonomi, maupun politik. Seperti kita
ketahui pada Tahun 1997 negara kita mengalami krisis ekonomi
yang cukup parah.
4) Reformasi Pajak (Tax Reform) 2007
Schubungan dengan perkembangan ekonomi yang terjadi dengan cepat
dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, perekonomian,
perdagangan internasional, teknologi informasi, dan lainnya maka
diperlukan suatu perangkat undang-undang yang mendukung. Untuk
itulah pemerintah mengajukan rancangan undang-undang perpajakan ke

7
DPR yang sempat ditarik kembali saat sudah sampai Sekretariat Negara
karena perlu mengakomodir kembali masukan dari berbagai kalangan,
terutama pengusaha sebagai pelaku bisnis yang membawa gaung
"business friendly"
2.4 Administrasi Pemungutan Pajak
A. Sistem Pemungutan Pajak
Pemungutan perpajakan yang digalakan pemerintah mulai menunjukkan
hasil yang cukup baik, walaupun target belum tercapai, fak pemerintah
dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak terus-menerus menggalakan
pemungutan pajak yang luar biasa hebat. Mereka mulai melakukan
gebrakan-gebrakan yang sangat luar biasa yang dimulai dari perubahan
undang-undang yang menyangkut perpajakan, sumber daya manusia di
dalam direktorat hingga penanaman edukasi kepada masyarakat Indonesia.
1. Official Assessment System
Merupakan sistem perpajakan di mana inisiatif untuk memenuhi
kewajiban perpajakan berada di pihak petugas pajak (fiskus).
2. Self Assessment System
Merupakan sistem perpajakan di mana inisiatif untuk memenuhi
kewajiban. perpajakan berada di pihak wajib pajak. Wajib pajak harus
menilai, menghitung. menaksir sendiri pemenuhan kewajiban dan
hak perpajakannya.
3. Melaporkan Penyetoran tersebut Kepada Direktur Jenderal Pajak
Wajib Pajak menetapkan sendiri jurah pajak yang terutang melalui
pengisian SPT (Surat Pemberitahuan) dengan baik dan benar SPT ini
berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak, baik
yang dilakukan wajib pajak sendiri atau melalui mekanisme pemotongan
dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga, melaporkan harta
dan kewajiban, dan pembayaran pajak yang telah dilakukan.

8
4. Withholding Tax System
Withholding Tax System adalah sistem perpajakan di mana pihak ketiga
bark Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan dalam
negeri diberi kepercayaan oleh peraturan perundang-undangan untuk
melaksanakan kewajiban memotong atau memungut pajak penghasilan
yang dibayarkan kepada penerima penghasilan. Pihak ketiga ini
memiliki peran aktif dalam hal memungut atau memotong pajak,
sedangkan peran fiskas adalah dalam pemeriksaan pajak, penagihan, dan
penyitaan apabila ada indikasi pelanggaran perpajakan, seperti halnya
dalam sistem self assessment.
B. Sistem Pemungutan Pajak Di Indonesia
Bagaimana dengan penetapan pajak yang pernah dilakukan oleh pemerintah
Indonesia? Di Negara kita sistem penetapan pajak pernah mengalami
perkembangan yang sangat berarti yaitu dari official assessment menuju self
assessment melalui masa transisi semi self assessment (Sony
Devano, dkk, 2006). Perkembangan tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. Official Assessment System
Di mana wewenang pemungutan pajak pada fiskar. Utang pajak timbul
kalau ada Surat Ketetapan Pajak (SKP), dilaksanakan
sampai Tahun 1967.
2. Semi Self Assessment System
Wewenang pemungutan ada pada Wajib Pajak dan fiskus. Pada awal
tahun pajak, wajib pajak menaksir dahulu beberapa pajak yang akan
terutang untuk satu tahun pajak, kemudian mengangsurnya. Akhir tahun
pajak, pajak terutang sesungguhnya ditentukan fiskus Dilaksanakan di
Indonesia pada periode 1968 – 1983.
3. Full Self System
Wewenang sepenuhnya untuk menentukan besar pajak pada wajib pajak.
Wajib pajak aktif menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan
melaporkan sendiri pajaknya. Fiska tidak campur tangan dalam
menentukan besarnya pajak terutang selama wajib pajak tidak menyalahi

9
aturan yang berlaku. Dilaksanakan secara efektif pada Tahun 1984 atas
dasar perombakan perundang-undangan perpajakan pada Tahun 1983.
4. Withholding System
Wewenang pemungutan pajak ada pada pihak ketiga. Dilaksanakan
secara efektif sejak tahun 1984.
C. Reformasi Pengadministrasian Pemungutan Pajak
Pajak merupakan salah satu pungutan yang mengandung unsur pengalihan
kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik, sehingga harus dipungut
berdasarkan UU Pengalihan dapat terjadi tanpa seizin pemilik, maka dapat
dikatakan sebagai tindakan perampasan Untuk itu, pemungutan harus
berdasarkan UU. Hal ini mengandung makna.
a) Syarat dalam Pemungutan Pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada masyarakat. Bila terlalu
tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun, bila terlalu
rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena
dana yang kurang.
b) Pemungutan Pajak Harus Efisien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus
diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah daripada
biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan
pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian,
Wajib Pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran pajak
baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
c) Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan dalam
pungutan pajak Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib pajak
dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan
memberikan dampak positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan
kesadaran dalam pembayaran pajak.

10
d) Ciri-ciri Sistem Perpajakan yang Baru
Adapun ciri-ciri sistem perpajakan yang baru adalah sebagai berikut.
 Kesederhanaan, yaitu kesederhanaan dalam jumlah, jenis, dan tarif
serta sistem pemungutannya.
 Peniadsan pajak ganda, yaitu meniadakan adanya beban pajak
berganda, dengan memberlakukan kredit pajak sepenuhnya terhadap
pajak yang telah dibayar.
 Pemerataan dalam pembebanan, yaitu seseorang atau badan yang
memenuhi syarat sebagai Wajib Pajak harus mendaftarkan dirinya.
Kalau kewajiban ini dilaksanakan dengan baik maka pemerataan
dalam pengenaan pajak dapat terlaksana dengan baik.
 Kepastian hukum, yaitu dalam perundang-undangan pajak yang baru
tercantum secara jelas tentang kepastian hukum bagi Wajib Pajak,
seperti permohonan pembayaran restitusi, penyelesaian keberatan dan
kerahasiaan Wajib Pajak terjamin.
 Menutup peluang penggelapan pajak, yaitu perlunya secara terus
menerus meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang
peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam bentuk pelayanan
dan kemudian memperoleh penjelasan dari sumbernya, juga
meningkatkan kesadaran dan pemahaman aparat pack atas tugasnya.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Makalah ini akan mengambil kesimpulan dari berbagai poin yang telah
dibahas dan menggarisbawahi pentingnya menerapkan prinsip-prinsip GCG
dalam perpajakan. Selain itu, juga akan merinci manfaat jangka panjang yang
dapat diperoleh oleh perusahaan dan pemerintah dalam upaya membangun
sistem perpajakan yang efisien dan adil.

12
DAFTAR PUSTAKA
Belinfate, A.D Boherhanoeddin soetan batoeah, 1983. Ut.Peduli

13

Anda mungkin juga menyukai