Anda di halaman 1dari 17

KAJIAN KEBUDAYAAN MADURA, JAWA TIMUR

MATA KULIAH APRESIASI BUDAYA


Dosen Pengampu: Dr. Zulfi Hendri S. Pd., M. Sn.

Disusun Oleh :
Astri Setia Utami (22210141045)
Izza Nafila Rusdiyana (22210141075)
Devita Tiara Angelina (22210141055)
Anastasia Elwapatmi Dewi (22210141065)
Lutfiana Nurlinda Istiqomah (22210144050)

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mana
atas segala limpahan rahmat dan hidayahnya penyusun dapat menyelesaikan
makalah ini tanpa adanya halangan yang berarti.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Pak Dr. Zulfi Hendri S. Pd.,
M. Sn. sebagai dosen pengampu mata kuliah Apresiasi Budaya yang telah
membantu mengarahkan dan memberi pemahaman dalam penyusunan makalah
ini.
Kami menyadari bahwa manusia tidak ada yang sempurna, pasti dalam
penugasan makalah ini kami masih memiliki kekurangan karena keterbatasan
kami. Maka dari itu, kami sebagai penyusun makalah sangat mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini, agar isi makalah
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, 27 September 2022

Kelompok Lima

i
DAFTAR ISI

Hlm
COVER…………………………………………………………………… -
KATA PENGANTAR……………………………………………………. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………… ii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 1
1.3 Tujuan Penulisan ………………………………………………….......... 2
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Pakaian Adat Madura………………………………………………….... 3
2.1.1 Pakaian Rakyat Biasa……………………………………………….. 3
2.1.2 Pakaian Bangsawan…………………………………………………. 5
2.2 Rumah Adat Madura……………………………..……………………... 6
2.2.1 Ruang/Unsur Rumah Adat Tanean Lanjhang………………………. 7
2.2.2 Makna Ruang pada Rumah Adat Tanean Lanjhang………………... 9
2.3 Korelasi Antara Pakaian dan Rumah Adat Madura dengan Seni Lain…. 10
2.3.1 Korelasi Pakaian Adat Pesa’an dan Rancongan dengan adat istiadat 11
lain di Madura
2.3.2 Korelasi Rumah Adat Tanean Lanjang dengan Pakaian Adat………
11
Pesa’an dan Adat Istiadat Lain di Madura
2.3.3 Korelasi Adat Istiadat di Madura dengan Agama Islam……………. 12
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………... 13
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan di mana hal tersebut menciptakan
keanekaragaman budaya diantaranya pakaian dan rumah adat yang tersebar di
masing-masing daerah di Nusantara. Pakaian adat adalah bagian dari kebudayaan
Indonesia yang memiliki banyak fungsi dan nilai. Pakaian adat merupakan
pakaian tradisional yang sudah dipakai secara turun-temurun dan menjadi
identitas daerah yang dibanggakan. Di Provinsi Jawa Timur, terdapat Pulau
Madura yang mempunyai pakaian adat sendiri yang bernama Pesa’an dan kebaya
Rancongan untuk orang biasa serta Rasughan Totop untuk bangsawan. Pakaian
adat tersebut mengandung banyak filosofi di setiap bagiannya. Baju Pesa’an
sangat terkenal bahkan sampai mancanegara dan menjadi kebanggaan Provinsi
JawaTimur khususnya masyarakat Madura.

Selain itu, kondisi Indonesia yang berbentuk kepulauan juga menuntut


masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk
lingkungan tradisional atau yang sering disebut sebagai suatu pemukiman. Dalam
hal ini konsep tersebut dijalankan dalam pembangunan rumah adat yang tersusun
dalam sebuah pola pemukiman dan dilestarikan dari generasi ke generasi.
Kegiatan manusia beradaptasi dengan lingkungan atau kegiatan bermukim erat
kaitannya dengan tempat dan pola ruang yang dalam hal pembagian serta bentuk
tersebut merupakan salah satu ide dari masyarakat atau manusia yang dihormati di
suatu daerah. Pemukiman tradisional menjadi ciri khas atau identitas dari suatu
daerah karena setiap daerah biasanya memiliki bentuk yang berbeda dari daerah
lain. Di Madura terdapat rumah adat atau pemukiman tradisional yang bernama
Tanean Lanjhang. Tanean Lanjhang berasal dari bahasa Madura yaitu tanean
yang berarti halaman dan lanjhang berarti panjang, tapi pengertian Tanean
Lanjhang di sini merupakan sebuah pemukiman tradisional yang menjadi ciri khas
masyarakat Madura yang bukan hanya unik dari segi bentuk namun juga
merupakan sebuah pemukiman tradisional yang terdiri dari hubungan kekerabatan
dimana masyarakat pada pemukiman ini memiliki hubungan persaudaraan yang
sangat erat , hal tersebut dapat dilihat dari hierarki keluarga yang terdapat pada
pemukiman tradisional Tanean Lanjhang. Tanean Lanjhang memiliki komponen-
komponen yang di antaranya adalah Kobhung (musholla), rumah utama yang
bersebelahan dengan rumah-rumah lainnya yang biasanya berderet dari barat ke
timur, sesuai dengan urutan dalam keluarga, dapor, kandhang, dan Tanean
(pekarangan).

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa saja unsur, fungsi, dan makna dari pakaian adat Madura?
b. Apa saja unsur, fungsi, dan makna dari rumah adat Madura?
c. Bagaimana bentuk visual pakaian adat Madura?
d. Bagaimana bentuk visual rumah adat Madura?
e. Bagaimana korelasi atau hubungan antara pakaian dan rumah adat Madura
dengan seni lain?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk memahami tentang unsur, fungsi, dan makna dari pakaian adat
Madura.
b. Untuk memahami tentang unsur, fungsi, dan makna dari rumah adat
Madura.
c. Untuk mengetahui bentuk visual dari pakaian adat Madura.
d. Untuk mengetahui bentuk visual dari rumah adat Madura
e. Untuk memahami tentang korelasi atau hubungan antara pakaian dan
rumah adat Madura dengan seni lain.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pakaian Adat Madura

Madura adalah salah satu daerah yang berada di provinsi Jawa Timur. Banyak
kebudayaan yang dimiliki oleh Madura seperti, makanan khas, rumah adat, dan
pakaian adat. Pakaian adat Madura adalah salah satu kebudayaan khas Madura
yang memiliki ciri khas tersendiri.
Pakaian adat Madura ini juga dibagi berdasarkan usia, jenis kelamin, dan
status sosial. Berdasarkan usianya, masyarakat Madura membedakan unsur dan
atribut yang digunakan dalam pakaian adanya. Berdasarkan jenis kelamin, pakaian
adat juga dibedakan, yaitu pesa’an dan gomboran untuk laki-laki, sedangkan
marlena dan rancongan untuk perempuan. Sedangkan berdasarkan status
sosialnya, pakaian Madura juga dibedakan menjadi dua, yaitu pakaian adat untuk
rakyat biasa dan bangsawan.
2.1.1 Pakaian Madura untuk Rakyat Biasa
 Pakaian untuk Laki-Laki

Pakaian Madura yang digunakan oleh rakyat biasa


laki-laki disebut dengan pesa’an dan gomboran, yaitu
pakaian berwarna hitam longgar yang disebut dengan
gomboran dan kaos garis berwarna merah dan putih yang
disebut dengan pesa’an.

3
Gomboran yang longgar ini menandakan adanya
unsur kebebasan dan keterbukaan. Di mana kebebasan yang
dimaksud adalah kebebasan dalam bergerak, di mana masyarakat Madura
pada umumnya adalah petani. Sedangkan makna warna merah dan putih
dalam baju pesa’an adalah berani dan suci sebagaimana arti dari warna
bendera Indonesia, merah putih serta garis yang lurus juga menandakan
bahwa orang Madura adalah orang yang kuat, tegas, dan lurus.
Adapun atribut yang digunakan oleh orang Madura salah satunya
sabuk. Sabuk yang dikenakan oleh orang Madura adalah sabuk berwarna
hijau, tetapi sabuk ini biasanya dapat digantikan dengan sarung yang
diikatkan di pinggang. Pada sabuk yang dikenakan juga memiliki dua buah
kantong kecil yang fungsinya adalah untuk menyimpan tanaman bakau
dan menyimpan uang kertas. Sedangkan orang Madura yang mengenakan
sarung sebagai pengganti sabuk biasanya menggunakan sarung untuk
sholat setelah bertani. Atribut lainnya adalah penutup kepala atau biasa
disebut dengan odheng. Odheng juga dibedakan berdasarkan tua dan
mudanya pengguna. Untuk yang tua disebut dengan odheng butagen, yaitu
kain batik tanjung bumi yang diikat dibelakang dengan segitiga ke atas.
Sedangkan untuk yang muda disebut dengan tapokan, yaitu bentuk
segitiganya mengarah ke bawah. Adapun sandal yang digunakan orang
Madura adalah sandal yang terbuat dari kulit sapi karena sapi adalah
hewan yang paling mudah ditemukan.

 Pakaian Untuk Perempuan

Pakaian untuk perempuan yang digunakan oleh


perempuan Madura adalah marlena. Sedangkan kebaya
yang digunakan adalah rancongan. Di mana kebaya ini
adalah kebaya yang tembus pandang disertai dengan
penggunaan kutang dengan warna yang terang. Hal tersebut
kerap dilakukan oleh orang Madura karena mereka
cenderung suka pamer. Selain itu, kebaya rancongan yang
mempunyai bentuk pas di badan juga membuat tubuh indah
pemakainya terbentuk.
Adapun atribut atau aksesoris yang digunakan oleh perempuan
Madura, salah satunya adalah peniti dinar. Peniti dinar dikenakan di dada
pemakainya dan berbahan emas. Biasanya semakin banyak peniti dinar
yang dipakai maka semakin tinggi tingkat perekonomiannya. Selain peniti
dinar, aksesoris yang digunakan yaitu anting atau biasa disebut dengan
anteng dan sentar penthol. Anting ini juga terbuat dari emas yang

4
berbentuk seperti biji jagung. Adapun hiasan yang digunakan di bagian
rambut yang disebut dengan cucuk sisir. Cucuk sisir terbuat dari emas dan
biasanya digunakan untuk memamerkan kekayaannya. Bentuk dari cucuk
sisir ini sendiri juga menyerupai busur yang terdiri dari untaian mata uang
emas dan cucuk dinar terdiri dari beberapa keping mata uang dolar.
Kemudian perhiasan kalung dan gelang. Walaupun sebagian ada yang
memakainya dan sebagian tidak memakainya, tetapi bagi yang
memakaianya, kalung wanita ini disebut dengan brondong. Kalung ini
tersusun dari emas yang membentuk rentengan biji jagung. Namun, ada
juga motif pale obi, dimana motif ini menyerupai batang ubi melintir dan
motif mon temon yaitu menyerupai biji mentimun. Sedangkan gelang dan
cincin yang digunakan oleh perempuan Madura adalah motif tebu sares.
Adapun aksesoris yang sudah menjadi ciri khas perempuan Madura
adalah penggel yang digunakan di pergelangan kaki. Penggel ini terbuat
dari kuningan, di mana penggel ini digunakan oleh perempuan Madura
untuk menunjukkan kekayaan mereka. Samper atau sarung juga dikenakan
oleh masyarakat perempuan Madura, tetapi penggunaan samper ini
cingkrang atau hanya sampai mata kaki saja. Hal ini disebabkan karena
masyarakat Madura yang bermatapencaharian sebagai petani, sehingga
memudahkan mereka dalam bertani di area berlumpur. Adapun samper
yang digunakan adalah batik tanjung bumi karena mudah didapatkan oleh
masyarakat Madura. Selain itu, masyarakat perempuan Madura juga
biasanya mengenakan sandal sebagai alas kaki yang terbuat dari kulit sapi.
Sandal ini juga bisa disebut dengan pacca’ (bakiyak).
Dalam penggunaan sanggul, masyarakat Madura biasanya
menggunakan gelung sintilan, tetapi karena semakin modern, sehingga
jenis sanggul yang digunakan juga menjadi bervariasi. Selain itu,
perempuan Madura juga menggunakan selendang sebagai alas di kepala
untuk menyungging kendi atau digunakan secara menyamping untuk
menggendong bayi. Perempuan Madura juga memberikan jimpit atau
warna merah di dahi. Warna merah ini konon disebabkan karena cubitan di
dahi hingga merah untuk mengatasi sakit kepala. Tetapi sekarang
penggunaan warna merah cukup menggunakan make up di dahi sekitar 1-2
cm.
2.1.2 Pakaian Madura untuk Bangsawan
 Pakaian untuk Laki-laki

Pakaian Madura untuk laki-laki mirip dengan pakaian adat Jawa.


Pakaian adat ini menggunakan rasughan totop (jas tutup) polos dengan

5
samper kembeng. Dilengkapi dengan kancing di depan yang berjumlah 5
buah, dimana 5 buah kancing itu menandakan adanya rukun islam, 3
kancing pada lengan kanan dan 3 kancing pada
lengan kiri juga menandakan adanya 6 rukun iman,
dan 2 kancing di leher menandakan 2 kalimat
syahadat. Penggunaan odheng rakyat biasa dengan
bangsawan juga berbeda. Odheng yang digunakan
oleh bangsawan adalah odheng tongkosan yang
memiliki motif modang, dul-cendhul, garik atau
jingga. Dalam menggunakan odheng, pengguna
juga harus sedikit mendongakkan kepalanya ke atas.
Hal ini mengandung makna “betapapun beratnya beban tugas yang
harus dipikul hendaknya diterima dengan lapang dada”. Yang artinya,
pemakaian odheng ini menunjukkan derajat kebangsawanannya. Selain
itu, ada pula aksesoris yang membedakan antara rakyat biasa dan
bangsawan adalah kuku macan yang pada zaman dulu disebut dengan jam.
Samper yang digunakan oleh bangsawan adalah samper berwarna
merah. Adapun batik yang dikenakan oleh laki-laki dan perempuan
memiliki lipatan wironcok rebung. Lipatan ini memiliki tujuan agar
pemakainya terlihat lebih tinggi dan jenjang. Untuk sandal yang digunakan
adalah selop hitam.

 Pakaian untuk Perempuan

Bangsawan perempuan menggunakan


pakaian beludru hitam yang menyerupai baju adat
jawa. Adapun aksesoris yang digunakan oleh
bangsawan perempuan, yaitu dinar, kipas, dan sapu
tangan. Namun, pada bangsawan perempuan tidak
menonjolkan kekayaan dan semua perhiasan yang
digunakan kecil namun mengandung intan dan
berlian. Gelung rambut yang digunakan oleh
bangsawan perempuan disebut dengan gelung
malang disertai dengan bunga mawar.

2.2 RUMAH ADAT MADURA

6
Selain memiliki pakaian adat, Madura juga memiliki rumah adat Madura yang
bernama rumah adat Tanean Lanjhang. Rumah adat Tanean Lanjhang ini
memiliki unsur, fungsi, dan filosofi di tiap-tiap bagian isi rumahnya. Unsur ruang
pada rumah adat ini terdiri dari kobhung, kandhang dan dapor, rumah, dan tanean
itu sendiri.
2.2.1 Ruang/Unsur Pada Rumah Adat Tanean Lanjhang
 Kobhung
Kobhung atau langgar adalah bangunan ibadah keluarga di ujung barat.
Berukuran kecil berbentuk panggung dengan tiang penyangga bisa empat
bisa juga delapan. Bahan utamanya bisa kayu, bisa juga bambu padat, atau
biasa disebut parreng tongga'an sepanjang 40-50 cm. Sangger atau lantai
terbuat dari bambu, kayu ataupun perkerasan bila tidak berstruktur
panggung. Memiliki dinding belakang, kanan dan kiri.
Bentuk atapnya jadrih, kanopi, bahkan tromme. Bahan dinding terbuat dari
bambu, kayu atau tembok. Penutup atap dari daun sampai dengan genteng.
Semua ini tergantung pada kemampuan ekonomi pemiliknya. Berfungsi
sebagai pusat kegiatan laki-laki , yaitu transfer nilai-
nilai agama kepada junior, sebagai tempat bekerja di siang hari, tempat
menerima tempat istirahat dan tidur untuk mereka dan digunakan untuk
melakukan ritual sehari-hari dan juga gudang untuk produk pertanian.
(Mansurnoor, 1990).

 Kandhang dan Dapor


Tata letak kandang di pemukiman tidak memiliki posisi
yang ditentukan, yang berarti bahwa lokasinya berubah sesuai kebutuhan.
Pada permukiman awal, penempatan kandang harus berada di sisi
selatan menghadap ke rumah-rumah penduduk. Kandang terbuat dari
bahan bambu atau kayu dengan atap daun atau genteng. Bahan bangunan
yang digunakan juga sangat bervariasi sesuai dengan kemampuan
ekonomi keluarga. Dapur identik dengan aktivitas perempuan, banyak
aktivitas yang dilakukan di tempat ini. Selain untuk aktivitas dapur

7
berfungsi juga sebagai tempat menyimpan hasil panen seperti jagung,
umbi-umbian, dan lain lain. Tata letak dapur dalam tanean tidak tetap,
pada susunan awal dapur kebanyakan bersebelahan dengan kandang, tetapi
bisa juga di sebelah langgar, di samping rumah maupun di belakang
rumah.

 Rumah

Ruang tinggal atau rumah adalah ruang utama, memiliki satu pintu
utama dan hanya terdiri atas satu ruang tidur yang dilengkapi
serambi. Bisa jadi konsep ini lahir dari nilai-nilai Islam sebagai agama
yang mengajarkan bahwa laki-laki dan perempuan yang bukan mahram
tidak dibenarkan bercengkrama berdua. Tanian sifatnya terbuka dengan
pembatas yang tidak permanen, tetapi untuk memasuki tanian harus
melalui pintu yang tersedia. Rumah pertama yang terletak di barat laut
merupakan rumah asal dan menjadi tempat terpenting.

Di rumah-rumah berikutnya, tinggal anak perempuan yang telah


menikah dengan suaminya menurut urutan umur. Yang menentukan urutan
sebenarnya adalah hari perkawinan, tetapi jarang seorang anak perempuan
lebih muda menikah lebih dahulu daripada anak perempuan yang lebih
tua. Menantu laki-laki yang pertama menjadi kepala tanian lanjang. Dari
pertimbangan tersebut jelas sekali bahwa masyarakat Madura dapat
dikelompokkan kepada masyarakat yang sebenarnya mengikuti pola garis
keturunan ibu, atau mengikuti paham matrilineal.

Kemungkinan sistem ini berubah karena hadirnya pengaruh Islam yang


memperkenalkan paham patrilineal. Namun artefak yang tersisa tidak
mengalami perubahan. Oleh sebab itu, penghargaan yang tinggi terhadap
perempuan tercermin dalam pemberian rumah kepada anak-anak
perempuannya sebagai suatu bentuk perlindungan.

 Tanean Lanjhang
Tanean merupakan ruang utama, berada di tengah-tengah permukiman.
Berfungsi sebagai tempat sosialisasi antar anggota keluarga, tempat
bermain anak-anak, melakukan kegiatan sehari-hari seperti menjemur
hasil panen, tempat melakukan ritual keluarga, dan kegiatan lain yang
melibatkan banyak orang. Di sinilah kelebihan tanean, bahwa tanean

8
adalah tempat berkomunikasi dan mengikat hubungan satu keluarga
dengan keluarga yang lain. Tanean sifatnya terbuka dengan pembatas yang
tidak permanen, tetapi untuk memasuki tanean harus melalui pintu yang
tersedia. Apabila memasuki tanean tanpa melewati pintu maka akan
dianggap tidak sopan.
2.2.2 Makna Ruang Pada Tanean Lanjhang

9
Penataan ruang yang sejajar dengan ruang di tengah menunjukkan bahwa
tanean adalah pusat sekaligus ruang penghubung yang sangat penting.
Ketinggian lantai bangunan juga memberikan nilai hierarki ruang
yang lebih jelas.

Langgar memiliki nilai tertinggi, bersifat spiritual dibandingkan dengan


bangunan lain yang bersifat duniawi. Langgar mencerminkan fungsi utama
kehidupan yaitu religius, sakral untuk melakukan ibadah lima kali , melakukan
ritual siklus kehidupan dan sekaligus menjadi pusat kegiatan sehari-hari.
Fungsi lainnya adalah untuk menerima tamu dan kamar bagi laki-
laki yang bermalam , serta gudang.

Dalam beberapa data disebutkan bahwa langgar merupakan tempat yang


strategis untuk memudahkan pengawasan perempuan laki-laki. Fungsi yang
demikian membuat langgar memiliki arti yang sangat penting dan spesifik.
Ciri-ciri yang mendasarinya adalah masalah pembagian ruang, kedudukan
perempuan, kekerabatan, sistem dan kedudukan desa di atas tanah garapan.

Bagian utara sebagai tempat tinggal perempuan,


dengan ruangan tertutup dan gelap, tanpa bukaan di depan, pada posisi tinggi
atau atas merupakan ruang khusus bagi perempuan. Di sisi lain, bagian selatan
adalah area terbuka, di sebelah kiri, di bawah,
tanpa elevasi tanah, yang merupakan area laki-laki.

Artinya utara adalah tempat perempuan yang bermakna surgawi atau


rohani, dunia atas yaitu yang abadi, gelap, terbatasi, tertutup, basah. Selatan
bermakna duniawi, dunia bawah yang sekarang terang, terbuka, kering dan
bebas.

Namun, pada tata letak lanjang tenean, tampaknya terjadi penyimpangan


karena tata letak rumah-rumah yang saling berhadapan. Perubahan ini terjadi
karena pertimbangan penggunaan lahan tidak boleh mengurangi lahan
garapan, sesedikit mungkin dalam penggunaan lahan menjadi pemukiman.
Falsafah ini berakibat juga pada permukiman yang sangat efektif dalam
pembagian ruangnya.

Belum ada penelitian yang mengungkap masalah ini.


Dalam filsafat masyarakat, pengaturan seperti itu karena faktor kontrol laki-
laki atas mereka.

10
2.3 Korelasi Antara Pakaian dan Rumah Adat dengan Seni Lain

2.3.1 Korelasi Pakaian Adat Pesa’an dan Rancongan dengan adat istiadat
lain di Madura

Pakaian adat Madura dibagi berdasarkan usia, jenis kelamin dan


status sosial. Pengelompokan pakaian adat Madura pun memiliki karakter
kuat seperti busana rakyat jelata, busana priyayi, busana bangsawan dan
busana pengantin. Busana yang paling sering dikenali adalah baju pesa’an
dan kebaya rancongan di mana masyarakat juga sering digunakan dalam
upacara adat seperti karapan sapi yang adalah maskot kebudayaan Madura.
Karapan sapi merupakan kebudayaan Madura yang diadakan untuk
merayakan kegembiraan atas keberhasilan panen di Pulau Sapudi yang
gersang dan kini menjadi daerah yang subur. Sebuah perlombaan balap
seorang joki yang menunggangi kereta kayu yang ditarik sepasang sapi.

2.3.2 Korelasi Rumah Adat Tanean Lanjang dengan Pakaian Adat Pesa’an
dan Adat Istiadat Lain di Madura

Rumah adat Tanean Lanjhang disusun berdasarkan hirarki dengan


garis keturunan matrilineal atau mengikuti pola garis keturunan ibu.
Urutannya yaitu dari barat ke timur yang menunjukkan urutan tua muda.
Nilai adat dan budaya yang terdapat dalam pemukiman tradisional ini
berhubungan dengan adanya nilai kepercayaan dan nilai religius. Bagi
masyarakat Madura, dalam kehidupan sosialnya harga diri sudah menjadi
harga mati. Rumah adat, tanah, pusaka yang merupakan warisan leluhur
harus dilestarikan. Terutama karena masyarakat Madura menganut hirarki
matrilineal atau menjunjung tinggi perempuan, beberapa hal menyebabkan
mereka lebih mudah tersinggung. Ada pepatah yang selalu mereka jaga
yaitu: lebbi bagus pote tolling, atembang pote mata yang artinya lebih
baik mati dari pada malu.

Hal ini akan menyinggung harga diri masyarakat Madura dan


mereka biasa menyelesaikannya dengan carok, yang merupakan salah satu
adat bagi mereka bertikai atau berkelahi antara dua pihak menggunakan
clurit. Carok biasa diidentikkan dengan pelaku orang kecil atau petani dan
yang mengenakan pesa’an atau gomboran serta mengenakan gelang kaki
atau benggel untuk perempuan sebagai simbol bahwa istri selalu dalam
pengawasan sang suami. Di sinilah korelasi antara nilai-nilai dan makna

11
yang dijunjung masyarakat dalam bentuk penyusunan pemukiman
berdasarkan hirarki dengan pakaian adat pesaan.

2.3.3 Korelasi Adat Istiadat di Madura dengan Agama Islam

Nilai-nilai agama Islam tidak dapat dipisahkan dari pandangan hidup


orang Madura. Sudah menjadi fakta bahwa hampir seluruh orang Madura
merupakan pemeluk agama Islam dan telah menjadi penjatidirian bagi
orang Madura. Orang-orang Madura lebih menghormati lembaga agama
dan ulama dibanding dengan lembaga negara atau aparat. Masyarakat
Pesisir Madura meyakini suatu pandangan hidup Islam dalam peribahasa
“Abhental Syahadat, Asapo’ Iman, Apajung Allah” yang artinya
“Berbantal Syahadat, berselimut iman, berlindung kepada Allah”.

Ada pula pandangan hidup masyarakat Madura tentang hirarki dan


kepercayaannya dalam ungkapan: bhuppa’ bhabhu ghuru, rato, yang
artinya mematuhi dan menaati kedua orang tua atau ibu bapak, kemudian
guru dan terutama yang bergelar ulama atau kyai, dan terakhir pada
pemimpin formal. Itulah mengapa masyarakat Madura lebih menjunjung
tinggi kehormatan dan sangat mematuhi ulama dibanding aparat negara.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Banyak kebudayaan yang dimiliki oleh Madura seperti, makanan khas,


rumah adat, dan pakaian adat. Pakaian dan rumah adat Madura adalah salah satu
kebudayaan khas Madura yang memiliki ciri khas tersendiri.
Pakaian adat Madura dibagi berdasarkan usia, jenis kelamin, dan status
sosial. Berdasarkan usianya, masyarakat Madura membedakan unsur dan atribut
yang digunakan dalam pakaian adanya. Berdasarkan status sosialnya, pakaian
Madura dibedakan menjadi dua, yaitu pakaian adat untuk rakyat biasa, yaitu
pesa’an dan gomboran untuk laki-laki dan marlena dan rancongan untuk
perempuan, dan pakaian adat untuk bangsawan yaitu rasughan rotop (jas tutup)
polos dengan samper kembeng dan pakaian beludru hitam yang menyerupai baju
adat jawa untuk perempuan.
Kemudian rumah adat Madura yang bernama Tanean Lanjhang memiliki
unsur ruang pada rumah adat ini terdiri dari kobhung, kandhang dan dapor,
rumah, dan tanean itu sendiri.
Kedua kebudayaan tersebut tentu memiliki keterkaitan dengan seni atau
hal lainnya. Rumah adat Tanean Lanjhang menunjukkan bahwa masyarakat
Madura sangat melindungi dan menjunjung tinggi kehormatan perempuan. Dalam
melindungi kehormatan tersebut biasanya rakyat kecil yang diidentikkan dengan
baju pesaan dalam adat istiadat carok atau perkelahian menggunakan clurit.
Pakaian adat setiap daerah pastinya memiliki corak dan ciri khas masing-
masing yang tentunya berbeda antar daerah. Begitu pula rumah adat, setiap daerah
memiliki bentuk dan unsur rumah adat yang berbeda. Setiap corak dan unsur
dalam pakaian adat serta bentuk dan unsur dalam rumah adat juga tentunya
memiliki makna dan filosofi tersendiri. Pakaian adat dan rumah adat termasuk
salah satu kebudayaan yang dimiliki oleh tiap daerah yang tentunya wajib dijaga
dan dilestarikan. Salah satu pakaian adat dan rumah adat yang harus dilestarikan
yaitu pakaian adat dan rumah adat Madura. Semakin memasuki zaman modern,
pakaian adat Madura juga sudah muncul beberapa versi dan unsur tambahan tanpa
menghilangkan unsur yang asli. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus
bangsa harus menjaga budaya kita agar tidak pudar.

13
DAFTAR PUSTAKA

Widayati, Endang Sri., Caronika, Meylinda C. K. 2018. Gambaran Kearifan


Lokal Masyarakat Madura Dalam Novel “Kalompang” Karya Badrul
Munir Chair. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Jember. Kalimantan. 143-166.
Sattar, Abdul. 2015. Tanian Lanjang. Pola Tata Ruang dan Kekerabatan
Masyarakat Madura. Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.
Jawa Tengah.
Avivah, Veronica Crista. 2021. Keanekaragaman Bangsa Indonesia di Wilayah
Jawa Timur. Fakultas Teknik Universitas Persada Indonesia YAI.
Jakarta. 7-10.
Yulianda, Ervin Lis., Sarmini. 2018. Pembagian ruang Publik Domestik Dalam
Pemukiman Tradisional Tanean Lanjang Di Madura. Kajian Moral dan
Kewarnegaraan Volume 06, No 01. Jilid I. 1-15.
Wahyuningsih, Sri. 2014. KEARIFAN BUDAYA LOKAL MADURA SEBAGAI
MEDIA PERSUASIF (Analisis Semiotika Komunikasi Roland Barthes
dalam Iklan Samsung Galaxy Versi Gading dan Giselle di Pulau
Madura). Sosio Didaktika Volume 1, No. 2, Desember. 171-180.
Bustami, A. Latief. 2022. Carok : Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang
Madura. Antropologi Indonesia 67. Universitas Negeri Malang. Jawa
Timur. 79-82.
Trimawarni, Pratiwi Setiyo., dkk. 2020. Perancangan Buku Pakaian Adat Madura
Untuk Anak Usia 9-12 Tahun Melalui Media Ilustrasi. MAVIS, Volume
02, No. 01, Maret. 15-19.
Agustin, Dyan., dkk. 2020. Kajian Ornamen Pada Rumah Tradisional Madura.
Jurnal Arsitektur NALARs Volume 19, No. 2, Juli. 97-104.
Rochana, Totok. 2012. Orang Madura: Suatu Tinjauan Antropologis. Humanus
Volume XI, No. 1. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
46-51.
Julianti, Dinara Maya. 2014. Madura Kekuatan Harga Diri Budaya. Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya Universitas Trunojoyo Madura. Jawa
Timur.
Faried, Muhammad., Alvita, Levi. 2015. Budaya Madura. Fakultas Seni Rupa dan
Desain Institut Seni Indonesia. Surakarta.
Tulistyantoro, Lintu. 2005. Makna Ruang Pada Tanean Lanjang di Madura.
Dimensi Interior Volume 3, No. 2. Desember. 137-152.

14

Anda mungkin juga menyukai