Makalah disusun untuk memenuhi tugas geografi , guru pengampu :Bpk Sujiono s.pd
Oleh :
HALAMAN DEPAN
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Geografi dan Kependudukan................................................................................ i
1.2 Pengaruh Agama Islam........................................................................................ ii
BAB II TIGA WUJUD KEBUDAYAAN DI MADURA
2.1 Budaya Ide/Gagasan
2.1.1 Adat Perkawinan Nyalabar ................................................................................ 1
2.2 Budaya Tindakan 2.2.1 Tanean Lanjang ................................................................... 2
2.2.2 Bahasa Madura ................................................................................................... 3
2.2.3 Karapan Sapi ...................................................................................................... 5
2.2.4 Carok .................................................................................................................. 6
2.3 Artefak 2.3.1 Batik ..................................................................................................... 7
2.3.2 Tradisi Batik Genthongan .................................................................................. 8
2.3.3 Keraton Sumenep ............................................................................................... 9
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 13
3.1 Kesimpulan............................................................................................................... 13
3.2 Saran ......................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Pulau Madura terletak di timur laut Pulau Jawa, kurang lebih 7’ sebelah
selatan dari khatulistiwa di antara 112’ dan 114’ bujur timur. Pulau itu dipisahkan
dari Jawa oleh Selat Madura,yang meghubungkan Laut Jawa dengan Laut Bali.
Kebanyakan masyarakat Madura merupakan masyarakat agraris. Kurang lebih
sembilan puluh persen penduduknya hidup terpencar-pencar di pedalaman, di desa-
desa, dukuh-dukuh dan kelompok-kelompok perumahan petani (Huub de Jonge,
1989:17). Adapun pertumbuhan dan kepadatan penduduk di Madura, yang
walaupun tanahnya tidak subur, Madura adalah pulau yang berpenduduk padat.
2
Gambar 3. Tanean Lanjang
(Sumber : Ayu Indeswari, 2013)
Desa – desa di Madura sulit dikenali batas batas pemisahnya. Tidak adanya
batas – batas itu memudahkan pemerintah untuk mengubah administrasi desa
karena tidak ada penentangan dari penduduk. Akan tetapi, nampaknya di antara
generasi muda terdapat kecenderungan untuk bermukim di tempat lain, kadang –
kadang setelah beberapa bulan tinggal di rumah atau halaman orang tua atau
mertua. Selain itu, dapat dilihat bahwa di antara generasi tua sering terjadi
perpindahan ke tempat lain setelah terjadi suatu konflik.
4
2.2.3 Karapan Sapi
Karapan sapi adalah salah satu perminan rakyat Madura. Orang Madura
menyebut permainan itu keraben sapeh. Permainan ini melombakan
pasanganpasangan sapi yang dikendalikan oleh seorang “joki” yang disebut
penompak. Pasangan sapi itu dilihat dan diukur kecepatan larinya dalam menempuh
jarak sekitar 100-150 meter. Permainan ini konon telah ada pada masa raja
Arjawiraja memerintah kerajaan Madura sekitar abad 12-13 M yang dilakukan oleh
sekelompok petani setelah usai masa panen, dengan melombakan pasangan sapi itu
dari satu pematang ke pematang sawah. (Aries Sudiono dalam Nurcahyo Tri
Arianto, 2008:8)
Permainan ini ada yang dilombakan antar desa untuk tingkat kecamatan,
tingkat kabupaten, atau antar kabupaten yang ada di pulau Madura. Pada masa yang
lebih akhir, pemerintah setempat mengeluarkan persyaratan di mana sapinya harus
asli dari Madura, umur antara 3-7 tahun, berat rata-rata 200 kg. dan tinggi 120 cm.
(Aries Sudiono dalam Nurcahyo Tri Arianto, 2008:8)
Sebelum perlombaan dimulai, sapi-sapi itu diarak di sekitar arena dan
dikenakan kostum “warna-warni” dengan kombinasi warna khas Madura. Ketika
sapi akan dilombakan, pasangan-pasangan sapi itu terlebih dahulu “disatukan” atau
yang disebut pengenong. Pada pengenong itu terikat pula tiga potong kayu yang
menjulur ke belakang di sela-sela badan kedua sapi, yang dinamakan keleles.
Keleles berfungsi antara lain sebagai tempat berjuntai kaki “joki” (penompak).
Penompak berperan mengendalikan dan memacu pasangan sapinya agar
berlari secepat mungkin. Upaya memacu sapi ini dengan cara melecut, bahkan
5
menusuk-nusuk punggung sapi dengan benda tajam, seperti paku yang memang
telah disediakan. Punggung sapi karapan itu memang biasanya penuh luka terkena
tusukan jokinya yang mengharapkan sapinya berlari secepatnya dan menang. Tapi
sekarang biasnya menggunakan cambuk.
Jauh-jauh hari sebelum tiba hari perlombaan, pemilik sapi telah dikunjungi
oleh para kerabat, teman-teman, dan orang lain yang punya kepentingan tertentu.
Biasanya mereka datang pada malam hari untuk mengobrol, memberi semangat
bagi pemilik sapi, atau mengatur strategi dalam menghadapi perlombaan yang akan
datang.
Pada acara selamatan ini ada pembacaan doa, mengharap datangnya berkat
dan keselamatan. Pada selamatan itu disyaratkan tidak memotong ayam atau daging
sebagai lauk. Orang Madura pada umumnya sangat menyenangi permainan ini. Di
antara para penonton tidak jarang yang bertaruh, dan taruhannya ada yang
mencapai jutaan rupiah, dan pihak yang berduit telah mencemari kemurnian
permainan itu. (Nurcahyo Tri Arianto, 2008:8) Karapan sapi ini juga menjadi daya
tarik bagi para wisatawan untuk datang ke pulau Madura.
2.2.4 Carok
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa terlepas dari masalah.
Entah itu masalah dengan diri sendiri, orang lain atau kelompok. Carok adalah
sebuah pembelaan harga diri ketika seseorang merasa martabatnya terinjak-injak
oleh orang lain, yang berhubungan ketersinggungan tentang persoalan atau
sengketa harta, tahta, dan wanita. Intinya adalah demi kehormatan, (dari pada hidup
menanggung perasaan malu, lebih baik mati berkalang tanah) yang sering
disuarakan menjadi motivasi untuk melakukan carok.
Menurut Wiyata, banyak orang mengartikan bahwa setiap bentuk
kekerasan, baik berakhir dengan kematian atau tidak, terutama yang dilakukan
orang Madura, disebut carok (A. Latief Wiyata dalam Taufiqurrahman, 2011:9).
Ada proses yang mengiringi sebelum berlangsungnya carok. Pelaku carok harus
membunuh lawannya dari depan dan ketika lawannya jatuh tersungkur, maka posisi
mayat menentukan proses kelanjutan dari sebuah carok. Jika mayat jatuh dengan
posisi terlentang, maka keluarga si mayat dipandang berhak melakukan balas
dendam. Akan tetapi, jika posisi mayat telungkup dengan muka menghadap tanah
6
maka balas dendam menjadi tabu untuk dijalankan oleh keluarga yang menjadi
korban carok.
Gambar 5. Carok
7
Batik Tar Poteh Tanjung Bumi ini adalah batik pesisir yang pertama kali
lahir di Tanjung Bumi. Batik Tar Poteh ini juga berkombinasi warna putih, hitam
dan merah yang ketiga warna tersebut mempunyai arti dan makna tersembunyi.
Dan warna tersebut juga dipakai sebagai warna pakem dari batik Tanjung Bumi.
Batik Tar Poteh Tanjung Bumi ini juga mempunyai cerita tersendiri dan banyak
identitas Madura yang tercantum di dalam batik tersebut.
Kebanyakan motif batik Tanjung bumi berkisar pada motif batik tulis
pesisir yang dipengaruhi oleh lingkungan dan letak geografisnya. Warna - warna
khas batik tulis di daerah ini menggunakan warna-warna yang tajam dan kontras
yang disesuaikan dengan karakter masyarakat Madura. Salah satu warna yang
menjadi ciri khas adalah warna merah. Biasanya ada setitik warna merah pada motif
daun, bunga, merak, dan sebagainya.
Kata “tar” yang berarti latar atau biasa disebut dengan kata background,
dan kata “poteh” yang dalam bahasa Indonesia berarti putih. Jadi batik tar poteh
Tanjung Bumi dinamakan dengan batik tar poteh karena dalam batik tersebut
terdapat latar atau background yang berwarna putih dan dikombinasi dengan warna
hitam dan merah sebagai hiasan yang ada diatas background warna putih dalam
batik tersebut.
8
direndam dalam wadah mirip gentong. Konon katanya kain direndam selama dua
bulan, kemudian lembaran kain batik disikat untuk menghilangkan sisa lilin atau
malamnya.
Batik Genthongan yang cukup dikenal luas karena kekuatan warnanya yang
bisa bertahan hingga puluhan tahun. Selain bahan kainnya dipilih yang terbaik,
juga pewarnanya menggunakan pewarna alami. Bahan yang digunakan dalam
pembuatan batik Genthongan diracik dari sari tumbuhan pilihan soga alam khas
Madura berasal dari Mengkudu dan Tingi untuk menghasilkan warna merah.
Hijau berasal dari kulit Mundu ditambah tawas. Daun Tarum digunakan jika ingin
memberikan efek warna biru. Kesemuanya itu diramu oleh tangan-tangan terampil
dengan imajinasi seni tingkat tinggi sehingga menghasilkan motif batik yang
beragam dan unik, khas pulau Madura.
10
Raden Sudarmo, putra tunggal Raden Bugan yang masih remaja, dibawa dan diasuh
Kompeni di Batavia.
Kraton Sumenep dan masjid Jamik dirancang oleh arsitek Lauw Pia Ngo
dari Negeri Cina, dibangun pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Maka
warisan budaya itu tidak luput dari pengaruh budaya Jawa Hindu, Islam, Cina dan
Belanda. Pengaruh budaya-budaya tersebut tampak pada penampilan dan
penyelesaian bangunan-bangunan tersebut. Pendopo Kraton ternyata memiliki
bentuk bangunan Jawa. Pendopo dengan atap Limasan Sinom dan bubungannya
dihiasi dengan bentuk mencuat seperti kepala naga, merupakan pengaruh Cina.
Sedangkan bangunan dalem terdapat bentuk gunung (top level) yang telanjang
tanpa teritis dan diselesaikan dengan bentuk mirip cerobong asap di puncaknya,
merupakan bukti pengaruh Belanda dan Cina. Pada ragam hiasnya juga nampak
beberapa pola Jawa, Islam dan Cina yang dipadu cukup menarik. Bentuk arsitektur
Kraton Sumenep, menunjukkan wujud adanya akulturasi antara budaya Madura,
Cina dan Belanda. Dengan akulturasi tersebut menunjukkan telah terjadi
komunikasi antar budaya baik budaya imigran maupun pribumi. Adanya
komunikasi budaya mengakibatkan proses akulturasi sebuah budaya menjadi lebih
cepat terbentuk. Berikut bukti adanya akulturasi.
11
Gambar 8. Gapura Keraton
(Sumber : Nunuk Giari Murwandani, 2007)
Disini terlihat Akul-turasi Budaya Cina dan Belanda dalam Seni Bangun.
12
Gambar 10. Masjid Jamik
(Sumber : Nunuk Giari Murwandani, 2007)
3.1 Kesimpulan
Pulau Madura terletak di timur laut Pulau Jawa, kurang lebih 7’ sebelah
selatan dari khatulistiwa di antara 112’ dan 114’ bujur timur. Pulau itu dipisahkan
dari Jawa oleh Selat Madura,yang meghubungkan Laut Jawa dengan Laut Bali.
Setiap daerah memiliki kebudayaan masing-masing. Madura banyak
menyimpan kebudayaan tersendiri seperti kebudayaan ide, tindakan maupun
artefak yang ada. Pulau yang terkenal dengan persebaran agama Islam ini, ternyata
mempunyai banyak keunikan tersendiri, yang sudah penulis jabarkan dalam
makalah ini.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, penulis berharap agar mahasiswa lain dapat
melanjutkan apa yang sudah penulis kerjakan. Semoga masyarakat yang membaca
makalah ini, dapat mempelajari kebudayaan yang ada di Pulau Madura.
DAFTAR PUSTAKA
13
Internet:
Muryadi. Negara Madura, Sejarah Pembentukan hingga Penyelesaiannya dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/NEGARA%20MADURA.pdf . diunduh
tanggal 24/05/2022 jam 17.07 WTA
Akhmad Sofyan. 2010. Fonologi Bahasa Madura,
http://journal.ugm.ac.id/jurnalhttp://journal.ugm.ac.id/jurnal-
humaniora/article/download/1337/1138humaniora/article/download/1337/1138 .
diakses tanggal 24/05/2022 jam 17.20 WTA
Muh. Syamsuddin. 2007. Agama, Migrasi dan Orang Madura, http://digilib.uin-
suka.ac.id/8280/1/MUH.%20SYAMSUDDIN%20AGAMA,%20MIGRASI%20
DAN%20ORANG%20MADURA.pdf . diakses tanggal 17/05/2022 jam 17.17
Wita
Rifqi Roisul Amri. 2011. Representasi Identitas Madura Dalam Batik “Tar Poteh”
Tanjung Bumi. http://digilib.uinsby.ac.id/10981/4/bab%201.pdf . diakses
tanggal 25/05/2022 jam 17.24 WITA
Nurcahyo Tri Arianto. 2011. Kajian Etnografi,
http://web.unair.ac.id/admin/file/f_34835_kajianetnografi.pdf . diakses tanggal
25/05/2022 jam 17.32 WITA B