Anda di halaman 1dari 19

By Martin Darmasetiawan

Oktober 2019

i
Daftar Isi
1. Pendahuluan .................................................................................................... 1
1.1 Letak Geografis ............................................................................................. 1
1.2 Orang Baduy ................................................................................................. 1
1.3 Kesamaan Kearifan Pengelolaan Lingkungan Baduy dan Bali ..................... 2
2. Eksplorasi Budaya ............................................................................................ 4
2.1. Kosmologi Sunda .......................................................................................... 4
2.2. Kosmologi Hindu Bali .................................................................................... 5
1.1.1. Pencetus Model Kosmologi Tri Hita Karana .............................................. 6
1.2. Diskusi .......................................................................................................... 7
3. Ekplorasi Perkembangan Kepercayaan ........................................................... 8
3.1. Proses Indianisasi Indonesia dan Kaum Baduy ............................................ 8
3.2. Tujuan datang ke Sungai Ciujung ............................................................... 10
3.3. Kesimpulan ................................................................................................. 13
4. Candi Candi Di Batujaya ................................................................................ 13
4.1. Letak Geografis ........................................................................................... 13
4.2. Latar Belakang ............................................................................................ 14
4.3. Kaitan Batujaya dengan Baduy Dalam ........................................................ 15

Daftar Tabel
Tabel 1 Persamaan antara Trihita Karana dan Tri Tangtu ......................................... 7

Daftar Gambar

Gambar 1 Lokasi Masyarakat Baduy ......................................................................... 1


Gambar 2 Pembagian Zona Pengelolaan Lingkungan .............................................. 2
Gambar 3 Pembagian secara spasial Trihita Karana ................................................. 3
Gambar 4 Kosmologi Sunda Wiwitan ......................................................................... 4
Gambar 5 Penyebaran Agama Hindu ―Out of India‖ .................................................. 8
Gambar 6 Lokasi Negara DAS Ciujung Salakanegara dan Baduy ............................. 9
Gambar 7 Para Brahmana penjaga Mandala (a)India, (b)Baduy (c) Bali ................. 12
Gambar 8 Letak Lokasi Candi Batujaya ................................................................... 14
Gambar 9 Posisi Candi Blandongan di Batujaya dengan Gn Tanggupanperahu dan
Desa Kanekes .......................................................................................................... 15

ii
1. Pendahuluan

1.1 Letak Geografis


Suku baduy terletak didaerah banten, secara geografis suku baduy terletak
pada kordinat 6°27'27‖ – 6°30'0‖ LS dan 108°3'9‖ – 106°4'55‖ BT (Permana,
2001), suku baduy bermukim tepatnya di kaki gunung kendeng didesa
kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak-Rangkasbitung, Banten,
berjarak sekitar 40 km dari kota kota Rangkasbitung. Wilayah yang
merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng dengan ketinggian 300 –600m
di atas permukaan laut (DPL) mempunyai topografi berbukit dan
bergelombang dengan kemiringan tanah rata-rata mencapai 45o, yang
merupakan tanah vulkanik (di bagian utara), tanah endapan (di bagian
tengah), dan tanah campuran (di bagian selatan)dengan suhu rata-rata
20oC.

Orang baduy juga menyebut dirinya sebagai orang Kanekes, karena


berada di dea kanekes. Perkampungan mereka berada di sekitar aliran
sungai Ciujung dan Cikanekes di Pegunungan Kendeng, atau sekitar
172 km sebelah barat ibukota Jakarta dan 65km sebelah selatan ibukota
Serang, sehingga untuk mencapai lokasi diperlukan waktu sekitar 9 jam,
baik berkendara maupun berjalan kaki(Permana dalam FISE UNY, 2001: 2).
Jadi, dapast disimpulkan bahwa Desa Kanekes jauh dari pusat kota atau pusat
keramaian.

Gambar 1 Lokasi Masyarakat Baduy


1.2 Orang Baduy
Pada saat ini di Google Search sudah banyak bahasan mengenai Baduy baik
berupa tulisan populer maupun ilmiah maupun semi ilmiah dan ada juga yang
agak ngelantur. Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh
peneliti Belanda yakni Hoevell pada 1845, Meijer (1891), dan Pleyte (1909)
menyebut komunitas itu sebagai badoe'i, badoei, dan badoewi. Mereka

1
menyamakan kaum ini sebagai orang pedalaman yang tertutup dengan budaya
Sunda yang unik.

Asal usul kaum ini belum diketahui secara pasti tetapi yang jelas dari berbagai
referensi kaum ini mempunyai formula manajemen lingkungan yang
―sophisticated‖ canggih luar biasa.

1.3 Kesamaan Kearifan Pengelolaan Lingkungan Baduy dan Bali


Menurut Suparmini, Sriadi Setyawati, (2013) secara umum masyarakat Baduy
mem-bagi wilayah Kanekes menjadi tiga zona yaitu zona bawah, zona tengah,
dan zona atas.

Gambar 2 Pembagian Zona Pengelolaan Lingkungan 1


Pembagian Zona adalah sebagai berikut lihat gambar diatas:

 Dimana Zona Bawah adalah Wilayah di lembah bukit yang relatif datar
merupakan zona bawah digunakan oleh masyarakat Baduy sebagai
zona permu-kiman. Masyarakat Baduy menamakan zona ini sebagai
zona ―dukuh lembur‖ yang artinya adalah hutan kampung. Mereka
mendirikan rumah di zona ini secara berkelompok.
 Zona kedua atau zona tengah berada di atas hutan kampung, lahan ini
digunakan sebagai lahan pertanian intensif, seperti ladang kebun dan
kebun campuran. Cara berladang mereka masih tradisional yaitu
dengan membuka hutan-hutan untuk digu-nakan sebagai lahan
pertanian dan kebun.
 Zona ketiga atau zona atas merupakan daerah di puncak bukit. Wilayah
ini meru-pakan daerah konservasi yang tidak boleh dibuat untuk
1
sumber: Johan Iskandar, 1998, Feri Prihantoro 2006 dalam Suparmini, Sriadi Setyawati,( 2013)

2
ladang, hanya dapat dimanfaat-kan untuk diambil kayunya secara
terbatas. Masyarakat Baduy menyebut kawasan ini sebagai ―leuweung
kolot‖ atau ―leuweung titipan‖ yang artinya hutan tua atau hutan titipan
yang harus dijaga kelestariannya. Mereka sangat patuh terhadap
larangan un-tuk tidak masuk ke wilayah hutan tua tanpa seizin petinggi
adat.

Dengan pembagian zona yang demikian maka keseimbangan alam secara


Environmental engineering dapat dijaga.

 Zona atas yang berupa hutan lebat dapat berfungsi sebagai


kondensator alami yang dapat menjaring curah hujan dan pada tanah
yang gembur dapat menstabilkan aliran air.
 Zona Tengah tempat bercocok tanam yang mendapat pasokan air
langsung dari hutan dengan humus yang tebal.
 Zona Bawah tempat pemukiman yang mendapat air segar dari atas dan
pasokan makanan dari hulunya. Dengan demikian tidak perlu angkut
hasil bumi mendaki.

Bagi yang gemar traveling di Bali ada konsep kearifan lokal yang sama ada di
Bali dengan nama Trihita Karana yang secara spasial membagi wilayah
menjadi 3 yaitu :

1. Manusia dengan sesamanya direfleksikan dengan pemukiman kampung


atau bandar disebut Pawongan.
2. Manusia dengan alam lingkungannya yang dieksploitasi disebut
palemahan.
3. Manusia dengan Tuhan nya yang bersemayang dipuncak puncak
gunung disebut parahyangan.

Secara spasial hal ini dapat di gambarkan seperti pada gambar dibawah

Tri Hita Karana

Gambar 3 Pembagian secara spasial Trihita Karana

3
Dengan pembagian regional planning seperti ini diharapkan manusia yang
menganutnya akan bahagia menurut Tri Hita Karana.

Kenapa bisa sama???

Mari kita explore lebih lanjut :

2. Eksplorasi Budaya

2.1. Kosmologi Sunda


Karena Masyarakat Baduy terletak di Jawa Bagian Barat dan secara
etnografi merupakan pelaku budaya Sunda maka marilah kita explore
persepsi alam atau kosmologi menurut budaya Sunda.

Mengenai hal konsmologi, dalam masyarakat Sunda asli alam di bagi tiga
macam alam yaitu:

1. Buana Nyungcung: tempat bersemayam Sang Hyang Kersa, yang


letaknya paling atas dan perempuan
2. Buana Panca Tengah: tempat berdiam manusia dan makhluk lainnya,
letaknya di tengah
3. Buana Larang: tanah, letaknya paling bawah dan laki laki

Gambar 4 Kosmologi Sunda Wiwitan


Buana Nyungcung merupakan alam paralel tempat para hyang berada atau
jaman sekarang disebut sebagai Cyber Space diekspresikan sebagai para
lakon dewa, yang menghasilkan air dan bersifat perempuan. Buana Larang
adalah ekspresi dari Neraka, tanah yang keras dan bersifat laki laki.
Sedangkan Buana Panca Tengah adalah hasil perkawinan antara Buana
Nyungcung dengan Buana Larang menghasilkan semua makluk dibumi mulai

4
dari bakteri, fungi , Animalia (binatang dan manusia) dan Plantea yaitu segala
tanaman yang ada yang terjebak dalam suatu siklus rantai makanan yang
maha rumit. Dengan demikian penyatuan langit dan bumi adalah suatu yang
amat sakral dan yang menghasilkan kehidupan untuk seluruh makhluk hidup
di bumi.

Kehidupan masyarakat Sunda yang masih terikat pada tradisi adat biasanya
cenderung masih sangat terikat dengan alam dilingkungan tempat tinggalnya.
Masyarakat adat secara khusus memiliki sistem kepercayaan yang terikat dan
secara struktural tersusun dalam hubungan antara dunia nyata dan tidak
nyata dalam kaitan eksistensi mereka dalam hubungannya dengan
lingkungan alam sekitarnya. Secara empirik biasanya lingkungan tempat
tempat tinggal mereka dibagi dalam batasan lingkungan alam yang berupa :

1. Tempat yang disucikan berupa kabuyutan atau disebut (Sasaka Pusaka


Buana atau Sasaka Domas), secara spasial bertempat dipuncak gunung
atau bukit dimana air bersumber dan para dewa bersemayam, tempat ini
ummya amat keramat dan tidak sembarang orang boleh masuk termpat
ini juga disebut PARAHIYANGAN.
2. Tempat yang boleh digarap atau dimanfaatkan untuk kehidupan tetapi
tidak boleh mendirikan tempat tinggal atau laedang/huma.
3. Tempat yang boleh mendirikan tempat tinggal atau kampung. Dalam
kaitan dengan wilayah hutan, pada masyarakat warga adat kasepuhan.

Konsep ini yang disebut Tri Tangtu telah diterapkan masyarakat asli selama
ribuan tahun jauh sebelum agama Hindu dan Buddha masuk. Secara umum
konsep yang sama ada secara umum di semua budaya autronesia.

Di Bali ada konsep yang serupa yang disebut sebagai Trihita karana.
Bagaimana dari Falsafah Badui ini sampai ke Bali??

2.2. Kosmologi Hindu Bali


Menurut sejarahnya di Bali adalah seorang Empu yaitu Empu Kuturan yang
asal usulnya masih dalam perdebatan yang belum final. Ada yang berkata
bahwa beliau ini adalah pendeta yang datang dari Jawa sebagai
konsultannya Raja Udayana Marwadewa; ada yang bilang asli orang Bali dari
desa Kuturan ; ada pula yang bilang datang awal abad ke 11 dan ada yang
bilang abad ke 14 dan seterusnya2.

Sebagian besar prasasti di Bali mengenai pengukuhan keagamaan erat


kaitannya dengan keberadaan Mpu Kuturan di Pulau Bali. Versi yang paling
populer adalah Mpu Kuturan adalah salah konsultan raja Airlangga di
kerajaan Kahuripan (Medang Kemulan) baik dalam bidang agama maupun
pemerintahan. Tidak ada cukup bukti tentang agama yang dianut oleh Mpu
2
Bisa dilihat di https://web.facebook.com/notes/majapahit/adakah-yg-tahu-asal-usul-mpu-kuturan-
bagawanta-raja-udayana-di-jawa-majapahit/659964030715318/?_rdc=1&_rdr

5
Kuturan. Ada beberapa petunjuk yang mengarahkan bahwa beliau adalah
seorang pendeta agama Budha. Namun tidak tertutup kemungkinan bahwa
beliau adalah seorang pendeta Hindu yang pada saat pemerintahan raja
Airlangga, bersinergi secara berdampingan dengan agama Hindu.
Tampaknya Mpu Kuturan mengayomi kedua agama tersebut dan
mengembangkan toleransi yang sangat kuat terhadap penganutnya baik
selama beliau di di Jawa maupun di Bali.

Kemungkinan Mpu Kuturan berada di Bali bersamaan dengan masa


pemerintahan dari Raja Anak Wungsu di Kerajaan Bedahulu. Beliau
kemungkinan diutus oleh Raja Airlangga untuk membantu adiknya dalam
meredam konflik dan mengatur tatanan sosial masyarakat Bali. Sebagai
konsultan Raja yang jelas beliau inilah yang berperan sebagai inisiator produk
yang sangat monumental yaitu :

1. Penyatuan 9 Sekte di Bali


2. Inisiator Model Kosmologi Tri Hita Karana

1.1.1. Pencetus Model Kosmologi Tri Hita Karana


Mas Wiki kembali menuturkan3 salah satu konsep yang monumental yang di
cetuskan di Bali adalah Tri Hita Karana berasal dari kata ―Tri‖ yang berarti
tiga, ―Hita‖ yang berarti kebahagiaan dan ―Karana‖ yang berarti penyebab.
Dengan demikian Tri Hita Karana berarti ―Tiga penyebab terciptanya
kebahagiaan‖.

Pada dasarnya hakikat ajaran tri hita karana menekankan tiga hubungan
manusia dalam kehidupan di dunia ini. Ketiga hubungan itu meliputi:

 Hubungan dengan sesama manusia,


 Hubungan dengan alam sekitar,
 Hubungan dengan Tuhan

Ke tiga hubungan yang saling terkait satu sama lain. Setiap hubungan
memiliki pedoman hidup menghargai sesama aspek sekelilingnya. Prinsip
pelaksanaannya harus seimbang, selaras antara satu dan lainnya. Apabila
keseimbangan tercapai, manusia akan hidup dengan menghindari daripada
segala tindakan buruk. Hidupnya akan seimbang, tenteram, dan damai.

Hakikat mendasar Tri Hita Karana mengandung pengertian tiga penyebab


kesejahteraan itu bersumber pada keharmonisan hubungan antara Manusia
dengan Tuhan nya, Manusia dengan alam lingkungannya, dan Manusia
dengan sesamanya. Dengan menerapkan falsafah tersebut diharapkan dapat
menggantikan pandangan hidup modern yang lebih mengedepankan
individualisme dan materialisme. Membudayakan Tri Hita Karana akan dapat

3
https://id.wikipedia.org/wiki/Tri_Hita_Karana

6
memupus pandangan yang mendorong konsumerisme, pertikaian dan
gejolak.

Secara spasial pola hubungan ini diterjemahkan sebagai berikut (lihat bab
diatas):

 Hubungan dengan sesama manusia zona bawahpawongan


 Hubungan dengan alam sekitar zona tengahpalemahan
 Hubungan dengan Tuhanzona AtasParahyangan

1.2. Diskusi
Kalau melihat Tri Tangtu dengan Tri Hita Karana terdapat kesamaan Hal ini
dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1 Persamaan antara Trihita Karana dan Tri Tangtu

No Uraian Bali Sunda


1 Pemukiman/D Pawongan Tempat yang boleh mendirikan
esa/Kampung tempat tinggal. Dalam kaitan dengan
wilayah hutan, pada masyarakat
warga adat kasepuhan.
2 Sawah/Ladan Palemahan Tempat yang boleh digarap atau
g/Kebun dimanfaatkan untuk kehidupan tetapi
tidak boleh mendirikan tempat tinggal
3 Gunung Parahyangan Tempat digunung yang disucikan
Keramat berupa kabuyutan atau disebut
Sasaka Pusaka Buana atau Sasaka
Domas, disebut Juga Parahyangan

Dari sini dapat dilihat bahwa konsep menuju keselarasan dalam kehidupan
adalah sama di Budaya Sunda dan Budaya Bali.

Pertanyaan yang timbul adalah :

 Apakah Budaya Bali mengikuti Budaya Sunda atau Budaya Sunda mengikuti
Bali atau memang ada di tradisi asli orang autronesia?
 Apakah konsep ini merupakan manifestasi budaya saja atau juga manifestasi
politik dimana hal ini mempunyai pengaruh.

Untuk menjawab ini ada beberapa ahli yang menerawang jauh sampai ke masa
Sriwijaya dan memakainya sebagai model

7
3. Ekplorasi Perkembangan Kepercayaan

3.1. Proses Indianisasi Indonesia dan Kaum Baduy

Wilayah Kaum Melayu

Gambar 5 Penyebaran Agama Hindu “Out of India”

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa agama Hindu berkembang dari India
Bagian Timur atau wilayah Tamil sekarang atau Pali zaman dahulu kearah
Asis Tenggara. Menurut sejarah yang tertulis di Carita Parahyangan 4 dan
Wangsa Kerta5 yang diulas lagi oleh Mas Wiki (pedia); kerajaan Hindu
pertama di Pulau Jawa adalah Salakanegara yang terletak di Pandeglang
tepatnya terletak di daerah Teluk Lada, Pandeglang, Banten dimuara sungai
Ciujung lihat peta pada gambar diatas. Penguasanya adalah Aki Tirem,
sebagai penghulu atau penguasa kampung setempat dan DAS6 Ciujung.
Beliau pada saat itu kedatangan kaum India dari Pallawa entah sebagai
petualang, bangsawan atau mungkin juga peziarah bernama tidak tau tetapi
bergelar Dewawarman.

4
Mas Wiki : Carita Parahiyangan merupakan nama suatu naskah Sunda kuno yang dibuat pada
akhir abad ke-16, yang menceritakan sejarah Tanah Sunda, utamanya mengenai kekuasaan di dua
ibu kota Kerajaan Sunda yaitu Keraton Galuh dan keraton Pakuan.
5
Mas Wiki : Naskah Wangsakerta adalah istilah yang merujuk pada sekumpulan naskah yang
disusun oleh Pangeran Wangsakerta secara pribadi atau oleh "Panitia Wangsakerta". Menurut isi
Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara parwa (bagian) V sarga (jilid/naskah) 5 yang berupa daftar
pustaka, setidaknya perpustakaan Kesultanan Cirebon mengoleksi 1703 judul naskah, yang 1213 di
antaranya berupa karya Pangeran Wangsakerta beserta timnya.
6
DAS Daerah Aliran Sungai

8
Dewawarman adalah komandan ekpedisi ke Asia Tenggara yang berlayar
dari India bagian Timur. Negara asalnya adalah Pallawa suatu negara dengan
agama Hindu Wisnu. Hal ini terllihat dari nama raja raja mereka pada Pallava
Pertengahan, Visnugopa (340–355) (Yuvamaharaja Vishnugopa),
Kumaravisnu I (355–370), Kumaravisnu II (c. 500–510), Kumaravisnu III (c.
520–530).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa agama kaum Pallawa adalah


umat Hindu Wisnu dan Dewawarman menantunya Aki Tirem mesinya juga
beragama Hindu Wisnu.

Salakanegara

Baduy Dalam

Gambar 6 Lokasi Negara DAS Ciujung Salakanegara dan Baduy

Aki Tirem mempunyai puteri yang cuantik bernama Dewi Pohaci Larasati
yang kemudian kecantol oleh Dewawarman yang kemudian diperistri. Hal ini
membuat semua pengikut dan bala tentara Dewawarman ikut ikutan menikah

9
dengan wanita setempat dan tak ingin kembali ke kampung halamannya nun
jauh di India sana.

Tahun 130 Masehi ketika Aki Tirem meninggal, Dewawarman menerima


tongkat estafet kekuasaan. ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan dengan
nama Salakanagara beribu kota di Rajatapura. Ia menjadi raja pertama
dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara.
Kalau menyimak namanya berarti Raja dengan kelakuan baik bagaikan
dewa penguasa gerbang laut. Hal ini mungkin adalah catatan pertama
mengaenai Datu dan kedatuan menurut teori mandala PI Manguin (lihat
bagian sebelumnya).

Fakta sejarah dari ceritera ini masih diragukan tetapi hal ini memicu ―trickle down
effect‖ yang luar biasa. Ada beberapa pertanyaan yang timbul dari ceritera siraja
misterius ini :

a. Apa tujuannya datang ke situ?


b. Siapa penunjuk jalannya?

Prediksi saya pada saat berdirinya kerajaan Pallawa jalur ziarah ke


Parahyangan di ―Uliq‖7 lagi.

3.2. Tujuan datang ke Sungai Ciujung


Mari kita korek korek arti Salaka dan dengan ilmu Kirata8 didapatlah ceritera
sebagai berikut:

Menurut Mas Wiki Sungai Ciujung merupakan suatu DAS (Daerah Aliran
Sungai) yang subur yang berada di di wilayah Provinsi Banten. Sungai ini
berhulu di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak tepatnya di
Gunung Halimun Utara (1.929 Mdpl) Desa Cisarua, Kecamatan Sukajaya,
Kabupaten Bogor dan bermuara ke Laut Jawa. Selain itu juga berasal dari
juga berhulu dari Gunung Karang (1.778 Mdpl) dan Gunung Endut (1.220
Mdpl). Luas sungai Ciujung kurang lebih 1.850 km2 dengan panjang sungai
142 Km mengalir dari selatan ke utara.

Dewawarman menamakan Muara Ciujung sebagai Negara Salaka9 yang


mana salaka berarti anak panah atau tunggul atau juga dapat berarti perintis
7
Ditekuni lagi
8
Ilmu Kirata = Kira kira nyata
9
Dari https://www.wisdomlib.org/definition/salaka : Salākā, (f.) (cp. Vedic śalākā) 1. an arrow, a dart A
iv. 107 (T. has it as nt.).—2. a small stick, peg, thin bar S iv. 168; Dāvs iv. 51.—3. blade of a grass M
i. 79; J i. 439.—4. ribs of a parasol Vin iv. 338; SnA 487; Miln. 226.—5. a pencil, small stick (used in
painting the eyes with collyrium) Vin i. 204; J iii. 419 (añjana˚). ‹-› 6. a kind of needle Vin ii. 116.—7. a
kind of surgical instrument, a stick of caustic Miln. 112, 149.—8. a gong stick (of bronze, loha˚) J ii.
342; Vism. 283.—9. membrum virile J ii. 359.—10. a ticket consisting of slips of wood used in voting
and distributing food, vote, lot Vin ii. 99, 176, 306; J i. 123; PvA. 272 (kāḷakaṇṇi˚); salākaŋ gaṇhāti to
take tickets (in order to vote or to be counted) Vin i. 117; ii. 199; paṭhaman salākaŋ gaṇhanto taking
the first vote, first rate A i. 24; salākaŋ gāheti to issue tickets, to take a vote Vin ii. 205; salākaŋ dadāti
to issue tickets J i. 123; salākaŋ vāreti to throw lots J i. 239 (kāḷakaṇṇi˚).

10
(please use your imagination). Dalam kepercayaan kaum Hindu India dan
tertuang dalam Purana, Śalākā. ( ) adalah Istri maharṣi Dhanañjaya,
yang termasuk dalam Vasiṣṭha gotra. Hal mana Wasista10 (Sanskerta:
; Vasiṣṭha) adalah nama seorang tokoh dalam mitologi Hindu yang
dikenal sebagai pemimpin tujuh orang suci atau Saptaresi. Ia juga
bertindak sebagai pendeta istana Dinasti Surya dalam kisah Ramayana. Ia
sendiri merupakan manasaputra dari Dewa Brahma. Selain itu, tokoh ini juga
dikenal sebagai leluhur dari Wyasa, seorang maharesi penyusun kisah
Mahabharata.

Pada saat ini di hulu Sungai Ciujung bermukim penduduk asli yang umum
dinamakan kaum Baduy yang berkepercayaan Sunda Wiwitan. Sekilas
etnologi Kaum Baduy ini sepert telah diceriterakan pada bab sebelumnya
telah mempunyai pandangan kosmologi yang khas. Asal usul kaum Baduy
secara genetika adalah kaum Austronesia Proto Melayu.

Masyarakat Baduy sampai saat ini apabila ditanya dari mana asalnya orang
Baduy penjaga Ujung DAS Ciujung selalu mengaku keturunan dari Batara
Cikal (Wasista), salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke
bumi. Kemudian diberi tugas suci utuk bertapa atau asketik (mandita) untuk
menjaga harmoni dunia11. Tentunya sampai saat ini mereka taat menjaga
sebatas DAS Ciujung dikawasan Baduy Dalam. Apakah istilah tujuh dewa
tersebut ini dapat dikaitkan dengan Saptaresi?

Kaum Baduy ini sampai saat ini percaya sekali Nyi Pohaci, Yaitu anak Aki
Tirem dan Istri Dewawarman sebagai panutan mereka. Hal ini disebabkan
karena Nyi Pohaci telah Moksa di Parahyangan di hulu Sungai Ciujung dan
menjadi pelindung kaum Baduy dan seluruh jagad alam semesta.

Dewawarman dan keturunannya adalah sebagai inisiator dari reformasi dari


Ciujung Water Shed (DAS) Management yang mana mengatur dengan baik
semua aspek mulai dari kegiatan ritual spiritual, agraris, sosial dan ekonomi
secara komprehensip. Sehingga dengan model ini semua keseimbangan
alam dapat dikendalikan.

Scenery dari DAS Sungai Ciujung dalam konteks kearifan lokal diperkirakan
sesuai dengan kaidah pengelolaan lingkungan kaum Austronesia yang
kemudian dimodifikasi secara lebih sophisticated. Demikian memang sampai
sekarang tradisi pengelolaan lingkungan DAS Ciujung adalah seperti
skenario yang telah diterangkan pada awal tulisan ini.

Kaum Baduy sampai saat ini terdiri dari dua sub kaum besar yaitu Kaum
Baduy Dalam dan Baduy Luar. Kaum Baduy Luar adalah warga biasa dan
10
https://id.wikipedia.org/wiki/Wasista
11
Kalau ga percaya lihat saja https://id.wikipedia.org/wiki/Urang_Kanekes

11
kaum Baduy dalam dianggap sebagai orang Suci yang menjaga tempat
keramat atau mandala.

Sesuai dengan tradisi di India ritual mandala parahyangan harus dijaga oleh
kaum brahmana yang umumnya seperti juga di India dan Bali berpakaian
putih.

(a) (b) (c)

Gambar 7 Para Brahmana penjaga Mandala (a)India, (b)Baduy (c) Bali


Sebagai inisiator manajemen DAS Dewawarman membuat suatu setting
tradisi manajemen yang menjamin kelestarikan dan kelangsungan
pengelolaan sumber daya alam di DAS tersebut. Tradisi ini diteruskan lebih
lanjut oleh para keturunan Dewawarman dan Aki Tirem pada DAS Ciujung.
Kemudian tradisi ini diteruskan pada sungai sungai berikutnya seperti DAS
Cisadane, DAS Ciliwung dan yang paling besar adalah DAS Citarum dengan
hulu tempat yang maha suci yang sampai 2000 tahun kemudian masih
disebut Parahyangan.

Tetapi tidak sampai disitu 1000 tahun setelah berdirinya Salakanegara


komunitas Hindu di Pulau Bali memformulasikan kembali sesuai dengan
alam Bali sebagai TRI HITA KARANA yang telah dibahas sebelumnya.

Keturunan Dewawarman yaitu Purnawarman 300 tahun setalah berdirinya


Salakanegara pernah napak tilas sampai ke hulu kanan Sungai Ciujung dan
membuat Prasasti Cidanghiyang12 yang berbahasa Sangskerta. Prasasti
tersebut berbunyi :

vikrānto ‘yaṃ vanipateḥ | prabhuḥ satyaparā[k]ramaḥ


narendraddhāvajabhūtena | śrīmataḥ pūrṇṇavarmaṇaḥ

Diterjemahkan dengan www.spokensanskrit.org

The one proceeded entering the fire (gallantly)


With mighty through honesty

12
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/prasasti-cidanghiang-pandeglang/

12
Prince of the world
grandfather Purnawarman

Mungkin ini adalah tradisi dimana keturunan Dewawarman pergi untuk


inspeksi di tempat ini dihulu Sungai Ciujung.

Sebagai seorang Rahyang13 Dewawarman dan keturunannya adalah orang


orang yang berhak moksa dan hidup di alam Cyber (Nirwana) para dewa.
Disamping itu juga mempunyai kewajiban intuk menjaga kesimbangan jagad
ini. Mungkin dari sinilah ide Dewaraja muncul.

3.3. Kesimpulan
Jadi kesimpulannya adalah :

Tujuan beliau Dewawarman pergi dari India ke Pulau Jawa ke Muara Ciujung
Banten adalah untuk mencari tempat yang paling penting di dunia dan
menjaga keseimbangan dunia sepanjang segala abad, dan tidak mungkin
untuk berdagang.

Setelah ―establishment‖ hulu Sungai Ciujung sebagai penyangga


keseimbangan dunia maka diperlukan titik titik bantu untuk mengikkat
berbagai tempat suci di plulau jawa.

Pada abad ke 7 sekelompok marinir petarung yang menamakan dirinya


―VALA SRIWIJAYA‖ Membuat sebuah candi di Batujaya Karawang sebagai
pengikat antara Puncak Kanekes dan Tanggupan Perahu.

Berikut inilah ceriteranya :

4. Candi Candi Di Batujaya

4.1. Letak Geografis


Situs Batujaya secara administratif terletak di dua wilayah desa, yaitu Desa
Segaran, Kecamatan Batujaya dan Desa Talagajaya, Kecamatan Pakisjaya di
Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Luas situs Batujaya ini diperkirakan
sekitar lima km2. Situs ini terletak di tengah-tengah daerah persawahan dan
sebagian di dekat permukiman penduduk dan tidak berada jauh dari garis
pantai utara Jawa Barat (Ujung Karawang). Batujaya kurang lebih terletak
enam kilometer dari pesisir utara dan sekitar 500 meter di utara Ci Tarum.

13
Titisan dewa atau yang menguasi Ilmu Dewa

13
Gambar 8 Letak Lokasi Candi Batujaya
4.2. Latar Belakang
Sidarta Gautama sebagai Buddha sekitar abad ke 4 di anggap sebagai titisan
Dewa Wisnu yang kesembilan, dengan demikian dengan mudah penganut
mazhab Wsnu dan Buddha hidup berdampingan.

Candi Candi di Batujaya sesuai dengan tradisi yang ada adalah gerbang
untuk mencapai Parahyangan. Dimana parahyangan tersebut terletak di hulu
Sungai Ciujung. Lalu para penganut Wisnu tetap mengeksplore hulu sungai
dalam rangka menjaga keseimbangan dunia.

Hlulu ditemukan adalah gunung Tanggupan perahu dimana sampai sekarang


masih disebut sebagai daerah Parahyangan. Sesampainya para keturnan
Dewawarman ke Batujaya Karawang maka persembahan terhadap Batara
Cikal di Kanekes (Baduy Dalam) harus tetap diteruskan, untuk itu di buatlah
Candi yang menjadi gerbang ke gunung Tanggupan Perahu.

Candi itu harus mengikat secara geomanetik dan biomagnetik antara Puncak
di Kanekes dan Tanggupan Perahu.

Bagaimana cara mengkaitannya?

14
4.3. Kaitan Batujaya dengan Baduy Dalam
Kalau kita amati benar posisi salah satu candi di Batu jaya yaitu Candi
Blandongan berada pada koordinat UTM (738358m,9330175m) mempunyai
maka tangga atau entrance yang menghadap selatan menuju langsung ke
Gunung Tanggupan Perahu pada koordinat UTM (787905.34m,9251825.6m)
dan elevasi +/- 2000m. Sedangkan tangga yang menghadap kebarat
menghadap ke Bukit pada Wilayah Kabuyutan Kanekes yaitu hulu Ciujung
pada koodinat UTM (638350m,9266530m) pada elevasi +/- 500 m.

Kalau Dilihat Koordinatnya pada posisi Candi Blandongan susut antara


Gunung Tanggupan perahu dan Desa Baduy Kanekes saling tegak lurus
(lihat Gambar 9)

N
Candi Blandongan
Batujaya
90O

Gn Salak

90O
Gn Tanggupan
Kanekes perahu

Gambar 9 Posisi Candi Blandongan di Batujaya dengan Gn


Tanggupanperahu dan Desa Kanekes
Apakah hal ini menyatakan bahwa Gunung Tanggupanperahu di
disambung/dihubungkan secara geometri dengan Kabuyutan Kanekes di Hulu
Sungai Ciujung melalui Candi candi di Batujaya??.
Seperti cerita sebelumnya menurut Carita Parahyangan dapat disimpulkan
bahwa urutan kemandalaan adalah

15
1. DAS Sungai Ciujung dengan sebutan kemandalaan Salaknegara atau
secara harafiah berarti Negara Pionir (Salaka=anak panah) dengan
ibukota di Rajatapura. Dengan Mandala di hulu Sungai di Desa Kanekes.
2. DAS Sungai Cihaliwung (Ciliwung) dengan sebutan kemandalaan
Pajajaran atau secara harafiah berarti posisi berjajar dengan ibukota di
daerah Bogor sekarang. Dengan Mandala di hulu Sungai di Gunung
Salak(a).
3. DAS Sungai Citarum dengan sebutan kemandalaan Taramanegara atau
secara harafiah berarti kerajaan tiada tara dengan ibukota di Batujaya.
Dengan Mandala di hulu Sungai Citarum di Gunung Tanggupan Perahu
yang disebut (sampai sekarang) Parahyangan.

Mandala mandala ini harus saling berhubungan untuk menjaga kestabilan


Jagad sesuai dengan Misi Dewawarman. Jadi bagaimana ketiga mandala
tersebut dihubungkan? Melalui sistem triangulasi!!!!. Candi Batujaya
menghubungkan 3 kemandalaan sekaligus KanekesGunung Salak-Gn
Tanggupan perahu. Caranya adalah dengan membangun candi mengarah
yang mengarah ke dua tempat yaitu :

 Tangga kearah Barat mengarah Kanekes sebagai Mandala yang 1


 Tangga kearah Selatan Gunung Tanggupan Perahu sebagai Mandala ke3

Diantara Kanekes dan Gunung Tanggupan Perahu ada Gunung Salak(a).


Maka dengan berdoa di Candi Blandongan Batujaya maka diharapkan Dunia
akan stabil dan Selamat.

16
Referensi
Damayanti, N., Adriati, I., & Ramadina, S. P. (2014). Perupaan dan Sinkronisasi
Artefak Percandian Batujaya di Karawang, Jawa Barat dengan Borobudur di
Jawa Tengah dan Mon-Dwarawati di Thailand. ITB Journal of Visual Art and
Design, 6(2), 89–107. https://doi.org/10.5614/itbj.vad.2014.6.2.2
Murphy, S. A. (2016). The case for proto-Dva ı : A review of the art historical and
archaeological evidence, 47(October), 366–392.
https://doi.org/10.1017/S0022463416000242
Muslichin. (2011). Orang Kalang Dan Budayanya: Tinjauan Historis Masyarakat
Kalang Di Kabupaten Kendal. Paramita: Historical Studies Journal, 21(2).
https://doi.org/10.15294/paramita.v21i2.1037
Richard Foltz. (2010). RELIGIONS OF THE SILK ROAD.
Smith, M. L. (2015). " Indianization " from the Indian Point of View : Trade and
Cultural Contacts with Southeast Asia in the Early First Millennium C . E,
(August). https://doi.org/10.1163/1568520991445588
Suparmini, Sriadi Setyawati, dan D. R. S. S. (2013). Pelestarian Lingkungan
Masyarakat Baduy Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol.
18, No.1, April 2013: 8-22.
Susetyo, S. (2015). Situs kesuben: suatu bukti peradaban hindu-buddha di pantai
utara jawa tengah, 89–102.
Zaman, G. K. (2008). PERWUJUDAN AVATAR.

17

Anda mungkin juga menyukai