Anda di halaman 1dari 12

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/297282964

Hubungan Gaya Hidup dan Perilaku Wsatawan

Working Paper · October 2011


DOI: 10.13140/RG.2.1.4583.9125

CITATION READS

1 4,675

2 authors, including:

I Gusti Bagus Rai Utama


Universitas Dhyana Pura Bali
343 PUBLICATIONS 471 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Riset Kebencanaan Ideathon Bali Kembali 2021 (Agustus-Nop 2021) View project

All content following this page was uploaded by I Gusti Bagus Rai Utama on 08 March 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


HUBUNGAN GAYA HIDUP DAN
PERILAKU KONSUMEN PARIWISATA
BALI

I Gusti Bagus Rai Utama


PROGRAM: PPS S3 PARIWISATA UNIVERSITAS UDAYANA BALI

Abstrak
Gaya hidup adalah gambaran hidup seseorang yang tercermin pada ekspresi di
setiap aktivitas, hasrat serta keingingan, dan pendapat-pendapat yang tercetus
daripadanya. Gaya hidup atau lifestyle juga berdampak pada setiap aspek
kehidupan manusia, nilai nilai hubungan sosial, kondisi ekonomi, bahkan juga
berdampak pada faktor-faktor lingkungan. Pada konteks pariwisata, gaya hidup
juga berhubungan dengan aktivitas, hobi, pendapat, yang memainkan peranan
penting pada perilaku konsumen. Perilaku konsumen pariwisata dapat
dikelompokkan menjadi beberapa tipologi sebagai dasar dari aspek sosilogi
pengambilan keputusan oleh pelaku pariwisata untuk memilah konsumennya agar
dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan harapan konsumen. Informasi
tentang kebutuhan riil wisatawan sangat berhubungan dengan perilaku konsumen,
dan merupakan informasi penting bagi pengelola pariwisata dalam melakukan
pengembangan pariwisata agar sesuai dengan segmentasi wisatawan. Perilaku
konsumen melekat pada tipologi konsumen pariwisata, dan juga adalah gambaran
dari gaya hidup wisatawan yang berdampak pada aktivitas wisatawan pada daerah
tujuan wisata yang dikunjunginya.

Kata Kunci: gaya hidup, lifestyle, perilaku, konsumen, tipologi, kepuasan,


wisatawan

1
Pendahuluan

Kecenderungan saat ini, manusia ingin hidup lebih mudah, tidak mau

berpikir keras, dan ingin serba cepat. Kecenderungan tersebut didukung oleh

cepatnya perkembangan industri pendukung, dan perkembangan teknologi

sehingga teknologi dianggap sangat berperan mendorong manusia modern

berpikir serba cepat atau instan. Sebagai akibatnya, indikator kecepatan dan

kualitas menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan gaya hidup atau

lifestyle” (Kotler, 2000)

“Lifestyle is pattern live expressed someone through activity,


interest, and opinion. Some lifestyle type for example: self
actualize, fulfilled, experiences, believers, and strugglers. It can
determine to buy product which have brand or no brand. They
usually have characteristic still enthusiastic and young tend to
expend their money for the clothes, food fast, music, cinema, and
video”. (Kotler, 2000)

Kotler, 2000, juga berpendapat bahwa: gaya hidup adalah gambaran hidup

seseorang yang terbawa pada ekspresi pada setiap aktivitas, hasrat serta

keingingan, dan pendapat-pendapat yang tercetus daripadanya. Gaya hidup

tercermin dalam berbagai perilaku, sebagai misalnya: gaya hidup dianggap

berhubungan dengan aktualisasi diri, Inging mencari kepuasan diri, ingin

mendapatkan pengalaman hidup yang berbeda, ingin dipercaya, bahkan gaya

hidup diwujudkan dalam bentuk ingin tampil beda. Kesemua hal tersebut juga

akan menentukan perilaku pemilihan dan pembelian sebuah produk, pemilihan

merek, bahkan menentuan tempat mendapatkan sebuah produk juga dianggap

berhubungan dengan gaya hidup.

2
“In every aspect of human life, lifestyle has a great affect as the impact
of values in social interaction, economic condition, and environmental
factors. The activities, hobbies, and opinions reflected the pattern or
style of a person living. Lifestyle is playing an increasingly important
part in Costumer behaviours” (Crompton, 2004).

Sementara Crompton, 2004 memiliki pandangan yang sama tentang

gaya hidup atau lifestyle, yang dianggap bahwa pada setiap aspek kehidupan

manusia, gaya hidup berdampak pada nilai nilai hubungan social, kondisi

ekonomi, bahkan juga berdampak pada faktor-faktor lingkungan. Gaya hidup

juga berhubungan dengan aktivitas, hobi, pendapat, dan juga gaya hidup

memainkan peranan penting pada perilaku konsummen.

Berwisata sebagai Gaya Hidup


Pengertian pariwisata menurut Bukart dan Medlik, 1990 (dalam Soekadijo

2000), pariwisata adalah perpindahan orang untuk sementara dan dalam jangka

waktu pendek ke tujuan–tujuan di luar tempat dimana mereka biasanya hidup dan

bekerja.

Sementara Suwantoro (1997), memberikan pengertian pariwisata sebagai

suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di

luar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya karena berbagai kepentingan,

baik karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan

maupun kepentingan lain seperti sekedar ingin tahu, menambah pengalaman atau

untuk belajar.

Sedangkan Menurut Freuler, 1980 (dalam Pendit, 1999), merumuskan

pariwisata dalam arti modern, merupakan gejala jaman sekarang yang didasarkan

3
atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar

terhadap keindahan alam, kesenangan dan kenikmatan alam semesta, dan pada

khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas

dalam masyarakat manusia sebagai hasil perkembangan perniagaan, industri dan

perdagangan serta penyempurnaan alat–alat pengangkutan.

Aspek Penawaran dan Permintaan Pariwisata

Menurut Medlik, 1980 (dalam Ariyanto 2005), ada empat aspek (4A)

yang harus diperhatikan dalam penawaran pariwisata. Aspek-aspek tersebut

merupakan satu kesatuan yang membentuk totalitas dari sebuah produk

wisata, keempat aspek tersebut terdiri dari; (1) Attraction (daya tarik);

daerah tujuan wisata (selanjutnya disebut DTW) untuk menarik wisatawan

pasti memiliki daya tarik, baik daya tarik berupa alam maupun masyarakat

dan budayanya. (2) Accesable (transportasi); accesable dimaksudkan agar

wisatawan domestik dan mancanegara dapat dengan mudah dalam

pencapaian tujuan ke tempat wisata. (3) Amenities (fasilitas); amenities

memang menjadi salah satu syarat daerah tujuan wisata agar wisatawan

dapat dengan kerasan tinggal lebih lama di DTW. Dan (4)Ancillary

(kelembagaan); adanya lembaga pariwisata wisatawan akan semakin sering

mengunjungi dan mencari DTW apabila di daerah tersebut wisatawan dapat

merasakan keamanan, (protection of tourism) dan terlindungi.

4
Sedangkan Jackson, 1989 (dalam Pitana, 2005) melihat bahwa faktor

penting yang menentukan permintaan pariwisata berasal dari komponen

daerah asal wisatawan antara lain, jumlah penduduk (population size),

kemampuan finansial masyarakat (financial means), waktu senggang yang

dimiliki (leisure time), sistem transportasi, dan sistem pemasaran pariwisata

yang ada.

Tipologi Wisatawan

Wisatawan adalah orang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk

berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dari kunjungannya

itu. (Spillane, 1993). Tipologi wisatawan merupakan aspek sosiologis

wisatawan yang menjadi bahasan yang penting pada studi pariwisata,

Menurut Plog, 1972 (dalam Pitana, 2005) mengelompokkan tipologi

wisatawan sebagai berikut: (1) Allocentris, yaitu wisatawan hanya ingin

mengunjungi tempat-tempat yang belum diketahui, bersifat petualangan, dan

mau memanfaatkan fasilitas yang disediakan oleh masyarakat lokal. (2)

Psycocentris, yaitu wisatawan yang hanya ingin mengunjungi daerah tujuan

wisata sudah mempunyai fasilitas dengan standar yang sama dengan di

negaranya. (3)Mid-Centris, yaitu terletak diantara tipologi Allocentris dan

Psycocentris.

Menurut Pitana (2005), tipologi wisatawan perlu diketahui untuk

tujuan perencanaan, termasuk dalam pengembangan kepariwisataan.

5
Tipologi yang lebih sesuai adalah tipologi berdasarkan atas kebutuhan riil

wisatawan sehingga pengelola dalam melakukan pengembangan objek

wisata sesuai dengan segmentasi wisatawan.

Pada umumnya kelompok wisatawan yang datang ke Indonesia

terdiri dari kelompok wisatawan psikosentris (Psycocentris). Kelompok ini

sangat peka pada keadaan yang dipandang tidak aman dan sangsi akan

keselamatan dirinya, sehingga wisatawan tersebut enggan datang atau

membatalkan kunjungannya yang sudah dijadualkan (Darsoprajitno, 2001).

Motivasi Wisatawan untuk Berwisata


Menurut Sharpley, 1994 dan Wahab, 1975 (dalam Pitana, 2005) menekankan,

motivasi merupakan hal yang sangat mendasar dalam studi tentang wisatawan dan

pariwisata, karena motivasi merupakan “Trigger” dari proses perjalanan wisata, walau

motivasi ini acapkali tidak disadari secara penuh oleh wisatawan itu sendiri.

Pada dasarnya seseorang melakukan perjalanan dimotivasi oleh beberapa hal,

motivasi-motivasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar sebagai

berikut: (1) Physical or physiological motivation yaitu motivasi yang bersifat fisik antara

lain untuk relaksasi, kesehatan, kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olahraga,

bersantai dan sebagainya. (2) Cultural motivation yaitu keinginan untuk mengetahui

budaya, adat, tradisi dan kesenian daerah lain. (3)Social or interpersonal motivation yaitu

motivasi yang bersifat sosial, seperti mengunjungi teman dan keluarga, menemui mitra

kerja, melakukan hal-hal yang dianggap mendatangkan gengsi (prestice), melakukan

ziarah, pelarian dari situasi yang membosankan dan seterusnya. (4) Fantasy motivation

6
yaitu adanya motivasi di daerah lain sesorang akan bisa lepas dari rutinitas keseharian

yang menjemukan dan yang memberikan kepuasan psikologis (McIntosh, 1977 dan

Murphy, 1985; dalam Pitana, 2005).

Pearce, 1998 (dalam Pitana, 2005) berpendapat, wisatawan dalam melakukan

perjalanan wisata termotivasi oleh beberapa faktor yakni: Kebutuhan fisiologis,

keamanan, sosial, prestise, dan aktualiasasi diri.

Faktor-faktor Pendorong Wisatawan untuk Berwisata

Faktor-faktor pendorong untuk berwisata sangatlah penting untuk

diketahui oleh siapapun yang berkecimpung dalam industri pariwisata

(Pitana, 2005). Dengan adanya faktor pendorong, maka seseorang ingin

melakukan perjalanan wisata, tetapi belum jelas mana daerah yang akan

dituju. Berbagai faktor pendorong seseorang melakukan perjalanan wisata

menurut Ryan, 1991 (dalam Pitana, 2005), sebagai berikut:

1) Escape. Ingin melepaskan diri dari lingkungan yang dirasakan


menjemukan, atau kejenuhan dari pekerjaan sehari-hari.
2) Relaxation. Keinginan untuk penyegaran, yang juga
berhubungan dengan motivasi untuk escape di atas.
3) Play. Ingin menikmati kegembiraan, melalui berbagai
permainan, yang merupakan kemunculan kembali sifat
kekanak-kanakan, dan melepaskan diri sejenak dari berbagai
urusan yang serius.
4) Strengthening family bond. Ingin mempererat hubungan
kekerabatan, khususnya dalam konteks (visiting, friends and
relatives). Biasanya wisata ini dilakukan bersama-sama (group
tour)
5) Prestige. Ingin menunjukkan gengsi, dengan mengunjungi
destinasi yang menunjukkan kelas dan gaya hidup, yang juga
merupakan dorongan untuk meningkatkan status atau social
standing.

7
6) Social interaction. Untuk melakukan interaksi sosial dengan
teman sejawat, atau dengan masyarakat lokal yang dikunjungi.
7) Romance. Keinginan bertemu dengan orang-orang yang bisa
memberikan suasana romantis atau untuk memenuhi
kebutuhan seksual.
8) Educational opportunity. Keinginan melihat suatu yang baru,
memperlajari orang lain dan/atau daerah lain atau mengetahui
kebudayaan etnis lain. Ini merupakan pendorong dominan
dalam pariwisata.
9) Self-fulfilment. Keinginan menemukan diri sendiri, karena diri
sendiri biasanya bisa ditemukan pada saat kita menemukan
daerah atau orang yang baru.
10)Wish-fulfilment. Keinginan merealisasikan mimpi-mimpi, yang
lama dicita-citakan, sampai mengorbankan diri dalam bentuk
penghematan, agar bisa melakukan perjalanan. Hal ini juga
sangat jelas dalam perjalanan wisata religius, sebagai bagian
dari keinginan atau dorongan yang kuat dari dalam diri.

Karakteristik, Motivasi dan Persepsi Wisatawan yang


Berkunjung ke Bali
Berdasarkan survei yang dilakukan Disparda Bali, 2003 (dalam Pitana,

2005), ditemukan sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Bali dari

kelompok umur muda (20-39 th), yaitu sebesar 64% wisman dan 65% untuk

wisnus. Dilihat dari jenis kelamin, ada kecenderungan wisatawan laki-laki

lebih banyak daripada perempuan, walaupun dengan perbedaan yang tidak

terlalu besar, yaitu 54:45 untuk wisman dan 57:42 untuk wisnus. Begitu juga

jika dilihat dari jenis pekerjaan wisatawan, sebagian besar wisatawan

mancanegara yang berkunjung ke Bali 43,66% mempunyai pekerjaan sebagai

tenaga ahli atau profesional. Sedangkan 46,32% wisatawan nusantara yang

datang ke Bali mempunyai profesi sebagai pekerja kantor atau pegawai, dan

22,8% adalah pelajar atau mahasiswa.

8
Pada sisi lainnya, jika dilihat dari motivasi kedatangan wisatawan ke

Bali, 93% datang untuk tujuan berlibur, 7% untuk tujuan lainnya. Dilihat dari

sejumlah harapan yang terkait dengan image/citra tentang Bali, 48,54%

kedatangan wisatawan ke Bali sesuai dengan harapannya. Bahkan 44,10%

wisatawan mancanegara menyatakan, kenyataan lebih baik dari harapannya.

Bagi wisatawan nusantara, 71,53% menyatakan kenyataan yang dialami di

Bali selama berlibur memang sesuai dengan harapannya. Ada banyak hal

yang dinilai positif oleh wisatawan mancanegara tentang Bali. Alam Bali

dianggap masih asli sebesar 84%.

“Hipotesis” Ada Hubungan Gaya Hidup dengan Perilaku


Konsumen

1. Gaya Hidup Menentukan Aktivitas Wisata:


Kotler, 2000, berpendapat bahwa: gaya hidup adalah gambaran hidup

seseorang yang terbawa pada ekspresi pada setiap aktivitas, hasrat serta

keingingan, dan pendapat-pendapat yang tercetus daripadanya

2. Pilihan Daerah Tujuan Wisata Berhubungan dengan


keanekaragaman Aktivitas Wisata
Crompton, 2004 memiliki pandangan bahwa gaya hidup atau lifestyle

berdampat pada setiap aspek kehidupan manusia, gaya hidup juga

berdampak pada nilai nilai hubungan social, kondisi ekonomi, bahkan

juga berdampak pada faktor-faktor lingkungan.

9
3. Perilaku Konsumen berhubungan dengan Tipologi
Wisatawan
Gaya hidup juga berhubungan dengan aktivitas, hobi, pendapat, dan juga

gaya hidup memainkan peranan penting pada perilaku konsumen

(Menurut Crompton, 2004)

4. Tipologi Wisatawan dipengaruhi Gaya Hidup


Tipologi wisatawan merupakan aspek sosiologis wisatawan yang

menjadi bahasan yang penting pada studi pariwisata, Menurut Pitana

(2005), tipologi yang sesuai adalah tipologi berdasarkan atas kebutuhan

riil wisatawan sehingga pengelola dalam melakukan pengembangan

objek wisata sesuai dengan segmentasi wisatawan. Diasumsikan bahwa

tipologi wisatawan adalah gambaran dari gaya hidup wisatawan yang

berdampak pada perilakunya pada daerah tujuan wisata yang

dikunjunginya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ariyanto. 2005. Ekonomi Pariwisata Jakarta: Pada


http://www.geocities.com/ariyanto eks79/home.htm

Badan Pusat Statistik. 2005. ”Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan


Nusantara yang langsung datang ke Bali. (Laporan) BPS Prov Bali.

Darsoprajitno, H, Soewarno.2001.Ekologi Pariwisata,Tata Laksana


Pengelolaan Objek dan Daya Tarik Wisata.Bandung:Angkasa

Kotler, Philip and Gary Armstrong, 1996, Principles Of Marketing, Seventh


Edition, International Editrion, Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs,
New Jersey

Kotler, Philip.2000. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Prehallindo (Alih Bahasa)

Pendit, I Nyoman, S. 1999. Ilmu Pariwisata, Sebuah Pengantar Perdana.


Jakarta: PT Pradnya Paramita, cetakan ke-enam (edisi revisi)

Pitana, I Gde. 2005. Sosiologi Pariwisata, Kajian sosiologis terhadap struktur,


sistem, dan dampak-dampak pariwisata. Yogyakarta: Andi Offset

Sobel M. E. 1981. Lifestyle and Social Structure: Concepts, Definitions, Analyses.


New York: Academic Press.

Soekadijo, RG. 1997. Anatomi Pariwisata,Memahami pariwisata sebagai


system lingkage. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Spillane, James.1993. Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan


prospeknya.Yogyakarta: Kanisius.

Suwantoro, Gamal. 1997. Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta:ANDI

Swarbrooke, J. 1998. Sustainable Tourism Management. New York: CABI


Publishing is division of CAB International.

11

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai