DISUSUN OLEH :
DISUSUN OLEH :
Dengan judul :
Oleh:
Pembimbing Karya Tulis Ilmiah
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikah rahmat dan
karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan
Judul Penerapan Abdominal Swedish Massage Dalam Mencegah konstipasi pada
pasien stroke Di RSUD Dr. M. Yunus bengkulu Tahun 2024. Dalam penyusunan
Proposal Karya Tulis Ilmiah ini penulis mendapatkan bimbingan dan bantuan baik
materi maupun nasehat dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan
proposal ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Ibu Eliana, SKM.,MPH., selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Bengkulu yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan di Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Bengkulu.
2. Ibu Ns.Septiyanti, S.Kep.,M.Pd., selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
3. Ibu Asmawati, S.Kp.,M.Kep., selaku Ketua Program Studi D-III
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
4. Ibu Ns. Husni, S.Kep.,M.Pd selaku pembimbing yang telah menginspirasi
dan banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan
bimbingan dan pengarahan dengan penuh kesabaran dan penuh perhatian
kepada penulis dalam menyusun studi kasus ini.
5. Seluruh Dosen dan Staff di Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Bengkulu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah
ini masih banyak terdapat kesalahan baik dari segi penulisan maupun penyusunan,
oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan bimbingan dari berbagai pihak
agar penulis dapat berkarya lebih baik dan optimal lagi di masa yang akan datang.
Bengkulu, 8 Januari 2024
Penulis
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke masih menjadi salah satu masalah kesehatan terbesar dan
sangat serius di dunia. Stroke merupakan kondisi medis darurat yang dapat
menyebabkan kerusakan otak permanen, kecacatan, atau bahkan kematian.
(Cahyati et al., 2023). World Health Organization (WHO) melaporkan
stroke menempati posisi kedua dari sepuluh penyebab kematian terbesar di
dunia. Stroke menyumbang 16% dari total kematian dan 11% dari total
kasus morbiditas. Sejak tahun 2000, jumlah kematian akibat stroke
meningkat lebih dari 2 juta menjadi 8,9 juta pada tahun 2019 (WHO),
2023)
World Stroke Organization (WSO) menginformasikan pada tahun
2022 terdapat lebih dari 101 juta penderita stroke dan bertambah sebanyak
12,2 juta setiap tahunnya. WSO juga menyatakan Stroke menyebabkan 6,5
juta kematian setiap tahun dan lebih dari 143 juta tahun kehilangan hidup
sehat karena kecacatan dan kematian akibat stroke.((WSO), 2022). Data
dari Centers for Disease Control and Prevention menyatakan satu dari 6
kematian penyakit kardiovaskular disebabkan oleh stroke dan
menunjukkan ada lebih dari 795.000 kasus baru stroke di Amerika setiap
tahunnya. Angka kematian akibat stroke pada tahun 2020 sampai tahun
2021 meningkat dari 38,8% menjadi 41,1% (CDC, 2020)
1
2
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan (Dosen dan Mahasiswa)
Sebagai pengalaman dan menambah pengetahuan bahwa terapi
mobilisasi progresif level 1 dapat digunakan untuk meningkatan nilai
saturasi oksigen pada penderita stroke.
2. Bagi Pasien dan Keluarga
Pasien dapat mengalami peningkatan status hemodinamik,
meningkatnya kekuatan otot, keluarga memperoleh pengetahuan dan
keterampilan untuk melatih pasien secara mandiri.
3. Bagi RSUD M.Yunus Kota Bengkulu
Studi kasus ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan informasi
tentang terapi non farmakologi yang dapat digunakan oleh perawat
dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan Implementasi Terapi
mobilisasi progresif level 1 untuk meningkatkan saturasi oksigen pada
penderita stroke.
4. Bagi Peneliti Lain
Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan untuk
penelitian selanjutnya tentang penerapan terapi mobilisasi progresif level 1
dalam meningkatkan saturasi oksigen pada penderita stroke.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Stroke
1. Definisi Stroke
Stroke atau cedera serebrovaskuler didefinisikan sebagai hilangnya
fungsi otak secara mendadak akibat suplai darah ke bagian otak tidak terpenuhi
(Suddarth, 2018).Gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dan
berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali pembedahan atau kematian) tanpa tanda-
tanda penyebab non-vaskuler (seperti perdarahan subarakhnoid, perdarahan
intraserebral, iskemik, atau infark serebri) dikenal sebagai stroke (Mutiarasari,
2019).
2. Klasifikasi, Etiologi dan Manifestasi Klinis Stroke
a. Stroke Non Hemoragik (Stroke Iskemik)
Stroke yang terjadi karena suplai darah yang tidak lancar atau
terhambat ke area otak karena penyumbatan atau penyempitan pembuluh
darah, disebut stroke iskemik. (Tamburian, 2020).Stroke iskemik terjadi
ketika pembuluh darah arteri yang membawa darah dan oksigen ke otak
menyempit, mengakibatkan penurunan aliran darah ke otak. (E. C. Utami,
2018).
Etiologi :
Stroke Non Hemoragik dapat disebabkan oleh : (Wijaya & Putri,
2013) :
1. Trombosis Serebral
Gumpalan dalam arteri dapat menghasilkan gangguan aliran darah ke
otak, mengakibatkan kekurangan oksigen dan menyebabkan kondisi iskemik
dan infark. Arterosklerosis merujuk pada kondisi pembuluh darah mengalami
penyempitan, mengakibatkan penumpukan plak.
2. Emboli Serebral
Emboli dapat menyebabkan penyumbatan atau konklusi pada
pembuluh darah otak karena berada di dalam pembuluh darah. Udara, tumor,
6
7
lemak, dan bakteri adalah beberapa sumber emboli. Trombosis dapat terjadi
di dalam jantung, namun juga bisa berasal dari plak aterosklerosis yang
terbentuk pada sinus karotikus atau arteri karotis interna.
Manifestasi Klinis :
Tanda dan Gejala Stroke Non Hemoragik melibatkan gangguan aliran
darah ke otak tanpa adanya pendarahan. Beberapa manifestasi umum dari jenis
stroke ini mencakup: (Wijaya & Putri 2013) :
a. Kehilangan Kemampuan Motorik
1. Salah satu anggota tubuh mengalami kelemahan dan kelumpuhan.
2. Kekuatan otot mengalami penurunan
b. Gangguan Bicara
1. Disatria adalah kelumpuhan pada saraf yang mengontrol fungsi
berbicara, sehingga menyebabkan kesulitan dalam kemampuan
berbicara.
2. Wajah tidak simetris (Facial Palsy), bicara cedal atau pelo dan
kehilangan kemampuan dalam berbicara.
c. Gangguan Persepsi
1. Hemoplasia atau kehilangan setengah lapang pandang di salah satu sisi
tubuh.
2. Menghindari sisi tubuh yang sakit
3. Ketidakmampuan merasakan atau kehilangan kemampuan sensori, baik
itu rasa atau sentuhan.
Menurut (Budi, 2018), manifestasi klinis stroke yaitu :
1) Defisit lapang penglihatan
a) Homonimus hemianopsia, atau kehilangan setengah lapang penglihatan,
adalah kondisi di mana seseorang kehilangan separuh dari lapangan
penglihatannya.
b) Diplopia Penglihatan ganda
2) Defisit Motorik
a) Hemiparesis merujuk pada kelemahan pada wajah, lengan, dan kaki di
sisi tubuh yang sama; paralisis pada wajah dapat terjadi akibat cedera
pada hemisfer yang berlawanan.
8
3) Defisit Verbal
a) Afasia ekspresif , Penderita afasia ekspresif hanya mampu bicara
dengan respon satu kata dan membentuk kata yang sulit untuk dipahami.
b) Afasia reseptif, penderita afasia reseptif sulit untuk memahami kata
yang diucapkan dan cenderung mengucapkan kata-kata yang tidak
masuk akal.
c) Afasia global adalah suatu bentuk kombinasi antara afasia ekspresif dan
afasia reseptif.
Disartria, gangguan motorik yang mempengaruhi kemampuan seseorang
untuk mengontrol otot-otot yang terlibat dalam berbicara, menghasilkan
ketidakmampuan dalam mengucapkan kata-kata dengan jelas.
4) Defisit Kognitif
Kehilangan memori baik yang bersifat jangka pendek maupun
panjang, penurunan kemampuan fokus, kesulitan dalam berkonsentrasi,
penurunan kemampuan merespons hal-hal abstrak, dan perubahan dalam
kemampuan menilai merupakan gejala-gejala dari serangan stroke.
5) Defisit Emosional
Penderita akan mengalami kesulitan dalam mengendalikan diri,
mengelola perasaan emosional, mengalami penurunan toleransi terhadap
situasi yang menimbulkan stres, depresi, kecenderungan untuk menarik
diri, rasa takut, sikap bermusuhan, dan kemarahan, juga merasakan
perasaan isolasi.
b. Stroke Hemorogik
Stroke hemoragik adalah jenis stroke yang disebabkan oleh cedera
atau perdarahan di otak. Hipertensi, aneurisma, dan pengenceran darah
adalah beberapa kondisi yang dapat menyebabkan pembentukan pembuluh
darah otak pecah (H. & Utami, 2019).
9
Manifestasi Klinis :
Menurut (Unnithan, A. K., & Mehta, 2022) Manifestasi klinis umum
dari stroke hemoragik melibatkan sejumlah gejala yang dapat muncul secara
tiba-tiba. Beberapa di antaranya termasuk:
10
a) Faktor Resiko
Faktor risiko terjadinya stroke menurut ((AHA), 2015) dapat
dikelompokkan menjadi 2, yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain:
1) Faktor genetik,
Riwayat keluarga dapat menjadi salah satu faktor resiko seseorang
mengalami stroke
2) Ras
Ras kulit hitam lebih sering mengalami hipertensi dari pada ras kulit
putih, sehingga ras kulit hitam memiliki risiko lebih tinggi terkena
stroke.
3) Usia
Orang berusia 55 tahun atau lebih memiliki risiko stroke yang
lebih tinggi daripada orang yang lebih muda.
11
4) Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki risiko stroke lebih tinggi dibandingkan perempuan
karena kebiasaan merokok.
5) Riwayat Stroke Sebelumnya
Seseorang yang pernah mengalami serangan iskemia transien (TIA)
juga berisiko mengalami stroke. Menurut American Heart Association
(2015), serangan TIA menyumbang 25% dari semua stroke.
b. Faktor risiko yang dapat diubah meliputi :
1) Obesitas (kegemukan)
Obesitas secara tidak langsung menyebabkan stroke, yang diperantarai
oleh sejumlah penyakit yang ditimbulkan oleh obesitas.
2) Hipertensi
Penyebab utama stroke adalah hipertensi; beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pengendalian tekanan darah dapat mengurangi
risiko stroke sebesar 41% (AHA, 2015; WHO, 2014).
3) Hiperlipidemia
Sumbatan aliran darah dapat terjadi karena hiperlipidemia, kondisi
yang ditandai dengan tingginya kadar lemak di dalam darah.
4) Kebiasaan Merokok dan Mengkonsumsi Alkohol
c. WOC
e. Penatalaksanaan Medis
Menurut (LeMone, 2016) terapi yang diperlukan untuk
rehabilitasi pasien pasca stroke adalah :
1) Pemeriksaan Saraf Kranial
a) Saraf 1 (olfaktorius) Metode pemeriksaan dimulai dengan
meminta klien untuk mencium aroma lemah seperti cologne,
vanili, dan cengkeh dengan menutup lubang hidung. (Mutaqin,
2011).
b) Saraf II (optikus) Pemeriksaan saraf optik termasuk
pemeriksaan ketajaman penglihatan, lapang pandang, dan
fundus. (Mutaqin, 2011).
c) Saraf III (okulomotor), IV (troklearis), VI (abdusen)
Pemeriksaan saraf okulomotor, troklearis, dan abdusen
termasuk memeriksa fungsi dan reaksi pupil, melihat bentuk
dan ukuran pupil, membandingkan pupil kanan dan kiri,
memeriksa refleks pupil, dan memeriksa gerakan bolamata
volunter dan involunter. (Mutaqin, 2011)
d) Saraf V (trigeminus) Pemeriksaan fungsi saraf trigeminus
termasuk evaluasi fungsi saraf motorik, sensorik, dan refleks
trigeminal. (Mutaqin, 2011).
e) Saraf VII (fasialis) adalah dengan memeriksa apakah ada
asimetri di wajah, kemudian melakukan latihan kekuatan otot
dengan meminta klien memandang ke atas dan mengerutkan
dahi. Setelah itu, klien diminta untuk menutup kedua matanya
dengan kuat dan membandingkan seberapa dalam bulu mata
terbenam. Setelah itu, mencoba membuka kedua matanya.
(Mutaqin, 2011).
16
2) Terapi Fisik
Terapis fisik mengajarkan pasien kembali berjalan, duduk,
berbaring, dan beralih dari satu gerakan ke gerakan lain untuk
mencegah otot menjadi lemah
3) Terapi Okupasi
Keterampilan motorik yang hilang dapat diperoleh kembali melalui
terapi okupasi, yang sangat meningkatkan kualitas hidup setelah
stroke. Membaca, menulis, makan, memasak, dan membersihkan
diri adalah contoh dari terapi okupasi
4) Terapi Bicara
Terapi bicara diberikan untuk memperbaiki cara menelan dan
meningkatkan keterampilan bahasa dan komunikasi.
4. Tingkat Kesadaran
a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal.
e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya)
5. Pemeriksaan Pasien Dengan Gangguan Kesadaran
a. Anamnesis
Penurunan kesadaran dapat bermanifestasi sebagai perburukan,
akibat yang tidak dapat diprediksi atau komplikasi dari penyakit primer,
atau akibat yang tidak diduga dari suatu kejadian atau penyakit.
Penurunan kesadaran tiba-tiba dapat dicurigai sebagai akibat kejang
atau penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran yang didahului rasa
mengantuk atau ketidakseimbangan mengarah kepada konsumsi obat
atau toksin. Demam merupakan tanda penting infeksi susunan saraf
pusat sebagai penyebab penurunan kesadaran. Riwayat sakit kepala
menandakan peningkatan tekanan intrakranial. Pasien dengan riwayat
trauma kepala tetapi tidak terdapat kelianan pada pemeriksaan CT scan
dapat dilakukan peemriksaan MRI kepala untuk melihat ada tidaknya
diffuse axonal injury.
20
c. Pemeriksaan Neurologis
Peralatan :
1) Oksimeter.
Catat hasil pada lembar observasi dan catatan perkembangan bila perlu
(Eni, 2020)Suara sengau atau serak:
6) Air liur yang keluar tidak terkontrol disebabkan oleh kesulitan menelan
(disfagia) kerugian pada cuping temporal atau pariental otak sebelah
kiri menyebabkan gangguan bahasa.(Okyere, 2011).
3. Faktor Yang Mempengaruhi Saturasi
a. Hemoglobin (Hb)
Jika Hemoglobin (Hb) tersaturasi penuh dengan O2 walaupun nilai
Hemoglobin (Hb) rendah maka akan menunjukkan nilai normalnya.
Misalnya pada klien dengan anemia memungkinkan nilai SaO 2
dalam batas normal.
b. Sirkulasi
Oksimetri tidak akan memberikan bacaan yang akurat jika area yang
di bawah sensor mengalami gangguan sirkulasi.
c. Aktivitas
Menggigil atau pergerakan yang berlebihan pada area sensor dapat
mengganggu pembacaan SaO2 yang akurat (Kozier, 2010).
24
D. Konsep Mobilisasi
1. Pengertian Mobilisasi Progresif
Mobilisasi progresif yaitu serangkaian rencana yang dibuat
untuk mempersiapkan pasien agar mampu bergerak atau berpindah
tempat secara berjenjang dan berkelanjutan (Zakiyyah, 2014). Terdapat
lima tahapan atau level dalam pelaksanaan mobilisasi progresif yang
disebut sebagai Richmond Agitation Sedation Scale (RASS).
2. Tujuan
a. Level 1
b. Level 2
Apabila pasien dengan kondisi hemodinamik stabil kemudian
dengan tingkat kesadaran meningkat yaitu pasien mampu membuka
mata tapi kontak belum baik (RASS-3).
Kegiatan mobilisasi di level II ini dimulai dengan Range of Motion
hingga tiga kali per hari, mulai direncanakan aktif Range of Motion,
e. Level 5
Tujuan mobilisasi pada level ini untuk meningkatkan kemampuan
pasien berpindah dan bergerak. Pasien pada level ini kooperatif, sadar
penuh (RASS-0). Kegiatan mobilisasi pada level ini dengan duduk di
kursi khusus lalu dilanjutkan dengan berdiri dan berpindah tempat.
Kegiatan ini dilakukan sebanyak dua hingga tiga kalli dalam sehari
(VHA, 2010).
27
5. Prosedur Pelaksanaan
a. Persiapan
1. Mencuci tangan
b. Pelaksanaan
1. Catat dahulu nilai saturasi oksigen sebelum melakukan
intervensi mobilisasi progresif level I.
2. Lakukan mobilisasi progresif level I yang terdiri dari Head of
c. Evaluasi
1. Mencuci tangan
2. Mendokumentasi saturasi oksigen setelah mobilisasi progresif level
1 (AACN, 2010; Handayani, 2017; Zakiyyah, 2014).
28
2. Kriteria eksklusi
1. Pasien stroke yang memiliki nilai saturasi oksigen yang normal.
2. Pasien stroke yang tidak mengalami penrunan kesadaran kurang dari
14 GCS.
30
31
D. Definisi Operasional
1. Implementasi dalam studi kasus ini didefinisikan sebagai tindakan yang
di lakukan selama tiga hari secara bertahap berurutan dengan posisi
awal Head OF Bbed 30°, latihan ROM pasif dua kali sehari, selanjutnya
pasien di posisikan miring kiri dan ke kanan setiap 2 jam sekali agar
mendapatkan hasil yang baik.
2. Stroke dalam studi kasus ini didefinisikan sebagai suatu diagnosa medis
yang didasarkan pada tanda dan gejala serta pemeriksaan penunjang
yang dilakukan terhadap pasien Stroke non hemoragik yang mengalami
serangan pertama yang mendapatkan perawatan di ruang stroke.
3. Penurunan kesadaran dalam studi kasus ini didefinisikan ketika
penderita stroke non hemoragik dilakukan pemeriksaan nilai GCS dan
didapatkan nilai <14, sedangkan nilai GCS normal 14-15.
4. Saturasi oksigen dalam studi kasus ini didefinisikan sebagai suatu
kondisi dimana seseorang memiliki nilai saturasi oksigen yang rendah
dibawah <95%, sedangkan nilai saturasi normal di atas 95%-100%.
5. Mobilisasi Progresif level 1 dalam studi kasus ini didefinisikan sebagai
suatu rangkaian tindakan implementasi dalam meningkatkan saturasi
oksigen dan meningkatkan kekuatan otot serta mengurangi resiko
dekubitus pada pasien stroke non hemoragik
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti
mengenai nilai saturasi oksigen pada penderita stroke. Dengan cara
pengambilan data sebagai berikut:
1. Data diambil langsung dari responden yang terdiagnosis stroke oleh
dokter yang berada di ruang stroke Rumah Sakit M.Yunus Kota
Bengkulu.
2. Mula-mula peneliti menjelaskan tujuan penelitian kemudian meminta
persetujuan untuk menjadi partisipan, apabila menolak maka peneliti
akan membatalkan untuk meneliti pasien, namun apabila pasien
bersedia maka peneliti meminta partisipan untuk menandatangani
surat pernyataan kesediaan menjadi partisipan penelitian.
3. Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang tujuan, manfaat,
lamanya penelitian yang akan dilakukan.
4. Pertama melakukan pengkajian (GCS) skala sebelum dilakukan
Mobilisasi Progresif Level 1 serta dicatat dilembar observasi.
Kemudian dilakukan Mobilisasi Progresif Level 1 sebanyak 2 kali
dalam sehari dengan waktu 15 menit yang diberikan intervensi selama 3
Hari. Kemudian pada hari terakhir dilakukan pengukuran Saturasi
Oksigen dan pengkajian Glasgow Coma Scale.
2. Data Sekunder
Data sekunder diambil dari keluarga penderita dan ruang
stroke Rumah Sakit M.Yunus Kota Bengkulu pada tahun 2024.
33
1. Self Determinan
Dalam penelitian ini, partisipan diberi kebebasan untuk berpartisipasi
atau tidak tanpa ada paksaan.
2. Tanpa nama (anonymity)
Peneliti menjaga kerahasiaan partisipan dengan cara tidak
mencantumkan nama partisipan pada lembar pengumpulan data, peneliti
hanya akan memberi inisial sebagai pengganti identitas partisipan.
3. Kerahasiaan (confidenlity)
Segala informasi yang diperoleh dari partisipan hanya akan dipahami oleh
penulis dan tidak akan dibagikan kepada orang lain. Informasi yang telah
dikumpulkan dianonimkan dengan menggunakan nama samaran "anonim"
dan disimpan dalam file lunak yang akan bertahan setidaknya selama lima
tahun.
4. Asas kemanfaatan (beneficiency)
Bebas penderitaan, bebas eksploitasi, dan bebas risiko harus menjadi
dasar kemanfaatan. Bebas penderitaan—peneliti menjamin bahwa
informasi yang diberikan responden akan digunakan sebaik mungkin
oleh peneliti dan tidak akan digunakan secara sewenang-wenang untuk
keuntungan peneliti. Bebas risiko, artinya responden tidak berada dalam
bahaya yang akan datang.
5. Malbeneficence
Peneliti menjamin tidak akan menyakiti, membahayakan, atau
memberikan ketidaknyamanan baik secara fisikmaupun psikologis.
35
36
37
38
39
40
ECG.
Yasmara, D. N. (2016). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah :
Diagnosis NANDA – I 2015-2017 intervensi NIC, Hasil NOC. Jakarta :
EGC.
Yuningsih. (2022). Bahan Mata Ajar Kmb Ll. In Suparyanto dan Rosad
(2015
(Vol. 5, Issue 3).
43
LAMPIRAN
44
Lampiran 1
STANDAR OPERASIONAL
PROSEDUR (SOP) TERAPI AIUEO
(Khotimah, D. K, K, S. P., & Purnomo, 2016)
B. Tahap Orientasi
1) Mengucapkan salam teraupetik
2) Memperkenalkan diri
3) Menjelaskan tujuan, prosedur
dan lamanya tindakan pada
klien
4) Menanyakan kesiapan klien dan
keluarga
5) Berikan kesempatan klien untuk
bertanya sebelum tindakan
dilakukan
C. Tahap Kerja
1) Atur posisi pasien duduk atau
dalam keadaan nyaman dan
jangan berbaring
2) Wajah pasien diposisikan
menghadap kedepan ke arah
terapis
3) Kedua tangan pasien masing-
masing berada di samping
kanan dan kiri
4) Pasien dianjurkan untuk
mengucapkan huruf ―A‖ dengan
keadaan mulut terbuka
5) Selanjutnya pasien dianjurkan
mengucapkan huruf ―I‖
dengan keadaan gigi dirapatkan
dan bibir dibuka
6) Kemudian pasien dianjurkan
untuk mengucapkan huruf
―U‖ dengan keadaan mulut
mecucu ke depan bibir atas dan
depan tidak rapat (seperti
keadaan ingin mencium)
7) Setelah itu pasien dianjurkan
untuk mengucapkan huruf
47
8) Selanjutnya pasien
dianjurkan untuk
mengucapkan huruf
―E‖ dengan keadaan
pipi, mulut dan bibir
tersenyum
9) Lakukan secara
bergantian, pada point
7 dan 8 sebanyak 5 kali
10) Kemudian anjurkan
membuka mulut lebar-
lebar, lalu julurkan
lidah dan gerakkan
lidah ke arah kanan dan
kiri.
11) Tutup bibir dengan
rapat dan ucapkan
―eemm‖
12) Ucapkan ―ma ma ma‖
dengan cepat
13) Kembungkan salah satu
pipi, tahan selama 5
detik dan kemudian
keluarkan. Lakukan
secara bergantian pada
sisis yang lain.
14) Anjurkan menjulurkan
lidah sejauh mungkin
dan cobalah untuk
menyentuh dagu dan
menyentuh hidung
15) Kemudian tanyakan
respon pasien dan
kembalikan pasien ke
posisi semula atau
posisi nyaman.
D. Tahap Terminasi
1) Melakukan evaluasi
49
tindakan
2) Melakukanevaluasi
kenyamanan dan
respon klien
3) Melakukan kontrak
pertemuan selanjutnya
4) Melakukan
dokumentasi tindakan
dan hasil pemberian
terapi AIUEO
5) Mencuci tangan
6) Akhiri dengan salam
50
Lampiran 2
INSTRUMEN PENELITIAN
SKALA KOMUNIKASI FUNGSIONAL DERBY
(Erlinda, 2018)
8 Tidak ada masalah yang Tidak ada masalah Tidak ada masalah
Terdeteksi yang terdeteksi yang terdeteksi
56
Hasil E P I
Lampiran 3
LEMBAR OBSERVASI
Hari ke-0 Hari ke –1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4 Hari ke-5 Hari ke-6 Hari ke-7
Indikator E P I E P I E P I E P I E P I E P I E P I E P I
Skor
Total
51
58
Lampiran 4
Bengkulu, 2024
Responden,
52
59
(………….……..)
52