Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOTEKNOLOGI REPRODUKSI IKAN

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mengikuti Responsi Praktikum Mata

Kuliah Bioteknologi Reproduksi Ikan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Oleh:

Eka Ayu Setiawati

NIM. L1B021066

Kelompok 1B

Asisten:

Arifta Septina Divandini

NIM. L1B020055

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI REPRODUKSI IKAN

Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti responsi praktikum mata


kuliah Bioteknologi Reproduksi Ikan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Disetujui,

Purwokerto, ....................... 2023

Mengetahui:

Koordinator asisten Asisten

Mita Indriyaningsih Arifta Septina Divandini

NIM. L1B020044 NIM. L1B020055


ACARA I

PEMERIKSAAN KUALITAS SEL SPERMATOZOA

Oleh :

Eka Ayu Setiawati


NIM. L1B021066

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2023
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan lele adalah salah satu spesies budidaya ikan air tawar yang mudah

dibudidaya, memiliki kandungan protein yang tinggi dan digemari oleh

masyarakat (Mokolensang dan Lusia, 2021). Prospek ikan lele begitu

menjanjikan dari segi permintaan dan juga harga jualnya. Keunggulan ikan lele

diantaranya yaitu pertumbuhannya tergolong cepat, toleran terhadap penyakit

dan kualitas air yang kurang baik serta dapat dipelihara hampir pada semua

wadah budidaya. Menurut data Dirjen Perikanan Budidaya (2015) produksi

nasional ikan lele dari tahun 2015 hingga tahun 2019 ditargetkan dapat

mengalami peningkatan dari 1.058.400 pada tahun 2015 meningkat pada tahun

2019 hingga sebesar 1.779.900 (Mustajib et al., 2018).

Secara umum seksualitas ikan dibedakan menjadi 2 yaitu ikan jantan dan

betina. Ikan jantan dicirikan dengan kemampuan ikan untuk menghasilkan

gamet jantan (spermatozoa) dan ikan betina dicirikan dengan kemampuan ikan

untuk menghasilkan gamet betina (ovum). Untuk membedakan ikan jantan dan

betina dapat secara langsung melihat organ reproduksinya dengan cara

membedah dan melihat gonad yang dimiliki ikan. Umumnya gonad ikan

bentuknya memanjang, longitudinal dan berjumlah satu pasang, terletak di

bawah gelembung renang. Pada beberapa ikan golongan catfish gonad jantan

berbentuk pipih seperti pita dan bergerigi, sehingga bila dilakukan striping

pada ikan jantan, sperma (milt) sulit keluar (Yuniar, 2017).


Alat kelamin jantan meliputi kelenjar kelamin dan saluran kelamin.

Kelenjar kelamin jantan disebut testis. Testis adalah organ reproduksi jantan

yang terdapat berpasangan dan terletak di bawah tulang belakang. Testis ikan

berbentuk seperti kantong dengan lipatan-lipatan, serta dilapisi dengan suatu

lapisan sel spermatogenik (spermatosit). Testis digantungkan pada dinding

tengah rongga abdomen oleh mesorsium. Spermatozoa dihasilkan dalam lobul

yang dikelilingi sel-sel sertoli yang mempunyai fungsi nutritive (Yuniar, 2017).

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini yaitu mahasiswa diharapkan dapat

menentukan kualitas sel spermatozoa ikan yang dijadikan obyek praktikum

dengan cara menghitung durasi motilitasnya.

II. MATERI DAN METODE


2.1. Materi

Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu cutter, spuilt, timbangan,

object glass, cawan petri, mm blok, pinset, ember, mikroskop, gunting bedah,

dan alat tulis.

Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu ikan lele (Clarias sp.),

aquades, dan minyak cengkeh.

2.2. Metode

1. Ikan lele dibius mengggunakan larutan anastesi berupa minyak cengkeh.

2. Ikan ditimbang, dicatat beratnya dan diukur panjang tubuhnya (panjang

total dan panjang standar).

3. Ikan dibedah, testis dikeluarkan dan dibersihkan darahnya.

4. Lalu, testis ditimbang dan diletakkan di cawan petri

5. Ujung testis dipotong, lalu dihancurkan untuk mengeluarkan sperma

6. Cairan sperma diambil menggunakan spuit dan diletakkan di object glass

7. Sebanyak 5 tetes aquades diteteskan di atas cairan sperma pada object

glass

8. Lalu dihomogenkan dengan cara diratakan ke samping

9. Motilitas sel spermatozoa diamati di bawah mikroskop dengan

perbesaran 10×, lalu dicatat durasi pergerakan sejak awal hingga sel

spermatozoa tidak bergerak atau mati.

10. Motilitas sel spermatozoa diklasifikasikan dengan kisaran nilai 0–4

berdasarkan persentase pergerakan spermatozoa yaitu: 0 = (tidak ada

pergerakan yang teramati). 1 = (pergerakan hingga 25%). 2 =

(pergerakan hingga 50%). 3 = (pergerakan hingga 75%). 4 =


(pergerakan lebih dari 75%)

11. Klasifikasi ini ditentukan setelah pengamatan sesuai waktu durasi

spermatozoa bergerak.

12. Didokumentasi dan dicatat waktu viabilitasnya


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil yang diperoleh dari praktikum acara pemeriksaan kualitas sel

spermatozoa sebagai berikut:

Tabel 1. Data Pengamatan Kualitas Sperma

Jenis Berat Panjang Motilitas (%) Viabilitas

No. Ikan Ikan Ikan 0% 25% 50% 75% 100% (menit/detik)

(gr) (cm)

1. Ikan 920 pt: 51,3 √ 5 menit 56

Lele ps: 44,3 detik

Keterangan:

Motilitas (Pergerakan Sperma) → 1 = 0% tidak ada pergerakan

2 = 25%

3 = 50%

4 = 75%

5 = 100%

Viabilitas (durasi pergerakan sperma sejak awal sampai terhenti (mati) →

=menit, ‘’=detik)

4.2. Pembahasan

Motilitas spermatozoa adalah parameter untuk memperkirakan

kelangsungan hidup spermatozoa. Sperma yang hidup adalah sperma yang

bergerak cepat, lambat atau pergerakannya pada kepala atau ekor, sedangkan

sperma yang mati adalah sperma yang tidak memperlihatkan pergerakan sama

sekali baik kepala maupun ekor (Faqih, 2011). Motilitas spermatozoa adalah
kemampuan spermatozoa untuk bergerak maju (progresif). Motilitas

spermatozoa juga salah satu faktor yang menentukan kelayakan kualitas

spermatozoa setelah pengenceran karena sangat mempengaruhi kemampuan

untuk membuahi sel telur (Mahdaliana et al., 2022). Ketahanan hidup sperma

dipengaruhi oleh temperatur dan pada umumnya dapat hidup lebih lama pada

temperatur rendah (Raharja et al., 2010).

Berdasarkan hasil yang diperoleh, motalitas sperma didapatkan nilai

100% yang mana kualitasnya tergolong sangat baik dengan pergerakannya

terlihat bergelombang besar, banyak dan aktif. Hal ini sesuai dengan penelitian

sebelumnya yang menyebutkan bahwa kriteria kualitas sperma yang baik

untuk proses penyimpanan yaitu sperma dengan motilitas lebih dari 70%.

Syarat sperma yang baik dan dapat dilanjutkan ke proses pembekuan adalah

sperma yang memiliki nilai motilitas individu di atas 50% dan bergerak

progresif. Hasil evaluasi pengamatan semen segar menunjukan bahwa semen

segar tersebut layak untuk proses pembekuan (Raharja et al., 2010).

Viabilitas spermatozoa adalah salah satu penilaian untuk menentukan

kualitas sperma dalam proses penyimpanan untuk fertilisasi buatan. Jumlah

spermatozoa yang hidup dapat digunakan sebagai indikator dalam

menentukan kualitas semen. Parameter yang diukur untuk mengetahui

kelangsungan hidup spermatozoa setelah diberi perlakuan disebut dengan

viabilitas (Faqih, 2011). Pengamatan lama gerak dilakukan seiringan dengan

pengamatan motilitas sperma (gerakan massa dan individu) (Rahardja et al.,

2010). Viabilitas pada acara ini yaitu 5 menit 56 detik yang mana masih

tergolong baik. Hal ini sesuai dengan referensi yang menyebutkan bahwa lama
gerak tersebut dapat dikatakan bahwa sperma tersebut layak untuk dilakukan

pembekuan. Menurut Fujaya (2002) dalam Rahardja et al. (2010) menyatakan

bahwa sebagian besar sperma ikan air tawar dapat bergerak selama 2-3 menit

setelah bersentuhan dengan air.

Faktor yang mempengaruhi kualitas sperma yaitu suhu air dan intensitas

cahaya. Suhu air merupakan salah satu yang mempengaruhi reproduksi ikan

karena apabila suhu air rendah maka aktifitas reproduksi ikan juga akan

menurun dan perkembangan gonad melambat. Namun, suhu air yang terlalu

tinggi juga berpengaruh terhadap reproduksi ikan yaitu akan menyebabkan

penurunan kualitas sperma. Selanjutnya, intensitas cahaya tidak kalah penting

dalam reproduksi ikan. Faktor intensitas cahaya yang mempengaruhi

reproduksi ikan yaitu pengaruh musiman (Laimeheriwa et al., 2023).

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa

motilitas sperma didapatkan nilai 100% yang mana kualitasnya tergolong

sangat baik dengan pergerakannya terlihat bergelombang besar, banyak dan

aktif.

5.2. Saran

Saran untuk praktikum selanjutnya yaitu praktikan diharapkan bisa lebih

tertib dan mempelajari diktat sebelum dilaksanakannya praktikum sehingga

bisa maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Faqih, A. R. 2011. Penurunan Motilitas dan Daya Fertilitas Sperma Ikan Lele
Dumbo (Clarias spp) Pasca Perlakuan Stress Kejutan ListrikPenurunan
Motilitas dan Daya Fertilitas Sperma Ikan Lele Dumbo (Clarias spp) Pasca
Perlakuan Stress Kejutan Listrik. J.Exp. Life Sci., 1(2): 72-82.

Laimeheriwa, B. M., dan Rijoly, S. M. A. 2023. Pengaruh Faktor Lingkungan


Terhadap Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Guppy (Poecilia Reticulata):
Studi Kasus di Perairan Tawar. AQUANIPA, Jurnal Ilmu Kelautan dan
Perikanan, 5(3): 50-58.

Mahdaliana, Rusydi, R., dan Aminah. 2020. Fisiologi dan Derajat Pembuahan
Sperma Ikan Patin Siam (Pangasianodon Hypophthalmus) Diencerkan
Menggunakan Air Kelapa Muda Dan Gliserol. Arwana: Jurnal Ilmiah
Program Studi Perairan, 4(1): 50-60.

Mokolensang, J. F., dan Lusia, M. 2021. Budidaya ikan lele (Clarias gariepinus)
sistim bioflok skala rumah tangga. Budidaya Perairan, 9(1): 79 - 83.

Mustajib, M., Elfitasari, T., dan Chilmawati, D. 2018. Prospek Pengembangan


Budidaya Pembesaran Ikan Lele (Clarias Sp) di Desa Wonosari, Kecamatan
Bonang, Kabupaten Demak. Sains Akuakultur Tropis: Indonesian Journal of
Tropical Aquaculture, 2(1): 38-48. https://doi.org/10.14710/sat.v2i1.2476

Rahardja, B. S., Mubarak, A. S., dan Rini, P. S. 2010. Penambahan Ekstender


Madu dalam Proses Penyimpanan Sperma Beku Terhadap Motilitas dan
Viabilitas Spermatozoa Ikan Komet (Carassius auratus auratus). Jurnal
Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 2(2): 185-191.

Yuniar, I. 2017. Biologi Reproduksi Ikan. Hang Tuah University Press: Surabaya.
ACARA II

UJI COBA PENYIMPANAN SPERMATOZOA (SEMEN)

Oleh:

Eka Ayu Setiawati


NIM. L1B021066

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2023
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan lele adalah salah satu spesies budidaya ikan air tawar yang mudah

dibudidaya, memiliki kandungan protein yang tinggi dan digemari oleh

masyarakat (Mokolensang dan Lusia, 2021). Prospek ikan lele begitu

menjanjikan dari segi permintaan dan juga harga jualnya. Maka dari itu untuk

memenuhi kebutuhan pasar perlu dilakukan usaha peningkatan produksi

benih ikan secara terus-menerus. Salah satu bioteknologi tepat guna yang dapat

diterapkan untuk membantu penyedian benih adalah pengawetan spermatozoa

(Setiono dan Raharjo, 2021).

Pengawetan sperma merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah

dalam pengadaan benih yang dikarenakan masa pematangan gamet induk ikan

jantan dan betina terkadang tidak terjadi secara bersamaan. Penyimpanan

sperma bertujuan untuk mengoptimalkan jangka waktu penggunaan

spermatozoa induk jantan yang unggul untuk membuahi sel telur betina yang

sejenis secara buatan. Pengawetan sperma membutuhkan sperma yang kualitas

dan kuantitasnya baik yaitu motilitas lebih dari 70% dan lama gerak lebih dari

dua menit. Bentuk teknologi pembekuan semen ini disebut dengan preservasi

sperma (Julianuari, 2014).

Preservasi sperma merupakan teknik penyimpanan semen dan oosit dalam

keadaan beku. Teknik ini dilakukan dengan cara mendinginkan spermatozoa

dan menyimpannya pada temperatur refrigerator. Rendahnya temperatur

menyebabkan struktur molekuler sel spermatozoa berada pada keadaan fixed


dan tanpa gerakan sehingga mengurangi aktivitas metabolik sel tersebut

(Setiono dan Raharjo, 2021). Keuntungan dari kriopreservasi sperma ialah

sperma dapat disimpan dalam waktu yang tidak terbatas dan dapat digunakan

kapan saja bila diperlukan. Proses ini membutuhkan bahan pengencer dan

krioprotektan yang dapat mempertahankan motilitas spermatozoa (Billard et

al., 1995 dalam Julianuari, 2014).

1.2.Tujuan

Tujuan dari praktikum acara uji coba penyimpanan spermatozoa (semen)

yaitu mahasiswa diharapkan dapat melakukan penyimpanan spermatozoa

(semen) spesies ikan yang dijadikan obyek praktikum, pada temperatur -25ºC

selama 1 minggu.
II. MATERI DAN METODE

3.1. Materi

Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu freezer, tabung eppendorf,

cutter, spuilt, timbangan, cawan petri, mm blok, pinset, ember, mikroskop,

timbangan, gunting bedah dan alat tulis.

Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu ikan Lele (Clarias sp.),

minyak cengkeh, dan larutan pengencer madu 5%, 10%, 15%.

3.2. Metode

1. Ikan lele jantan dibius dengan larutan anastesi

2. Ikan ditimbang, dicatat beratnya dan diukur panjang tubuhnya (panjang

total dan panjang standar).

3. Ikan dibedah, testis dikeluarkan dan dibersihkan darahnya.

4. Kemudian testis ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan petri

5. Ujung testis dipotong, lalu dihancurkan untuk mengeluarkan sperma.

6. Cairan sperma diambil menggunakan spuilt, kemudian sperma

dimasukkan ke dalam tabung eppendorf. Sebanyak 1 ml (1 tetes) yang

sudah diberi label dosis.

7. Setelah itu, dimasukkan larutan pengencer madu dosis 5%, 10%, dan

15% masing-masing 9 tetes.

8. Dihomogenkan dan selanjutnya diletakan difreezer Pada suhu 25°C.

selama 7 hari.

9. Selanjutnya, semen diambil dan dihomogenkan hingga mencair

10. Setelah itu, semen yang sudah mencair diambil menggunakan spuilt dan

di letakkan di object glas sebanyak 1 mL (1 tetes).


11. Kemudian di tetesi akuades sebanyak 1-2 tetes, diratakan.

12. Selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 4x10. Lalu,

diamati pergerakan spermatozoa Pada setiap dosisnya, ditimer mulai

sperma bergerak sampai mati. Dicatat hasilnya.


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Hasil yang diperoleh dari praktikum acara uji coba penyimpanan

spermatozoa (semen) sebagai berikut:

Tabel 2. Hasis pemeriksaan kualitas spermatozoa yang telah diawetkan

Jenis Berat Panjang Dosis Motilitas (%) Viabilita

No Ikan Ikan Ikan 0% 25 50 75 100 (menit/

(gr) (cm) % % % % detik)

1. Ikan 920 pt: 51,3 5% √

Lele ps: 44,3

10% √ 3 menit 1

detik

15% √ 2 menit 3

detik

Keterangan:

Motilitas (Pergerakan Sperma) → 1 = 0% tidak ada pergerakan

2 = 25%

3 = 50%

4 = 75%

5 = 100%

Viabilitas (durasi pergerakan sperma sejak awal sampai terhenti (mati) →

=menit, ‘’=detik)

4.2. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil untuk

dosis madu 5% tidak bisa mengawetkan sperma atau motalitasnya 0%, dosis

10% motalitasnya 25% dengan viabilitas 3 menit 1 detik dan dosis 15%

motalitasnya 50% dengan viabilitas 2 menit 3 detik. Motilitas sperma tertinggi

terdapat pada sperma yang diberi dosis madu 15% dengan nilai 50%

menunjukkan bahwa kualitas spermatozoa baik. Hal ini sejalan dengan

pendapat Lopes, (2002) dalam Mahdaliana et al. (2022) menyatakan bahwa

motilitas spermatozoa dinyatakan baik apabila memenuhi kriteria lebih dari

50%. Motilitas spermatozoa tertinggi dipengaruhi oleh bahan pengencer,

adapun kosentrasi bahan pengencer yang digunakan pada perlakuan tersebut

sesuai untuk pengenceran sperma. Motilitas terendah terdapat pada sperma

yang diberi dosis madu 5% dengan nilai 0% menunjukkan bahwa kualitas

spermatozoa tidak baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Toelihere, (1981)

dalam Mahdaliana et al. (2022) persentase motilitas spermatozoa yang dikatakan

kurang baik dalam proses pembuahan telur apabila di bawah 40%. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Diana, (2015) dalam Mahdaliana et al. (2022)

menyatakan bahwa, penurunan motilitas spermatozoa disebabkan oleh

berkurangnya cadangan zat-zat makanan dalam larutan pengencer yang

digunakan untuk pergerakan dan mempertahankan hidupnya sehingga pada

kondisi tertentuakan menyebabkan penurunan motilitas spermatozoa dan

mengalami kematian.

Parameter dikatakan bahwa pengawetan spermatozoa sukses yaitu

sperma masih bergerak atau motilitasnya tidak 0% dan viabilitasnya lebih dari

2 menit. Kualitas sperma yang baik untuk proses penyimpanan yaitu sperma
dengan motilitas lebih dari 70%. Selanjutnya, dilihat dari lama geraknya,

sperma yang baik geraknya lebih dari dua menit (Savitri dan Ducha, 2022).

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengawetan

spermatozoa yaitu kualitas spermatozoa itu sendiri. Spermatozoa yang

memiliki tingkat motilitas yang tinggi dapat membuahi sel telur lebih tinggi,

dikarenakan lama waktu aktifitas spermatozoa menjadi panjang sehingga

spermatozoa memperoleh banyak waktu untuk menemukan dan membuahi sel

telur. Faktor lain yang berpengaruh terhadap viabilitas sperma yaitu

ketersediaan oksigen. Selama penyimpanan sperma bisa diberi penambahan

oksigen sehingga sperma bisa bertahan lebih lama. Di mana, oksigen

diperlukan untuk sintesis ATP yang dibutuhkan dalam mempertahankan

motilitas sperma (Laimeheriwa et al., 2023).


IV. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan hasil untuk dosis

madu 5% tidak bisa mengawetkan sperma atau motalitasnya 0%, dosis 10%

motalitasnya 25% dengan viabilitas 3 menit 1 detik dan dosis 15% motalitasnya

50% dengan viabilitas 2 menit 3 detik. Motilitas sperma tertinggi terdapat pada

sperma yang diberi dosis madu 15% dengan nilai 50% menunjukkan bahwa

kualitas spermatozoa baik.

5.2. Saran

Saran untuk praktikum selanjutnya yaitu praktikan diharapkan bisa lebih

tertib dan mempelajari diktat sebelum dilaksanakannya praktikum sehingga

bisa maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Laimeheriwa, B. M., dan Rijoly, S. M. A. 2023. Pengaruh Faktor Lingkungan


Terhadap Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Guppy (Poecilia Reticulata):
Studi Kasus di Perairan Tawar. AQUANIPA, Jurnal Ilmu Kelautan dan
Perikanan, 5(3): 50-58.

Mahdaliana, Rusydi, M., dan Aminah. 2022. Fisiologi dan derajat pembuahan
sperma ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) diencerkan
menggunakan air kelapa muda dan gliserol. Arwana: Jurnal Ilmiah
Program Studi Perairan, 4(1): 50-60.

Mokolensang, J. F., dan Lusia, M. 2021. Budidaya ikan lele (Clarias gariepinus)
sistim bioflok skala rumah tangga. Budidaya Perairan, 9(1): 79 - 83.

Savitri, D. A. dan Ducha, N. 2022. Perbandingan Kualitas Spermatozoa Ikan


Lele Masamo (Clarias sp.) Pada Media Pengencer Yang Berbeda Selama
Penyimpanan Pada Suhu 4-5°C. LenteraBio, 11(3): 545-553.

Setiyono, E., dan Raharjo, P. 2021. Profil Spermatozoa Ikan Nilem (Osteochilus
Vittatus) yang Disimpan dalam Larutan Ringer-Gliserin. Prosiding Semnas
Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang, hlm 178-184.
ACARA III

OBSERVASI TAHAPAN SPERMATOGENESIS

Oleh :

Eka Ayu Setiawati


NIM. L1B021066

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2023
III. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan lele adalah salah satu komoditas perikanan unggulan yang

dikembangkan secara optimal karena memiliki prospek pasar yang luas.

Tingginya permintaan pasar atas komoditi ini mendorong pelaku usaha

budidaya terus mengupayakan produksi yang maksimal. Ikan lele merupakan

salah satu komoditas budidaya yang memiliki berbagai kelebihan, diantaranya

adalah pertumbuhan cepat dan memiliki kemampuan beradaptasi terhadap

lingkungan yang tinggi. Maka dari itu untuk menjaga agar kualitas ikan tetap

baik perlunya dilakukan observasi (Saputri dan Razak, 2018).

Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan

pengamatan langsung pada objek kajian. Pengamat harus menyaksikan secara

langsung semua yang sedang diamati. Prinsip umumnya yaitu pengamat tidak

memberikan perlakuan tertentu kepada subjek yang diamati, melainkan

membiarkan subjek itu dan diamati. Observasi yang di maksud dalam teknik

pengumpulan data ini ialah observasi pra-penelitian, saat penelitian dan pasca-

penelitian yang digunakan sebagai metode pembantu, dengan tujuan untuk

mengamati tahapan-tahapan spermatozoa dalam testis ikan (Syamsudin, 2014).

Testis adalah organ reproduksi jantan yang terdapat berpasangan dan

terletak di bawah tulang belakang. Testis ikan berbentuk seperti kantong

dengan lipatan-lipatan, serta dilapisi dengan suatu lapisan sel spermatogenik

(spermatosit). Umumnya testis ikan ditopang secara memanjang oleh

mesorchia ginjal pada bagian atas rongga tubuh. Secara umum tahap-tahap

perkembangan gonad ikan jantan adalah spermatogonia, spermatosit primer,


spermatosit sekunder, spermatid, metamorfose 72 dan spermatozoa (Yuniar,

2017).

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum observasi tahapan spermatogenesis adalah

mahasiswa diharapkan dapat menentukan tahapan-tahapan spermatogenesis

spesies ikan yang dijadikan obyek praktikum, dengan cara mengidentifikasi

tahapan dan menggambarnya secara proporsional.


III. MATERI DAN METODE

2.1. Materi

Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu mikroskop dan alat

dokumentasi.

Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu preparate awetan testis.

2.2. Metode

1. Preparate yang berbeda diamati oleh setiap praktikan

2. Preparate diamati dibawah mikroskop dan harus ditemukan minimal 3

tahapan spermatogenesis oleh praktikan

3. Hasil pengamatan yang didapat didokumentasikan

4. Dianalisis tahapan spermatogenesisnya dan dicatat pada laporan lembar

kerja
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil

sebagai berikut:

Gambar 1. Tahapan Spermatogenesis

Keterangan:

1. Spermatogonia = 40

2. Spermatosit primer = 21

3. Spermatosit sekunder = 18

4. Spermatid = 13

5. Spermatozoa = 26

Total = 118

Perhitungan persentase:

Jumlah spermatogonia
1. Spermatogonia = ×100%
Jumlah total

Jumlah spermatosit primer


2. Spermatosit primer = ×100%
Jumlah total

Jumlah spermatosit sekunder


3. Spermatosit sekunder = ×100%
Jumlah total
Jumlah spermatid
4. Spermatid = ×100%
Jumlah total

Jumlah spermatozoa
5. Spermatozoa = ×100%
Jumlah total

Tabel 3. Hasil pengamatan spermatogenesis

No. Tahapan Jumlah Total Presentase

Spermatogenesis (%)

1. Spermatogonia 40 118 33,9

2. Spermatosit primer 21 17,8

3. Spermatosit sekunder 18 15,3

4. Spermatid 13 11

5. Spermatozoa 26 22

4.2.Pembahasan

Perkembangan gamet jantan dari spermatogonium menjadi spermatozoa

melalui dua tahap spermatogenesis dan spermiogenesis. Spermatogenesis

adalah tahap perkembangan spermatogonium menjadi spermatid disebut

spermatogenesis, sedangkan spermiogenesis adalah metamorfosa spermatid

menjadi spermatozoa. Awal spermatogenesis ditandai dengan perkembangan

spermatogonia beberapa kali melalui pembelahan mitosis, untuk memasuki

tahap spermatosit primer, selanjutnya terjadi pembelahan meiosis, dimulai

dengan kromosom berpasangan, yang diikuti dengan duplikasi membentuk

tetraploid sekunder yang diploid. Satu spermatosit sekunder diploid membelah

diri menjadi dua spermatid haploid (Yuniar, 2017).


Proses ini diawali dengan pembentukan spermatogonium berubah jadi

spermatosit primer kemudian berkembang menjadi spermatosit sekunder-

spermatid-spermatozoa-spermatophore (spermatozoa tapi masih ada dalam

vas deferens). Tempat proses spermatogenesis diawali dari spermatogonium

sampai spermatosit sekunder terjadi pada saluran efferent. Selanjutnya

spermatid sampai spermatozoa terjadi pada ujung saluran efferent.

Spermatophore terjadi pada saluran utama sperma sampai dengan vas

deferent. Biasanya sperma yang telah masak akan mengalami kondisi dorman

dan apabila di luar tubuh memungkinkan maka sperma akan dikeluarkan

bersama degan cairan sperma yang disebut plasma. Plasma dihasilkan oleh

tubuli seminiferi dan kelenjar tambahan yang disebut sebagai vesikula

seminalis. Secara umum gabungan dari sperma dan plasma disebut sebagai

semen. Plasma berfungsi sebagai penyangga (buffer). Selama dalam saluran

efferent (yaitu fase spermatosit sampai sperma) hidupnya dipelihara oleh sel-sel

sertoli yang berfungsi memberikan makanan, menciptakan kondisi yang aman

untuk calon-calon sperma. Sperma ikan selama di dalam tubuh dalam kondisi

pasif, akan tetapi jika dikeluarkan dari tubuh ikan akan segera bergerak aktif

(apabila telah kontak dengan air) (Yuniar, 2017).

Epitel germinativum ini terdiri atas sel sertoli dan primordial germ cells

(sel germinal testis). Sel sertoli mempunyai fungsi nutritif yakni memberikan

nutrien-nutrien yang diperlukan untuk perkembangan sel-sel spermatogenik

dan fungsi endokrin yakni mensekresikan suatu protein pengikat androgen

(ABP: Androgen Binding Protein) yang berperan untuk mengikat dan

mengkonsentrasikan testosteron yang penting untuk melangsungkan proses-


proses spermatogenesis. Primordial germ cells merupakan calon sel

spermatogenik yang terletak diantara lamina basalis dan lumen tubulus

seminiferus. Sel-sel ini berkembangbiak beberapa kali dan berdiferensiasi

sampai membentuk spermatozoa dalam proses spermatogenesis. Ketika

dimulai proses spermatogenesis, sel sertoli membentuk siste-siste (merupakan

siste seminiferus) bersamaan dengan perubahan bentuk dari spermatogonia

sekunder menjadi spermatosit primer. Siste-siste ini berdiferensiasi secara

sinkronis menjadi spermatosit sekunder, spermatid dan akhirnya menjadi

spermatozoa (Yuniar, 2017).

IV.KESIMPULAN DAN SARAN


4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa tahap-

tahap spermatogenesis adalah spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit

sekunder, spermatid, dan spermatozoa.

4.2. Saran

Saran untuk praktikum selanjutnya yaitu praktikan diharapkan bisa

lebih tertib dan mempelajari diktat sebelum dilaksanakannya praktikum

sehingga bisa maksimal.

VI.
DAFTAR PUSTAKA

Saputri, W., Dan Razak, A. 2018. The Effect of Giving Fermentation Flows of
Pinang Leaf (Areca Cathecu L.) and Surian Leaves (Toona Sinensis Roxb.) to
Lele Fish Paint (Clarias Gariepinus Var.). Bio Sains, 1(1): 31-40.

Syamsudin, A. 2014. Pengembangan instrument evaluasi non tes (informal)


untuk menjaring data kualitatif Perkembangan anak usia dini. Jurnal
Pendidikan anak, 3(1): 403-413.

Yuniar, I. 2017. Biologi Reproduksi Ikan. Hang Tuah University Press: Surabaya.
ACARA IV

PEMERIKSAAN KUALITAS OVA

Oleh :

Eka Ayu Setiawati


NIM. L1B021066

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2023
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu jenis ikan yang menjadi andalan dalam bidang perikanan adalah

ikan lele. Ikan ini dikembangkan secara optimal karena memiliki prospek pasar

yang luas. Tingginya permintaan pasar terhadap ikan lele mendorong para

pelaku usaha budidaya untuk terus meningkatkan produksinya. Selain itu, ikan

lele juga memiliki kelebihan seperti pertumbuhan yang cepat dan kemampuan

beradaptasi yang tinggi terhadap lingkungan. Oleh karena itu, sangat perlu

menjaga kualitas ikan lele agar tetap baik (Saputri dan Razak, 2018).

Pemeriksaan kualitas ovarium pada ikan merupakan bagian integral dalam

manajemen reproduksi ikan budidaya. Kualitas ovarium yang baik menjadi

kunci keberhasilan dalam pemijahan dan produksi benih ikan yang berkualitas

tinggi. Pemeriksaan kualitas ovarium dilakukan untuk mengevaluasi kesiapan

reproduksi ikan betina dalam menghasilkan telur yang berkualitas serta untuk

memahami siklus reproduksi ikan. Beberapa faktor seperti nutrisi, lingkungan,

dan kondisi fisiologis dapat mempengaruhi kualitas ovarium ikan (Mylonas,

2020).

Metode pemeriksaan kualitas ovarium pada ikan dapat melibatkan

penilaian visual terhadap ukuran, warna, dan tekstur ovarium serta analisis

mikroskopis untuk mengevaluasi perkembangan telur, jumlah telur matang, dan

tingkat kematangan. Teknik-teknik ini dapat memberikan informasi yang penting

dalam menentukan waktu yang tepat untuk pemijahan dan pemilihan induk

yang berkualitas. Pemahaman mendalam terkait dengan kualitas ovarium akan


membantu para pemulia ikan dalam mengoptimalkan manajemen reproduksi

guna meningkatkan produksi benih secara efisien (Mylonas, 2020).

1.2. Tujuan

Tujuan dari praktikum acara pemeriksaan kualitas ovarium adalah

mahasiswa diharapkan dapat menentukan kualitas ova ikan yang dijadikan

obyek praktikum, dengan menerapkan cara sederhana.


II. MATERI DAN METODE

2.1. Materi

Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu object glass, jarum pentul,

cawan petri, timbangan, ember, perlengkapan bedah, dan nampan.

Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu ikan lele (Clarias sp.),

larutan penjernih gilson, dan minyak cengkeh.

3.2. Metode

1. Ikan lele betina yang sudah matang gonad dibius dengan direndam ke

dalam larutan anastesi

2. Ikan dibedah, lalu diambil gonadnya dan selanjutnya diletakkan ke

dalam cawan petri

3. Larutan Gilson ditambahkan ke dalam cawan petri yang berisi gonad

betina

4. 10 butir telur diambil, diletakkan di object glass

5. Inti sel (nukleus) diamati letaknya, dicatat dan Digambar pada lembar

kerja praktikum
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil

sebagai berikut:

Table 4. Data pengamatan kualitas ovarium

Gambar Telur Letak Inti

kanan bawah

kiri bawah

kiri atas

kanan bawah

tengah

kanan tengah

kiri Tengah

kanan bawah

Kiri bawah
Kiri bawah

3.2. Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil terdapat

3 ovarium yang inti selnya berada di kanan bawah, 3 ovarium letak inti selnya

di kiri bawah, 1 ovarium letak intiselnya di kiri atas, 1 ovarium letak inti selnya

di tengah, 1 ovarium letak intinya di kanan tengah, dan 1 ovarium letak inti

selnya di kiri tengah. Hasil tersebut dapat diartikan bahwa kualitas telur ikan

lele yang diamati sangat baik, karena semuanya memiliki inti sel sehingga

sangat memungkinkan untuk dibuahi oleh sperma. Menurut Mylonas (2020)

untuk telur ikan yang sehat dan berkualitas, inti sel atau nukleus biasanya

terletak pada posisi yang disebut "germinative vesicle" atau "blastodisc". Posisi ini

adalah area yang kaya akan sitoplasma dan mengandung inti sel. Pada

umumnya, blastodisc terletak di salah satu sisi telur yang disebut sebagai pole

animal (atau kutub animal).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas ovarium pada ikan yaitu

nutrisi, kondisi lingkungan, genetik dan umur, serta stress. Ketersediaan nutrisi

yang tepat sangat penting untuk pengembangan dan kualitas telur pada ikan.

Nutrisi yang cukup dan seimbang seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral

mempengaruhi kesiapan ovarium dan produksi telur yang sehat. Kondisi

Lingkungan seperti suhu air, kualitas air, tingkat oksigen, pH, dan faktor

lingkungan lainnya mempengaruhi kualitas ovarium. Perubahan ekstrim


dalam parameter lingkungan bisa mengganggu siklus reproduksi ikan dan

kualitas telur yang dihasilkan. Faktor genetik dari spesies ikan tertentu juga

berperan dalam menentukan kualitas ovarium. Selain itu, umur ikan juga

mempengaruhi kualitas reproduksi, di mana ikan yang lebih tua mungkin

memiliki ovarium yang lebih matang dan kualitas telur yang berbeda. Faktor

stres seperti penangkapan, manipulasi yang berlebihan, atau perubahan

lingkungan secara mendadak dapat menyebabkan stres pada ikan, yang

berdampak negatif pada kualitas ovarium dan produksi telur (Mylonas et al.,

2017).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.3. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa terdapat 3

ovarium yang inti selnya berada di kanan bawah, 3 ovarium letak inti selnya di

kiri bawah, 1 ovarium letak intiselnya di kiri atas, 1 ovarium letak inti selnya di

tengah, 1 ovarium letak intinya di kanan tengah, dan 1 ovarium letak inti

selnya di kiri tengah. Hasil tersebut dapat diartikan bahwa kualitas telur ikan

lele yang diamati sangat baik, karena semuanya memiliki inti sel.

4.4. Saran

Saran untuk praktikum selanjutnya yaitu praktikan diharapkan bisa

lebih tertib dan mempelajari diktat sebelum dilaksanakannya praktikum

sehingga bisa maksimal.

VII.
DAFTAR PUSTAKA

Mylonas Cc. 2020. Hormonal Manipulations for The Enhancement of Sperm


Production in Cultured Fish Species. In: Shareef Am, Al-Marzouk A (Eds)
Sustainable Aquaculture Techniques. Springer.

Mylonas Cc, Fostier A, Zanuy S. 2017. Broodstock Management and Seed


Production of Marine Finfish in Aquaculture. Springer.

Saputri, W., Dan Razak, A. 2018. The Effect of Giving Fermentation Flows of
Pinang Leaf (Areca Cathecu L.) and Surian Leaves (Toona Sinensis Roxb.) to
Lele Fish Paint (Clarias Gariepinus Var.). Bio Sains, 1(1): 31-40.
ACARA V

OBSERVASI TAHAPAN OOGENESIS

Oleh :

Eka Ayu Setiawati


NIM. L1B021066

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2023
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang mudah

dibudidayakan. Selain itu, ikan lele juga memiliki kandungan protein yang

tinggi dan populer di kalangan masyarakat. Dalam hal permintaan dan harga

jual, prospek ikan lele sangat menjanjikan. Oleh karena itu, untuk memenuhi

kebutuhan pasar, perlu dilakukan upaya peningkatan produksi benih ikan

secara berkelanjutan. Ikan lele juga memiliki beberapa kelebihan, seperti

pertumbuhan yang cepat dan kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap

lingkungan. Untuk mengetahui kualitas ikan ini, observasi sangat diperlukan

(Setiono dan Raharjo, 2021).

Observasi adalah metode pengumpulan data dengan melakukan

pengamatan langsung terhadap objek yang sedang diteliti. Seorang pengamat

harus melihat secara langsung semua hal yang sedang diamati. Prinsip

umumnya adalah pengamat tidak memberikan perlakuan khusus kepada

subjek yang diamati, tetapi membiarkan subjek tersebut dan mengamatinya.

Pengamatan yang dimaksud dalam metode pengumpulan data ini adalah

pengamatan sebelum penelitian, selama penelitian, dan setelah penelitian yang

digunakan sebagai metode bantu, dengan tujuan untuk mengamati tahapan-

tahapan oogenesis telur ikan (Syamsudin, 2014).

Oogenesis merupakan proses penting dalam siklus reproduksi ikan,

termasuk ikan lele, yang menggambarkan perkembangan sel telur atau ovum

dari tahap awal hingga matang. Memahami tahapan-tahapan oogenesis pada

ikan lele menjadi krusial dalam manajemen reproduksi untuk meningkatkan


produksi benih ikan yang berkualitas. Tahapan-tahapan oogenesis meliputi

oogonia, oosit primer, oosit sekunder, oosit vitelogenik endogen, oosit

vitelogenik eksogen, dan atresia. Observasi terhadap tahapan-tahapan ini

memberikan wawasan yang penting untuk menilai kesiapan reproduksi ikan

betina dalam produksi telur yang berkualitas (Soeprijanto et al., 2022).

1.2.Tujuan

Tujuan dari acara observasi tahapan oogenesis adalah mahasiswa

diharapkan dapat menentukan tahapan-tahapan oogenesis spesies ikan yang

dijadikan obyek praktikum, dengan cara mengidentifikasi tahapan dan

menggambarnya secara proporsional.


II. MATERI DAN METODE

2.1. Materi

Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu mikroskop dan alat

dokumentasi.

Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu preparate awetan ovarium

2.2. Metode

1. Tiga preparate awetan ovarium diambil dari dalam wadah penyimpanan

2. Preparate awetan ovarium diamati di bawah mikroskop, dicari minimal

3 tahapan oogenesis

3. Hasil dicatat dalam lembar kerja praktikum


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil

sebagai berikut:

Gambar 2. Tahapan Oogenesis

Keterangan:

1. Oogonia = 30

2. Oosit primer = 61

3. Oosit sekunder =0

4. Oosit vitelogenik endogen =8

5. Oosit vitelogenik eksogen =5

6. Atresia = 46

Total = 150

Table 5. Hasil pengamatan tahapan oogenesis

No. Tahapan Oogenesis Jumlah Total Presentase

(%)

1. Oogonia 30 150 20

2. Oosit primer 61 40,7


3. Oosit sekunder - -

4. Oosit vitelogenik 8 5,3

endogen

5. Oosit vitelogenik 5 3,3

eksogen

6. Atresia 46 30,7

Perhitungan:

Jumlah oogonia
1. Oogonia = ×100%
Jumlah total

Jumlah oosit primer


2. Oosit primer = ×100%
Jumlah total

Jumlah oosit sekunder


3. Oosit sekunder = ×100%
Jumlah total

Jumlah oosit vitelogenik endogen


4. Oosit vitelogenik endogen = ×100%
Jumlah total

Jumlah oosit vitelogenik eksogen


5. Oosit vitelogenik eksogen = ×100%
Jumlah total

Jumlah atresia
6. Atresia = ×100%
Jumlah total

3.2. Pembahasan

Perkembangan sel telur (oosit) diawali dari germ cell yang terdapat

dalam lamela dan membentuk oogonia. Oogonia yang tersebar dalam ovarium

menjalankan suksesi pembelahan mitosis dan ditahan pada "diploten" dari

profase meiosis pertama. Pada stadia, ini oogonia dinyatakan sebagai oosit

primer. Oosit primer kemudian berkembang dan tumbuh yang meliputi dua

fase. Pertama adalah fase previtelogenesis, ketika ukuran oosit membesar


akibat pertambahan volume sitoplasma (endogenous vitelogenesis), namun

belum terjadi akumulasi kuning telur. Kedua adalah fase vitelogenesis, ketika

terjadi akumulasi material kuning telur yang disintesis di hati, kemudian

dilepas dalam darah dan dibawa ke dalam oosit secara mikropinositosis

(Soeprijanto et al., 2022).

Peningkatan ukuran indeks gonad somatik atau perkembangan ovarium

disebabkan oleh perkembangan stadia oosit. Pada saat perkembangan oosit

terjadi perubahan morfologis yang mencirikan stadianya. Menurut Nagahama

(1983) dalam Yuniar (2017) stadium oosit dapat dicirikan berdasarkan volume

sitoplasma, penampilan nukleus dan nukleolus, serta keberadaan butiran

kuning telur. Berdasarkan kriteria ini, oosit dapat diklasifikasikan ke dalam

beberapa kelas. Yamamoto dalam Nagahama (1983) dalam Yuniar (2017)

membaginya ke dalam 8 kelas, yaitu stadia kromatin-nukleolus, perinukleolus

(yang terdiri atas awal dan akhir nukleolus), stadium oil drop stadium yolk

primer, sekunder, tertier, dan stadium matang.

Perkembangan telur di dalam ovarium berlangsung melalui beberapa

stadia yaitu stadia 1, bakal sel telur yang masih kecil disebut ovogonium

(archovogonium). Ukuran sel sama kecil dengan sel-sel tubuh lainnya (8–12 µ).

Sel ini memperbanyak diri dengan pembelahan mitosis. Stadia 2, sel telur

tersebut tumbuh menjadi ukuran 12-20µ dan folikel mulai terbentuk

disekeliling sel telur. Folikel 46 tersebut fungsinya memberi makanan dan

melindungi telur yang sedang berkembang itu, sehingga diniding sel telur

tampak rangkap. Stadia 3, pada stadia ini sel telur tumbuh menjadi lebih besar

lagi sampai sebesar 40-200µ dan tertutup di dalam follikel. Stadia 1, 2 dan 3 ini
merupakan tahapan sebelum pengumpulan makanan (nutrient) di dalam telur

itu (tahap previtellogenesis). Stadia 4, pada stadia ini dimulai pembentukan

dan pengumpulan kuning telur (yolk) yang disebut proses “vitellogenesis”. Sel

telur trus tumbuh menjadi berukuran 200 – 350µ. Di dalam sitoplasmanya

terkumpul butir-butir lemak (lipoid). Stadia 5, menandai fase ke 2 dar

vitellogenesis. Sitoplasma sekarang penuh dengan butir-butir lipoid dan

mulailah pembentukan kuning telur. Ukuran sel telur menjadi 350-500μ. Stadia

6, merupakan fase ketiga dari proses vitellogenesis, dimana lempeng-lempeng

kuning telur mendesak butir-butir lipoid ke tepi sel, sehigga terbentuk dua

buah cincin. Nukleoli yang berperan dalam pembentukan protein da

pengumpulan makanan terlihat menempel pada dinding atau membran

nukleus. Ukuran telur sekarang 600 – 900μ Stadia 7, proses vitellogenesis

selesai, telur menjadi berukuran 900-1000µ. Ketika pengumpulan kuning telur

berakhir, nucleoli tertarik ke dalam pusat nucleus. Mikropil (yaitu lubang kecil

pada dinding sel telur, sebagai jalan masuk bagi sperma) terbentuk pada stadia

ini. Stadia 4,5,6 dan 7 disebut stadia vitellogenesis, terbentuk kuning telur yang

berkumpul di dalam sel telur itu. Telur ini sekarang secara material telah

lengkap. Untuk sampai pada stadia ini, ikan betina memerlukan makanan yang

banyak mengandung protein serta suhu lingkingan pada kisaran yang cocok.

Setelah selesainya stadia 7 itu, telur tetap pada keadaan ini untuk waktu

beberapa bulan tanpa perubahan, dan disebut fase “dormant” atau “istirahat”

atau dikenal sebagai telur matang gonad (Yuniar, 2017).

V. KESIMPULAN DAN SARAN

4.5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa tahapan

oogenesis meliputi oogonia, oosit primer, oosit sekunder, oosit vitelogenik

endogen, oosit vitelogenik eksogen, dan atresia.

4.6. Saran

Saran untuk praktikum selanjutnya yaitu praktikan diharapkan bisa

lebih tertib dan mempelajari diktat sebelum dilaksanakannya praktikum

sehingga bisa maksimal.

VIII.
DAFTAR PUSTAKA

Setiyono, E., dan Raharjo, P. 2021. Profil Spermatozoa Ikan Nilem (Osteochilus
Vittatus) yang Disimpan dalam Larutan Ringer-Gliserin. Prosiding Semnas
Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang, hlm 178-184.

Soeprijanto, A., Aisyah, D., Amrillah, A. M., dan Ramadhani, A. W. 2022.


Fisiologi Reproduksi Ikan dan Hewan Air. UB Press: Malang.

Syamsudin, A. 2014. Pengembangan instrument evaluasi non tes (informal)


untuk menjaring data kualitatif Perkembangan anak usia dini. Jurnal
Pendidikan anak, 3(1): 403-413.

Yuniar, I. 2017. Biologi Reproduksi Ikan. Hang Tuah University Press: Surabaya.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai