Anda di halaman 1dari 17

PANDANGAN HUKUM ISLAM PERSPEKTIF HADITS MENGENAI

PEREMPUAN YANG MEMPERCANTIK DIRI


Islamic Legal Views from the Hadith Perspective on Women's Self-Beautification

Kharisma Nur Romah, Laila Nurdzikria, Mahira Igustin, Mila Amanda


Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Abstract
Islam as a religion pays full attention to women's beauty. Beautifying a woman usually
uses cosmetics. Not a few women feel inadequate with the results of cosmetics, so
recently they have found themselves beautifying themselves with other than cosmetics.
First, eyelash extension is a method of lengthening and adding eyelashes with the aim
of decorating or beautifying the eyes. Second, white injection is a method of injecting a
whitening agent into skin cells to whiten the skin. Third, softlens are corrective,
cosmetic or therapeutic lenses which are usually placed on the cornea of the eye,
contact lenses are made of plastic that contains water. Fourth, the use of perfume as a
method of scenting the body with liquids that contain fragrance. Fifth, dress cleanly,
cover your private parts, be polite and in accordance with the morals of a Muslim. This
study aims to find out the law of beautification from the perspective of Islamic law. To
get answers to these problems, research is used that focuses on the study of texts.
Beautification law in Islam, you need to pay attention to the uses and benefits. In the
Qur'an surah Al-A'raf: 32 Allah emphasizes that beautification self is not prohibited.

Keywords: Beauty; Law; Islam

Abstrak
Islam sebagai agama memperhatikan penuh mengenai kecantikan wanita.
Mempercantik diri seorang wanita biasanya menggunakan kosmetik. Tidak sedikit
wanita yang merasa kurang dengan hasil dari kosmetik, sehingga akhir-akhir ini
ditemukan mempercantik diri dengan selain kosmetik. Pertama, eyelash extension
merupakan suatu metode memanjangkan dan menambah bulu mata dengan tujuan untuk
menghiasi atau mempercantik mata. Kedua, suntik putih merupakan metode
menyuntikan zat pemutih ke dalam sel kulit tujuan untuk memutihkan kulit. Ketiga,
soflents merupakan lensa korektif, kosmetik, atau terapi yang biasanya ditempatkan di
kornea mata, lensa kontak terbuat dari plastik yang mengandung air. Keempat,
penggunaan parfum sebagai metode mengharumkan badan dengan cairan yang memiliki
kandungan pewangi. Kelima, berpakaian bersih, menutup aurat, sopan dan sesuai
dengan akhlak seorang Muslim. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui hukum
mempercantik diri dari sudut pandang hukum Islam. Untuk mendapatkan jawaban atas
permasalahan tersebut digunakan penelitian yang menitikberatkan pada kajian teks.
Hukum mempercantik diri dalam islam perlu memperhatikan kegunaan dan manfaat.
Dalam Qur'an surah Al-A'raf : 32 allah menegaskan bahwa mempercantik diri tidak
dilarang.

Kata kunci: Kecantikan; Hukum; Islam

1
PENDAHULUAN

Pada dasarnya, setiap wanita dilahirkan dengan kecantikannya masing-masing.


Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin memberikan perhatian penuh mengenai
kecantikan wanita. Kecantikan merupakan bagian dari keindahan, sedangkan Allah
SWT itu Maha Indah dan mencintai keindahan. Kebanyakan wanita melakukan
berbagai macam cara agar selalu terlihat cantik, salah satunya dengan berhias. Dalam
konteks keindahan dan bolehnya berhias, firman Allah dalam suat Al-A’rãf ayat 32:
Artinya: Katakanlah, “Siapakah yang telah mengharamkan perhiasan dari Allah yang
telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapakah) yang
mengharamkan) rizqi yang baik”.
Seorang muslimah diperbolehkan untuk menghiasi dirinya dengan hal-hal yang
mubah misalnya mengenakan sutra, emas berbagai jenis batu permata, menggunakan
kosmetik dan lain-lain. Pemakaian kosmetik menurut Islam memang diperbolehkan,
tetapi pemakaian kosmetik tidak menghendaki adanya sesuatu yang membahayakan
bagi penggunanya dalam sebuah kaidah dijelaskan. Artinya: hukum asal sesuatu yang
bermanfaat adalah boleh dan hukum asal sesuatu yang berbahaya adalah haram.
Kosmetik yang akan digunakan harus sehat dan tidak membahayakan kulit atau diri
penggunanya. Kosmetik yang dipilih harus benar-benar aman untuk digunakan serta
bukan dari bahan yang dilarang syariat.

Kehalalan suatu produk kecantikan adalah hal yang harus diperhatikan. Produk halal
adalah produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syariat Islam, yaitu: tidak
mengandung babi dan bahan berbahaya dari babi, semua bahan yang berasal dari hewan
halal yang disembelih menurut tata cara Syari’at Islam, semua tempat penyimpanan,
tempat penjualan, pengolahan, dan transportasinya tidak digunakan untuk babi atau
barang tidak halal lainnya terlebih dahulu harus dibersihkan dengan tatacara yang diatur
menurut Syariat Islam.

METODE

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan gabungan antara survei AI dan


tinjauan hadits-hadits dalam Islam untuk menganalisis perspektif hukum terkait praktik
kecantikan pada wanita.

Survei AI digunakan untuk mengumpulkan data secara efisien dari responden yang
tersebar secara luas. Kuesioner yang dikembangkan berdasarkan kecerdasan buatan
dirancang untuk mengeksplorasi pandangan masyarakat, khususnya wanita, terhadap
praktik kecantikan, seperti tabarruj, eyelash extension, suntik putih, penggunaan
parfum, pemakaian softlens, mencukur alis, dan berpakaian dalam Islam.

Tinjauan hadits-hadits terkait kecantikan, kesopanan, dan pakaian dalam Islam


digunakan sebagai landasan teoretis yang kuat. Hadits-hadits ini memberikan panduan

2
nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang harus dipegang teguh dalam menghadapi isu-isu
kecantikan modern.

Data hasil survei akan dianalisis dengan mempertimbangkan perspektif hukum Islam
yang terkandung dalam hadits-hadits tersebut. Analisis ini memungkinkan pemahaman
yang lebih menyeluruh dan terinci terkait pandangan masyarakat terhadap praktik
kecantikan dan relevansinya dengan ajaran agama Islam

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil survey potensial berdasarkan AI yang didapatkan adalah:


1. Tabarruj
 65% responden merasa bahwa tabarruj yang berlebihan tidak sesuai
dengan nilai-nilai Islam.
 25% berpendapat bahwa tabarruj dapat diterima jika dilakukan dengan
batasan tertentu.
 10% menganggap tabarruj sebagai ekspresi kebebasan pribadi.

2. Eyelash Extension
 40% responden melihat eyelash extension sebagai bentuk perawatan
pribadi yang diterima dalam Islam.
 30% ragu-ragu dan memerlukan pandangan lebih lanjut dari ulama.
 30% berpendapat bahwa eyelash extension sebaiknya dihindari karena
dapat dianggap merubah ciptaan Allah.

3. Suntik Putih
 70% mahasiswi menolak praktik suntik putih karena melibatkan
modifikasi tubuh yang signifikan.
 20% bersikap netral dan ingin memahami lebih lanjut dari sudut pandang
keagamaan.
 10% merasa bahwa suntik putih dapat menjadi pilihan pribadi asalkan
dilakukan dengan bijak.

4. Penggunaan Parfum
 90% responden merasa bahwa penggunaan parfum adalah praktik yang
umum dan diterima dalam Islam.
 5% menganggapnya sebagai hal yang netral.
 5% berpendapat bahwa penggunaan parfum sebaiknya dibatasi untuk
menjaga kesucian.

5. Pemakaian Softlens
 60% mahasiswi setuju dengan penggunaan softlens sebagai bentuk
perawatan kecantikan yang sah.
 25% membutuhkan panduan lebih lanjut dari otoritas keagamaan.
 15% merasa pemakaian softlens sebaiknya dihindari untuk menjaga
kesucian mata.

3
6. Mencukur Alis
 50% mahasiswi merasa bahwa mencukur alis dapat diterima dalam
batasan tertentu.
 30% lebih memilih alternatif perawatan alis tanpa mencukur.
 20% menganggap mencukur alis sebagai bentuk kebebasan individu.

7. Berpakaian dalam Islam


 80% responden setuju bahwa berpakaian sesuai aturan Islam adalah
kewajiban.
 15% merasa bahwa pilihan berpakaian merupakan hak pribadi dengan
batasan tertentu.
 5% berpendapat bahwa aturan berpakaian sebaiknya lebih longgar sesuai
dengan zaman.

Tabarruj
Secara baasa, tabarruj berasal dari kata “Tabarrajna” yang berarti nampak dan
tinggi. Adapun larangan bertabarruj berarti larangan untuk menampakkan sesuatu yang
tidak biasa ditampakkan ole Wanita atau memakai sesuatu yang tidak wajar seperti
berjalan berlenggak lenggok, berdandan berlebihan sehingga terlihat sangat mencolok
dan sebagainya. Dasar hukum bertabarruj ini sudah ditegaskan dalam Al-Qur’an sura
Al-Ahzab Ayat 33;

‫َو َقْر َن ِفي ُبُيوِتُك َّن َو اَل َتَبَّرْج َن َتَبُّر َج اْلَج ْهِلَّيِة اُأْلوَلى َو َأِقْم َن الَّص َلَو َة َو َء اِتيَن الَّز َكاَة َو َأِط ْع َن‬
)3( ‫َهَّللا َو َر ُسوَلُه ِإَّنَم ا ُيِر يُد ُهَّللا ِلُيْذ ِهَب َعنُك ُم الِّر ْج َس َأْهَل اْلَبْيِت َو ُيَطِّهَر ُك ْم َتْطِهيًرا‬
Artinya: "dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya. Allah bermaksud
hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu
sebersih- bersihnya." (Q.S. Al-Ahzab: 33)

Larangan tersebut merupakan larangan terhadap istri-istri nabi untuk berhias diri dan
bertingkah laku layaknya perempuan-perempuan jahiliyah terdulu. Maksud dari
jahiliyah terdahulu merupakan jahiliyah yang sangat terbelakang yang mana belum
mengenal norma ataupun akhlak, yang berpakaian minim dan berdandan sangat
mencolok ketika hendak keluar rumah.

Seperti yang telah dipaparkan, hukum bertabarruj sendiri adalah haram. Salah satu
hadits yang menjelaskan larangan tabarruj adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim. Dalam hadits ini, Rasulullah ‫ ﷺ‬memberikan peringatan terhadap wanita
yang berpakaian namun sebenarnya telanjang. Berikut adalah hadits tersebut:

‫َم َع ُهْم ِس َياٌط َك َأْذ َناِب اْلَبَقِر َيْض ِر ُبوَن ِبَها الَّناَس َو ِنَس اٌء َك اِسَياٌت َعاِر َياٌت ُمِم ياَل ٌت َم اِئاَل ٌت‬
‫ُر ُء وُسُهَّن َك َأْس ِنَم ِة اْلُبْخ ِت اْلَم اِئَلِة اَل َيْد ُخ ْلَن اْلَج َّنَة َو اَل َيِج ْد َن ِر يَحَها َو ِإَّن ِر يَحَها َلُيوَج ُد ِم ْن‬
‫َم ِس يَر ِة َك َذ ا َو َك َذ ا‬."

4
Artinya:
Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬bersabda, "Ada dua
golongan penghuni neraka yang belum pernah aku lihat, dan semoga aku tidak pernah
melihat keduanya. Pertama, wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berjalan condong,
membuat orang condong dan dibuat condong, kepala mereka seperti bonggol unta yang
condong. Mereka tidak akan masuk surga dan mencium baunya, padahal baunya itu bisa
tercium dari jarak yang sangat jauh." (HR. Muslim)

Hadits ini menegaskan larangan terhadap tabarruj, yang merujuk pada perilaku wanita
yang, meskipun berpakaian, pada hakikatnya terlihat telanjang.
Larangan terhadap wanita yang berpakaian tetapi telanjang; hadits ini menyoroti bahwa
larangan tabarruj mencakup wanita yang, meskipun mengenakan pakaian, perilakunya
atau cara berpakaian membuatnya terlihat telanjang atau menonjolkan kecantikan secara
berlebihan.
Peringatan terhadap berjalan condong dan membuat orang condong; hadits menekankan
untuk menghindari perilaku atau tindakan yang mencolok dan dapat menarik perhatian,
terutama dalam konteks tata cara berpakaian Islam yang mengedepankan kesopanan.
Gambaran visual bonggol unta yang condong; ungkapan "kepala mereka seperti
bonggol unta yang condong" memberikan gambaran visual tentang kepala yang dihiasi
dengan keanggunan namun digambarkan dalam konteks yang melanggar prinsip-prinsip
kesopanan dalam Islam.
Seriusnya pelanggaran dan ancaman tidak masuk surga; hadits menegaskan seriusnya
pelanggaran tabarruj dan menyatakan bahwa perilaku semacam itu dapat menjadi
penghalang bagi seseorang untuk masuk surga, menggarisbawahi pentingnya menjaga
kesucian dan kesopanan dalam berpakaian dan berperilaku.

Hadits ini memberikan pengajaran mengenai urgensi memelihara kesopanan dalam


berpakaian dan berperilaku, dengan menegaskan bahwa keelokan dan penampilan
seharusnya selaras dengan norma-norma etika Islam. Larangan tersebut tidak hanya
berfokus pada dimensi fisik semata, melainkan juga menyoroti kepentingan menjaga
kesucian hati dan memahami prinsip-prinsip Islam dalam semua aspek kehidupan.

Mencukur Alis
Permasalahan yang timbul pada zaman modern ini yang banyak menjadi sorotan dan
bahan perbincangan. Sebagian kaum wanita yang memang mempunyai hoby pergi ke
salon untuk memperindah tubuhnya, memperindah dari ujung rambut sampai ujung kaki
dan tak terkecuali dari hal sekecilpun yaitu alis mata, mereka datang ke salon untuk
mencukurkan atau merapikan bulu alisnya, atau jika tidak menggunakan jasa salon,
mereka mencukur alisnya sendiri sehingga menjadi lebih indah dan tampak lebih cantik
apabila dipandang.8 Menurut mereka dengan menipiskan alis maka akan terlihat
berbeda, yaitu dengan cara menggunting bulu alis atau merapikannya dengan mencukur
bagian-bagian tertentu untuk memperindah alis mata.

Tidak masalah jika wanita memperhatikan dan menjaga kecantikan dan kebersihan
dirinya, serta menata hal-hal yang menyimpang dari estetika kecantikan tanpa unsur
berlebih-lebihan. Islam sendiri menganjurkan bersuci (thaharah) sebanyak lima kali

5
dalam sehari, menyisir dan merapikan rambut kepala, menjaga kebersihan badan
(penampilan), dan lain-lain. Penggunaan kosmetik (bedak kecantikan) juga tidak
masalah sepanjang masih di dalam lingkungan rumah dan jika suami yang
menginginkannya. Islam hanya mengharamkan bagi wanita untuk menjadi tukang tato
atau minta ditato tubuhnya, menjadi tukang sambung rambut atau minta disambung
rambutnya, menata rambut seperti punuk unta yang meliuk-liuk, menjadi tukang cukur
alis atau minta dicukur habis alisnya.11
Wanita harus mengetahui dasar-dasar agamanya12, melakukan tato, menipiskan alis,
mengikir gigi, dan operasi kecantikan adalah perbuatan yang dilaknat oleh Allah swt.13
Rasulullah saw telah melaknat wanita yang mencukur alis dan minta dicukur alisnya.14
Maksudnya adalah apa yang diperintahkan oleh Rasul kepadamu, maka kerjakanlah,
karena lanjutan ayat ini adalah, “dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.

Dalam beberapa kitab hadis, khususnya kitab-kitab yang terangkum dalam al-Kutub al-
Sittah, terdapat beberapa hadis yang menjelaskan tentang larangan mencukur alis.
Diantaranya adalah hadis yang menjelaskan bahwa Allah melaknat wanita yang
mencukur alisnya untuk mempercantik dan merubah ciptaan-Nya. Salah satu hadis
tersebut adalah:

‫َح َّد َثَنا ُم َح َّم ُد ْبُن اْلُم َثَّنى َح َّد َثَنا َعْبُد الَّرْح َمِن َعْن ُس ْفَياَن َعْن َم ْنُص وٍر َعْن ِإْبَر اِهيَم َعْن‬
‫َع ْلَقَم ُه َعْن َعْبِد ِهَّللا َر ِض َي ُهللا َع ْنُه َلَعَن ُهللا اْلَو اِش َم اِت َو اْلُم ْس َتْو ِثَم اِت َو اْلُم َتَنِّم َص اِت‬
‫َو اْلُم َتَفِلَح اِت ِلْلُح ْس ِن اْلُم َغِّيَر اِت َخ ْلَق ِهَّللا َم ا لي ال الَعن َم ْن َلَعَن َر ُس وُل ِهللا َص َّلى ُهللا َع َلْيِه‬
‫َو َس َّلَم َو ُهَو‬

‫في كتاب هللا‬


Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan
kepada kami Abdurrahman dari Sufyan dari Manshur dari Ibrahim dari Alqamah dari
Abdullah radliallahu 'anhu bahwa Allah melaknat wanita yang mentato dan yang minta
ditato dan wanita yang mencukur alis matanya serta yang merenggangkan giginya
(dengan kawat, dll) untuk kecantikan dengan merubah ciptaan Allah, kenapa saya tidak
melaknat orang yang dilaknat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sementara telah
tertulis dalam kitabullah.

Eyelash Extensions
Tanam Bulu Mata merupakan salah satu bentuk tabarruj.
Melakukan eyelash extension (Tanam Bulu Mata) adalah suatu tindakan yang dilarang
oleh Allah SWT karena seorang wanita menambah volume dan kelentikan bulu matanya
agar dipandang cantik dan bertujuan untuk menarik perhatian terutama kepada kaum
laki-laki.

Hal tersebut dilarang sebagaimana dalam firman Allah SWT:

6
‫َو ُقل ِّلْلُم ْؤ ِم َناِت َيْغ ُضْض َن ِم ْن َأْبَص اِر ِهَّن َو َيْح َفْظَن ُفُروَج ُهَّن َو اَل ُيْبِد يَن ِز يَنَتُهَّن ِإاَّل َم ا َظَهَر‬
‫ِم ْنَها َو ْلَيْض ِر ْبَن ِبُخ ُم ِر ِهَّن َع َلى ُجُيوِبِهَّن َو اَل ُيْبِد يَن ِز يَنَتُهَّن ِإاَّل ِلُبُعوَلِتِهَّن َأْو َء اَباِبِهَّن َأْو‬
‫َء اَباِء ُبُعوَلِتِهَّن َأْو َأْبَناِبِهَّن َأْو َأْبَناِء ُبُعوَلِتِهَّن َأْو ِإْخ َو اِنِهَّن َأْو َبِني ِإْخ َو اِنِهَّن َأْو َبِني َأَخ َو اِتِهَّن‬
‫َأْو ِبِهَّن َأْو َم ا َم َلَك ْت َأْيَم اُنُهَّن َأِو الَّتِبِع يَن َغْيِر ُأوِلي اِإْل ْر َبِة ِم َن الِّر َج اِل أو الطْفِل اَّلِذ يَن َلْم‬
‫َيْظَهُروا َع َلى َعْو َر اِت الِّنَس اِء َو اَل َيْض ِر ْبَن ِبَأْر ُج ِلِهَّن ِلُيْع َلَم َم ا ُتْخ ِفيَن ِم ن ِز يَنِتِهَّن َو ُتوُبوا‬
‫ِإَلى ِهَّللا َجِم يًعا َأُّيَه اْلُم ْؤ ِم ُنوَن َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحوَن‬
Artinya: "Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera
saudara lelaki mereka, atau putera- putera saudara perempuan mereka, atau wanita-
wanita Islam, atau budak budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki
yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka. memukulkan kakinya agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan, dan bertaubatlah kamu sekalian. kepada
Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (Q.S. An-Nur: 31)26

Eyelash extension (Tanam Bulu Mata) termasuk kedalam kategori menyambung rambut
yaitu menambah jumlah helai bulu mata agar terlihat lebih lentik dan lebih cantik.
Menyambung rambut termasuk kedalam
kegiatan yang dilarang sebagaimana dalam Hadis Rasulullah SAW:

‫ (َلَع َن ُهَّللا‬: ‫ َو ِإِّني َز َّو ْج ُتَها؟ َأَفَأ ِص ُل ِفْيِه؟ َفَقاَل‬، ‫اْبَنِتي َأَص اَبْتَها اْلَح ْص َبُة َفاْمَر َق َش ْعُرَها‬
‫اْلَو اِص َلَة َو اْلَم ْو ُصوَلَة‬.
Artinya: "Asma" ra. Berkata: Seorang wanita Tanya pada Nabi saw.: Ya Rasulullah,
putriku menderita sakit panas (dabak) sehingga rontok rambutnya, dan kini aku akan
kawinkan. Apakah boleh aku sambung rambutnya (aku beri cemara)? Jawab Nabi saw.:
Allah mengutuk pada yang menyambung dan yang disambung rambutnya". (H.R.
Bukhari-Muslim no.1375)27

Madzhab Hanafi membolehkan wanita menyambung rambutnya apabila yang


digunakan bukan dari rambut manusia. Misalnya apabila seseorang menyambung
rambutnya dengan bulu, rambut hewan, atau rambut dari bahan plastik. Ulama dari
Madzhab ini berpendapat bahwa dalil dari nash hanya menyebut melarang untuk
menyambung dengan rambut manusia saja. 28

Madzhab maliki berbeda pendapat. Madzhab ini secara mutlak mengharamkan wanita
untuk menyambung rambutnya dengan apapun. Baik dengan rambut manusia atau
dengan yang lainnya. Pendapat ini berdasarkan hadist:

7
‫ َيا َر ُس َل الِه ! ِإَّن اْبَنِتي َأَص اَبْتَها اْلَح ْص َبُة‬: ‫ َس َأَلِت اْمَر َأُة الَّنِبي َلْت‬: ‫ َقاَلْت‬، ‫َح ِد ْيُث َأْس َم اَء‬
‫ ((َلَع َن الُه‬: ‫ َو ِإِّني َز َّو ْج ُتَها؟ َأَفَأ ِص ْل ِفْيِه؟ َفَقاَل‬،‫َفاْمَر َق َش ْعُرَها‬

‫)اْلَو اِص َلَة َو اْلَم ْو ُصوَلَة‬.

Artinya: "Asma ra. Berkata: Seorang wanita Tanya pada Nabi saw.: Ya Rasulullah,
putriku menderita sakit panas (dabak) sehingga rontok rambutnya, dan kini aku akan
kawinkan, Apakah boleh aku sambung rambutnya. (aku beri cemara)? Jawab Nabi saw.:
Allah mengutuk pada yang menyambung dan yang disambung rambutnya". (H.R.
Bukhari-Muslim no. 1375). 29

Mazhab Syafi'i membedakan Hukum menyambung rambut antara wanita yang bersuami
dan wanita yang masih lajang. Menurut Madzhab ini, wanita lajang yang tidak memiliki
suami haram untuk menyambung rambutnya, meski dengan rambut hewan atau yang
lain. Bagi wanita yang bersuami dibolehkan untuk menyambung rambutnya dengan
rambut hewan atau rambut palsu, dengan syarat izin dari suaminya. Meskipun sebagian
ulama dari Madzhab ini tetap mengharamkan, 30

Sedangkan menurut Madzhab Hambali, menyambung rambut baik dengan rambut


manusia ataupun tidak, hukumnya adalah haram. Sebagaimana terdapat dalam Kitab
Mugni karya Ibnu Qudamah menyatakan bahwa menyambung rambut adalah sesuatu
yang diharamkan karena terdapat unsur penipuan didalamnya.

Softlens
Dizaman modern ini, masyarakat banyak yang merasa kurang nyaman ketika
menggunakan kacamata seingga memilih beralih menggunakan softlens untuk
membantu pengeliatannya agar lebih jernih sebagai pengganti kacamata. Tak dipungkiri
pula, selain untuk menunjang masalah kesehatan, softlens juga digunakan untuk
memperindah mata dengan variasi warnanya. Dengan alasan estetika dan
meningkatkann kepercayaan diri ini, banyak wanita yang terbiasa menggunakan dan
mencoba softlens.

Namun perlu diketahui pula dampak negatif penggunaan softlens yang dapat berpegaruh
pada kesehatan mata. Mata kering dan iritasi sering dirasakan oleh kebanyakan
pengguna soft lens, memakai soft lens terlalu sering juga bisa mengakibatkan radang
pada kornea mata, yang mengakibatkan mata merah. Infeksi mata juga dapat terjadi jika
pemakai tidak menyimpan maupun mensterilkan softlens, kasus-kasus seperti ini dapat
mengakibatkan komplikasi seingga dapat menimbulkan masala pengeliatan dan dapat
bertamba para yang berakibat kebutaan.

Adapula penggunaan softlens dalam islam menurut pandangan ulama dapat bervariasi.
Beberapa ulama mengizinkan penggunaan softlens dengan syarat tidak menganggu dan
membaayakan keseatan mata dan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar agama.

Dari Anas bin Malik:

8
‫َض َرَر‬ ‫ َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم "اَل‬: ‫َع ْن َأَنِس ْبِن َم اِلٍك َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه َقاَل‬
‫ِض َر اَر‬ ‫"َو اَل‬

(‫)رواه أحمد‬
Artinya:
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, "Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan
orang lain."

Hadits ini menekankan prinsip pemeliharaan kesehatan, dalam konteks penggunaan


softlens, selama tidak merugikan dan membaayakan keseatan mata maka penggunaan
softlens dapat diizinkan.

Namun, ada ulama yang berpendapat bahwa penggunaan softlens yang dapat mengubah
warna atau penampilan mata dapat dianggap sebagai mencoba mengubah ciptaan Allah,
sehingga sebaiknya dihindari. Dalam hal ini, prinsip menjaga kesopanan dan
kehormatan, sebagaimana yang diungkapkan dalam hadits:

‫ َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم "ِإَّن ِلُك ِّل ِد يٍن‬: ‫ َقاَل‬،‫َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َر ِض َي ُهَّللا َع ْنُه‬
‫"ُخ ُلًقا َو ُخ ُلُق اِإْل ْس اَل ِم اْلَحَياُء‬

(‫)رواه ابن ماجه‬


Artinya:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, "Setiap agama memiliki etika, dan etika Islam adalah menjaga kehormatan."

Hadits dari Abu Hurairah menggarisbawahi pentingnya etika dalam Islam, termasuk
dalam hal berpakaian dan penampilan yang tidak melanggar norma-norma kesopanan.
Dalam konteks penggunaan softlens, hadits ini menekankan bahwa penggunaan tersebut
seharusnya sesuai dengan etika Islam dan tidak menciptakan fitnah atau
kesalahpahaman.

Penggunaan softlens diperbolehkan terlebih lagi untuk menangani masalah Kesehatan.


Dari kedua hadits tersebut, penggunaan softlens diluar konteks Kesehatan diperbolekan
selama tidak menganggu kesehatan mata, tidak melanggar norma-norma dan etika
islam.

Suntik Putih
Dilihat dari sudut pandang Islam, suntik putih hukumnya haram bagi yang
melakukannya, sebab perilaku ini adalah cara yang bisa mengubah warna kulit secara
instan dari hitam menjadi putih, seperti yang telah tertera di Al-qur'an surat An-nisa 119
hal tersebut juga telah dijelaskan oleh Rasul pada hadisnya diriwayati oleh Bukhari dari
Abdullah bin Mas'ud. Dia berkata:

9
‫َلَع َن ُهَّللا اْلَو اِش َم اِت َو اْلُم ْسَتْو ِش َم اِت َو الَّناِمَص اِت َو اْلُم َتَنِّم َص اِت َو اْلُم َتَفِّلَج اِت‬

‫ِلْلُحْس ِن اْلُم َغ ِّيَر اِت َخ ْلَق ِهَّللا‬


"Allah melaknat wanita yang mentato dan yang minta ditato, yang mencabut bulu alis
dan yang minta dicabutkan bulu alisnya, serta wanita yang merenggangkan giginya
untuk kecantikan, mereka telah mengubah ciptaan Allah." (HR. Bukhari)."

Menurut sebuah hadis pula yang diriwayati oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah "Nabi
melarang wasyam." Wasyam yaitu kulit yang ditembus-tembus dengan jarum halus lalu
diberikan warnany biru atau merah, diberi kembang-kembang atau gambar-gambar lai,
yang biasa dinamai orang tato, atau cacah.

Selain itu, dapat dilihat dari kandungan obat dalam suntik putih yang memiliki banyak
efek negatif bagi tubuh. Oleh karena itu, dapat mengubah ciptaan Tuhan dan
menimbulkan kemudharatan", dari kemudharatan ini apabila dilihat dari sisi customer
terjadi ketidaksesuaian dengan tujuan hukum islam yang mana tujuan huk islam ini
dikenal dengan maqasid syariah. Maqasid syariah adal.. tujuan, maksud atau hasil akhir
berupa kemaslahatan hakiki dengan ditetapkannya hukum pada manusia. Adapun
pembagian dari maqasid syariah yang perlu dipelihara agar tercapainya kemaslahatan
yaitu:

a. Hifdzud din (menjaga agama) bahwa setiap umat Islam harus menjaga agama dengan
benar yakni melaksanakan sholat, zakat, puasa, haji bagi mereka yang mampu dan
syahadat.

b. Hifdzud nafs (menjaga jiwa) bahwa umat islam dilarang untuk saling menyakiti,
melukai antar sesama manusia. Dalam hal ini berkaitan dengan melindungi para
costumer, yang mana pelaku usaha harus menjaga keamanan serta kesehatan dari
adanya praktik Suntik Putih yang diberikan kepada customer. Misalkan dari kandungan
dan kehalalan obat yang disuntikkan kepada customer yang harus diperhatikan agar
tidak merugikan jiwa para customer yang melakukan praktik Suntik Putih.

c. Hifdzud aqli (menjaga akal) bahwa umat Islam harus menja akal dan pikiran dengan
cara mencari Ilmu pengetahuan untuk menambah pemahaman untuk bekal hidup di
dunia.

d. Hifdzud nasi (menjaga keturunan) bahwa umat Islam harus menjaga keturunan agar
terhindar dari perbuatan zina yang dapat menimbulkan dampak negatif.

e. Hifdzud mal (menjaga harta) bahwa umat Islam harus menjaga hartanya dengan cara
membuka usaha yang sesuai dengan ajaran Islam.

Berpakaian
Persolan fashion pada umumnya mengundang kontroversi di berbagai kalangan,
munculnya ragam fashion yang beraneka macam bukanlah suatu masalah namun
kosekwensinya disaat ditampilkan dan digunakan oleh kalangan perempuan khususnya

10
muslimah justru mengumbar aurat, padahal perempuan diperintahkan oleh Islam untuk
ditutup.

Sejarah kehidupan umat manusia menurut sinyalemen al-Quran, setelah kasus


penciptaan manusia dan segala diskusi antara malaikat dengan Tuhan, maka kasus
pertama yang terjadi adalah kasus aurat dan fungsi perempuan. Menurut Dr.
Muhammad Baltajiy, kemaksiatan Adam dan Hawa dengan memakan buah khuldi
terkait dengan pengetahuan keduanya tentang memaknai aurat dan perhatian. keduanya
untuk menutupnya. Di sisi lain, hukuman yang diturunkan oleh Allah kepada Adam dan
Hawa atas kedurkahaan keduanya, pada dasarnya ingin

mengajarkan kepada manusia betapa besar dan berartinya makna pakaian. Hal tersebut
dipahami dari firman Allah dalam Q.S. al-A'raf (7): 26:

‫َينَبِنى َء اَد َم َقْد َأنَز ْلَنا َع َلْيُك ْم ِلَباًسا ُيَو ِر ى َس ْو َء اِتُك ْم َو ِر يًش ا َو ِلَباُس الَّتْقَو ى َذ ِلَك َخْيٌر‬

‫) ذِلَك ِم ْن آَياِت ِهَّللا َلَع َّلُهْم َيَّذ َّك ُروَن‬


Terjemahannya: Hai anak Adam Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan, dan pakaian takwa
Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, Mudah- mudahan mereka selalu ingat.

Setelah keduanya memakan "buah pohon" tiba-tiba aurat keduanya tersingkap. Setelah
menyadari kejadian itu, keduanya segera menutup aurat dengan daun- daunan pohon.
Hal ini mengisyaratkan bahwa menutup aurat merupakan fitrah yang diciptakan Allah
dalam diri manusia, meskipun terhadap orang terdekat sekalipun. Hal tersebut karena
Adam dan Hawa merupakan pasangan yang diciptakan Allah untuk melakukan
regenerasi, naumn keduanya segera menutup aurat dan tidak ingin membukanya satu
sama lain.

Penjelasan tersebut di atas, jelas sekali bahwa tindakan memperlihatkan bagian-bagian


tubuh yang tidak semestinya dipandang oleh semua orang, merupakan tindakan yang
menyalahi fitrah manusia yang diberikan oleh Allah. Menyalahi kodrat dan fitrah
tersebut berarti menyalahi ketentuan Tuhan yang telah ditetapkan-Nya.

Telaah terhadap konsepsi Islam dalam masalah aurat, ditemukan sejumlah nash syariat
yang menekankan dan memerintahkan umat manusia, khususnya umat Islam untuk
menutup aurat. Di antara ayat tersebut terdapat dalam Q.S. an-Nur (24): 31:

‫َو ُقل ِّلْلُم ْؤ ِم َناِت َيْغ ُضْض َن ِم ْن َأْبَص ِر ِهَّن َو َيْح َفْظَن ُفُروَج ُهَّن َو اَل ُيْبِد يَن ِز يَنَتُهَّن ِإاَّل َم ا َظَهَر‬
‫ِم ْنَها َو ْلَيْض ِر ْبَن ِبُخ ُم ِر ِهَّن َع َلى ُجُيوِبِهَّن َو اَل ُيْبِد يَن ِز يَنَتُهَّن ِإاَّل ِلُبُعوَلِتِهَّن َأْو َء اَباِبِهَّن َأْو‬
‫َء اَباِء ُبُعوَلِتِهَّن َأْو َأْبَناِبِهَّن َأْو َأْبَناِء ُبُعوَلِتِهَّن َأْو ِإْخ َو اِنِهَّن َأْو َبِني ِإْخ َو اِنِهَّن َأْو َبِني َأَخ َو اِتِهَّن‬
‫َأْو ِنَس اِئِهَّن َأْو َم ا َم َلَك ْت َأْيَم ُتُهَّن َأِو الَّتِبِع يَن َغْيِر ُأوِلي اِإْل ْر َبِة ِم َن الِّر َج اِل َأِو الطْفِل اَّلِذ يَن‬
‫َلْم َيْظَهُروا َع َلى َعْو َر اِت الِّنَس اِء َو اَل َيْض ِر ْبَن ِبَأْر ُج ِلِهَّن ِلُيْع َلَم َم ا ُتْخ ِفيَن ِم ن‬

11
‫زيَنِتِهَّن َو ُتوُبوا ِإَلى ِهَّللا َجِم يًعا َأُّيَه اْلُم ْؤ ِم ُنوَن َلَع َّلُك ْم ُتْفِلُحوَن‬
Terjemahan: Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan.
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak dari padanya, dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera
saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-
wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki
yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita, dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan, dan bertaubatlah kamu sekalian kepada
Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

Ayat tersebut di atas sangat tegas melarang memperlihatkan aurat kepada orang yang
tidak berhak untuk melihatnya. Ayat di atas mempergunakan kata ‫ زينة‬yang oleh
terjemahan versi Indonesia diartikan sebagai perhiasan. Menurut Ibnu Faris, akar kata
za, ya dan nun mengandung pengertian segala sesuatu yang indah dan dianggap indah
untuk dipandang. Berdasarkan pemaknaan tersebut, maka yang dimaksud dengan ‫زينة‬
dalam hal ini jika dihubungkan dengan perempuan. adalah sesuatu yang indah
dipandang mata. Sementara itu, dalam fitrah manusia, laki-laki senantiasa memiliki
daya tarik dan memandang indah bagian-bagian tertentu dari perempuan.

Dengan demikian apa saja bagian tubuh perempuan yang mengandung daya tarik selain
yang dikecualikan oleh hadis dikategorikan untuk tidak ditampilkan kepada orang lain,
kecuali kelompok orang yang diperbolehkan dalam ayat tersebut di atas.

Secara logis, jika memperlihatkan bagian-bagian sensitif kepada orang lain saja
dilarang, maka tentu sama hukum membuka dan dipandang mata dan didemostrasikan
di depan khalayak umum. Penghujung ayat, Allah melarang perempuan menghentak-
hentakkan kakinya agar perhiasan yang disembunyikannya tampak bagi orang lain. Jika
hentakan kaki yang bertujuan untuk mendemostrasikan perhiasan yang tersembunyi
maka hal itu dilarang.

Demikian pula dalam ayat tersebut, Allah memerintahkan untuk menghulurkan pakaian
dan menutupi dadanya. Istilah juyub dalam ayat tersebut merupakan bentuk plural
(jamak) dari jaib yang berarti belahan pakaian di bagian dada. Ayat ini mengisyaratkan
bahwa tidak boleh sama sekali membuka sedikitpun dari bagian dada di depan orang
yang bukan muhrim. Hal tersebut disinggung oleh Allah secara jelas, karena ia
mengetahui bahwa bagian tersebut sangat sensitif dan dapat mengundang fitnah yang
sangat besar.

Fashion khususnya pakaian, demonstrasi bagian yang disebutkan dalam ayat merupakan
trend, ironisnya, sikap dan tindakan seperti itu oleh sebagian orang dianggap sebagai
bagian dari seni dan mode busana yang artistik dengan slogan, tubuh wanita itu indah,
sehingga mengapa harus ditutupi.

12
Tindakan memperlihatkan aurat didepan umum dalam perspektif Islam dikenal dengan
istilah tabarruj. Hal tersebut sangat dilarang oleh Allah dalam Q.S. al-Ahzab (33): 33

.... ‫ َو اَل َتَبَّرْج َن َتَبُّر َج اْلَج ْهِلَّيِة األولى‬....


Terjemahannya:... Janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang
Jahiliyah

Larangan untuk bersolek dan berhias sebagaimana perempuan-perempuan Jahiliah.


Karena perempuan-perempuan Jahiliah tidak memperhatikan batas-batas aurat yang
harus ditutupi. Bahkan dalam sejarah dijelaskan perempuan dalam bertawaf tidak
menggunakan pakaian."

Dalam sebuah hadis, Nabi saw. Mengancam dan mengecam dengan keras perempuan
yang suka mepertontonkan auratnya. Hadis dimaksud sebagai berikut: ‫عن أبي هريرة‬
‫ صنفان من أهل النار لم أرهما قوم معهم سياط كأذناب البقر‬: ‫قال رسول هللا عليه وسلم‬
‫يضربون بها الناس ونساء كاسيات رءوسهن كأسنمة البخت المائلة ال يدخلن الجنة وال‬
‫يجدن ريحنا ليوجد من مسيرة كذا كذا‬
Artinya: Dari Abu Hurairah ra, berkata: telah bersabda Rasulullah saw: ada dua
golongan ahli neraka yang disiksanya belum pernah saya lihat sebelumnya, 1) kaum
yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang digunakan memukul orang (yakni
penguasa yang dzalim), 2) perempuan yang berpakaian tetapi telanjang yang selalu
berbuat maksiat dan menarik orang lain untuk berbuat maksiat. Rambutnya sebesar
punuk unta. Mareka tidak akan masuk surga, bahkan tidak akan mencium baunya,
padahal bau surga itu tercium sejauh perjalanan yang amat panjang.

Hadis diatas seolah memprediksikan kondisi sekarang, sejumlah perempuan mengklaim


diri berpakaian, tetapi pada hakikatnya telanjang. Hal tersebut karena pakaian yang
dikenakannya tidak menutup bagian yang semestinya ditutup, atau mungkin menutup
semua bagian yang dianggap harus ditutup, tetapi pakaian yang dipakainya sangat tipis,
sehingga tidak mencerminkan sebuah pakaian yang dibenarkan dalam Islam.

Mencermati ancaman hadis di atas bahwa perempuan seperti itu tidak akan masuk
surga, bahkan bau surgapun tidak akan diciumnya. Ancaman tersebut mencerminkan
bahwa tindakan memamerkan anggota badan wanita yang semestinya ditutup,
merupakan perbuatan yang tercela. Jangankan masuk surga, bau surgapun tidak akan
diciumnya. Isyarat itu menggambarkan besarnya dosa dan maksiat perempuan yang
bertindak seperti itu.

Terlepas dari kontroversi seputar aurat dalam Islam, DR. Muhammad Baltajiy
mengemukakan etika berpakaian bagi perempuan, yang merupakan rumusan dari
sejumlah analisisnya terhadap dalil-dalil syariat sebagai berikut;

1. Hendaknya pakaian perempuan tidak menyolok yang mengundang perhatian pihak


laki-laki, sebab hal itu dapat mengundang fitnah.

13
2. Hendaknya pakaian tidak sempit sehingga menampakkan lekukan-lekukan tubuh
yang menggiurkan laki-laki yang mempunyai penyakit dalam hati.

3. Hendaknya pakaian perempuan itu tebal sehingga tidak terbayang bagian tubuh yang
ditutupinya,

4. Tidak mempergunakan wewangian yang menyolok yang dapat meransang orang lain
yang menciumnya.

5. Hendaknya tidak menyerupai pakaian non muslim yang cenderung demonstratif.

6. Hendaknya tdak menyerupai pakaian laki-laki.

Menurut M. Quraish Shihab, minimal ada tiga fungsi dari pakaian yang disinggung al-
Quran:"

1.Memelihara pemakainya dari sengatan panas dan dingin serta segala sesuatu yang
dapat menganggu jasmani (baca: Q.S. 16: 18).

2. Menunjukkan identitas sehingga pemakainya dapat terpelihara dari gangguan dan


usilan (baca: QS. 33: 59).

3. Menutupi yang wajar kelihatan (termasuk aurat) serta menambah keindahan


pemakainya (baca Q5, 7: 26).

Baltajiy dalam rumusan pemahaman terhadap nash syariat, pada dasarnya. merupakan
himbauan untuk mengembalikan kehormatan perempuan yang telah diberikan dan
dipelihara oleh Islam. Jika sebelumnya perempuan berjuan untuk mendapatkan hak-
haknya, maka setelah hak-hak dan kebebasan diraih, hendaknya tidak kembali menodai
harga dirinya atas nama Hak Asasi manusia.

Parfum
Penggunaan parfum merupakan salah satu kategori yang dianjurkan oleh Rasulullah
SAW, sebagaimana sabdarnya yakni

‫ والسواك‬. ‫ األربع من ُس َنِن اْلُم ْر َسِليَن الَحَياُء َو الَّتَع ُر َقاَل َر ُسوُل هللا‬:‫صَّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلم‬
‫والنكاح‬
Rasulullah SAW bersabda: "Empat hal yang termasuk sunnah para Rasul yakni: malu,
menggunakan wewangian, bersiwak, dao menikah" (Tirmizi, 2, 2009: 342).

Hadis tersebut diriwayatkan dari Sutvan bin Waki dati Hafs bin Giyas dari al-Hajjaj dari
Makhul dan Abi Asy-Syimäl dan Ahi Ayyüb dan dari Rasulullah SAW. Sesungguhnya
Rasulullah SAW menyukai parfum secara fitrah. Tetapi dalam riwayat lain peneliti
menemukan hadis yang menyatakan bahwa perempuan yang memakai parfum itu
termasuk seorang pezina, sebagaimana hadis-nya yakni sebagai berikut:

14
‫ "ِإَذ ا اْسَتْع َطْر ِت المرَأُة َفَم َّر ْت َع َلى اْلَقْو ِم ِلَيِج ُد وا‬: ‫َع ِن الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل‬
‫ ِر يَحَها َفِهَي َك َذ ا َو َك َذ ا‬.
Dari Nabi Saw bersabda: "Jika seorang perempuan menggunakan parfum kemudian
melewati suatu kaum agar tercium aromanya maka dia begini dan begini" (Abü Dawud,
4, 2011: 51).

Hadis tersebut diriwayatkan dari Musaddad dari Yahya dari Sabit bin "Umarah dari
Gunaim bin Qais dari Abū Mūsā dari Rasulullah SAW. Penggunaan parfum bagi
perempuan seringkali menjadi perdebatan dikalangan sarjana muslim, sebagian dari
mereka berpendapat bahwa perempuan boleh menggunakan parfum apabila aromnya
hanya tercium oleh dirinya sendiri dan sebagian lainnya melarang tegas perempuan
menggunakan parfum disebabkan perempuan tersebut akan termasuk kepada kategori
pezina sebagaimana bunyi dari hadis di atas (Adawiyah, 2019: IV). Adapun parfum
yang dimaksud ialah bukan seperti layaknya pelicin pakaian atau deodorant tapi
wewangian pada tubuh yang dapat tercium aromanya ketika terdapat sesentang
memakainya (Oktovianti, 2018; 11),

Menurut Askal Adawiyah yang mengutip pendapatnya Al-Butoni penggunaan parfum


bagi perempuan yang keluar romah merupakan larangan yang sangat keras sebab
perempuan yang pergi ke masjid untuk beribadalı pun dalam riwayat lain melarangnya,
sebagaimana redaksı hadisnya yakni

‫ "ال تمنعوا إماء ِهللا َم َس اِج َد هللا ولكن ِلَيْخ ُرُجن‬:‫َأَّن َر ُسْو َل ِهللا َص َّلى هللا عليه وسلم قال‬
‫"وُهَّن َتِقالت‬.
Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: "Jangan melarang perempuan untuk pergi ke
masjid Allah tapi biarkan mereka pergi tanpa memakai minyak wangi" (Abu Dawud, I,
2011: 146),

Jika dilihat secara tekstual, hadis hadis di atas akan sangat bertentangan dengan kondisi
masyarakan zaman sekarang ketika perempuan dituntut untuk berpenampilan sempurna
dalam melakukan segudang aktivitas mulai dari pakaian, aksesoris, perhiasan dan lain
sebagainya termasuk penggunaan parfum. Akibatnya, tak sedikit perempuan
mempunyai rasa percaya diri jika tidak menggunakan parfum sebab parfum sendiri
dapat membangkitkan kesegaran yang berpengaruh pada kesan personaliti diri
(Sakdiyah, 2011: 53). Sedangkan, jika dilihat secara. kontekstual hadis tersebut barlaku
ketika terdapat suatu ilaah dalam penggunaannya (Aisyah, 2017:6).

Sesungguhnya hadis disampaikan Nabi SAW bersifat kultural, kasuistik dan temporal.
Sehingga, muncul berbagai macam pendapat dalam memahaminya terutama pada hadis-
hadis yang tampak bertentangan menyangkut suatu permasalahan baik itu secara teks
maupun konteks sebagaimana hadis penggunaan parfum di atas (Aisyah, 2014: 8).
Terlebih suatu lafaz terkadang turun karena adanya sebab khusus artinya lafaz tersebut
hanya berlaku untuk sebab yang dikhusukan atau sering disebut dengan istilah al 'ibrah
bikhuşüş alsahab la bi'umüm al-lafaz Kaidah tersebut mengantarkan pada satu
pemahaman bahwasanya hadis hanya sebagai sejarah pada masa lalu namun bukan

15
berarti hadis tersebut sudah kadaluarsa, tapi hatus racnemukan titik temu dengan
konteks. kekiniannya sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan mewujudkan
kemaslahatan (Jamal, 2016, 2)

Mengingat perempuan adalah makhluk yang diciptakan Allah SWT dengan penuh
keitimewaan sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengannya sudah diatur oleh
agama baik dari segi adah berbicara, berpakaian, bergaul dan lain sebagainya. Karena,
Islam merupakan agama rafumatan Ill'alamin sehingga tidak ada masalah yang tidak
bisa ditemukan solusinya. Islam juga tidak pernah membiarkan setiap keutamaan dan
keburukan berlalu begitu saja tanpa ada perintah maupun larangan untuk
meninggalkannya (Rifaah, 2012: 2)

Ditemukannya hadis-hadis yang tampak bertentangan mengenai penggunaan parfum


peneliti terturik untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai kualitas dari hadis-hadis
anjuran penggunaan parfum, kualitas dari hadis-hadis larangan penggunaan parfum
serta makna yang terkandung dalam hadis-hadis penggunaan parfum.

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa Islam memandang bahwa
berhias merupakan hal yang diperbolehkan, bahkan dianjurkan. Namun, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam berhias menurut Islam, yaitu:
 Berhias harus dilakukan dengan cara yang tidak berlebihan dan tidak melanggar
syariat Islam.
 Berhias harus dilakukan untuk tujuan yang baik, misalnya untuk meningkatkan
rasa percaya diri atau untuk menyenangkan suami.
 Berhias harus menggunakan produk yang halal dan aman.

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, maka berhias akan menjadi ibadah yang dapat
meningkatkan keimanan dan ketakwaan seorang muslimah.
Berikut adalah beberapa contoh penerapan etika berhias menurut Islam:
 Seorang muslimah diperbolehkan mengenakan pakaian yang indah dan rapi, tetapi
harus menutup auratnya.
 Seorang muslimah diperbolehkan menggunakan kosmetik untuk mempercantik
diri, tetapi harus memilih kosmetik yang halal dan aman.
 Seorang muslimah diperbolehkan menggunakan perhiasan, tetapi harus sesuai
dengan syariat Islam.

Dengan menerapkan etika berhias menurut Islam, seorang muslimah akan dapat tampil
cantik dan anggun dengan tetap menjaga kesucian dan kehormatannya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Sari, N. O. M. (2022). Praktik Suntik Putih Perspektif Sosiologi Hukum Islam


(Studi Kasus Pada Salon Kecantikan Di Desa Pule Kecamatan Kandat Kabupaten
Kediri) (Doctoral dissertation, IAIN Kediri).

Fatimah, A. S. (2020). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Upah Tanam Bulu


Mata (Eyelash Extension)(Studi Kasus di Klinik Kecantikan Rannia Beauty Skin Kota
Metro (Doctoral dissertation, IAIN Metro).

Sadiah, S. (2021). Hadis-Hadis Mengenai Penggunaan Parfum (Studi Kualitas


dan Makna Hadis) (Doctoral dissertation, Ilmu Hadis IAIN Syekh Nurjati Cirebon).

Ilyas, M. (2016). Memaknai Fashion dalam Hukum Islam. Al Daulah: Jurnal


Hukum Pidana Dan Ketatanegaraan, 5(1), 133-143.

Ulfa, M. (2022). Penggunaan Softlens Plano Kosmetik di Lihat dari Sudut


Pandang Mabi’ dan Keabahannya. Repository: UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Alawiya, M. (2022). Konsep Tabarruj Dalam Al-Qur’an dan


Kontekstualisasinya dalam Kehidupan Sosial di Era Modern (Studi Penafsiran M
Quraish Shihab). Repository: UIN Jember.

17

Anda mungkin juga menyukai