Anda di halaman 1dari 8

MEMAHAMI CITA-CITA NEGARA SEBAGAI PARADIGMA

MENENTUKAN PEMIMPIN BERDEDIKASI MENUJU INDONESIA EMAS

2045

NAMA PENULIS:
Pendahuluan

Di dalam berdirinya suatu negara, eksistensi pemimpin menduduki peran penting


dalam mengatur masyarakat dan mencapai tujuan negaranya. Hal itu telah menjadi
hukum turun-temurun sejak zaman dahulu bahwa manusia yang meninggali satu
tempat yang sama dan memiliki kepentingan yang sama membutuhkan pemimpin
yang mereka hormati guna menuntun aktivitas kehidupan serta menjalin kesepakatan
dengan kelompok lain. Seperti pada zaman purba, kelompok manusia purba memilih
primus inter pares (kepala suku) guna menentukan hunian dan pembagian kerja
selama masa food producing. Kemudian ketika zaman kerajaan, Indonesia memilih
pemimpin berdasarkan kepala suku setempat atau garis keturunan, guna mengatur
regulasi masyarakat setempat dan menjalin hubungan yang terarah dengan kerajaan
lain. Kemudian saat ini, Indonesia memilih pemimpin berdasarkan pemungutan suara
untuk menjaga menjalankan kepemerintahan dan mengatur hubungan masyarakat
baik di dalam negeri maupun luar negeri. Perkembangan kepemimpinan itu
menunjukkan bahwa manusia sangat bergantung dengan pemimpin sesuai dengan
tujuan peradabannya. (Rambe tappil, dkk. 2019)

Pemimpin bagi suatu negara tidak hanya mendapati status pemimpin dan mengatur
negara dengan tangan kosong. Mereka harus dapat bertindak langsung dan tidak
hanya duduk di kursi tahta. Pemimpin sangat diperlukan untuk mengatur kegiatan
operasional dan regulasi masyarakatnya. Mereka juga harus dapat menjalin hubungan
yang positif dengan negara lain guna mewujudkan negara yang berdaulat dan diakui.
Negara tanpa pemimpin adalah kumpulan orang-orang tanpa tujuan, mereka
membutuhkan pemimpin untuk mencapai konsensus yang diinginkan. Seperti halnya
Indonesia saat ini, dengan negara yang luas dan kaya akan SDA, mutlak hukumnya
bagi Indonesia mengetahui apa yang dicita-citakannya dan memilih pemimpin yang
dapat mewujudkan cita-cita tersebut. Momen krusial yang dapat dijadikan tolak ukur
masyarakat dalam menilai pembangunan Indonesia adalah tahun 2045, hal ini karena
tahun 2045 menandai berdirinya Indonesia selama 1 abad (100 tahun). 100 tahun
bukanlah waktu yang sebentar, pengorbanan dan perjuangan generasi terdahulu akan
sia-sia jika Indonesia tidak menunjukkan perkembangan dan tidak dapat mewujudkan
cita-cita terdahulu. Oleh karena itu, dalam masa menuju Indonesia emas 2045,
diperlukan generasi yang kritis terhadap apa yang dicita-citakan dan kritis dalam
memilih pemimpin yang akan menuntun menuju cita-cita tersebut. Lantas, pemimpin
seperti apa yang diharapkan generasi saat ini?

Pembahasan

Menurut Kousez (2004:17), pemimpin adalah sosok pelopor yang bersedia terjun ke
suatu keadaan yang belum diketahui. Pemimpin yang memiliki tujuan yang jelas
dapat menjadi pembimbing dalam melaksankan tugas dan cita-cita negara. Kemudian
menurut Kartono (2005:51), pemimpin merupakan manusia yang memiliki
keunggulan tertentu sehingga ia disegani dan memiliki wibawa dalam menjalankan
kekuasaan dan dapat menggerakkan khalayak luas. Pendapat tersebut sejalan dengan
pendapat J.G. Allee (Kartono, 2006:39) bahwa pemimpin merupakan pemandu,
penunjuk dan pembimbing untuk mencapai sasaran tertentu. Merujuk pada berbagai
pendapat tersebut, dapat diketahui bahwa seorang pemimpin harus dapat memiliki
kemampuan lebih daripada pengikutnya dan menuntun ke tujuan bersama.

Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi


“melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial” Undang-undang
tersebut menjadi petunjuk cita-cita bangsa Indonesia secara garis besar. Cita-cita itu
dirumuskan sejak awal beridirinya Indonesia yang mana hal itu terjadi belasan tahun
lalu. Perlu diketahui bahwa cita-cita juga dapat mengikuti zaman, berkembang dan
mengalami penyempurnaan orientasi. Cita-cita bangsa Indonesia tidak harus berubah
dengan menentang rumusan terdahulu, namun cita-cita Indonesia dapat berkembang
mengikuti perkembangan zaman guna memenuhi kebutuhan peradaban.
Secara garis besar, cita-cita bangsa Indonesia adalah mewujudkan perdamaian,
menegakkan keadilan dan ikut melaksanaan ketertiban dunia. Namun jika kita telaah
di zaman modern ini, apakah cita-cita tersebut tepat diimplementasikan? Nyatanya
perkembangan zaman menuju zaman modern ini membawa Indonesia ke keadaan
yang lebih kompleks. Masyarakat berakulturasi dan menciptakan kepribadian yang
beragam. Pemikiran yang terus berkembang dan keinginan untuk memenuhi
kepuasan membuat banyak masyarakat melampaui batas. Indonesia memang telah
merdeka, Indonesia telah bebas dari peperangan, Indonesia juga telah membuat
hukum pidana mengenai keadilan. Namun jika hal itu cukup membuat Indonesia
dikatakan sebagai negara yang berhasil mencapai cita-cita, maka pernyataan tersebut
salah. Indonesia di zaman ini tidak berhadapan dengan peperangan eksternal, namun
lebih dihadapkan dengan peperangan internal. Indonesia membutuhkan cita-cita yang
lebih dekat, lebih realistis dan sebenarnya lebih sederhana.

Mari kita lihat berbagai penyimpangan yang terjadi di Indonesia saat ini. Pertama,
korupsi dan nepotisme. Korupsi dan nepotime merupakan perbuatan menyimpang
dari tugas resmi berupa penggelapan uang masyarakat. Sayangnya penyelewangan ini
banyak dilakukan oleh para pemimpin, yang mana individu tersebut sadar bahwa
dirinya berpengaruh dan dapat menggunakan kekuasannya Kemudian penyimpangan
hukum yang dilakukan oleh pemerintah. Berdasarkan (Mahardika, A.G. 2020) contoh
penyimpangan hukum yang terjadi di Indonesia saat ini adalah penggantian Undang-
Undang No. 1 tahun 2020 yang mana isi UU tersebut cenderung memberi
kelonggaran bagi pelaku korupsi, dengan peniadaan sanksi pidana ataupun perdata
bagi pejabat yang melakukan tindakan merugikan negara baik untuk memperkaya diri
sendiri maupun perseroan. UU ini memberi imunitas pada pelaku korupsi dan
cenderung melindungi pejabat dibawah Undang-Undang. UU ini juga bertentang
dengan pasal 2 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berisi
hukuman mati untuk tindak pidana korupsi, bukannya diberikan hak imunitas seperti
UU terbaru. Penyimpangan hukum ini tidak jarang terjadi, seperti pengesahan
Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) pada 5 Oktober 2020 yang memberatkan
buruh dan membuat banyak masyarakat melakukan aksi demonstrasi karena tidak
setuju. Penyimpangan ini merupakan bukti ketiadaan transparansii hukum di
Indonesia dan penggunaan kekuasaan tanpa pertimbangan. Selain itu, ketimpangan
hukum bagi kaum miskin karena hukum yang diperjalbelikan (Bidari, A.S. 2014),
serta penggusuran rumah warga kumuh yang banyak dilakukan oknum pemerintahan
seperti penggusuran rumah di Surabaya tanpa bantuan pengganti dan masih banyak
lagi.

Jika melihat keadaan ini, permasalahan yang timbul di Indonesia cenderung lebih
berhubungan dengan kepribadian individu dibandingkan dengan masalah operasional.
Namun sayangnya masalah kepribadian ini seringkali dianggap angin lalu dan lebih
fokus pada pembangunan negara secara material. Padahal, krisis kepribadian ini
adalah masalah serius dan menjadi penghambat untuk kemajuan-kemajuan lain.
Sehingga menurut saya sebagai generasi muda, Indonesia membutuhkan cita-cita
yang lebih dekat dan fokus pada perubahan individu, tidak hanya pengembangan
konstruksi. Masyarakat Indonesia sudah sepatutnya sadar akan karakter buruk yang
timbul di pemerintahan dan lebih tegas untuk merubahnya. Indonesia membutuhkan
pemimpin yang jujur, adil dan memahami peran dengan sebaik-baiknya. Ungkapan
jujur dan adil yang diinginkan tidak semata-mata sebagai jargon ketika kampanye,
namun juga harus dapat diimplementasikan pemimpin itu sendiri selama masa
pemerintahan begitu pun jajaran pendukungnya (menteri, walikota, bupati, dsb).

Selama ini masyarakat Indonesia silau akan janji pembangunan infrasturktur, namun
lupa bahwa mungkin pajak yang ia setor tiap tahun tidak benar-benar diperuntukkan
untuk pembanguan. Masyarakat Indonesia silau akan janji pemberantasan
kemiskinan, hingga tidak sadar bahwa bantuan sosial untuk warga bencana alam saja
seringkali tidak disalurkan. Masalah yang dinggap kecil ini tidak dapat diubah dengan
cara matematis atau teoritis, karena sebenarnya para pelaku mengerti konsekuensi dan
peraturan yang sebenarnya, hanya saja karakter mereka mengalahkan aturan itu.
hukum diputar-balikan, hukum yang timpang antara warga miskin dan kaya, dan
keadilan yang makin terasa semu adalah akibat dari kuasa pemimpin seperti ini. Oleh
karena itu, harapan saya sebagai generasi muda adalah, Indonesia memiliki pemimpin
yang lebih jujur, adil dan memahami peran dengan sebaik-baiknya di masa depan.
Karena bagaimanapun, karakter baik dari pemimpin akan sangat mempengaruhi
bagaimana negara tersebut berjalan. Jika Indonesia telah memiliki karakter pemimpin
yang baik dan sesuai dengan kebutuhan Indonesia saat ini dan di masa depan, bukan
tidak mungkin pembangunan dapat berkembang pesat tanpa kesulitan nilai maupun
material.

Penutup.

Pemimpin memiliki kedudukan yang penting bagi suatu negara. Oleh karena itu, figur
pemimpin umumnya memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan pengikutnya.
Seorang pemimpin yang tidak memiliki kompetensi dan memiliki pemahaman semu
mengenai perannya berpotensi menyalahgunakan kekuasaan. Seperti yang terjadi di
Indonesia saat ini, tindak korupsi dan penyimpangan hukum banyak dijumpai di
jajaran pemerintahan.. Oleh karena itu, penting bagi seluruh warga negara terkhusnya
generasi muda untuk memahami kondisi negara dan menetapkan tujuan berdasarkan
keinginan mereka untuk menjadi lebih baik.

Maka harapan saya sbagai generasi muda menuju masa Indonesia emas 2045,
masyarakat Indonesia dapat lebih kitis terhadap kepribadian pemimpin selanjutnya
dan tidak mudah diimingi pembangunan skala besar yang belum tentu
menguntungkan. Masyarakat harus dapat kritis menilai individu tersebut dari
karakternya, nilai kejujuran, ketegasan, keadilan dan transparansinya terhadap
hukum. Karena bibit karakter inilah yang akan menentukan bagaimana ekosistem
kepemerintahan nantinya, apakah sistem pemerintahan Indonesia akan dipenuhi
dengan penjahat berdasi atau pemimpin yang berdedikasi. Karena keberhasilan suatu
negara tidak diukur melalui seberapa tinggi gedung yang dibangun, keberhasilan
suatu negara tidak diukur melalui seberapa cepat kereta besi yang dibuatnya, namun
keberhasilan suatu negara diukur melalui prinsip, cita-cita dan bentuk individu
didalamnya
DAFTAR PUSTAKA

Bidari, A.S. 2014. KETIDAKADILAN HUKUM BAGI KAUM SANDAL JEPIT.


Makalah : Fakutas Hukum Universitas Surakarta

Kartono, Kartini. 2005. Kepemimpinan : Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?.


Jakarta : PT. Grafindo Persada

Kouzes M. James & Posner Z, Barry. 2004 Kridibilitas (Terjemahan). Jakarta :


Professional Books

Mahardika, A.G. 2020. Potensi Penyimpangan Hukum Dalam Peraturan Pemerintah


Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020. Jurnal Hukum Ius Qula Lustu,
Faculty Of Law, Universitas Islam Indonesia. Vol.27, No.2

Rambe, tappil dkk. 2019. Sejarah Politik dan Kekuasaan. Medan : Yayasan Kita
Menulis.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Batang Tubuh.

https://journal.uii.ac.id/IUSTUM/article/download/15069/10404

https://tirto.id/contoh-penyimpangan-nilai-pancasila-faktor-penyebab-dampaknya-
gmbx

https://tirto.id/apa-penyebab-demo-mahasiswa-dan-buruh-pada-8-oktober-2020-f5Ju

Anda mungkin juga menyukai