Anda di halaman 1dari 37

KEJAKSAAN NEGERI MAKASSAR

“UNTUK KEADILAN”

PENDAPAT JAKSA PENUNTUT UMUM


ATAS NOTA PEMBELAAN
PENASIHAT HUKUM TERDAKWA a.n BUDI PRATOMO

PENDAHULUAN

Majelis Hakim yang Mulia,


Saudara Penasihat Hukum yang Kami Hormati.

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga sidang perkara pidana atas nama
Terdakwa BUDI PRATOMO, sampai dengan hari ini dapat terlaksana dengan
lancar dan tertib.
Kami ucapkan terima kasih kepada Majelis Hakim yang Mulia sebagai
perwakilan dari Tuhan karena selama ini telah memberikan kesempatan kepada
kami untuk menegakkan keadilan yang semakin hari kian sulit untuk ditegakkan.
Setelah selesainya tahap pemeriksaan dan pengajuan tuntutan pidana, kami akan
membacakan Jawaban kami atas Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa untuk
meluruskan pandangan saudara Penasihat Hukum yang tidak sejalan dengan kami
dalam penegakan hukum itu sendiri. Selain itu, harapan kami ketika membacakan
Jawaban kami agar dapat membuka mata hadirin sidang terhadap fakta-fakta yang
telah dikaburkan. Semoga Majelis Hakim dengan kearifan dan kebijaksanaan yang
dimilikinya dapat memilah mana yang benar dan salah, kemudian dapat
menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya.
Terdakwa BUDI PRATOMO Budi Pratomo selaku Kuasa Pengguna
Anggaran (yang selanjutnya disebut KPA) berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor MENKES-152.KU.02.02 Tahun 2020 tentang Penetapan Kuasa
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang di Lingkungan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia (yang selanjutnya disebut KEMENKES RI) tanggal 10 Juli 2020,
sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (yang selanjutnya disebut PPK) berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor KP.07.05/XX.5/0043/2020 tentang
Penetapan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

“LEX NEMINI OPERATUR INIQUUM, NEMININI FACIT INJURIAM”


Hukum tidak memberikan ketidakadilan kepada siapapun dan tidak melakukan
kesalahan kepada siapapun

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 1 dari 37
Berdasarkan fakta hukum yang terungkap dari proses Penyidikan, tindak
pidana yang dilakukan oleh Terdakwa, dengan dakwaan berbentuk subsidair
sebagai berikut:

Primair:
Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55
ayat (1) ke- 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Subsidair:
Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dikarenakan dakwaan kami susun secara subsidair, dan kami telah


membuktikan unsu-unsur dakwaan subsidair, kami selaku Penuntut Umum yang telah
membuktikan kedua unsur tersebut dan unsur pasal dalam dakwaan subsidair telah
tepat dan terbukti yakni Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana lebih tepat
dibuktikan dalam perkara a quo.

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 2 dari 37
JAWABAN PENUNTUT UMUM TERHADAP NOTA PEMBELAAN
PENASIHAT HUKUM TERDAKWA
BUDI PRATOMO

Nomor Register Perkara : 60/Pid.Sus/TPK/2021/PN.Mks

Majelis Hakim yang Mulia,


Saudara Penasihat Hukum yang Kami Hormati.

Setelah kami mempelajari dan mencermati Pembelaan Penasihat Hukum


Terdakwa, maka kami ingin menyampaikan Jawaban terhadap beberapa
pemahaman saudara Penasihat Hukum yang keliru dan tidak sesuai dengan fakta
yang sebenarnya terjadi. Oleh karena itu, kami selaku Penuntut Umum akan
menanggapi pokok yang disampaikan oleh Penasihat Hukum Terdakwa sebagai
berikut:

“Errare Humanum Est, Turpe In Errore Perseverare”

Membuat kekeliruan itu hal yang lumrah bagi manusia, namun tidaklah
baik memelihara kekeliruan tersebut terus menerus.

A. TERDAKWA SUDAH BERTANGGUNGJAWAB DALAM PERKARA A QUO

Dalam Pembelaannya saudara Penasihat Hukum Terdakwa mendalilkan:


“Bahwa pada saat Alat Kesehatan tiba di RSUD Kapadokia FAISAL
BUDIANTO selaku Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) lah yang menerima
dan melakukan pemeriksaan terhadap Alat Kesehatan, Pada saat itu Terdakwa
menerima laporan bahwa adanya kejanggalan pada Alat Kesehatan, dikarenakan
pada saat itu angka pasien Covid-19 di Sulawesi Selatan melonjak tinggi dan RSUD
Kapadokia selaku Rumah Sakit Rujukan, maka Terdakwa harus tanggap dalam
mengatasinya dan alat kesehatan merupakan salah satu yang sangat dibutuhkan
dalam penanganan, sehingga Terdakwa memakai apa yang ada terlebih dahulu
kemudian pada tahap dua diperbaiki.
Bahwa pada saat Alat Kesehatan tahap kedua tiba Terdakwa
mengkonfirmasikan kepada LIDYA PERMATASARI dan MAYANG SARI untuk
memperbaikinya, Mengenai Penerbitan Surat Perintah Bayar yang dilakukan
Terdakwa dikarenakan pada saat itu penyelesaian pekerjaan telah selesai 100%

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 3 dari 37
sesuai dengan berita acara penyelesaian pekerjaan yang dikeluarkan oleh FAISAL
BUDIANTO. Hal inilah yang membuat Terdakwa sudah memenuhi
tanggungjawabnya dalam perkara a quo..
Maka, berdasarkan uraian di atas secara langsung Penasihat Hukum Terdakwa
berdiri untuk memperjuangkan keadilan bagi Terdakwa yang dalam perkara ini telah
jelas bahwa Terdakwa memenuhi wewenangnya sebagai PPK (Pejabat Pembuat
Komitmen) dan sama sekali tidak memiliki kesalahan untuk menjalankan
kewenangan dalam penandatanganan persetujuan bayar. Secara Logika tidak
mungkin Terdakwa melakukan Tindak Pidana Korupsi pada saat Covid-19 seperti
ini.
Setelah membaca dan mencermati dalil Penasihat Hukum Terdakwa dalam
Pembelaannya, maka kami sampai pada kesimpulan bahwa Penasihat Hukum
Terdakwa tidak sempurna dalam memandang suatu rangkaian fakta yang terungkap
di persidangan, sehingga mengalami disorientasi pandangan terhadap perkara ini.
Sungguh pedih hati kami melihat Penasihat Hukum Terdakwa yang dengan
lantangnya melontarkan pemahamannya bahwa tidak terdapat satupun alat bukti yang
dapat menunjukan benang merah antara Terdakwa dengan tindak pidana korupsi
pada perkara a quo dengan mendalilkan bahwa Terdakwa sudah bertanggungjawab
dalam pengadaan alat kesehatan pada RSUD Kapadokia tahun 2020.
Kami selaku Penuntut Umum tidak pernah menyangkal fakta bahwa
Terdakwa berkedudukan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), namun
dalam perkara a quo telah terbukti bahwa Terdakwa memiliki keterlibatan sejak
awal dimulai hingga selesainya tindak pidana korupsi dalam perkara a quo selain
itu Terdakwa juga tidak melakukan Tupoksi dengan rasa penuh tanggungjawab.
Hal yang kami sampaikan ini mempunyai dasar yang beralasan karena
dengan melihat fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, di antaranya:
Berdasarkan keterangan saksi LIDYA PERMATASARI, dan FAISAL
BUDIANTO, diketahui bahwa FAISAL BUDIANTO melakukan pertemuan dengan
Terdakwa, dalam pertemuan tersebut FAISAL BUDIANTO memberikan hasil
observasi yang telah dilakukannya pada tanggal 03 Juli 2020, pada tanggal 10 Juli
2020 ENDY KURNIAWAN menunjuk Terdakwa sebagai Pejabat Pembuat
Komitmen(PPK).
Berdasarkan keterangan saksi LIDYA PERMATASARI, IRWAN
MOELYADI, DIANA ASFUZI RAMBE, HUSEIN GIBRAN LUBIS, Dan DEDI
AZHARI MAKMUR, diketahui bahwa pada tanggal 12 Juli 2020 Terdakwa
mengajak LIDYA PERMATASARI, IRWAN MOELYADI, DIANA ASFUZI
RAMBE, HUSEIN GIBRAN LUBIS, dan DEDI AZHARI MAKMUR untuk

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 4 dari 37
menghadiri rapat terkait pengajuan pengadaan alat kesehatan di ruang rapat RSUD
Kapadokia.
Berdasarkan keterangan saksi MAYANG SARI dan LIDYA PERMATASARI,
diketahui bahwa pada tanggal 14 Juli 2020 Terdakwa melakukan pembentukan tim
kepanitiaan untuk pengadaan Alat Kesehatan, sekaligus membuat proposal pengajuan
dana pengadaan Alat Kesehatan.
Berdasarkan keterangan saksi MAYANG SARI dan berdasarkan Barang bukti
berupa Transkip Call Data Record, diketahui bahwa pada tanggal 18 Juli 2020
berdasarkan Transkip Call Data Record nomor +(62)8126591011 atas nama
Terdakwa dan nomor +(62)8527599379 atas nama MAYANG SARI pukul 19:01:55
– 19:05:08 WITA, Terdakwa menghubungi MAYANG SARI yang awal nya
membahas tentang Covid-19 saja, lalu Terdakwa menawarkan MAYANG SARI
untuk ikut dalam pelelangan tender tersebut dan menjanjikan kemenangan bagi
MAYANG SARI dikarenakan ia merupakan rekan kerja sekaligus rekan bisnis
Terdakwa yang dekat dengan Terdakwa.
Berdasarkan keterangan saksi LIDYA PERMATASARI,dan MAYANG SARI,
diketahui bahwa pada tanggal 19 Juli 2020, Terdakwa menemui LIDYA
PERMATASARI secara pribadi di ruangan kepala keuangan RSUD Kapadokia untuk
menawarkan kepada LIDYA PERMATASARI untuk ikut serta dalam pelelangan
pengadaan Alat Kesehatan RSUD Kapadokia adalah rekannya yaitu MAYANG
SARI, dan pada hari itu juga Terdakwa bersama MAYANG SARI melakukan
pembicaraan terkait penyusunan HPS melalui Zoom Meeting, dalam pembicaraan
tersebut MAYANG SARI memberikan rincian HPS yang telah di rancang oleh
MAYANG SARI dan Terdakwa menyepakati untuk menetapkan HPS sesuai dengan
harga yang telah diberikan oleh MAYANG SARI tanpa melakukan Survei Pasar.
Berdasarkan keterangan saksi FAISAL BUDIANTO, diketahui bahwa pada
tanggal 20 Juli 2020 Terdakwa menunjuk FAISAL BUDIANTO menjadi Panitia
Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) pada RSUD Kapadokia Tahun 2020.
Berdasarkan keterangan saksi IRWAN MOELYADI, FAISAL BUDIANTO,
LIDYA PERMATASARI, CITA KETAREN, diketahui bahwa pada tanggal 21 Juli
2020 Terdakwa mengadakan rapat bersama dengan tim pengadaan yaitu IRWAN
MOELYADI dan FAISAL BUDIANTO beserta tim penerima yaitu LIDYA
PERMATASARI bersama dengan anggotanya yaitu CITRA KETAREN dengan
agenda membuat laporan mengenai spesifikasi Alat Kesehatan yang akan dibeli oleh
RSUD Kapadokia beserta dengan HPS yang sebelumnya telah disusun oleh
Terdakwa tanpa melakukan survei pasar dan juga mengikutsertakan peserta
pelelangan dalam penetapan HPS.

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 5 dari 37
Berdasarkan keterangan saksi MAYANG SARI dan LIDYA PERMATASARI
beserta barang bukti berupa Electronic Mail (Surat Elektronik), diketahui bahwa pada
tanggal 22 Juli 2020 Terdakwa memberi instruksi secara langsung kepada LIDYA
PERMATASARI untuk memberikan kualifikasi dan persyaratan proyek Pengadaan
Alat Kesehatan kepada MAYANG SARI melalui Electronic Mail (Surat Elektronik).
Berdasarkan keterangan saksi LIDYA PERMATASARI dan MAYANG SARI,
diketahui bahwa pada tanggal 26 Juli 2020 setelah dana APBN cair, Pemerintah
Daerah Sulawesi Selatan langsung menyalurkan dana tersebut kepada Terdakwa
kemudian dialokasikan kepada LIDYA PERMATASARI selaku Bendahara
Penerimaan RSUD Kapadokia sebesar Rp103.002.700.000,00 (seratus tiga miliar
dua juta tujuh ratus ribu rupiah).
Berdasarkan keterangan saksi MAYANG SARI, dan LIDYA PERMATASARI,
diketahui bahwa pada tanggal 31 Juli 2020 bertempat di Kantor Kemenkes RI,
Terdakwa bertemu dengan MAYANG SARI selaku Direktur PT. Jaya Perkasa
bersama-sama dengan LIDYA PERMATASARI untuk melakukan penandatanganan
kontrak kerja Pengadaan Alat Kesehatan RSUD Kapadokia, kemudian pada hari yang
sama berdasarkan barang bukti berupa 1 (satu) rangkap fotocopy legalisir Dokumen
CCTV Capture Indoor_Area_Shisa_Cafe_Kemang, Jl.Kemang Raya No.12, Jakarta
Selatan, DKI Jakarta pukul 14.00 WIB tanggal 31 Juli 2020, Terdakwa, LIDYA
PERMATASARI, dan MAYANG SARI selaku Direktur PT. Jaya Perkasa melakukan
pertemuan di luar hal penandatanganan kontrak yang dilakukan di Shisa Cafe
Kemang yang berada di Jl. Kemang Raya No. 12 Jakarta Selatan, DKI Jakarta, guna
membahas rencana lanjutan penyelewengan dana Pengadaan Alat Kesehatan yang
semulanya sudah direncanakan sebelum pelelangan tender diadakan. Pada pertemuan
tersebut Terdakwa mengusulkan perubahan pada kualitas dan kuantitas Alat
Kesehatan yang kemudian di sepakati oleh MAYANG SARI dan LIDYA
PERMATASARI.
Bahwa berdasarkan keterangan saksi MAYANG SARI dan barang bukti berupa
Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) dengan Nomor 033/579/IK, diketahui bahwa
pada tanggal 01 Agustus 2020 Terdakwa selaku PPK dan MAYANG SARI
melakukan penandatanganan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) dengan Nomor
033/579/IK di RSUD Kapadokia dengan target pengerjaan Pengadaan Alat Kesehatan
selesai pada tanggal 20 Desember 2020.
Bahwa berdasarkan keterangan saksi ALEX MUNANDAR dan LIDYA
PERMATASARI, diketahui bahwa pada tanggal 03 Agustus 2020 Terdakwa pergi
menemui kerabatnya secara pribadi yaitu ALEX MUNANDAR selaku Direktur
Utama PT. Kenari Air di kantor PT. Kenari Air yang berlokasi di Jl. Sei Blutu Nomor

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 6 dari 37
21, Kec. Makassar, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan untuk membahas terkait
penyewaan pesawat kargo mandiri guna menekan biaya Surat Muatan Udara (SMU)
yang masuk dari luar negeri ke Indonesia.
Bahwa berdasarkan keterangan saksi LIDYA PERMATASARI, MAYANG
SARI dan berdasarkan barang bukti Surat Perintah Bayar (SPB) dengan nomor
980/KK1090/PPK/PBJ/IV/2020, diketahui bahwa pada tanggal 06 Agustus 2020
Terdakwa selaku PPK menerbitkan Surat Perintah Bayar (SPB) dengan nomor
980/KK1090/PPK/PBJ/IV/2020 untuk pencairan dana dan langsung memberikan
instruksi kepada LIDYA PERMATASARI selaku Bendahara Penerimaan untuk
melakukan pembayaran uang muka kepada MAYANG SARI dengan total biaya
sebesar Rp12.816.000.000,00 (dua belas miliar delapan ratus enam belas juta
rupiah) melalui Nomor Rekening 1315952274 atas nama LIDYA PERMATASARI
kepada Nomor Rekening 1578927539 atas nama MAYANG SARI.
Bahwa berdasarkan keterangan saksi SUYAMTI CAHYA beserta barang bukti
berupa 1 (Satu) rangkap fotocopy Call Data Record Kartu Gas Budi Pratomo nomor
+(62)8126591011 Ke Suyamti Cahya +(62)82320496669 tanggal 10 September 2020
pada pukul 11:02:58 – 11:04:01 WITA, didapat petunjuk tentang adanya fakta
hukum, bahwa Terdakwa menghubungi SUYAMTI CAHYA untuk meloloskan Alat
Kesehatan yang tiba di Indonesia karena sebelumnya sudah diperiksa oleh Regulated
Agent dan ditemukan perbedaan. Terdakwa juga menjanjikan kepada SUYAMTI
CAHYA untuk memberikan uang sebagai imbalannya.
Bahwa berdasarkan keterangan saksi LIDYA PERMATASARI diketahui
bahwa pada tanggal 11 September 2020, bertempat di RSUD Kapadokia, LIDYA
PERMATASARI menemui Terdakwa untuk menitipkan uang dari dana alokasi Alat
Kesehatan sebagai keuntungan untuk Terdakwa, setelah diperiksa Terdakwa
menerima aliran dana sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah), pada hari yang
sama, setibanya Alat Kesehatan di RSUD Kapadokia, atas perintah dari Terdakwa,
FAISAL BUDIANTO selaku Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) langsung
melakukan pemeriksaan terhadap Alat Kesehatan yang telah di Impor dari Korea
Selatan.
Bahwa berdasarkan alat bukti berupa keterangan saksi SUYAMTI CAHYA,
LIDYA PERMATASARI, diketahui bahwa pada tanggal 12 September Terdakwa
datang ke bandara untuk melakukan penyelesaian Administratif Alat Kesehatan di
Kepabeanan, pada hari yang sama juga karena Terdakwa dan SUYAMTI CAHYA
selaku Direktur Jenderal Teknis Kepabeanan telah melakukan kesepakatan maka
pihak Kepabeanan memanipulasi laporan sama dengan tahap pertama, dan setelah
LIDYA PERMATASARI menyelesaikan administratif tahap kedua, Alat Kesehatan

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 7 dari 37
tahap kedua langsung dibawa menuju RSUD Kapadokia dan juga Terdakwa selaku
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menginstruksikan FAISAL BUDIANTO untuk
tetap membuat dan menandatangani Dokumen Berita Acara Serah Terima (BAST)
hasil pekerjaan yang tidak lengkap namun akan tetap di tanggungjawabi oleh
Terdakwa. Dikarenakan rasa takut dan khawatir namanya akan diikutsertakan jika
tidak menjalankan instruksi dari Terdakwa, FAISAL BUDIANTO menolak untuk
menjalankannya, namun dikarenakan FAISAL BUDIANTO hanya bawahan
Terdakwa, ia tidak bisa berkehendak sesuka hati dan tetap menandatangani Berita
Acara Serah Terima (BAST) hasil pekerjaan Alat Kesehatan yang tiba di RSUD
Kapadokia.
Bahwa berdasarkan keterangan saksi LIDYA PERMATASARI, MAYANG
SARI dan alat bukti surat berupa Surat Tugas Nomor SPT.04/6/K/2020 Kemenkes
RI, diketahui bahwa pada tanggal 15 September 2020 melalui Surat Tugas Nomor
SPT.04/6/K/2020 Kemenkes RI memberikan instruksi kepada Direktorat Penindakan
dan Penyidikan yang dibantu oleh Direktorat Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan
dan Cukai (PPKC) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Indonesia untuk mengevaluasi
proses Administratif Kepabeanan yang dilakukan oleh Terdakwa, Tim Penerimaan
LIDYA PERMATASARI, dan Direktur PT. Jaya Perkasa yaitu MAYANG SARI.
Bahwa perbuatan Terdakwa bersama-sama dengan LIDYA PERMATASARI,
dan MAYANG SARI telah melakukan pengaturan dalam proses perencanaan sampai
dengan pelelangan proyek Pengadaan Alat Kesehatan RSUD Kapadokia Tahun 2020
yang dilakukan dengan cara mengarahkan suatu perusahaan tertentu untuk
dimenangkan dalam proses pelelangan, sehingga menciptakan persaingan yang tidak
sehat dalam Pengadaan Alat Kesehatan RSUD Kapadokia, bertentangan dengan
ketentuan: 1. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 atas perubahan dari Peraturan
Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah: -
Pasal 6 huruf c, d, e, dan f; Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip sebagai
berikut: c. Transparan; d. Terbuka; e. Bersaing; f. Adil; dan - Pasal 7 ayat (1) huruf b,
c, g, dan h; 1. Semua pihak yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa mematuhi
etika sebagai berikut:Bekerja secara profesional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan
informasi yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk mencegah penyimpangan
Pengadaan Barang/Jasa; Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak
langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat; Menghindari dan mencegah
penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi; dan Tidak menerima, tidak menawarkan,
atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat,
dan apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan
dengan Pengadaan Barang/Jasa. - Pasal 11 ayat (1) huruf d, k, dan o; 1. PPK dalam

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 8 dari 37
Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki tugas:
d. Menetapkan HPS; k. Mengendalikan Kontrak; o. menilai kinerja Penyedia. 2.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 3 ayat (1) 1.
Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,
efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan
rasa keadilan dan kepatutan.
Bahwa atas perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa bersama-sama dengan
LIDYA PERMATASARI, dan MAYANG SARI tersebut telah memperkaya
Terdakwa sebesar Rp12.108.318.355,00 (dua belas miliar seratus delapan juta tiga
ratus delapan belas ribu tiga ratus lima puluh lima ribu rupiah), dan memperkaya
orang lain yakni, LIDYA PERMATASARI sebesar Rp3.500.000.000,00 (tiga miliar
lima ratus juta rupiah), MAYANG SARI sebesar Rp4.125.000.000,00 (empat miliar
seratus dua puluh lima juta rupiah), ALEX MUNANDAR sebesar
Rp2.535.000.000,00 (dua miliar lima ratus tiga puluh lima juta rupiah), SUYAMTI
CAHYA sebesar Rp2.435.120.000,00 (dua miliar empat ratus tiga puluh lima juta
seratus dua puluh ribu rupiah), SHIN TAE YONG sebesar Rp1.135.961.645,00 (satu
miliar seratus tiga puluh lima juta sembilan ratus enam puluh satu ribu enam ratus
empat puluh lima rupiah), dan CHOI YU RIM sebesar Rp2.465.000.000,00 (dua
miliar empat ratus enam puluh lima juta rupiah). Bahwa atas perbuatan Terdakwa
bersama-sama dengan LIDYA PERMATASARI, MAYANG SARI, ALEX
MUNANDAR, dan SUYAMTI CAHYA, telah menyebabkan terjadinya selisih
terhadap Alat Kesehatan yang seharusnya disediakan dengan Alat Kesehatan yang
diadakan, sehingga mengakibatkan kerugian Keuangan Negara sebesar
Rp28.304.400.000,00 (dua puluh delapan miliar tiga ratus empat juta empat ratus
ribu rupiah) berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan
Negara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Dalam Rangka Perhitungan Kerugian
Keuangan Negara Atas Kegiatan Pengadaan Alat Kesehatan RSUD Kapadokia Tahun
2020, Nomor 35/LHP/V/14/2020, tanggal 15 Desember 2020.
Dengan tidak mengurangi rasa hormat kami kepada Penasihat Hukum, bahwa
penting untuk kami sampaikan, dalil Pembelaan saudara Penasihat Hukum tidak
memiliki rasionalitas dalil yang sempurna dan hanya merupakan wujud dari tidak
matangnya pemahaman Penasihat Hukum Terdakwa dalam menganalisis fakta.
Sehingga Pembelaan Penasihat Hukum tidaklah dapat diterima.

B. PERBUATAN TERDAKWA TELAH SESUAI DENGAN TUGAS DAN


WEWENANGNYA SESUAI DENGAN PERPRES Nomor 16 TAHUN 2018

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 9 dari 37
Bahwa Penasihat Hukum memaparkan bahwa ” Terdakwa dalam penyusunan
dan menetapkan HPS tidak melakukan survey dikarenakan prosedur pengadaan
dalam penanganan keadaan darurat berbeda dengan prosedur pengadaan
barang/jasa yang berlaku pada umumnya seperti tender, seleksi, penunjukan
langsung atau pengadaan langsung, karena dalam penanganan keadaan darurat
kecepatan untuk memperoleh barang/jasa yang dibutuhkan menjadi hal yang
diutamakan, mengenai Terdakwa tidak mengetahui dalam hal pengaturan Penasihat
Hukum Terdakwa mendalilkan bahwa tuduhan yang di berikan oleh Penuntut Umum
kepada Terdakwa sangat lah tidak berdasar dan tidak sesuai dengan Peraturan yang
ada. Bilamana dalam hal pemilihan dan penetapan pemenang lelang Terdakwa ada
melakukan intervensi dan ikut serta sesuai dengan tuduhan dari Penuntut Umum,
namun kami tidak menemukan Alat Bukti yang kuat yang menyatakan bahwa dalam
pemilihan dan penetapan pemenang tender Terdakwa ada melakukan intervensi atau
ikut serta, dan mengenai BAST, Penasihat Hukum Terdakwa mendalilkan bahwa
Penuntut Umum dalam surat tuntutannya mendalilkan bahwa Terdakwa memberikan
instruksi kepada LIDYA PERMATASARI namun Tampaknya Penuntut Umum disini
tidak melihat posisi Terdakwa selaku PPK yang menerbitkan Surat Perintah Bayar
(SPB) dengan nomor 980/KK1090/PPK/PBJ/IV/2020 dan Berita Acara Serah
Terima (BAST) dikarenakan FASIAL BUDIANTO telah menerbitkan dan
menandatangani Berita Acara Pemeriksaan Administrasi. Kami tim penasihat hukum
Terdakwa berpandangan bahwa Penuntut Umum dalam mendalihkan tuntutan tidak
memiliki bukti yang kuat dan sangat tidak berdasar.
Maka berdasarkan pemaparan di atas, secara seksama lantang kami berdiri
untuk memperjuangkan keadilan bagi Terdakwa yang dalam perkara ini telah jelas
bahwa posisi Terdakwa selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) & Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) telah sesuai dengan Tugas dan wewenangnya.

Bahwa berdasarkan hasil pemaparan dari Penasihat Hukum, Penasihat Hukum


tidak cermat dalam memahami uraian di dalam Dakwaan yang telah dibuat oleh
Penuntut Umum.
Pada dasarnya perbuatan Terdakwa tidak sesuai dengan tugas dan
wewenangnya, dikarenakan berdasarkan alat bukti berupa keterangan saksi LIDYA
PERMATASARI, MAYANG SARI, dan barang bukti berupa 1 (satu) rangkap
fotocopy legalisir Dokumen CCTV capture at
financial_head_office_RSUD_Kapadokia tanggal 19 Juli 2020 Pukul 08:00:00 WITA
, diketahui bahwa pada tanggal 19 Juli 2020 sekitar pukul 08:00 WITA, Terdakwa
menemui LIDYA PERMATASARI secara pribadi di Ruangan Kepala Keuangan
RSUD Kapadokia guna menawarkan kepada LIDYA PERMATASARI untuk ikut

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 10 dari 37
serta dalam pelelangan Proyek Pengadaan Alat Kesehatan RSUD Kapadokia, dengan
mengatakan yang akan menjadi penyedia dalam Proyek Pengadaan Alat Kesehatan
RSUD Kapadokia adalah rekannya yaitu MAYANG SARI, dan dalam penetapan
HPS Pengadaan Alat Kesehatan RSUD Kapadokia berdasarkan HPS yang telah
disusun oleh MAYANG SARI. Kemudian pada saat itu juga LIDYA
PERMATASARI bersepakat dengan tawaran yang diberikan oleh Terdakwa dengan
syarat LIDYA PERMATASARI akan mendapatkan keuntungan dari Proyek
Pengadaan Alat Kesehatan. Selain itu disepakati juga pembagian tugas sebagai
berikut:
1. MAYANG SARI selaku Direktur Utama PT. Jaya Perkasa, akan mengadakan
rapat direksi agar PT. Jaya Perkasa mengikuti pelelangan yang dimaksud oleh
Terdakwa.
2. MAYANG SARI selaku Direktur Utama PT. Jaya Perkasa, akan memberikan
Harga Satuan Alat Kesehatan kepada Terdakwa sebagai acuan dalam
menetapkan HPS.
3. Terdakwa selaku PPK, akan menetapkan HPS dalam pelelangan alat-Alat
Kesehatan yang diadakan Kemenkes RI tersebut berdasarkan harga yang telah
disusun oleh MAYANG SARI, tanpa melakukan survei pasar.
4. MAYANG SARI selaku Direktur Utama PT. Jaya Perkasa, akan mengadakan
rapat direksi untuk membahas pengadaan alat-Alat Kesehatan yang dilakukan
oleh PT. Jaya Perkasa.
5. LIDYA PERMATASARI bertugas untuk membagikan keuntungan yang
didapatkan dari selisih biaya pengadaan alat-Alat Kesehatan.

Bahwa berdasarkan alat bukti berupa keterangan saksi MAYANG SARI,


LIDYA PERMATASARI dan barang bukti berupa 1 (satu) rangkap Dokumen CCTV
Capture Indoor_Area_Shisa_Cafe_Kemang, Jl.Kemang Raya No.12, Jakarta
Selatan,DKI Jakarta pukul 14.00 WIB tanggal 31 Juli 2020), diketahui bahwa pada
tanggal 31 Juli 2020 sekitar pukul 14:00 WIB, diketahui bahwa Terdakwa, LIDYA
PERMATASARI, dan MAYANG SARI selaku Direktur PT. Jaya Perkasa melakukan
pertemuan diluar hal penandatanganan kontrak yang dilakukan di Shisa Cafe Kemang
yang berada di Jl. Kemang Raya No. 12 Jakarta Selatan, DKI Jakarta, guna
membahas rencana lanjutan Pengadaan Alat Kesehatan yang semulanya sudah
direncanakan sebelum pelelangan tender diadakan. Pada pertemuan tersebut
Terdakwa mengusulkan perubahan pada kualitas Alat Kesehatan yang kemudian
disepakati oleh MAYANG SARI dan LIDYA PERMATASARI. Adapun hasil dari
pertemuan tersebut yaitu :

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 11 dari 37
1. Mengubah spesifikasi Alat Kesehatan kualitas A menjadi kualitas B;

2. Mengurangi kuantitas Alat Kesehatan yang seharusnya 1.200 Tabung Oksigen


menjadi 600, Ranjang Pasien yang seharusnya 850 menjadi 400, dan Ventilator
yang seharusnya 96 menjadi 60;

3. Menetapkan vendor Daelin Group yang akan menjadi rekan kerjasama dalam
proyek pengadaan Alat Kesehatan RSUD Kapadokia; dan,

4. Menentukan PT. Kenari Air menjadi tempat penyewaan pesawat kargo terhadap
Alat Kesehatan RSUD Kapadokia.

Selain itu, pada pertemuan tersebut juga disepakati pembagian tugas sebagai berikut :

1. MAYANG SARI selaku Direktur Utama PT. Jaya Perkasa akan menyusun
penggantian seri atau kualitas Alat Kesehatan Tabung Oksigen yang semula tipe
ukuran 2m3 menjadi 1,5m2 , Ranjang Pasien yang semula bertipe echo 2m
menjadi echo 1m, dan CT-Scan yang semula bertipe MY-DY055A 16 Slice
menjadi 16 Slice, dan Ventilator yang semula bermerk Superstar S1200 menjadi
Superstar S1100.

2. MAYANG SARI akan melakukan pemesanan kepada Vendor luar Negeri yaitu
Daelin Group dengan Kualitas Alat Kesehatan yang telah disepakati oleh
Terdakwa.

3. Terdakwa bertugas untuk mengatur atau mengendalikan segala alur pengaturan


prosedur pada Pengadaan Alat Kesehatan yang akan dilakukan oleh MAYANG
SARI selaku Direktur PT. Jaya Perkasa yang memenangkan pelelangan tender
Pengadaan Alat Kesehatan.

4. LIDYA PERMATASARI bertugas untuk mentransfer selisih keuntungan


pengadaan Alat Kesehatan.
Bahwa setelah membahas rencana lanjutan proyek Pengadaan Alat Kesehatan,
di akhir pertemuan Terdakwa dan MAYANG SARI berjabat tangan dan Terdakwa
mengatakan “Oke baik, kita sudah sepakat”.
Bahwa setelah pertemuan diluar penandatanganan kontrak, pada hari yang
sama, berdasarkan Dokumen Call Data Record Kartu Gas nomor +(62)8527599379
atas nama MAYANG SARI dan nomor +(82)639099617 atas nama SHIN TAE
YONG pada pukul 18:30:03 - 18:31:34 WITA, MAYANG SARI menghubungi SHIN
TAE YONG untuk membahas hasil kesepakatannya dengan Terdakwa selaku PPK,
dikarenakan adanya perubahan kualitas dan kuantitas Alat Kesehatan yang akan
menimbulkan ketidaksesuaian dengan data awal pengadaan, sehingga perlu
manipulasi dokumen pembelian dan pengiriman Alat Kesehatan.

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 12 dari 37
Bahwa setelah menerima informasi hasil kesepakatan Terdakwa dengan
MAYANG SARI, SHIN TAE YONG menyepakatinya dengan syarat ia memperoleh
sebagian keuntungan senilai Rp1.135.961.645,00 (satu miliar seratus tiga puluh lima
juta sembilan ratus enam puluh satu ribu enam ratus empat puluh lima rupiah) atau
dalam mata uang Korea Selatan senilai ₩100.000.000 (seratus juta won Korea
Selatan).
Bahwa terkait dengan permintaan SHIN TAE YONG, pada hari yang sama
pukul 21:00 WITA, MAYANG SARI mengirimkan dana sesuai dengan nominal
yang diminta yaitu senilai Rp1.135.961.645,00 (satu miliar seratus tiga puluh lima
juta sembilan ratus enam puluh satu ribu enam ratus empat puluh lima rupiah) atau
dalam mata uang Korea Selatan senilai ₩100.000.000 (seratus juta won Korea
Selatan) melalui Flip Globe dengan Nomor Rekening 1578927539 atas nama
MAYANG SARI kepada Nomor Rekening 03728733 atas nama SHIN TAE YONG,
lalu melaporkan hal tersebut kepada Terdakwa.
Bahwa berdasarkan alat bukti berupa keterangan saksi ALEX
MUNANDAR,beserta barang bukti berupa Surat Muatan Udara(SMU) dan dokumen
booking shipment,diketahui bahwa pada tanggal 03 Agustus 2020 sekitar pukul 13:00
WITA, tanpa sepengetahuan MAYANG SARI, Terdakwa pergi menemui
kerabatnya secara pribadi yaitu ALEX MUNANDAR selaku Direktur Utama PT.
Kenari Air di kantor PT. Kenari Air yang berlokasi di Jl. Sei Blutu Nomor 21, Kec.
Makassar, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan untuk membahas terkait penyewaan
pesawat kargo mandiri guna menekan biaya Surat Muatan Udara (SMU) yang masuk
dari luar negeri ke Indonesia
Bahwa setelah membicarakan perihal pengiriman Alat Kesehatan dengan
ALEX MUNANDAR, pada hari yang sama pukul 16:00 WITA Terdakwa sepakat
untuk memesan dua maskapai pesawat kargo milik PT. Kenari Air dengan
pengiriman secara bertahap, lalu ditentukan untuk pengiriman tahap pertama
dilaksanakan pada tanggal 09 September 2020 dan pengiriman tahap kedua
dilaksanakan pada tanggal 11 September 2020, kedua pesawat yang telah dipesan
mempunyai tipe yang sama, yaitu Airbus A330-300 dengan muatan yang akan
diangkut sebesar 40 ton per pesawat dikarenakan harganya terjangkau dan kode
booking tersebut dikeluarkan dengan nomor 48126077 serta melengkapi dokumen
dalam booking shipment sebelum perjanjian. Bahwa setelah bersepakat untuk
booking dua maskapai pesawat kargo milik PT. Kenari Air, Terdakwa dan ALEX
MUNANDAR membuat perjanjian yang dilakukan secara lisan tentang penyewaan
pesawat dengan beberapa ketentuan di dalamnya, yaitu:
- Terdapat harga penyewaan dua pesawat yang disepakati sebesar

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 13 dari 37
Rp9.291.600.000,00 (sembilan miliar dua ratus sembilan puluh satu juta enam
ratus ribu rupiah) yang seharusnya Rp12.816.000.000,00 (dua belas miliar
delapan ratus enam belas juta rupiah) sebagaimana tertera di dalam proposal
awal Pengadaan Alat Kesehatan;
- Menentukan jadwal keberangkatan pesawat untuk menjemput seluruh Alat
Kesehatan yang dipesan dari Seoul, Korea Selatan, yaitu pada tanggal 09
September 2020;
- Mengurangi kuantitas Alat Kesehatan, total berat seluruh Alat Kesehatan
dikurangi yang pada awalnya 160 ton menjadi 116 ton; dan
- Memberikan jaminan keamanan pengiriman terhadap Alat Kesehatan yang
notabene rentan rusak dalam pengiriman.
- Bahwa setelah melakukan perjanjian secara lisan, Terdakwa menginstruksikan
kepada ALEX MUNANDAR untuk tidak memberitahukan hasil yang sudah
dibicarakan dalam perjanjian kepada MAYANG SARI bahwa adanya perbedaan
harga penyewaan pesawat.
- kargo dengan yang telah disepakati dan ALEX MUNANDAR menyepakati
instruksi dari Terdakwa.
Bahwa berdasarkan alat bukti berupa keterangan saksi FAISAL BUDIANTO,
dan LIDYA PERMATASARI, beserta barang bukti berupa Surat Perintah Bayar
(SPB) dengan nomor 981/KK1090/PPK/PBJ/IV/2020, dan dokumen berupa surat
Berita Acara Serah Terima (BAST).diketahui bahwa pada tanggal 13 September 2020
pukul 16:30 WITA, FAISAL BUDIANTO kembali melakukan pemeriksaan terhadap
Alat Kesehatan tahap kedua dan hasilnya sama dengan tahap sebelumnya. Kemudian
FAISAL BUDIANTO melaporkan kembali kepada Terdakwa terkait
ketidaksesuaian kualitas dan kuantitas Alat Kesehatan yang datang dengan yang
tertera dalam proposal awal pengadaan dan kontrak pekerjaan, namun Terdakwa
tidak menghiraukan hal tersebut dan menginstruksikan FAISAL BUDIANTO untuk
tetap membuat dan menandatangani Dokumen Berita Acara Serah Terima (BAST)
hasil pekerjaan yang akan di tanggungjawabi oleh Terdakwa. Dikarenakan rasa takut
dan khawatir namanya akan diikutsertakan jika tidak menjalankan instruksi dari
Terdakwa, FAISAL BUDIANTO menolak untuk menjalankannya, namun
dikarenakan FAISAL BUDIANTO hanya bawahan Terdakwa, ia tidak bisa
berkehendak sesuka hati dan tetap menandatangani Berita Acara Serah Terima
(BAST) hasil pekerjaan Alat Kesehatan yang tiba di RSUD Kapadokia. Bahwa
selanjutnya setelah penandatanganan terhadap Berita Acara Serah Terima (BAST)
hasil pekerjaan yang tidak lengkap, pada pukul 17:00 WITA, Terdakwa selaku PPK
langsung membuat dan menandatangani Surat Perintah Bayar (SPB) dengan nomor

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 14 dari 37
981/KK1090/PPK/PBJ/IV/2020 walau terdapat ketidak lengkapan terhadap
Dokumen Serah Terima hasil pekerjaan. Selanjutnya sekitar pukul 18:00 WITA,
sesuai dengan Surat Perintah Bayar (SPB) dengan Nomor
981/KK1090/PPK/PBJ/IV/2020 dari Terdakwa, LIDYA PERMATASARI
melakukan pembayaran tahap akhir terhadap pekerjaan sebesar Rp61.882.300.000,00
(enam puluh satu miliar delapan ratus delapan puluh dua juta tiga ratus ribu rupiah)
melalui Nomor Rekening 1315952274 atas nama LIDYA PERMATASARI dan
Nomor Rekening 1364905432 atas nama PT. Jaya Perkasa. Bahwa pada hari yang
sama sekitar pukul 20:00 WITA, di karenakan FAISAL BUDIANTO telah
melakukan pemeriksaan terhadap Alat Kesehatan yang telah tiba dan terdapat
kejanggalan, FAISAL BUDIANTO langsung melaporkan hal tersebut kepada
Kemenkes RI melalui Whistleblowing System tentang adanya kejanggalan terhadap
Alat Kesehatan yang tiba adalah tipe yang berbeda dengan spesifikasi yang hampir
sama.

Oleh karena itu pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa pada poin ini tidak
dapat diterima.

C. ALIRAN UANG YANG MASUK DAN KELUAR DARI REKENING


TERDAKWA BUKAN MERUPAKAN HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI

Dalam Pembelaannya Penasihat Hukum Terdakwa membantah aliran dana


yang masuk ke rekening Terdakwa, yakni:

C.1 Uang Sejumlah Rp10.108.318.355,00 (Sepuluh miliar rupiah) Yang Masuk


Pada Rekening Terdakwa Merupakan Uang Hasil Penjualan Saham di
PT.Kalbe Laboratoria dan Penjualan Rumah.

Dalam Pembelaannya Penasihat Hukum Terdakwa menyatakan:


“Bahwa diketahui berdasarkan aliran dana Terdakwa senilai
Rp10.108.318.355,00 (sepuluh miliar seratus delapan juta tiga ratus delapan belas
ribu tiga ratus lima puluh lima rupiah)yang masuk ke rekening koran Terdakwa
(Vide alat bukti : Rekening koran atas nama BUDI PRATOMO nomor
(1092839879), bahwa aliran dana tersebut merupakan pendapatan Terdakwa
berasal dari penjualan Rumah sebagai harta warisan dari orang tua Terdakwa yang
belum lama meninggal akibat terkena wabah Covid-19 sebanyak
Rp10.108.318.355,00 (sepuluh miliar seratus delapan juta tiga ratus delapan belas
ribu tiga ratus lima puluh lima ribu rupiah) dan berasal hasil penjualan saham yang
dimilikinya yaitu PT. Kalbe Laboratoria sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah) Terdakwa memiliki penghasilan mencapai Rp15.000.000.000,00 (lima belas

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 15 dari 37
miliar rupiah) yang di akumulasikan per-enam bulannya. Melihat kontribusi yang
diberikan oleh Terdakwa Penuntut Umum seolah menutup hatinya dalam perkara a
quo sehingga tidak ingin melihat fakta yang sebenarnya tidak meyudutkan Terdakwa
dan pada kenyataannya Terdakwa yang pada saat ini posisinya menjadi korban yang
sebenarnya sangat dirugikan oleh para koleganya yang memanfaatkan empati
baiknya dalam pelelangan tender pengadaan Alat Kesehatan RSUD Kapadokia, dari
kutipan tersebut, dapat kita ketahui bersama bahwa sangatlah ironis mendengar
pernyataan Penasihat Hukum Terdakwa yang melayangkan tuduhannya kepada
kami dengan mengatakan kami menutup mata dan tidak melihat fakta yang
sebenarnya, padahal telah diketahui bahwa yang sebenar-benarnya telah tertutup
pandangannya adalah mereka. Penasihat Hukum Terdakwa dalam perkara a quo
nampaknya tidak menunjukkan kegigihannya untuk mengarahkan persidangan
untuk mencari kebenaran yang hakiki dan telah dibutakan dengan kemenangan
semata.
Terkait dengan penghasilan Terdakwa yang telah disampaikan Penasihat
Hukum dalam Nota Pembelaannya, penghasilan yang di akumulasikan sangatlah
tidak logis apabila Terdakwa mendapatkan dana sebesar Rp10.108.318.355,00
(sepuluh miliar seratus delapan juta tiga ratus delapan belas ribu tiga ratus lima
puluh lima rupiah) dalam satu waktu.
Berdasarkan keterangan saksi LIDYA PERMATASARI, Pada tanggal 31 Juli
2020 Setelah selesai penandatanganan kontrak, saksi bersama MAYANG SARI dan
Terdakwa BUDI PRATOMO mereka langsung melakukan pertemuan di Shisa Cafe
Kemang untuk membahas penyelewengan dana Alat Kesehatan yaitu dengan
mengubah kualitas yang seharusnya tipe A menjadi tipe B serta mengurangi kuantitas
Alat Kesehatan sehingga mengakibatkan kerugian pada perbedaan Alat Kesehatan
yang tiba di Indonesia dengan dokumen permintaan awal sebesar Rp
24.780.000.000,00 (dua puluh empat miliar tujuh ratus delapan puluh juta rupiah),
yaitu dengan rincian Tabung Oksigen yang seharusnya 1200 menjadi 600, Ranjang
seharusnya 850 menjadi 400, Ventilator yang seharusnya 96 menjadi 60,dalam
pertemuan tersebut Kemudian Terdakwa membuat kesepakatan biaya alat
transportasi pengadaan Alat Kesehatan dengan rekan kerjanya yaitu ALEX
MUNANDAR selaku Direktur Utama PT.Kenari Air(Tempat penyewaan pesawat
kargo) sejumlah Rp9.291.600.000,00 (sembilan miliar dua ratus sembilan puluh satu
juta enam ratus ribu rupiah) yang seharusnya Rp12.816.000.000,00 (dua belas miliar
delapan ratus enam belas juta rupiah) atau dengan selisih sejumlah
Rp3.554.400.000,00 (tiga miliar lima ratus lima puluh empat juta empat ratus ribu
rupiah), dan diperkuat dengan barang bukti berupa Dokumen CCTV Capture

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 16 dari 37
Indoor_Area_Shisa_Cafe_Kemang, Jl.Kemang Raya No.12, Jakarta Selatan,DKI
Jakarta pukul 14.00 WIB tanggal 31 Juli 2020), ditemukan fakta bahwasanya
berdasarkan keterangan LIDYA PERMATASARI, saksi menyatakan adanya
penyelewengan dana pengadaan Alat Kesehatan oleh Terdakwa sebesar
Rp10.108.318.355,00 (sepuluh miliar seratus delapan juta tiga ratus delapan belas
ribu tiga ratus lima puluh lima rupiah) dan uang sebesar Rp10.108.318.355,00
(sepuluh miliar seratus delapan juta tiga ratus delapan belas ribu tiga ratus lima
puluh lima rupiah) telah di transfer oleh LIDYA PERMATASARI sesuai dengan
barang bukti berupa 1 (satu) rangkap fotocopy legalisir informasi rekening mutasi
rekening Bank Muttaqin Hasan atas nama Lidya Permatasari No. Rek 1315952274
periode 30/06/2020-27/12/2020 dan 1 (satu) rangkap fotocopy legalisir informasi
rekening mutasi rekening Bank Citra Angkasa atas nama Budi Pratomo No. Rek
1092839879 periode 01/07/2020-26/12/2020, kemudian pada tanggal 11 september
2020 LIDYA PERMATASARI menemui Terdakwa untuk menitipkan uang dari
dana alokasi Alat Kesehatan sebagai keuntungan untuk Terdakwa, setelah diperiksa
Terdakwa menerima aliran dana sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
sebagai keuntungan Terdakwa yang berdasarkan barang bukti berupa 1 (Satu) Slip
Tarik Tunai Bank Muttaqin Hasan No.Rek : 1315952274 atas nama Lidya
Permatasari tanggal 11 September 2020, dan uang yang masuk pada rekening
Terdakwa tersebut bukan merupakan uang hasil deviden beberapa saham perusahaan
yang dimilikinya, melainkan hasil dari korupsi dana pengadaan Alat Kesehatan, dan .
Oleh karena itu Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa dalam poin ini tidak
dapat diterima.

Majelis Hakim yang Mulia,


Saudara Penasihat Hukum yang Kami Hormati.

Setelah mencermati isi Pembelaan dari Penasihat Hukum Terdakwa, kami


selaku Penuntut Umum akan menanggapi dalil Pembelaan Penasihat Hukum
Terdakwa terhadap fakta-fakta hukum yang telah terungkap dalam persidangan dan
kami juga akan memberikan tanggapan mengenai pernyataan-pernyataan yang
dikemukakan oleh Penasihat Hukum Terdakwa mengenai analisis yuridis, sebagai
berikut:

A. Mengenai Asas-Asas Pembuktian


A.1 Berita Acara Pemeriksaan (BAP) atas nama MAYANG SARI dan ALEX
MUNANDAR Yang Dibacakan Di Muka Persidangan Tidak Memiliki Nilai
Pembuktian Yang Sempurna.

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 17 dari 37
Bahwa dalam Pembelaan, Penasihat Hukum Terdakwa memaparkan bahwa:
“jika saksi benar-benar tidak hadir dalam persidangan tanpa dilakukannya
pemeriksaan oleh hakim adalah hal yang sangat disayangkan, karena hal tersebut
merupakan pelanggaran normatif terhadap Pasal 165 ayat (2) KUHAP, yang
menyatakan bahwa saksi harus dihadirkan di muka persidangan. Dengan begitu,
tidak dihadirkannya saksi akan mengeliminir hak Terdakwa untuk melakukan cross
and direct examination kepada saksi yang bersangkutan. Maka dari itu BAP atas
nama MAYANG SARI, dan ALEX MUNANDAR yang dibacakan di muka persidangan
tidak memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna sehingga Majelis Hakim sudah
selayaknya menolak alat bukti tersebut.”
Dari kutipan di atas, Penasihat Hukum Terdakwa beranggapan Penuntut
Umum telah melanggar hak Terdakwa dengan tidak menghadirkan Saksi yang
kesaksiannya dapat memberatkan Terdakwa, sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Maka dari itu
keterangan MAYANG SARI, dan ALEX MUNANDAR yang hanya dibacakan
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dalam persidangan pada proses pembuktian tidak
memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.
Menanggapi hal tersebut, seharusnya Penasihat Hukum Terdakwa memahami
mengenai pengaturan keterangan Saksi yang tidak dapat hadir dengan alasan sah.
Karena dalam mengajukan Alat Bukti berupa BAP atas nama MAYANG SARI yang
dibuat pada tanggal 04 Januari 2021, dan ALEX MUNANDAR yang dibuat pada
tanggal 31 Desember 2020 di depan hadapan penyidik dan telah disumpah, telah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yaitu dalam Pasal 187 huruf
a KUHAP yang berbunyi :
“Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah
jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:
a) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum
yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan
tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya
sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu.”

Selanjutnya telah diatur pula dalam Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP yang
berbunyi:
1) “Jika Saksi sesudah memberi keterangan dalam penyidikan meninggal dunia atau
karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dapat dipanggil
karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya atau karena sebab lain
yang berhubungan dengan kepentingan negara, maka keterangan yang telah
diberikannya itu dibacakan.

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 18 dari 37
2) Jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah, maka
keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan Saksi di bawah sumpah
yang diucapkan di sidang.”
Hal tersebut juga diperkuat dengan Yurisprudensi MA RI No. 661/K/PD/1988
tanggal 19 Juli 1999 yang menyatakan bahwa “keterangan Saksi yang dibacakan
sama nilainya dengan Saksi yang disumpah”. Bahkan R. Soesilo dalam bukunya
yang berjudul Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, mengatakan bahwa:
“Sesungguhnya berita acara itu dapat disamakan dengan suatu keterangan Saksi
yang tertulis, bahkan nilainya sebagai alat bukti lebih besar daripada kesaksian
untuk membuktikan kesalahan Terdakwa, oleh karena berita acara itu dibuat oleh
pegawai penyidik yang oleh undang- undang diwajibkan untuk itu. Pada hakekatnya
berita acara itu adalah suatu keterangan Saksi yang oleh undang-undang diberi nilai
sebagai bukti yang sah.”
Saksi MAYANG SARI, dan ALEX MUNANDAR tidak dapat hadir di
persidangan dikarenakan saksi MAYANG SARI telah meninggal dunia, saksi ALEX
MUNANDAR memiliki kepentingan berhubungan dengan kepentingan Negara diluar
wilayah Negara Indonesia. Namun dalam kesaksiannya yang dimuat dalam BAP,
para saksi sudah disumpah terlebih dahulu dan dibuat di depan Penyidik Komisi
Pemberantasan Korupsi. Sehingga, walaupun tidak dihadirkan dalam persidangan,
keterangan yang telah diberikan dapat dipersamakan dengan keterangan seorang
Saksi dan tidak melanggar Pasal 162 ayat (1) dan (2) KUHAP.
Dengan demikian, terlihat bahwa keterangan saksi dalam BAP yang telah
disumpah dapat dibacakan di depan persidangan, memiliki kekuatan pembuktian
yang sama/setara dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang diucapkan di
persidangan sehingga BAP MAYANG SARI,dan ALEX MUNANDAR yang
dilampirkan dan dibacakan di persidangan yang mulia ini telah memiliki nilai
pembuktian yang dapat dijamin secara yuridis. Maka mengenai pembacaan BAP
MAYANG SARI, dan ALEX MUNANDAR tidak akan kami bahas lebih dalam
karena hal tersebut telah sesuai dengan ketentuan hukum formil sebagaimana diatur
dalam KUHAP.

A.2 Dihadirkannya Saksi Justice Collaborator Merupakan Suatu Pelanggaran


Terhadap Hak Asasi Manusia

Penasihat Hukum Terdakwa dalam Pembelaannya menyampaikan bahwa Alat


Bukti berupa dihadirkannya saksi Justice Collaborator merupakan suatu pelanggaran
terhadap Hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa:

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 19 dari 37
“Saksi atas nama LIDYA PERMATASARI tidak memenuhi syarat untuk menjadi
Justice Collaborator, bahwa LIDYA PERMATASARI dalam kasus ini termasuk
pelaku utama.”

Dan Penasihat Hukum Terdakwa memaparkan bahwa:


Justice Collaborator memang diharapkan memberikan keterangan yang dapat
menuntun aparat penegak hukum mengungkap sesuatu yang lebih besar, syarat
tersebut tidak berdiri sendiri, dan harus dibarengi dengan itikad baik dari tersangka
atau Terdakwa. Dalam kasus Pengadaan Alat Kesehatan itikad baik Terdakwa
sudah terlihat, bahkan pada saat dilakukannya pemeriksaan Terdakwa bersikap
kooperatif.
keterangannya palsu atau malah justru pelaku utama yang mencoba lolos dari
hukuman berat. sehingga bisa saja keterangan yang disampaikan tidak objektif
sehingga dapat merugikan Terdakwa Dengan mendapatkan keringanan hukuman,
peran Justice Collaborator tidak menutup kemungkinan hanya akan dimanfaatkan
oleh tersangka kasus korupsi.
Melihat hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa dihadirkannya LIDYA
PERMATASARI sebagai Justice Collaborator untuk memberikan kesaksian dalam
perkara a quo merupakan suatu pelanggaran normative.

Kami sebagai Penuntut Umum menyatakan bahwa:


 Berdasarkan konsiderans United Nations Concention Against Corruption
(UNCAC) 2003 yang telah diratifikasi oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2006, yang mempertegas bahwa korupsi sebagai kejahatan luar biasa harus
diperangi karena menimbulkan dampak yang masif bagi kehidupan negara.
Sehingga pemberantasannya harus dilaksanakan secara luar biasa pula. Pasal 37
ayat (2) UNCAC 2003 yang berbunyi: “mempertimbangkan memberikan
kemungkinan dalam kasus-kasus tertentu, mengurangi hukuman dari seorang
pelaku yang memberikan kerjasama yang substansial dalam
penyelidikan/penuntutan.”
 Pasal 37 ayat (3) UNCAC 2003 yang berbunyi: “… sesuai dengan prinsip-prinsip
dasar hukum nasionalnya untuk memberikan ‘kekebalan penuntutan’ bagi pelaku
yang memberikan kerjasama yang substansial dalam penyelidikan/penuntutan…”
 Pasal 10 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban
 Pasal 197 angka (1) huruf F KUHAP mengenai surat putusan pemidanaan yang
salah satu bagiannya membahas tentang ‘keadaan memberatkan dan meringankan
Terdakwa’. Dalam hal ini, keadaan meringankan meliputi memberikan

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 20 dari 37
keterangan yang tidak berbelit-belit, kooperatif, belum pernah dihukum
sebelumnya, berusia muda, baik/sopan selama persidangan, dan memiliki
tanggungan anggota keluarga.
Selain itu, keberadaan Justice Collaborator juga didukung dengan Peraturan
Bersama yang ditandatangani oleh Menkumham, Jaksa Agung, Kapolri, KPK dan
Ketua LPSK tentang perlindungan bagi pelapor, Whistle Blower, dan Justice
Collaborator. Hampir sama dengan ketetapan dalam pasal 37 UNCAC 2003, yaitu
pasal 26 United Nations Convention Against Transnasional Organized Crime
2000 yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2009. Kriteria untuk
menjadi JC tercantum dalam SEMA No. 4 tahun 2011 pada Angka (9a) dan (b) dan
keterangan dari Kementerian Hukum dan HAM, yaitu digunakan dalam mengungkap
tindak pidana yang luar biasa/terorganisir, JC bukanlah pelaku utama, keterangan
yang diberikan pelaku harus signifikan, relevan, dan andal, pelaku mengakui tindakan
yang dilakukannya disertai kesediaan mengembalikan aset yang diperoleh dengan
pernyataan tertulis, mau bekerjasama dan kooperatif dengan penegak hukum.
kemudian, dapat disimpulkan bahwa dihadirkannya LIDYA PERMATASARI
sebagai Justice Collaborator untuk memberikan kesaksian dalam perkara a quo
bukan merupakan suatu pelanggaran normatif terhadap Terdakwa dan
keterangan yang diberikan haruslah dinyatakan diterima.

B. Mengenai Rumusan Delik


Dikarenakan dakwaan yang kami susun berbentuk subsidair, maka kami hanya
membuktikan pasal yang menurut pandang kami lebih tepat, yaitu Pasal 3 jo. Pasal 18
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, adapun
unsur- unsurnya adalah sebagai berikut:

Dakwaan Subsidair:

1. Unsur Setiap Orang


Penasihat Hukum Terdakwa mendalilkan dalam Pembelaannya:

“Mengacu pada penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa agar/dapat


terpenuhinya unsur “Setiap Orang” tidak hanya dengan menghadirkan Terdakwa
dalam keadaan sehat jasmani dan rohani saja seperti yang Penuntut Umum yakini.
Namun, harus dibuktikan terlebih dahulu keseluruhan perbuatan yang telah
Terdakwa lakukan. Dalam hal ini, dapat diartikan bahwa setelah unsur inti

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 21 dari 37
(bestandelen delict) telah dibuktikan, barulah unsur “Setiap Orang” dapat terpenuhi.”
Pembelaan poin ini kami anggap tidak relevan karena apa yang telah saudara
Penasihat Hukum dalilkan hanya mengulur waktu dengan menyatakan bahwa untuk
membuktikan unsur “setiap orang” harus dibuktikan terlebih dahulu unsur-unsur
lainnya. Untuk menanggapi Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa dan mengoreksi
pemahaman saudara Penasihat Hukum, terlebih dahulu akan kami paparkan
penjelasan mengenai unsur setiap orang.
Pada dasarnya frasa “setiap orang” menunjukkan kepada siapa orangnya harus
bertanggungjawab atas perbuatan atau kejadian yang di dakwakan itu atau setidak-
tidaknya mengenai siapa orangnya yang harus dijadikan Terdakwa. Tegasnya, kata
setiap orang identik dengan terminologi kata “barang siapa”. Menurut buku II
Mahkamah Agung Republik Indonesia yang berjudul Pedoman Pelaksanaan Tugas
dan Administrasi halaman 209 dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor: 1398 K/Pid/1994 tanggal 30 Juni 1995, yang menyatakan bahwa kata “setiap
orang” atau “barang siapa” sebagai siapa saja yang harus dijadikan Terdakwa/dader
atau setiap orang sebagai subjek hukum (pendukung hak dan kewajiban) yang dapat
diminta pertanggung jawaban dalam segala tindakannya sehingga secara historis
kronologis manusia sebagai subjek hukum telah dengan sendirinya ada
kemampuan bertanggungjawab kecuali secara tegas undang-undang menentukan
lain. Oleh karena itu, konsekuensi logisnya kemampuan bertanggungjawab
(toerekeningwaanbaarheid) tidak perlu dibuktikan lagi.
Dalam perkara a quo yang diajukan sebagai Terdakwa adalah BUDI
PRATOMO. Terdakwa yang hadir di persidangan dalam keadaan sehat secara
rohani dan jasmani menandakan bahwa Terdakwa merupakan subjek hukum yang
sempurna dan dapat dimintakan pertanggungjawaban kepada dirinya atas segala
tindakan yang dilakukan. Pada awal mula persidangan, Terdakwa telah
membenarkan identitasnya sesuai dengan apa yang telah kami uraikan dalam Surat
Dakwaan, selanjutnya sesuai dengan keterangan Saksi-saksi yang telah diperoleh
selama dalam persidangan, diperoleh fakta bahwa pelaku tindak pidana
sebagaimana yang didakwakan adalah Terdakwa dengan segala identitasnya.
Selama berjalannya persidangan, Terdakwa juga tidak memiliki alasan penghapus
pidana dalam dirinya. Selain itu, Terdakwa juga mampu dan cakap dalam
menjawab semua pertanyaan yang diajukan. Dengan demikian unsur setiap orang
ini telah terbukti.

2. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi


Pada poin pembelaan penasihat hukum Terdakwa halaman 119, Penasihat

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 22 dari 37
Hukum Terdakwa mendalilkan, tidak ada satupun alat bukti yang menyatakan bahwa
Terdakwa terbukti menguntungkan dirinya sendiri ataupun orang lain. Namun di
dalam persidangan terungkap fakta bahwa uang yang masuk ke rekening Terdakwa
merupakan hasil penjualan saham di perusahaan PT. Kalbe Laboratoria yang bergerak
dibidang farmasi yang naik drastis pada masa Covid-19. Dan juga hasil dari penjualan
lahan rumah peninggalan dari orang tua Terdakwa, dan dari awal Terdakwa sudah
merencanakannya dengan baik mulai dari tahap perencanaan, pelelangan, dan
pengadaan.
Mengenai poin pembelaan dari Penasihat Hukum Terdakwa, kami akan
menerangkan terlebih dahulu tentang pengertian menguntungkan diri sendiri, orang
lain, maupun korporasi. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi tidak menjelaskan pengertian atau maksud dari unsur “dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi”. Oleh karena itu
untuk memahaminya maka kami berpedoman pada pengertian menurut doktrin/ilmu
hukum pidana dan pengertian menurut yurisprudensi, sebagai berikut :
1. Bahwa kata “atau” dalam unsur ini mengandung makna alternatif, artinya bisa
menguntungkan diri sendiri, atau menguntungkan orang lain, atau
menguntungkan suatu korporasi, dimana ketiganya mempunyai kapasitas yang
sama di dalam pemenuhan unsur tersebut sehingga apabila salah satu telah
terpenuhi, maka berarti telah memenuhi unsur tersebut.
2. Bahwa yang dimaksud dengan “menguntungkan” adalah sama artinya dengan
mendapatkan untung, yaitu pendapatan yang diperoleh lebih besar dari
pengeluaran, terlepas dari penggunaan lebih lanjut dari pendapatan yang
diperolehnya. Dengan demikian yang dimaksud dengan unsur “menguntungkan
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi” adalah sama artinya dengan
mendapatkan untung untuk diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Di
dalam ketentuan tentang tindak pidana korupsi yang terdapat dalam Pasal 3 ini,
unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi” tersebut
adalah tujuan dari pelaku tindak pidana korupsi (R. Wiyono, Pembahasan
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penerbit Sinar Grafika,
Jakarta, edisi kedua, 2009, hal. 46).
3. Bahwa memperoleh suatu keuntungan atau “menguntungkan” artinya
memperoleh atau menambah kekayaan yang sudah ada (P.A.F Lamintang,
Delik-delik Khusus Kejahatan Jabatan dan Kejahatan-Kejahatan Tertentu
sebagai Tindak Pidana Korupsi, Penerbit Pionir Jaya, 1991, hal. 276).

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 23 dari 37
Konkretnya perbuatan “menguntungkan” ini membuat
tersangka/Terdakwa/orang lain/kroninya atau suatu korporasi memperoleh aspek
materiil maupun immateriil. (Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di
Indonesia, Normatif, Teoritis, Praktik dan Masalahnya, Penerbit Alumni
Bandung, cet. ke-1 tahun 2007, hal. 91-92).
4. Apa yang dimaksud dengan “tujuan” ialah suatu kehendak yang ada dalam
pikiran atau alam batin si pembuat yang ditujukan untuk memperoleh suatu
keuntungan (menguntungkan) bagi dirinya sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi. (Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di
Indonesia, Penerbit Bayu Media Publishing, Malang, Edisi Pertama, Cet. Kedua,
April 2005, hal. 54). Dengan demikian lebih mudah dibuktikan adanya unsur
“dengan tujuan menguntungkan diri sendiri” daripada “memperkaya diri sendiri”
karena yang pertama adalah suatu unsur yang biasa dalam hukum pidana, seperti
dalam Pasal 378 KUHP dan Pasal 423 KUHP (Andi Hamzah, Pemberantasan
Korupsi melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Penerbit Raja
Grafindo Persada, 2005, hal. 193).
5. Bahwa unsur “dengan tujuan” ini merupakan unsur batin yang menentukan arah
dari perbuatan penyalahgunaan kewenangan dan sebagainya. Adanya unsur ini
harus pula ditentukan secara objektif dengan memperhatikan segala keadaan lahir
yang menyertai perbuatan Terdakwa (Soedarto, Hukum dan Hukum Pidana,
Penerbit Alumni Bandung, 1977, hal.142).
6. Selanjutnya berdasarkan yurisprudensi, yakni Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia No. 813/K/Pid/1987 tanggal 29 Juni 1989 dalam
pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa unsur menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau suatu badan cukup dinilai dari kenyataan yang terjadi atau
dihubungkan dengan perilaku Terdakwa sesuai dengan kewenangan yang
dimilikinya karena jabatan atau kedudukan.
Bahwa berpedoman pada pengertian doktrin dan yurisprudensi tersebut, dapat
disimpulkan unsur “dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi” yang ada pada Pasal 3 ini merupakan tujuan (niat) si pelaku yang
mempunyai jabatan atau kedudukan, yang kemudian tujuannya tersebut menentukan
arah perbuatannya dengan cara melakukan perbuatan menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya, dengan kata lain si pelaku sudah
mempunyai suatu kehendak yang ada dalam pikiran atau alam batinnya yang
ditujukan untuk memperoleh suatu keuntungan bagi dirinya sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi.
Berdasarkan Fakta Hukum yang terungkap di persidangan yang diperoleh dari

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 24 dari 37
alat bukti berupa keterangan saksi, surat, petunjuk, keterangan ahli dan keterangan
Terdakwa sebagaimana telah kami uraikan secara lengkap dalam bagian Analisa
Fakta dalam surat tuntutan yang selanjutnya dihubungkan dengan pandangan doktrin
dan yurisprudensi, maka dapat diperoleh kesimpulan adanya “tujuan menguntungkan
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi”, yang dilakukan Terdakwa
bersama-sama dengan LIDYA PERMATASARI, dan MAYANG SARI dalam
pelaksanaan pengadaan Alat Kesehatan RSUD Kapadokia Tahun Anggaran 2020.
Di dalam persidangan terungkap fakta hukum, bahwa dalam proses pelelangan
hingga pengadaan, saksi LIDYA PERMATASARI banyak diinstruksikan oleh
Terdakwa untuk mentransfer uang kepada pihak terkait agar memperlancar proses
penyelewengan dana Pengadaan Alat Kesehatan, yaitu sebagai berikut:
- Bahwa pada tanggal 01 Agustus 2020 sekitar pukul 16:30 WITA, Terdakwa
menginstruksikan secara langsung kepada saksi LIDYA PERMATASARI untuk
mengirimkan uang yang sebelumnya digunakan MAYANG SARI untuk
diberikan kepada SHIN TAE YONG melalui transfer dengan Nomor Rekening
1315952274 atas nama LIDYA PERMATASARI kepada Nomor Rekening
1578927539 atas nama MAYANG SARI sebesar Rp1.135.961.645,00 (satu
miliar seratus tiga puluh lima juta sembilan ratus enam puluh satu ribu enam
ratus empat puluh lima rupiah).
- Bahwa pada tanggal 09 Agustus 2020, saksi LIDYA PERMATASARI
mentransfer kepada Rekening dengan nomor 1909847037 atas nama ALEX
MUNANDAR pada Bank Muttaqin Hasan sejumlah Rp2.535.000.000,00 (dua
miliar lima ratus tiga puluh lima juta rupiah).
- Bahwa pada tanggal 20 Agustus 2020, saksi LIDYA PERMATASARI
mentransfer kepada Rekening dengan nomor 1578927539 atas nama MAYANG
SARI pada Bank Citra Angkasa sejumlah Rp4.125.000.000,00 (empat miliar
seratus dua puluh lima juta rupiah).
- Bahwa pada tanggal 06 September 2020, saksi LIDYA PERMATASARI
mentransfer kepada Rekening lainnya dengan nomor 2879021893 atas nama
LIDYA PERMATASARI pada Bank Raya Indonesia sejumlah
Rp3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah).
- Bahwa pada tanggal 08 September 2020, saksi LIDYA PERMATASARI
mentransfer kepada Rekening dengan nomor 2312456778 atas nama CHOI YU
RIM melalui Flip Globe sejumlah Rp2.465.000.000,00 (dua miliar empat ratus
enam puluh lima juta rupiah).
- Bahwa pada tanggal 10 September 2020, saksi LIDYA PERMATASARI
mentransfer kepada Rekening dengan nomor 1364902849 atas nama SUYAMTI

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 25 dari 37
CAHYA pada Bank Muttaqin Hasan sejumlah Rp2.435.120.000,00 (dua miliar
empat ratus tiga puluh lima juta seratus dua puluh ribu rupiah).
- Bahwa pada tanggal 10 September 2020, saksi LIDYA PERMATASARI
mentransfer kepada Rekening dengan nomor 1092839879 atas nama Terdakwa
pada Bank Citra Angkasa sejumlah Rp10.108.318.355,00 (sepuluh miliar seratus
delapan juta tiga ratus delapan belas ribu tiga ratus lima puluh lima rupiah).
- Bahwa pada tanggal 11 September 2020 sekitar pukul 10:00 WITA, bertempat di
RSUD Kapadokia, saksi LIDYA PERMATASARI menemui Terdakwa untuk
menitipkan uang dari dana alokasi Alat Kesehatan sebagai keuntungan untuk
Terdakwa sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Bahwa saksi LIDYA PERMATASARI menerangkan, uang yang ditransfer oleh
saksi bersumber dari dana Pengadaan Alat Kesehatan RSUD Kapadokia tahun 2020,
dan hal tersebut dilakukan oleh saksi atas perintah dari Terdakwa. Hal ini
bersesuaian dengan keterangan saksi LIDYA PERMATASARI, MAYANG SARI,
ALEX MUNANDAR, SUYAMTI CAHYA dan bersesuaian pula dengan barang
bukti yang diperlihatkan Penuntut Umum di dalam persidangan yaitu:
 BB No.110 : 1 (satu) rangkap fotocopy legalisir informasi rekening mutasi
rekening Bank Citra Angkasa atas nama Budi Pratomo No. Rek 1092839879
periode 01/07/2020-26/12/2020.
 BB No.111 : 1 (satu) rangkap fotocopy legalisir informasi rekening mutasi
rekening Bank Muttaqin Hasan atas nama Lidya Permatasari No. Rek
1315952274 periode 30/06/2020-27/12/2020.
 BB No.112 : 1 (satu) rangkap fotocopy legalisir informasi rekening mutasi
rekening Bank Raya Indonesia atas nama Lidya Permatasari No. Rek 2879021893
periode 30/06/2020-27/12/2020.
 BB No.113 : 1 (satu) rangkap fotocopy legalisir informasi rekening mutasi
rekening Bank Muttaqin Hasan atas nama Alex Munandar No. Rek 1909847037
periode 30/06/2020 – 29/12/2020.
 BB No.114 : 1 (satu) rangkap fotocopy legalisir informasi rekening mutasi
rekening Bank Citra Angkasa atas nama Mayang Sari No. Rek 1578927539
periode 30/06/2020 – 28/12/2020.
 BB No.115 : 1 (satu) rangkap fotocopy legalisir informasi rekening mutasi
rekening Bank Muttaqin Hasan atas nama Suyamti Cahya No. Rek 1364902849
periode 30/06/2020 – 30/12/2020.

Dari penjelasan yang telah kami uraikan sebelumnya maka telah jelas bahwa
Terdakwa memenuhi unsur “menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 26 dari 37
korporasi” sehingga dalil Penasihat Hukum Terdakwa mengenai unsur
“menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi” tidak dapat
dibenarkan. Maka dari itu, Surat Tuntutan kami telah tepat dalam menyatakan bahwa
unsur “menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi” telah
terbukti secara sah dan meyakinkan.

3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya


karena jabatan atau kedudukan

Penasihat Hukum Terdakwa dalam Pembelaannya mendalilkan bahwa:


Bahwa mengenai Terdakwa Menghubungi MAYANG SARI hanya untuk
memberitahu bahwa RSUD Kapadokia akan mengadakan pelelangan tender
Pengadaan Alat Kesehatan bukan karena niat lain namun karna MAYANG SARI
merupakan kerabat lama Terdakwa. Bahwa terungkap di persidangan PT.Jaya
Perkasa menang dalam pelelangan tender memang karena PT.Jaya Perkasa yang
memenuhi kualifikasi dan persyaratan sesuai dengan yang diminta. Bahwa Terdakwa
menghubungi MAYANG SARI untuk melakukan survey harga pasar dikarenakan
adanya Covid-19 yang sedang melonjak jadi tidak memungkinkan untuk terjun
langsung melakukan survey. Bahwa terungkap fakta di persidangan FAISAL
BUDIANTO mengeluarkan berita acara penyelesaian pekerjaan telah 100%
dikarenakan pekerjaan memang telah selesai semua dan itu FAISAL BUDIANTO
sendiri yang mengeluarkan.
Menanggapi hal tersebut, kami selaku Penuntut Umum berpendapat bahwa
Penasihat Hukum Terdakwa tidaklah cermat dalam mendalilkan dalil tersebut dan
tidak cermat dalam membaca surat dakwaan , dikarenakan kami selaku Penuntut
Umum sudah mengumpulkan semua alat bukti yang relevan dan logis. Berdasarkan
Fakta Hukum yang terungkap di persidangan yang diperoleh dari alat bukti berupa
keterangan saksi, surat, petunjuk, keterangan ahli dan keterangan Terdakwa
sebagaimana telah kami uraikan secara lengkap dalam bagian Analisa Fakta dalam
surat tuntutan yang selanjutnya dihubungkan dengan pandangan doktrin dan
yurisprudensi, maka dapat diperoleh kesimpulan adanya perbuatan
“menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan”, yang dilakukan Terdakwa bersama-sama dengan LIDYA
PERMATASARI, dan MAYANG SARI dalam pelaksanaan pengadaan Alat
Kesehatan RSUD Kapadokia Tahun Anggaran 2020.
Di dalam persidangan terungkap fakta bahwa Terdakwa selaku Direktur
Utama RSUD Kapadokia berkeinginan untuk meraup keuntungan melalui proyek
pengadaan Alat Kesehatan, yang dilakukan dengan cara, yaitu pada tanggal 18 Juli

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 27 dari 37
2020, Terdakwa menghubungi dan menawarkan kepada MAYANG SARI selaku
Direktur Utama PT. Jaya Perkasa untuk mengikuti sekaligus sebagai pemenang dalam
pelelangan tender dengan syarat Terdakwa memperoleh keuntungan. Setelah
mendengar penawaran dari Terdakwa, MAYANG SARI menyepakati tawaran
tersebut dengan permintaan dalam perancangan HPS untuk dirancang berdasarkan
harga yang telah ditentukan oleh MAYANG SARI tanpa melakukan Survei Pasar,
serta membocorkan persyaratan dan kualifikasi di awal. Hal ini bersesuaian dengan
keterangan saksi MAYANG SARI dan keterangan Terdakwa sendiri di dalam
persidangan.
Setelah bersepakat dengan MAYANG SARI, Terdakwa menemui LIDYA
PERMATASARI selaku kepala keuangan RSUD Kapadokia secara pribadi. Dalam
pertemuan tersebut Terdakwa mengajak dan menawarkan kepada LIDYA
PERMATASARI untuk ikut serta dalam rencana penyelewengan dana dalam proyek
Pengadaan Alat Kesehatan RSUD Kapadokia, dengan menjelaskan bahwa yang akan
menjadi penyedia dalam proyek tersebut adalah rekan lama nya yaitu MAYANG
SARI, dan dalam penetapan HPS berdasarkan HPS yang telah dirancang oleh
MAYANG SARI. Hal ini bersesuaian dengan keterangan saksi LIDYA
PERMATASARI dan keterangan Terdakwa sendiri di dalam persidangan.
Bahwa sesuai yang telah disepakati sebelumnya dengan MAYANG SARI,
Terdakwa bersama dengan MAYANG SARI melakukan pembicaraan terkait
penyusunan HPS melalui aplikasi Zoom Meeting, dalam pembicaraan tersebut
MAYANG SARI memberikan rincian HPS yang telah dirancang oleh MAYANG
SARI dan Terdakwa menyepakati untuk menetapkan HPS sesuai dengan harga yang
telah diberikan oleh MAYANG SARI tanpa melakukan Survei Pasar. Hal ini
bersesuaian dengan keterangan saksi MAYANG SARI dan keterangan Terdakwa
sendiri di dalam persidangan.
Setelah penetapan HPS, untuk mempermudah jalannya perolehan keuntungan
dalam proyek pengadaan Alat Kesehatan RSUD Kapadokia, Terdakwa selaku PPK
membentuk tim kepanitiaan untuk proyek pengadaan tersebut dengan membuat dua
tim, yaitu tim pengadaan yang diketuai oleh Terdakwa sendiri dan tim penerima
yang diketuai oleh LIDYA PERMATASARI. Lalu setelah membentuk tim
kepanitiaan, pada hari yang sama Terdakwa menunjuk FAISAL BUDIANTO untuk
menjadi Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) dalam proyek pengadaan Alat
Kesehatan RSUD Kapadokia. Hal ini bersesuaian dengan keterangan saksi LIDYA
PERMATASARI, saksi LIDYA PERMATASARI, saksi FAISAL BUDIANTO dan
keterangan Terdakwa sendiri di dalam persidangan.
Setelah mengajukan laporan mengenai spesifikasi Alat Kesehatan kepada

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 28 dari 37
POKJA Pemerintah dan telah disetujui, Terdakwa memberi instruksi secara
langsung kepada LIDYA PERMATASARI untuk memberikan kualifikasi dan
persyaratan proyek Pengadaan Alat Kesehatan kepada MAYANG SARI melalui
Elektronik Mail (Surat Elektronik). Setelah menerima instruksi dari Terdakwa
berdasarkan transkip Elektronik Mail dengan alamat lidyapermatasari@gmail.com
milik LIDYA PERMATASARI kepada Elektronik Mail dengan alamat
mayangsari@gmail.com milik MAYANG SARI pada hari yang sama pukul 15:34
WITA, LIDYA PERMATASARI mengirim kualifikasi dan persyaratan proyek
Pengadaan Alat Kesehatan yang telah disepakati oleh tim panitia kepada MAYANG
SARI. Dan pada hari yang sama juga berdasarkan hasil Screenshoot chat/ percakapan
melalui aplikasi Whatsapp nomor +(62)8126591011 atas nama Terdakwa dan nomor
+(62)8527599379 atas nama MAYANG SARI pada tanggal 22 Juli 2020 pukul 15:37
WITA, Terdakwa mengkonfirmasi bahwa spesifikasi dan persyaratan proyek
Pengadaan Alat Kesehatan telah dikirim oleh LIDYA PERMATASARI melalui
Elektronik Mail (Surat Elektronik). Hal ini bersesuaian dengan keterangan saksi
LIDYA PERMATASARI, saksi MAYANG SARI, dan keterangan Terdakwa sendiri
di dalam persidangan.
Bahwa setelah ditentukan pemenang lelang tender dan PT. Jaya Perkasa adalah
pemenang dalam pelelangan tersebut, lalu setelah dilakukannya penandatanganan
kontrak oleh MAYANG SARI selaku Direktur Utama PT. Jaya Perkasa dengan
Terdakwa yang dilakukan di kantor Kemenkes RI, Terdakwa bersama-sama dengan
LIDYA PERMATASARI dan MAYANG SARI melakukan pertemuan pribadi diluar
hal penandatanganan kontrak yang dilakukan di Shisa Cafe Kemang, Jakarta Selatan.
Dalam pertemuan tersebut Terdakwa mengusulkan untuk melakukan perubahan
kualitas dan kuantitas pada Alat Kesehatan, dan juga adapun hasil pertemuan tersebut
yang telah disepakati oleh MAYANG SARI dan LIDYA PERMATASARI yaitu
menetapkan vendor Daelin Group yang akan menjadi rekan kerjasama dalam proyek
pengadaan Alat Kesehatan dan menentukan PT. Kenari Air menjadi tempat
penyewaan pesawat kargo terhadap Alat Kesehatan RSUD Kapadokia. Selain itu,
pada pertemuan tersebut juga disepakati pembagian tugas yaitu MAYANG SARI
akan menyusun penggantian seri atau kualitas Alat Kesehatan dan melakukan
pemesanan kepada vendor luar negeri Daelin Group, Terdakwa bertugas untuk
mengatur atau mengendalikan segala alur pengaturan prosedur pada Pengadaan Alat
Kesehatan yang akan dilakukan oleh MAYANG SARI selaku Direktur PT. Jaya
Perkasa, dan LIDYA PERMATASARI bertugas untuk mentransfer selisih
keuntungan pengadaan Alat Kesehatan. Lalu setelah membahas rencana lanjutan
tersebut, di akhir pertemuan Terdakwa dan MAYANG SARI berjabat tangan dan

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 29 dari 37
Terdakwa mengatakan “Oke baik, kita sudah sepakat”. Hal ini bersesuaian dengan
keterangan saksi MAYANG SARI, saksi LIDYA PERMATASARI dan keterangan
Terdakwa sendiri di dalam persidangan.
Bahwa di dalam persidangan terungkap fakta hukum, setelah Alat Kesehatan
yang dipesan dari Korea Selatan sampai di Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar,
Regulated Agent yang sebelumnya telah dihubungi oleh Terdakwa dan LIDYA
PERMATASARI langsung melakukan pengecekan dan pemeriksaan untuk
diverifikasi. Setelah dilakukan pengecekan Regulated Agent menemukan
ketidaksesuaian antara barang yang tiba dengan yang ada di kontrak. Selanjutnya
Regulated Agent membuat laporan berbentuk Consignment Security Declaration
(CSD) yang langsung diserahkan kepada kepada Kantor Pelayanan Utama Bea dan
Cukai Bandara Sultan Hasanuddin. Dikarenakan adanya perbedaan Alat Kesehatan
yang tiba dengan yang ada di kontrak, Terdakwa menghubungi SUYAMTI CAHYA
selaku Direktur Teknis Kepabeanan agar melakukan pelolosan terhadap Alat
Kesehatan dengan mengabaikan laporan hasil verifikasi dari Regulated Agent dan
akan memberikan sejumlah uang sebagai imbalannya. Setelah dihubungi oleh
Terdakwa, kemudian SUYAMTI CAHYA memanipulasi laporan terhadap Alat
Kesehatan dengan menyesuaikan dengan Pemberitahuan Tentang Isi (PTI) dan Surat
Muatan Udara (SMU) di awal dan mendapatkan uang sebesar Rp2.435.120.000,00
(dua miliar empat ratus tiga puluh lima juta seratus dua puluh ribu rupiah). Hal ini
bersesuaian dengan keterangan saksi LIDYA PERMATASARI, SUYAMTI CAHYA,
dan WITAN SULAIMAN.
Di dalam persidangan terungkap fakta hukum, setelah Alat Kesehatan tahap II
tiba di RSUD Kapadokia, Terdakwa menginstruksikan kepada FAISAL
BUDIANTO untuk melakukan pemeriksaan terhadap Alat Kesehatan tahap kedua
dan hasilnya sama dengan tahap sebelumnya. Kemudian FAISAL BUDIANTO
melaporkan Berita Acara Pemeriksaan Administrasi yang telah disusunnya dengan
sebenar-benarnya kepada Terdakwa karena adanya ketidaksesuaian kualitas dan
kuantitas Alat Kesehatan yang datang dengan yang tertera dalam proposal awal
pengadaan dan kontrak pekerjaan, namun Terdakwa tidak menghiraukan hal
tersebut dan menginstruksikan kepada FAISAL BUDIANTO untuk tetap
menandatangani Dokumen Berita Acara Pemeriksaan Administrasi hasil pekerjaan di
hadapan Terdakwa dengan menjanjikan hal ini akan di tanggungjawabi oleh
Terdakwa. Dikarenakan rasa takut dan khawatir namanya akan diikutsertakan jika
tidak menjalankan instruksi dari Terdakwa, FAISAL BUDIANTO menolak untuk
menjalankannya, namun dikarenakan FAISAL BUDIANTO hanya bawahan
Terdakwa, ia tidak bisa berkehendak sesuka hati dan tetap menandatangani Berita

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 30 dari 37
Acara Pemeriksaan Administrasi hasil pekerjaan Alat Kesehatan yang tiba di RSUD
Kapadokia. selanjutnya setelah FAISAL BUDIANTO melakukan penandatanganan
terhadap Berita Acara Serah Pemeriksaan Administrasi hasil pekerjaan yang tidak
lengkap, pada pukul 17:00 WITA, Terdakwa selaku PPK dan MAYANG SARI
selaku penyedia melakukan penandatangan Berita Acara Serah Terima (BAST) hasil
pekerjaan. Setelah melakukan penandatanganan terhadap Berita Acara Serah Terima
(BAST) hasil pekerjaan, Terdakwa selaku PPK langsung membuat dan
menandatangani Surat Perintah Bayar (SPB) walau terdapat ketidak lengkapan
terhadap kelengkapan administrasi dan Berita Acara Serah Terima (BAST) hasil
pekerjaan. Selanjutnya sekitar pukul 18:00 WITA, sesuai dengan Surat Perintah
Bayar (SPB) dengan Nomor 981/KK1090/PPK/PBJ/IV/2020 dari Terdakwa, LIDYA
PERMATASARI melakukan pembayaran tahap akhir terhadap pekerjaan sebesar
Rp61.882.300.000,00 (enam puluh satu miliar delapan ratus delapan puluh dua juta
tiga ratus ribu rupiah). Hal ini bersesuaian dengan keterangan saksi LIDYA
PERMATASARI, FAISAL BUDIANTO, MAYANG SARI dan bersesuaian pula
dengan barang bukti yang diperlihatkan Penuntut Umum di dalam persidangan yaitu:
 BB No.90 : 1 (satu) rangkap asli Dokumen Surat Muatan Udara (SMU) No. 324-
65439876 tanggal 12 September 2020.
 BB No.91 : 1 (satu) rangkap asli Dokumen Surat Muatan Udara (SMU) No. 310-
30294849 tanggal 12 September 2020.
 BB No.94 : 1 (satu) rangkap asli Consignment Security Declaration/Deklarasi
Keamanan Kiriman dengan Nomor SMU : 324-65439876 oleh PT. Angkasa
Maju Logistik (Regulated Agent) tanggal 12 September 2020.
 BB No.95 : 1 (satu) rangkap asli Consignment Security Declaration/Deklarasi
Keamanan Kiriman dengan Nomor SMU : 310-30294849 oleh PT. Angkasa Maju
Logistik (Regulated Agent) tanggal 12 September 2020.
 BB No.108 : 1 (satu) rangkap fotocopy legalisir Surat Tanda Terima Barang
Nomor : 023/13/09/2020 tanggal 13 September 2020 di RSUD Kapadokia.
 BB No.211 : 1 (satu) rangkap fotocopy legalisir informasi rekening mutasi
rekening Bank Muttaqin Hasan atas nama Lidya Permatasari No. Rek
1315952274 periode 30/06/2020-27/12/2020.
 BB No.214 : 1 (satu) rangkap fotocopy legalisir informasi rekening mutasi
rekening Bank Citra Angkasa atas nama Mayang Sari No. Rek 1578927539
periode 30/06/2020 – 28/12/2020.

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 31 dari 37
 BB No.270 : 1 (satu) rangkap asli Surat Perintah Bayar Tahap 2 No.
981/KK1090/PPK/PBJ/IV/2020 yang ditanda tangani oleh Budi Pratomo, Lidya
Permata Sari dan Mayang Sari tanggal 13 September 2020.
 BB No.271 : 1 (Satu) Dokumen Berita Acara Serah Terima (BAST) Hasil
Pekerjaan No. 01/100.150.SPK/AK/APBN/ALKES-09/2020, Tanggal 13
September 2020.
 BB No.273 : 1 (Satu) rangkap asli Surat Perintah melakukan pemeriksaan
administrasi tahap 1 Nomor : SPRIN-S/115/PA/PPK/IX/2020, tanggal 11
September 2020.
 BB No.274 : 1 (Satu) rangkap asli Surat Perintah melakukan pemeriksaan
administrasi tahap 2 Nomor SPRIN-S/116/PA/PPK/IX/2020, Tanggal 13
September 2020.
 BB No.275 : 1 (Satu) Rangkap Asli Berita Acara Hasil Pemeriksaan Administrasi
Tahap 1 Pekerjaan Pengadaan Alat Kesehatan pada RSUD Kapadokia Nomor :
119/AUD-PPHP/PBJ/IX/2020, Tanggal 11 September 2020.
 BB No.276 : 1 (Satu) Rangkap Asli Berita Acara Hasil Pemeriksaan Administrasi
Tahap 2 Pekerjaan Pengadaan Alat Kesehatan Pada RSUD Kapadokia Nomor :
121/AUD-PPHP/PBJ/IX/2020, Tanggal 13 September 2020.

Selanjutnya fakta-fakta hukum tersebut dilakukan analisis dan dihubungkan


dengan pengertian unsur menyalahgunakan kewenangan sebagaimana yang telah
diuraikan, disimpulkan analisis hukum sebagai berikut:
1. Terdakwa dan MAYANG SARI yang merupakan rekan lama sekaligus Direktur
Utama PT. Jaya Perkasa telah melakukan kesepakatan pada saat RSUD
Kapadokia ditunjuk sebagai Rumah Sakit rujukan bagi masyarakat Sulawesi
Selatan yang terkena Covid-19. Bahwa ketika Terdakwa menghubungi saksi
MAYANG SARI untuk ikut serta dalam pelelangan tender Pengadaan Alat
Kesehatan RSUD Kapadokia tahun 2020 dengan maksud untuk melakukan
penyelewengan dana Pengadaan Alat Kesehatan RSUD Kapadokia tahun 2020
yang nantinya PT. Jaya Perkasa akan dimenangkan dalam pelelangan tender
tersebut dan segala persyaratan dan kualifikasi peserta akan dikirimkan oleh
Terdakwa sebelum pelelangan tender dibuka dan diumumkan. Setelah
melakukan kesepakatan dengan MAYANG SARI, Terdakwa mengajak saksi
LIDYA PERMATASARI untuk ikut serta Pengadaan Alat Kesehatan RSUD
Kapadokia tahun 2020 agar lebih memudahkan rencana dari Terdakwa dan
mengatakan bahwa yang akan menjadi pemenang nanti adalah MAYANG SARI
dan yang menetapkan HPS nanti adalah Terdakwa dengan MAYANG SARI

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 32 dari 37
tanpa melakukan Survei Pasar. Setelah Terdakwa ditunjuk sebagai KPA
sekaligus PPK, Terdakwa menginstruksikan LIDYA PERMATASARI untuk
memberikan persyaratan dan kualifikasi kepada MAYANG SARI agar PT. Jaya
Perkasa bisa memberikan penawaran sesuai dengan persyaratan dan kualifikasi
yang telah ditetapkan oleh pihak panitia. Perbuatan Terdakwa selaku Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan/atau Ketua
Tim Pengadaan bersama-sama dengan LIDYA PERMATASARI dan MAYANG
SARI tersebut bertentangan dengan Pasal 6 huruf c, d, e dan f, Pasal 7 ayat (1)
huruf b, c, g dan h Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang
Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
2. Terdakwa setelah ditunjuk sebagai KPA sekaligus PPK, Terdakwa melakukan
penyusunan HPS yang sebelumnya telah disepakati oleh MAYANG SARI bahwa
penyusunan dan penetapan HPS akan dilakukan berdasarkan harga yang telah
ditetapkan oleh MAYANG SARI dan harga yang ditetapkan oleh MAYANG
SARI tidak melalui Survei Pasar. Bahwa Terdakwa mengerti terhadap HPS yang
telah dirancang oleh MAYANG SARI dilakukan tanpa melakukan Surai Pasar
dan hal tersebut merupakan penyimpangan dalam penetapan HPS. Bahwa
perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa bersama-sama dengan MAYANG
SARI telah bertentangan dengan Pasal 11 ayat (1) huruf d Peraturan Presiden
Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah yang
menentukan tugas dari PPK adalah menetapkan HPS.
3. Bahwa Terdakwa mengetahui dalam proses pengerjaan proyek Pengadaan Alat
Kesehatan RSUD Kapadokia tahun 2020 belum atau ada kesalahan dan tidak
sesuai dengan kontrak pekerjaan yang telah ditandatangani oleh Terdakwa selaku
PPK dan MAYANG SARI selaku penyedia. Namun pada saat penyerahan hasil
pekerjaan Terdakwa melakukan intervensi kepada FAISAL BUDIANTO selaku
Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) untuk tetap menandatangani Berita
Acara Hasil Pemeriksaan Administrasi terhadap hasil pekerjaan yang dilakukan
oleh penyedia tidak sesuai dengan kontrak agar Terdakwa bersama dengan
MAYANG SARI bisa menandatangani Berita Acara Serah Terima Hasil
Pekerjaan dan menerbitkan Surat Perintah Bayar (SPB) tahap akhir. Bahwa
perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa tersebut telah bertentangan dengan
Pasal 11 ayat (1) huruf k, dan o Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018
tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah yang menentukan bahwa PPK
bertugas untuk mengendalikan kontrak dan menilai kinerja penyedia. Selain itu
perbuatan Terdakwa bertentangan dengan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengharuskan

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 33 dari 37
Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,
efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Bahwa perbuatan Terdakwa telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai
KPA sekaligus PPK yang karena jabatan atau kedudukannya, telah melakukan
pengaturan dalam proses perencanaan sampai dengan pelelangan proyek Pengadaan
Alat Kesehatan RSUD Kapadokia Tahun 2020, yang dilakukan dengan cara
mengarahkan suatu perusahaan tertentu untuk dimenangkan dalam proses pelelangan,
sehingga menciptakan persaingan yang tidak sehat dalam Pengadaan Alat Kesehatan
RSUD Kapadokia, menetapkan HPS tanpa melakukan survei pasar, dan menyetujui
dokumen pencairan anggaran terhadap kelengkapan dokumen pencairan anggaran
dimaksud tidak lengkap atau tidak dapat dipertanggungjawabkan. Yang mana
perbuatan tersebut bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu
korporasi.
Dari penjelasan yang telah kami uraikan sebelumnya maka telah jelas bahwa
Terdakwa memenuhi unsur “menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan” sehingga dalil Penasihat
Hukum Terdakwa mengenai unsur “menyalahgunakan kewenangan, kesempatan,
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan” tidak dapat
dibenarkan. Maka dari itu, Surat Tuntutan kami telah tepat dalam menyatakan bahwa
unsur “menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan” telah terbukti secara sah dan
meyakinkan.

4. Unsur Dapat Merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara


Saudara Penasihat Hukum berpendapat dalam Pembelaannya yang
menyebutkan bahwa:
“Berdasarkan penjelasan di atas, unsur “menguntungkan diri sendiri orang
lain atau korporasi” dan unsur “menyalahgunakan kewenangan kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan” tidak dapat dibuktikan
oleh Saudara Penuntut Umum, maka secara mutatis mutandis unsur “Dapat
Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara Atau Perekonomian Negara” pada
tindakan Terdakwa dalam perkara ini tidak terbukti. Maka dari itu dapat
disimpulkan bahwa unsur “Dapat Menyebabkan Kerugian Keuangan Negara Atau
Perekonomian Negara” tidak dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan.
Menanggapi dalil dalam kutipan di atas, dikarenakan perbuatan yang
dimaksudkan Penasihat Hukum Terdakwa telah terbukti dalam penjelasan kami

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 34 dari 37
sebelumnya, serta unsur “menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu
korporasi” dan unsur “menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan” juga telah terbukti.
Maka unsur “kerugian keuangan negara” dalam perkara a quo tidak dapat
dihilangkan.
Berdasarkan keterangan ARIEL TAVETI selaku Ketua Badan Pemeriksa
Keuangan Negara Republik Indonesia, bahwa ditemukan adanya kerugian keuangan
negara sejumlah Rp28.304.400.000,00 (dua puluh delapan miliar tiga ratus empat
juta empat ratus ribu rupiah) yang ditimbulkan akibat perbuatan Terdakwa beserta
turut sertanya dalam pengadaan Alat Kesehatan.
Dari penjelasan yang telah kami uraikan sebelumnya maka telah jelas bahwa
Terdakwa memenuhi unsur “merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara” sehingga dalil Penasihat Hukum Terdakwa mengenai unsur “merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara” tidak dapat dibenarkan. Maka dari itu,
Surat Tuntutan kami telah tepat dalam menyatakan bahwa unsur “merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara” telah terbukti secara sah dan
meyakinkan.

5. Unsur dalam Pasal 18 UU PTPK


Bahwa Penasihat Hukum Terdakwa menyatakan, berkenaan dengan pasal 18
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pidana Tambahan, Penasihat Hukum
berkepentingan untuk mengingatkan bahwa pembebanan tersebut seharusnya
mengacu pada fakta hukum yang meyakinkan terhadap unsur kedua pasal 2
“menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi” khususnya frasa
“menguntungkan diri sendiri.” Bahwa dalam perkara a quo, unsur “menguntungkan
diri sendiri” tidak terbukti sehingga pembebanan uang pengganti terhadap diri
Terdakwa sejumlah uang sebesar Rp12.108.318.355,00 (dua belas miliar seratus
delapan juta tiga ratus delapan belas ribu tiga ratus lima puluh lima ribu rupiah)
tidaklah relevan dan tidak sesuai dengan fakta hukum yang sebenarnya.
Berdasarkan pembelaan Penasihat Hukum pada poin ini, kami selaku Penuntut
Umum menyampaikan bahwa di dalam persidangan telah terungkap fakta hukum,
berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Negara Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) Dalam Rangka Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Atas
Kegiatan Pengadaan Alat Kesehatan RSUD Kapadokia Tahun 2020, Nomor
35/LHP/V/14/2020, tanggal 15 Desember 2020 dan bersesuaian dengan keterangan
Ahli BPK-RI di persidangan yaitu ARIEL TAVETI TAVETI, S.E, M.Ak, jumlah
total kerugian keuangan Negara dalam kasus Pengadaan Alat Kesehatan RSUD

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 35 dari 37
Kapadokia Tahun 2020, sebesar Rp28.304.400.000,00 (dua puluh delapan miliar tiga
ratus empat juta empat ratus ribu rupiah) yang telah dinikmati oleh Terdakwa
sendiri sebesar Rp12.108.318.355,00 (dua belas miliar seratus delapan juta tiga
ratus delapan belas ribu tiga ratus lima puluh lima ribu rupiah).
Dalam perkara a quo, Terdakwa telah terbukti dalam Persidangan memperoleh
kekayaan sebanyak Rp12.108.318.355,00 (dua belas miliar seratus delapan juta tiga
ratus delapan belas ribu tiga ratus lima puluh lima ribu rupiah). Sebagaimana telah
dibuktikan dalam unsur pasal menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Terdakwa telah menggunakan harta kekayaan yang didapatkan dari hasil korupsi dan
menyembunyikan serta menyamarkan sehingga harta kekayaanya telah melebar luas
dan terdapat penambahan harta kekayaan di dalam rekening Terdakwa yang telah
dibekukan oleh Penyidik. Rekening tersebut merupakan barang tidak berwujud yang
diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi. Setelah adanya putusan inkrah dari
pengadilan, rekening tersebut harus dikembalikan kepada Negara karena uang hasil
korupsi tersebut berasal dari anggaran Pengadaan Alat Kesehatan RSUD Kapadokia
Tahun 2020. Dengan ini Unsur Pasal 18 UU PTPK telah terbukti.

6. Unsur Turut Serta Melakukan (Pasal 55 ayat (1) ke-1KUHP)


Mengingat dalam Tuntutan yang kami susun, kami hanya membuktikan unsur
Penyertaan dalam hal “turut serta melakukan” dalam Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,
maka dalam hal ini kami hanya akan membuktikan unsur “turut serta melakukan”
sebagai unsur yang terbukti.
Berdasarkan pemahaman kami yang didukung dengan Alat Bukti berupa
transkrip percakapan telepon, dan keterangan para turut serta dan Saksi, sudah
secara jelas menyatakan bahwa dari tindakan-tindakan yang dilakukan Terdakwa
bersama-sama dengan LIDYA PERMATASARI, dan MAYANG SARI terdapat
kesatuan niat untuk melakukan suatu tindak pidana secara bersama-sama serta
adanya pembagian tugas sehingga tindak pidana korupsi ini dapat terlaksana. Maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelaan oleh saudara Penasihat Hukum
hanyalah alasan yang digunakan oleh Terdakwa agar lepas dari jerat hukum
yang berlaku di Indonesia.

- Ignorantia Excusatur Non Juris Sed Facti -

“Ketidaktahuan akan fakta-fakta dapat dimaafkan namun tidak demikian halnya


dengan ketidaktahuan akan hukum”

Cukup sampai disini perjalanan Penasihat Hukum Terdakwa mendampingi

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 36 dari 37
Terdakwa dalam persidangan yang mulia ini. Kami mengapresiasi kerja keras dari
saudara Penasihat Hukum yang terus berjuang membela hak Terdakwa. Dalil
Pembelaan yang saudara Penasihat Hukum kemukakan, dapat kami luruskan oleh
jawaban kami selaku Penuntut Umum, sudah selayaknya kami menjalankan tugas
kami untuk menegakkan keadilan yang kian tidak bernilai artinya dewasa kini.

KESIMPULAN

“Fiat Justitia, Excultet Tera”


Keadilan Adalah Sesuatu Yang Harus Ditegakkan Di Bumi
Maupun Di Surga

Majelis Hakim yang Mulia,


Saudara Penasihat Hukum yang Kami Hormati.
Pada akhirnya perkenankanlah kami sesuai fakta yang diperoleh dari
persidangan memohon agar Majelis Hakim yang arif dan bijaksana memutus:
1. Agar menolak Pembelaan dari Penasihat Hukum Terdakwa untuk seluruhnya;
2. Agar memutuskan sesuai dengan Tuntutan kami selaku Penuntut Umum;
3. Memutus seadilnya-adilnya berdasarkan keadilan dengan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa;
Demikianlah Jawaban ini kami sampaikan dengan harapan segala sesuatu yang
berkenaan agar mohon untuk dipertimbangkan lebih lanjut oleh Majelis Hakim.

Makassar, 20 Juni 2021


KEJAKSAAN NEGERI MAKASSAR
Jaksa Penuntut Umum

GEFAN RAHARJA, S.H.,M.H.


JAKSA MUDA/NIP : 198305212009051120

PUTRI SYAHRANA, S.H.,M.H.


JAKSA MUDA/NIP : 198703212013022029

Jawaban atas Nota Pembelaan Penasihat Hukum Terdakwa Budi Pratomo halaman 37 dari 37

Anda mungkin juga menyukai