TINJAUAN TEORITIS
Kalo Sara adalah lambang pemersatu dan perdamaian yang sangat sakral
dalam kehidupan Suku Tolaki. Kalo Sara atau biasa disebut juga dengan kalo
penyambutan tamu agung, upacara perdamaian suatu konflik, sebagai alat untuk
1. Pengertian Kalosara
Secara fisik, Kalo Sara ini diwujudkan dengan seutas rotan berbentuk
lingkaran yang kedua ujungnya disimpul lalu diletakkan di atas selembar anyaman
kain berbentuk bujur sangkar. Tradisi yang tetap lestari ini biasa digelar dalam
Suku Tolaki yang saat ini tersebar di Wilayah Kabupaten Kolaka, Kabupaten
Kalo atau Kalo Sara adalah sebuah benda yang berbentuk lingkaran yang
terbuat dari tiga utas rotan yang kemudian dililit ke arah kiri berlawanan dengan
arah jarum jam. Ujung lilitannya kemudian disimpul atau diikat, dimana dua
ujung dari rotan tersebut tersembunyi dalam simpulnya, sedangkan ujung rotan
yang satunya dibiarkan mencuat keluar. Tiga ujung rotan, dimana yang dua
tersembunyi dalam simpul dan ujung yang satunya dibiarkan mencuat keluar
1
Abdurrauf Tarimana, Kebudayaan Tolaki (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), h. 211.
12
13
kekurangan, maka kekurangan itu tidak boleh dibeberkan kepada umum atau
orang banyak, sehingga pada Orang Tolaki terdapat kata-kata bijak: Kenota
maka adat, para kerabat, dan pemerintahlah yang akan mencukupkan semua itu
atau dapat pula dimaknai kekurangan apapun yang terjadi dalam suatu proses
adat, maka hal itu harus dapat diterima sebagai bagian dari adat orang Tolaki.2
Lilitan tiga utas rotan mempunyai makna sebagai kesatuan dari stratifikasi
sosial orang Tolaki yang terdiri dari Anakia (bangsawan), Towonua (penduduk
asli atau pemilik negeri) yang juga bisa disebut Toono Mo Tuo (orang-orang yang
dituakan) atau toono dadio (penduduk atau orang kebanyakan), dan O Ata (budak)
Selain itu, tiga lilitan rotan juga memiliki makna sebagai satuan dari keluarga,
yakni bapak, ibu, dan anak sebagai unit terkecil jika digabungkan atas beberapa
dipergunakan, yaitu: 1) Kalo Sara dengan ukuran lingkaran yang dapat masuk
2) Kalo Sara dengan ukuran lingkaran dapat masuk pada bahu manusia
adat. 3) Kalo Sara dengan ukuran lingkaran dapat masuk pada kepala atau lutut
kebudayaan Orang Tolaki, terutama karena saat ini tidak dikenal lagi golongan O
yang dipakai juga mengalami perubahan. Jika dahulu Orang Tolaki mengenal tiga
jenis Kalo, yang penggunaannya diperuntukkan untuk tiga status sosial, maka saat
ini Orang Tolaki hanya mengenal dua ukuran Kalo Sara sesuai peruntukannya,
anakia dan jabatan Bupati ke atas (Bupati, Gubernur, dan seterusnya) 2. Kalo Sara
keberadaan Kalo Sara tersebut, terungkap dalam suatu motto filosofis yang
berbunyi sebagai berikut; Inae Konosara Ieto Pinesara, Ina Lia sara Ieto
akan diperlakukan dengan baik/adil, barang siapa yang melanggar hukum (adat)
akan diberi ganjaran atau hukuman. Meskipun Kalo Sara terbilang usianya
namun sebagai suatu hasil produk nenek moyang mereka, sampai saat ini masih
4
Abdurrauf Tarimana, Kebudayaan Tolaki, h. 278.
5
Abdurrauf Tarimana, Kebudayaan Tolaki, h. 309.
15
menunjukkan bahwa ada sekitar 86% dari 384 orang responden, yang menilai
Kalo Sara itu masih sangat berperanan sebagai lambang integrasi dan solidaritas
masyarakat Tolaki. Kalaupun terjadi adanya perubahan Kalo Sara tersebut, maka
2. Unsur-unsur Kalosara
dahulu hingga saat ini tetap digunakan oleh masyarakat Tolaki, dahulu Kalosara
kelompok masyarakat dalam soal politik, dan seiring perkembangan zaman oleh
para keturunan raja, Kalosara tidak hanya digunakan sebagai alat perdamaian
tetapi telah mengalami perluasan fungsi sebagai alat dalam upacara pelantikan
komunikasi antara satu golongan dengan golongan lain, antara satu keluarga
dengan keluarga lain dan individu dengan individu lainnya, hingga kegunaan
Kalosara sampai pada unsur-unsur perdukunan dimana oleh para dukun pertanian
a. Lingkaran Rotan
6
Ahmad Faidi, Suku Tolaki Suku Seribu Kearifan (Makassar: Arus Timur, 2015),h. 23-24.
16
selalu berguna, baik bagi kepentingan dirinya sendiri maupun untuk kepentingan
orang lain. Manusia harus hidup rukun dan bekerja sama dengan orang lain,
tolong menolong, terjalin suatu persekutuan hidup yang damai dan tenteram,
terhindar dari perselisihan. Lingkaran yang berbahan rotan kecil bulat berwarna
krem tua yang dipilin, rotan yang melingkar berjumlah tiga dengan simpul kait
mengkait dalam satu ikatan simpul dengan satu ikatan kedua ujung rotan
pencerminan jiwa persatuan dan kesatuan dari 3 unsur dalam sebuah keluarga inti
yaitu:
b. Kain Putih
Alas Kalosara dari sehelai kain berwarna putih segi empat sama sisi,
hati dan kebenaran. Di dalam makna tersebut tergambar jiwa religius yang
sehelai kain putih sebagai alas Kain putih merupakan simbol adat dalam
kehidupan berumah tangga sebagai media pengikat hubungan keluarga inti secara
timbal-balik.
Dalam bahasa Tolaki, istilah adat disebut o sara. Simbol adat Tolaki ialah
lia sara ke pinekasara” artinya siapa yang tahu adat ialah yang dihormati, siapa
yang melanggar adat ia pasti dikasari. Falsafah ini lebih menegaskan lagi, bahwa
siapa yang melawan ketentuan adat, menolak atau tidak menghargai Kalosara, ia
patut dihukum berat yaitu diusir meninggalkan wilayah adat untuk selama-
lamanya.8
c. Talam Anyaman
Alas bawah Kalosara, yang disebut juga siwole (talam anyam) yaitu
wadah berbentuk segi empat yang terbuat dari anyaman daun palem hutan atau
daun pohon kelapa yang melambangkan unsur kesucian terhadap air dan sumber
mata angin sebagai lambang kehidupan kepada setiap manusia, memiliki simbol
umum bagi seluruh warga masyarakat Tolaki. Wadah dimaksud adalah tanah
simbolisasi dari rumah tangga itu sendiri, dimana manusia hidup dan berjuang.9
8
Ahmad Faidi, Suku Tolaki Suku Seribu Kearifan, h. 50-51.
9
Ahmad Faidi, Suku Tolaki Suku Seribu Kearifan, h. 88.
18
a. Kalo sebagai ide dalam kebudayaan dan sebagai kenyataan dalam kehidupan
etnik Tolaki.
c. kalo sebagai pedoman hidup untuk terciptanya ketertiban sosial dan moral
Kehidupan Etnik Tolaki, bahwa wujud ideal dari suatu kebudayaan adalah salah
satu dari tiga wujud kebudayaan. Dua wujud lainnya adalah wujud kelakuan dan
wujud fisik. Wujud ideal dari suatu kebudayaan adalah adat, atau lebih
lengkapnya disebut adat tata kelakuan, karena adat berfungsi sebagai pengatur
kelakuan. Adat dapat dibagi dalam empat tingkatan antara lain. tingkat nilai
budaya, tingkat norma-norma, tingkat hukum, dan tingkat aturan khusus. Maka
kalo dalam tinjauan sebagai adat memiliki empat tingkatan antara lain sebagai
berikut.
Pada tingkat nilai budaya, kalo merupakan sistem nilai budaya yang
(persatuan dan kesatuan), ate pute penao moroha (kesucian dan keadilan), dan
Ide medulu mepoko’aso (persatuan dan kesatuan) diwujudkan dalam apa yang
10
Ahmad Faidi, Suku Tolaki Suku Seribu Kearifan, h. 14-23.
19
luas dengan kerabat luas dalam hal mendirikan rumah, sumbangan berupa
makanan dan minuman, pada acara-acara, terutama dalam acara perkawinan, dan
acara kematian.11
Ide Ate Pute Penao Moroha (kesucian dan keadilan) diwijudkan dalam
untuk memasuki bulan puasa, dan permandian mayat. Sedangkan ide keadilan
anak-anak yang dilakukan orang tua dalam pengambilan keputusan peradilan adat
diwujudkan dalam usaha mereka untuk merealisasikan dengan apa yang disebut
mondaweako (jutaan ikat padi), tepohiu o’epe (bertebaran bidang kebun sagu).
kedudukan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat Tolaki karena pada
masa lalu dijadikan sebagai harta warisan (hapo-hapo/tiari) dan sebagai simbol
ndudu karandu (suasana ketenangan batin yang diliputi dengan alunan bunyi gong
11
Abdurrauf Tarimana, Kebudayaan Tolaki, h. 311.
12
Basrin Melamba, Tolaki: Sejarah, Identitas, dan Kebudayaan (Yogyakarta: Lukita,
2013), h. 236.
20
yang merdu di tengah malam), dan tumotapa rarai (suasana kegembiraan yang
diliputi dengan suara hura-hura, tawa dan tepuk tangan yang meriah).
Tolaki dalam kehidupannya baik dalam kehidupan keluarga, sosial, politik, dan
keagamaan. Pada tingkat sistem hukum, kalo merupakan hukum adat orang Tolaki
sebagai hukum adat tampak pada gejala dimana kalo berfungsi sebagai alat
komunikasi antar keluarga, antar golongan, bahkan sebagai alat yang dipakai
selain itu digunakan dalam upacara tolak bala dan meminta berkah. Penggunaan
aturan adat akan mendapatkan sanksi baik berupa sanksi batin maupun sanksi
fisik.13
mengatur aktifitas-aktifitas yang amat jelas dan terbatas ruang lingkupnya dalam
apa yang disebut merou (aturan khusus dalam berbahasa yang menunjukan sopan
santun), atora (aturan khusus dalam komunikasi sosial), o wua (aturan khusus
dalam bercocok tanam pada umumnya), o lawi (aturan khusus dalam bercocok
tanam padi khususnya), o sapa (aturan khusus dalam berburu, beternak, dan
13
Abdurrauf Tarimana, Kebudayaan Tolaki, h. 287.
21
menangkap ikan), dan mepori (aturan khusus dalam membuat dan memakai
peralatan).
tanaman dan pusat ladang padi, dan melalui makna simbolik kalo sebagai asas
teknologi melalui bentuknya sebagai model dari teknik mengikat dan bentuk alat-
simbolik dari kalo. Ide medulu mepoko’aso (persatuan dan kesatuan) tercermin di
dalam makna simbolik dari lingkaran rotan, demikian juga ide-ide ate pute penao
moroha (keikhlasan dan kesucian) tercermin didalam makna simbolik dari kain
kebudayaan Tolaki, baik dalam hungannya dengan beberapa sub unsur dari tiap
unsur kebudayaan Tolaki maupun fungsinya sebagai unsur utama dalam upacara,
maka kalo sangat erat kaitannya dengan aktifitas orang Tolaki dalam memenuhi
14
Abdurrauf Tarimana, Kebudayaan Tolaki, h. 290.
15
Abdurrauf Tarimana, Kebudayaan Tolaki, h. 295.
22
Kalo sebagai pedoman hidup untuk terciptanya ketertiban sosial dan moral
tersebut tampak dalam usaha memulihkan suasana kelaparan karena panen tidak
jadi, suasana kecelakaan karena bencana alam, suasana kematian yang disebabkan
baik disebabkan oleh manusia yang telah melanggar adat dan norma-norma
yang disebut mosehe wonua (upacara besar dan diikuti oleh sebagian besar
masyarakat Tolaki).16
golongan bagsawan dan golongan budak disebut kalosara mbutobu, yakni kalo
yang digunakan untuk menghadap kepada putobu (kepala wilayah) agar kepala
dan golongan rakyat disebut sara mokole, yakni kalosara yang digunakan untuk
menghadap mokole (raja) agar raja turun tangan dalam memulihkan perselisihan
dua pihak keluarga yang berselisih karena masalah kawin lari disebut kalosara
16
Abdurrauf Tarimana, Kebudayaan Tolaki, h. 343.
23
sokei yakni kalo yang berfungsi untuk membentengi diri dari pihak keluarga yang
melarikan gadis dari serangan pihak keluarga yang anak gadisnya dilarikan.
kepada anggota masyarakat pada umumnya dan kehidupan orang Tolaki pada
khususnya untuk bertingkah laku dengan baik. keseluruhan aturan kalo memiliki
nilai filosofi yang dikenal dengan ungkapan Inae Kona Sara Ie Pinesara, Inae
yang menghormati adat, maka akan diperlakukan secara baik, dan barang siapa
yang tidak menghormati adat, maka akan diperlakukan secara kasar (dihukum).
yang cukup menarik dari seorang Ahmad Wahib yang merupakan salah-satu
17
Abdurrauf Tarimana, Kebudayaan Tolaki, h. 370.
24
Aku belum tahu apakah Islam itu sebenarnya. Aku baru tahu Islam itu
menurut HAMKA, Islam menurut Natsir, Islam menurut Abduh, Islam
menurut ulama-ulama kuno, Islam menurut Djohan, Islam menurut Subki,
Islam menurut yang lain-lain dan terus terang aku tidak puas. Yang kucari
belum ketemu, dan belum terdapat yaitu Islam menurut Allah, pembuatnya.
Bagaimana? Langsung studi dari Qur‟an dan Sunnah? Akan kucoba. Tapi
orang-orang lainpun akan beranggapan bahwa yang kudapat itu adalah Islam
menurut aku sendiri. Tapi biar yang terpenting adalah keyakinan di dalam
akal sehatku bahwa yang kupahami itu adalah Islam menurut Allah. Aku
harus yakin itu.18
ditarik pemahaman bahwasanya Islam adalah Agama kitab suci yang berdasarkan
pada al-Qur‟an dan al-hadits (Sunnah). Sedangkan untuk memahami Islam perlu
Islam sebagai agama adalah merupakan produk Allah Swt. yang mencakup
syari‟ah dan fiqh dimana keduanya tersebut sama-sama bersumber dari al-Qur‟an
dan al-Hadits. Syari‟ah dan fiqh yang di ajarkan Islam telah memainkan
Islam sebagai Budaya. Menurut Kunawi Basyir yang dikutip dari pendapat
Khaled Abu El-Fadl bahwa “syari‟ah adalah merupakan kehendak Tuhan dalam
bentuk yang abstrak dan ideal, sedangkan fiqh merupakan hasil dari upaya
18
Ahmad Wahib, Pergolakan Pemikiran Islam (Jakarta: Democracy Project Yayasan
Abad Demokrasi, 2012), h. 11-12.
19
Kunawi Basyir, Islam dan Budaya Lokal (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h.
15.
25
Al-Qur`an sebagai wahyu Allah yang merupakan kitab suci umat muslim,
dalam pandangan dan keyakinan umat Islam adalah sumber kebenaran yang
mutlak. Namun, walaupun demikian, kebenaran mutlak itu tidak akan tampak
manakala al-Quran tidak berinteraksi dengan realitas sosial, atau menurut Qurasih
itu disikapi oleh para pemeluknya dengan latar belakang kultural atau tingkat
syari‟ah), sedangkan kebenaran parsial hadir pada realitas sosial suatu masyarakat
gampang berubah tergantung situasi dan kondisi zaman. Dalam hal ini Ahmad
obyeknya berubah tapi karena subyeknya atau otak di kepala itu yang lain atau
karena otak yang mengamati obyek itu yang berbeda. Secara sosiologis, Islam
Islam yang semula berfungsi sebagai subyek pada tingkat kehidupan nyata
berlaku sebagai obyek dan sekaligus berlaku baginya berbagai hukum sosial.
Eksistensi Islam antara lain sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial dimana ia
tempat lain, Islam justru mengalami kemunduran dan bahkan tenggelam ditelan
20
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama (Bandung: Rosdakarya, 2000), h. 172.
21
Brian Morris, Antropologi Agama: Kritik Teori-Teori Agama Komtemporer, ter. Imam
Khoiri (Yogyakarta: AK Group, 2003), h. 393.
26
oleh perubahan zaman. Dinamika Islam dalam sejarah peradaban umat manusia
dengan demikian sangat ditentukan oleh pergumulan sosial yang pada akhirnya
akan sangat berpengaruh dalam memberi warna, corak, dan karakter Islam. 22 Jika
sebelumnya. Bila dilihat hubungan antara Islam dengan budaya, paling tidak ada
dua hal yang perlu diperjelas: Islam sebagai konsespsi sosial budaya, dan Islam
sebagai realitas budaya. Islam sebagai konsepsi budaya ini oleh para ahli sering
disebut dengan great tradition (tradisi besar), sedangkan Islam sebagai realitas
budaya disebut dengan little tradition (tradisi kecil) atau local tradition (tradisi
Islam.24
dasar. Dalam ruang yang lebih kecil doktrin ini tercakup dalam konsepsi
keimanan dan syariah-hukum Islam yang menjadi inspirasi pola pikir dan pola
bertindak umat Islam. Tradisi kecil (tradisi lokal, Islamicate) adalah realm of
22
Moeslim Abdurrahman, “Ber-Islam Secara Kultural”, Islam Sebagai Kritik Sosial
(Jakarta: Erlangga, 2003), h. 150.
23
Syarifuddin Jurdi, Sejarah Wahdah Islam: Sebuah Geliat Ormas Islam di Era Transisi
(Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2007), h. 6.
24
Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia: Pengalaman Islam (Jakarta:
Paramadina, 1999), h. 13.
27
pengertian budaya yang meliputi konsep atau norma, aktivitas serta tindakan
Islam, lebih khusus lagi tentang warna, corak, dan karakter Islam di dalam
dinamika ruang dan waktu tertentu pada hakekatnya adalah berbicara tentang
membuktikan bahwa dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan banyak pakar,
ditemukan berbagai corak dan karakter Islam pada berbagai tempat dengan
puritanis dan Islam Indonesia yang sinkretis. Lebih lanjut Geertz secara lebih
khusus lagi membagi dalam beberapa varian: Abangan, Santri, dan Priyayi.
Selain Geertz, ada juga Mark R. Woodward yang meneliti tentang Islam Jawa di
rakyat di Jawa, pada abangan dan priyayi sebagai Islam Jawa, pengikut kebatinan
sebagai kejawen, dan pemegang ortodoksi Islam sebagai Islam normatif, serta
Deliar Noer juga membagi Islam dalam kategori Islam tradisional dan Islam
modernis.26
25
Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, ter. Aswab Mahasin
(Jakarta: Pustaka Jaya, 1989), h. 6.
26
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1980), h.
67.
28
tradisionalisme. Berbagai kategori dan variasi Islam yang telah dikenalkan oleh
lingkungan sosial. Berbagai kategori dan variasi Islam yang telah dikenalkan oleh
masyarakat Indonesia, ajaran Islam telah menjadi pola anutan masyarakat. Dalam
konteks inilah Islam sebagai agama sekaligus telah menjadi budaya masyarakat
Indonesia.
budaya”, antara budaya lokal dan Islam. Dari penjelasan di atas dapat diambil
pemahaman bahwasanya Islam sama sekali tidak menolak tradisi atau budaya
28
yang berkembang di tengah-tengah masyarakat Konawe. Dalam penetapan
hukum Islam dikenal salah satu cara melakukan ijtihad yang disebut „urf, yakni
masyarakat. Dengan cara ini berarti tradisi dapat dijadikan dasar penetapan hukum
27
Azyumardi Azra, Reposisi Hubungan Agama dan Negara; Merajut Kerukunan Antar
Umat (Jakarta: Kompas, 2002), h. 98.
28
Nur Syam, Islam Pesisir (Yogyakarta: LKiS, 2005), h. 286-291.
29
Islam dengan syarat tidak bertentangan dengan ajaran Islam yang tertuang dalam
Agama (Islam) dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak bisa
dipisahkan, keduanya saling melengkapi satu sama lain. Ketika berbicara agama
dan kebudayaan, bisa dilihat lewat aplikasi fungsinya dalam wujud sistem budaya
dan juga dalam bentuk tradisi ritual atau upacara keagamaan yang nyata-nyata
menarik. Dimana Islam sebagai agama universal merupakan rahmat bagi semesta
alam dan dalam kehadirannya di muka bumi, Islam berbaur dengan budaya lokal
Secara bahasa kata Islam berasal dari bahasa Arab yang di ambil dari kata
“salima” yang mempunyai arti “selamat”. Dari kata “salima” tersebut maka
terbetuk kata “aslama” yang memiliki arti “menyerah, tunduk, patuh, dan taat”.
Kata “aslama” menjadi pokok kata Islam, mengandung segala arti yang
terkandung dalam arti pokoknya, sebab itu orang yang melakukan “aslama” atau
masuk Islam dinamakan muslim. Berarti orang itu telah menyatakan dirinya taat,
menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah Swt. dengan melakukan “aslama”
“aslama” juga terbentuk kata “silmun” dan “salamun” yang berarti “damai”. Maka
30
Islam dipahami sebagai ajaran yang cinta damai. Karenanya seorang yang
menyatakan dirinya muslim adalah harus damai dengan Allah dan dengan sesama
manusia.29
total kepada Tuhan, menuntut sikap pasrah yang total pula kepada-Nya. Inilah
Terjemahnya:
benar dan diterima di sisi Allah adalah agama yang membawa ajaran tauhid dan
tunduk kepada Allah dengan penuh keikhlasan. Masing-masing umat Yahudi dan
disebabkan oleh rasa saling iri dan dengki mereka. Biarkan orang yang
29
Didiek Ahmad Supadie, dan Sarjuni (ed), Pengantar Studi Islam (Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2011), h. 71-72.
30
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Badan Litbang dan
Diklat Kementerian Agama RI, 2019), h. 232.
31
itu.31
Adapun pengertian Islam dari segi istilah adalah mengacu kepada agama
yang bersumber pada wahyu yang datang dari Allah Swt. bukan berasal dari
manusia dan bukan pula berasal dari Nabi Muhammad Saw. Atau dengan kata
lain, agama yang diturunkan kepada manusia sebagai rohmat bagi alam semesta.
dunia ini. Allah Swt. sendiri telah menyatakan hal ini, sebagaimana yang tersebut
Terjemahnya:
Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah.32
Islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw. berpedoman pada
31
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol. 3
(Jakarta: Lentera Hati, 1999), h. 59.
32
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 476.
33
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol.
3., h. 90.
34
Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai aspeknya Jilid 1 (Jakarta: Bulan
Bintang, 1974), h. 17.
32
kitab suci al-Quran yang diturunkan ke dunia melalui wahyu Allah Swt. Islam
lahir di kota Makkah dengan dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasul
Tuhan untuk membimbing manusia ke jalan yang lurus. Setelah Nabi wafat maka
akibat ekspansi yang dilakukan oleh para daulah Islam setelahnya, seperti Bani
Abbasiyah dan Umayyah. Ajaran Islam yang kemudian menyebar luas ke daerah-
Maka ajaran Islam tersebut segera bertemu dengan berbagai peradaban dan
datangi oleh para penyebar Islam seperti Mesir, Siria dan daerah-daerah yang lain
sudah lama mengenal filsafat Yunani, ajaran Hindu Buddha, Majusi, dan Nasrani.
lingkungan dan peradaban dan kebudayaan setempat, begitu pula yang terjadi di
Islam dengan risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Adalah
diperuntukkan suatu golongan atau negara tertentu. Islam adalah agama universal
yang merupakan wujud realisasi dari konsep “Rahmatan lil Alamin” (rahmat bagi
seluruh umat).36
35
Hariwijaya M, Islam Kejawen (Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2006), h. 165-166.
36
Amin Syukur, Pengantar Studi Islam (Semarang: Pustaka Nuun, 2010), h. 30.
33
adalah dimaksudkan untuk seluruh umat manusia, karena Nabi Muhammad Saw.
adalah utusan Tuhan untuk seluruh umat manusia. Ini berarti bahwa ajaran Islam
itu berlaku bagi seluruh manusia yang ada dimuka bumi ini tidak hanya tertentu
pada bangsa Arab saja, namun juga kepada seluruh bangsa dalam tingkatan yang
sama.37
Jadi jelas bahwasanya nilai-nilai ajaran Islam yang universal adalah dapat
berlaku disembarang waktu dan tempat dan sah untuk semua golongan atau
kelompok manusia, tidak bisa dibatasi oleh suatu formalisme, seperti formalisme
umumnya).
dibawanya, yakni:
sebagai konsep monotheisme dengan kadar paling tinggi. Konsep tauhid ini
Wahyu perdana dari al-Qur‟an di samping membuat deklarasi khalaqal insan (Dia
mengajarkan kepada manusia). Manusia ini selain di ciptakan oleh Allah, juga di
beri kecerdasan ilmiah. Konsep ini ada kaitanya dengan janji Allah tentang “apa
Dari berbagai konsep ini maka Harun Nasution menganggap bahwa agama
yang meyakini bahwa wahyu dari Tuhan, bersifat absolut, mutlak, kekal, tidak
berubah dan tidak bisa di ubah. Sedangkan kelompok kedua, mereka yang
meyakini bahwa wahyu dari Tuhan memerlukan penjelasan tentang arti dan
tidak mutlak, bersifat relatif, nisbi dan dapat diubah sesuai dengan perkembangan
dua bidang yang dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Agama bernilai
mutlak, tidak berubah menurut perubahan waktu dan tempat. Tetapi berbeda
dengan budaya, sekalipun berdasarkan agama, dapat berubah dari waktu ke waktu
38
Muhammad Tholhah Hasan, Islam dalam Perpektif Sosio Kultural (Jakarta: Lantabora
Press, 2004), h. 4-5.
39
Parsudi Suparlan (ed), Pengetahuan Budaya, Ilmu-Ilmu sosial dan Pengkajian Masalah-
Masalah Agama (Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur Agama Badan Litbang
Agama, 1982), h. 18.
35
dan dari tempat ke tempat. Kebanyakan budaya berdasarkan agama, namun tidak
pernah terjadi sebaliknya, agama berdasarkan budaya. Oleh karena itu, agama
adalah primer, dan budaya adalah sekunder. Budaya dapat berupa ekspresi hidup
keberbagai penjuru dunia. Dengan watak, keadaan geografis dan tatanan sosial
yang ada maka melahirkan sejumlah definisi dari budaya atau kebudayaan itu
sendiri. Secara bahasa kata kebudayaan adalah merupakan serapan dari kata
Sansekerta, “Budayah” yang merupakan jamak dari kata “buddi” yang memiliki
arti “budi” atau “akal”. Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan dengan
merupakan hasil dari keseluruhan system gagasan, tindakan, cipta, rasa dan karsa
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang semua itu tersusun dalam
kehaidupan masyarakat.41
Secara istilah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Budaya memiliki arti
pikiran; akal budi, adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah
berkembang (beradab, maju), sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah
penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat
40
Yustion dkk., Islam dan Kebudayaan Indonesia: Dulu, Kini, dan Esok (Jakarta: Yayasan
Festival Istiqlal, 1993), h. 172.
41
Rohiman Notowidagdo, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-qur‟an dan hadis (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada , 1996), h. 22.
36
yang meliputi bentuk teknologi sosial, ideologi, religi, dan kesenian serta benda,
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan belajar.
kebudayaan sebagai sistem kognitif serta sistem makna dan kebudayaan sebagai
sistem nilai. Dalam hal ini Geertz memberikan contoh bahwasanya upacara
keagamaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat itu adalah merupakan sistem
kognitif dan sistem makna, sedangkan sistem nilainya adalah ajaran yang diyakini
bahwasanya kebudayaan itu adalah sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide
tersebut adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang
berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-
pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi seni dan
berbagai daerah, salah satu dari suku tersebut adalah masyarakat suku Tolaki.
Suku Tolaki adalah mereka yang bertempat tinggal di daerah Tolaki. Secara
geografis suku Tolaki adalah merupakan bagian dari Konawe, namun masyarakat
suku Tolaki memiliki ciri khas yang sangat berbeda dari pada masyarakat Konawe
pada umumnya, hal ini tanpak pada bahasa yang digunakan dalam kesehariannya.
Yang dikatakan suku Tolaki adalah masyarakat yang mendiami tanah Tolaki
lainnya, budaya asli Tolaki ini bertumpu pada kepercayaan animisme dan
42
Kodiran, Kebudayaan dalam Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Jakarta:
Jambatan, 1976), h. 322.
38
dunia ini juga didiami oleh roh-roh halus termasuk roh nenek moyang dan juga
Kebudayaan juga memiliki nilai dan simbol agar supaya manusia bisa hidup di
sesuatu yang final, universal, abadi, dan tidak mengenal perubahan (absolut).
Unaha, agama (Islam) dan budaya yang ada di Unaha adalah merupakan
masyarakat Tolaki.
Nilai merupakan tema baru dalam filsafat: aksiologi, cabang filsafat yang
mempelajarinya, muncul yang pertama kalinya pada paruh kedua abad ke-19. 44
Menurut Riseri Frondizi, nilai itu merupakan kualitas yang tidak tergantung pada
benda; benda adalah sesuatu yang bernilai. Ketidak tergantungan ini mencakup
43
Iskandar Zulkarnain, dkk., Sejarah Sumenep (Sumenep: Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan, 2003), h. 23-28.
44
Riseri Frondizi, Pengantar Filsafat Nilai, terj. Cuk Ananta Wijaya (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2001), h. 1.
39
setiap bentuk empiris, nilai adalah kualitas apriori. 45 W.J.S. Purwadarminto dalam
yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Menurut Louis O. Kattsof nilai
memiliki kepentingan.
c. Nilai sebagai esensi nilai adalah hasil ciptaan yang tahu, nilai
Dari segi normatif nilai-nilai dalam islam mengandung dua kategori, yaitu
pertimbangan baik dan buruk, salah dan benar, hak dan batal, diridhoi dan
dimurkai oleh Allah. Nilai-nilai agama Islam sangat besar pengaruhnya dalam
kehidupan social, bahkan tanpa nilai tersebut manusia akan turun ketingkat
kehidupan hewan yang amat rendah karena agama mengandung unsur kuratif
45
Riseri Frondizi, Pengantar Filsafat Nilai, terj. Cuk Ananta, h. 2.
46
Louis Kattsof, Pengantar Filsafat, terj.Soejono Soemargono (Yogyaklarta: Tiara
Wacana,1996), h. 333.
40
terhadap penyakit social. Sebagaimana firman Allah dalam Al Quran surat Al-
Anam/6 : 110.
Terjemahnya :
Yang kedua nilai insani atau duniawi, yaitu nilai yang tumbuh atas
Modal yang pertama bersumber dari ra’yu atau pikiran yang memberikan
penafsiran dan penjelasan terhadap Al Qur‟an dan sunnah. Yang kedua bersumber
dari adat istiadat seperti tata cara berkomunikasi, interaksi antar sesama manusia
dan sebagainya. Yang ketiga bersumber dari kenyataan alam seperti tata cara
makan dan sebagainya. Dalam bahasa arab, agama berasal dari kata ad-din yang
artinya sejumlah aturan yang disyariatkan Allah SWT bagi hambanya yang
duniawi dan berkenaan dengan ukhrowi.49 agama memiliki peran yang sangat
penting bagi tata kehidupan pribadi manusia maupun masyarakat, maka dalam
manusia yang berbentuk daya tahan untuk menghadapi sikap dan tingkah laku
47
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 578.
48
H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h. 111.
49
Abdul Jabbar Adlan, Dirasat Islamiyah (Jakarta: Aneka Bahagia, 1993), h. 11.
41
yang tidak sesuai dengan hatinya. Pendidikan anak dimulai sejak dini agar ia
menjadi muslim atau mukmin yang baik bagi dirinya, keluarga dan umat islam,
bahkan bagi seluruh umat manusia. Pendidikan pertama adalah ibu kemudian ayah
pendidikan yang ideal agar mereka menjadi manusia yang idealis, meneladani
kepribadian Rasulullah yang mulia. Merujuk pada Al Quran dan Hadits serta
pendapat para ulama, bahwa ajaran pokok islam meliputi ajaran tentang iman
(aqidah), ibadah dan akhlak.51 Ketiga ajaran pokok islam ini selengkapnya
Secara harfiah, iman berasal dari bahasa arab yang mengandung arti faith
berkenaan dengan agama) yakni kepada Allah, keteguhan hati, keteguhan batin. 52
Zainuddin Bin Abdul Aziz menjelaskan, islam itu perbuatan anggota luar (dzohir)
dan islam tidak sah kecuali disertai dengan iman. Iman itu membenarkan hati, dan
iman tidak sah kecuali disertai pengucapan dua kalimat syahadat. Jelasnya bahwa
pengertian iman disini meliputi tiga aspek: pertama, ucapan lidah atau mulut
karena lidah adalah penerjemah hati. kedua, pembenaran hati. Ketiga, amal
50
Muhamad faiz Al-Math, Keistimewaan-keistimewaan Islam (Jakarta, Gema insani Press:
1994), h. 86.
51
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam (Yogyakarta, Pustaka Pelajar: 2005),
h. 115.
52
Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif (Jakarta, Kencana; 2011), h. 128.
42
adalah dari amal perbuatan. Akidah mengajarkan manusia untuk percaya akan
adanya Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa sebagai sang pencipta alam
manusia di dunia. Manusia akan lebih taat untuk menjalankan segala sesuatu yang
diperintahkan oleh Allah dan takut untuk berbuat dhalim atau kerusakan dimuka
bumi ketika memiliki rasa sepenuh hati bahwa Allah itu ada dan Maha Kuasa.
b. Nilai Ibadah
menghambakan diri, dan amal yang diridhoi Allah. Ibadah selanjutnya sudah
masuk kedalam bahasa Indonesia yang diartikan perbuatan yang menyatakan bakti
kepada Tuhan, seperti shalat, berdoa, dan berbuat baik. Ibadah selanjutnya
menjadi pilar ajaran islam yang bersifat lahiriah yang tampak sebagai refleksi atau
manifestasi keimanan kepada Allah. Ibadah lebih lanjut merupakan salah satu
aspek dari ajaran pada seluruh agama yang ada di dunia, aspek inilah yang
c. Nilai Akhlak
(sifat atau keadaan) dari perilaku yang konstan (tetap) dan meresap dalam jiwa,
memerlukan pikiran dan pertimbangan.54 Akhlak adalah suatu kondisi atau sifat
yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian. Dari sini timbullah
berbagai macam perbuatan dengan cara spontan tanpa dibuatbuat dan tanpa
yang erat. Ketiganya adalah unsur yang saling mengisi dan menyokong. Akidah
akan berjalan dengan ibadah dan akhlak, begitupun ibadah, akidah dan akhlak
yang saling terpaut. Dari sumber nilai agama tersebut, maka dapat diambil suatu
islami yang pada dasarnya bersumber dari Alquran dan sunah yang harus
kehidupan seharihari. Dari uraian tersebut dapat diambil pengertian bahwa nilai
agama islam adalah sejumlah tata aturan yang terjadi pedoman manusia agar
setiap tingkah lakunya sesuai dengan ajaran agama islam sehingga dalam
kehidupannya dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan lahir dan batin dunia
akhirat.
Pada tingkat nilai Islam, kalo merupakan sistem nilai yang berfungsi
(persatuan dan kesatuan), ate pute penao moroha (kesucian dan keadilan), dan
54
Zainuddin, dkk, Seluk beluk Pendidikan dari Al-Ghazali (Jakarta, Bumi Aksara:1991),
h. 102.
55
M Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al Quran (Jakarta: Amzah 2007),
h. 4.
44
Ide medulu mepoko’aso (persatuan dan kesatuan) diwujudkan dalam apa yang
luas dengan kerabat luas dalam hal mendirikan rumah, sumbangan berupa
makanan dan minuman, pada acara-acara, terutama dalam acara perkawinan, dan
acara kematian.56