Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KELOMPOK 1

PAI

ANGGOTA

NAMA : FATHIR HIDAYAT


NAMA : NABILA SYIFA DZAHABIYYAH
NAMA : FAJAR SAPUTRANAMA
NAMA : ADINDA INDAH LESTARI

FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA


UNIVERSITAS NAHDATUL ULAMA
2023/2024
Kata Pengantar

‫َاٌلَّس اَل ُم َعلٌيًك ْم َو َر ْح َم ة ِهللا َو َبَر َك اُته‬

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
ridho-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah materi mata
kuliah Fiqih yang berjudul " Ibadah ".
Tak lupa, saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu dosen selaku pembimbing kami dalam
pembelajaran mata kuliah Fiqih (AIK II), juga kepada semua teman-teman yang telah
memberikan dukungan kepada saya dalam menyelesaikan makalah ini.
Harapan terdalam saya, semoga penyusunan makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua serta
menjadi tambahan informasi mengenai " Ibadah " bagi para pembaca
Saya menyadari jika dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, dengan hati yang terbuka kritik serta saran yang konstruktif guna kesempurnaan makalah ini.
Demikian makalah ini saya susun, apabila ada kata-kata yang kurang berkenan dan banyak
terdapat kekurangan, saya mohon maaf yang sebesar- besarnya. Semoga bermanfaat. Aaminn.

‫َو اٌلَّساَل ُم َعلٌيًك ْم َو َر ْح َم ة ِهللا َو َبَر َك اُته‬

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
• Latar Belakang 1
• Rumusan Masalah 1
• Tujuan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN 2
• Pengertian Ibadah 2
• Tujuan, Hakikat, dan Fungsi Ibadah 2
• Ruang Lingkup dan Macam-macam Ibadah 5
• Hubungan Ibadah dan Iman 6
• Syarat Diterimanya Ibadah 7
• Hikmah dan Makna Spiritual Ibadah bagi Kehidupan Sosial Manusia 7
BAB III PENUTUP 9
• Kesimpulan 9
• Saran 9
DAFTAR PUSTAKA 10

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dari zaman dahulu telah kita ketahui kewajiban kita sebagai hamba Allah yang lemah
adalah beribadah. Setiap ibadah sebagaimana yang diperintahkan Allah mengandung maksud
tersendiri dan di dalam pelaksanaannya terdapat hikmah. Segala bentuk dan jenis ibadah yang di
syari’atkan Allah kepada manusia di janjikan pahala dunia dan akhirat, juga mengandung hikmah
yang luar biasa bagi siapa saja yang menaatinya.
Ibadah merupakan unsur mutlak dalam agama. Agama yang intinya adalah keyakinan tentang
adanya zat yang berkuasa di atas alam raya, dan kerinduan manusia untuk mengagumkan dan
berhubungan dengan-Nya, melahirkan berbagai macam cara pengabdian, pemujaan dan ibadah.
Dalam pelaksanaannya pun mempunyai cara yang berbeda-beda.
Di dalam agama Islam juga terdapat banyak ibadah yang harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh
setiap umatnya kepada Allah SWT. Salah satu kegiatan ibadah yang sangat penting dan dijadikan
tiang agama dalam agama islam adalah shalat.

2. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Ibadah ?
2. Apa Tujuan, Hakikat, dan Fungsi Ibadah ?
3. Apa Ruang Lingkup dan Macam-macam Ibadah ?
4. Bagaimana Hubungan Ibadah dan Iman ?
5. Bagaimana Syarat Diterimanya Ibadah ?
6. Apa Hikmah dan Makna Spiritual Ibadah bagi Kehidupan Sosial Manusia

3. Tujuan Masalah
1. Kita dapat mengetahui apa Pengertian Ibadah
2. Kita dapat mengetahui apa Tujuan , Hakikat, dan Fungsi Ibadah
3. Kita dapat mengetahui apa Ruang Lingkup dan Macam-macam Ibadah
4. Kita dapat mengetahui bagaimana Hubungan Ibadah dan Iman
5. Kita dapat mengetahui bagaimana Syarat Diterimanya Ibadah
6. Kita dapat mengetahui apa Hikmah dan Makna Spiritual Ibadah bagi Kehidupan sosial
Manusia

BAB II
PEMBAHASAN
• Pengertian Ibadah
Ibadah berasal dari kata Arab ‘ibadah (jamak: ‘ibadat ) yang berarti pengabdian,
penghambaan, ketundukkan, dan kepatuhan. Dari akar kata yang sama kita mengenal istilah ‘abd
(hamba, budak) yang menghimpun makna kekurangan, kehinaan, dan kerendahan. Karena itu,
inti ibadah ialah pengungkapan rasa kekurangan, kehinaan dan kerendahan diri dalam bentuk
pengagungan, penyucian dan syukur atas segala nikmat. Kata ‘abd diserap ke dalam bahasa
Indonesia menjadi abdi, seorang yang mengabdi dengan tunduk dan patuh kepada orang lain.
Dengan demikian, segala bentuk sikap pengabdian dan kepatuhan merupakan ibadah walaupun
tidak dilandasi suatu keyakinan.
Kata “Ibadah” menurut bahasa berarti “taat, tunduk, merendahkan diri dan
menghambakan diri” (Basyir, 1984:12). Adapun kata “Ibadah” menurut istilah berarti
penghambaan diri yang sepenuh-penuhnya untuk mencapai keridhoan Allah dan mengharap
pahala-Nya di akhirat” (Ash-Shiddiqy, 1954:4).
Dari sisi keagamaan, ibadah adalah ketundukkan atau penghambaan diri kepada Allah,
Tuhan Yang Maha Esa. Ibadah meliputi semua bentuk kegiatan manusia di dunia ini, yang
dilakukan dengan niat mengabdi dan menghamba hanya kepada Allah. Jadi, semua tindakan
mukmin yang dilandasi oleh niat tulus untuk mencapai ridha Allah dipandang sebagai ibadah.
Makna inilah yang terkandung dalam firman Allah :
.
‫َو َم اَخ َلْقُت الِج َّن َو ْاِاَّل ْنَس ااَّل ِلَيْعُبُد ْو ِن‬
Tidaklah Kuciptakan jin dan manusia melainkan untu mengabdi kepada-Ku, (al-Dzariyat
[51]: 56).
Dengan demikian, segenap tindakan mukmin yang dilakukan sepanjang hari dan malam
tidak terlepas dari nilai ibadah, termasuk tindakan yang dianggap sepele, seperti senyum kepada
orang lain. Atau bahkan tindakan yang dianggap kotor atau tabu jika dituturkan kepada orang
lain, seperti buang hajat, melakukan hubungan seks, dan lain-lain. Beberapa sahabat bertanya
kepada Nabi saw. tentang pahala shalat, puasa, dan sedekah. Rasulullah saw. juga bersabda,
“Seseorang muslim yang menanam pohon atau tumbuhan lain, kemudian buahnya dimakan
burung, orang atau binatang ternak, semua itu menjadi sedekah baginya.”

• Tujuan, Hakekat, dan Fungsi Ibadah

• Tujuan Ibadah
Ada lima tujuan yang dicapai melalui pelaksanaan ibadah:

• Memuji Allah dengan sifat-sifat kesempurnaan-Nya yang mutlak, seperti ilmu, kekuasaan,
dan kehendak-Nya. Artinya, kesempurnaan sifat-sifat Allah tak terbatas, tak terikat syarat, dan
meniscayakan-Nya tanpa membutuhkan yang lain.
• Menyucikan Allah dari segala cela dan kekurangan, seperti kemungkinan untuk binasa,
terbatas, bodoh, lemah, kikir, semena-mena, dan sifat-sifat tercela lainnya,
• Bersyukur kepada Allah sebagai sumber segala kebaikan yang kita dapatkan berasal dari-Nya,
sedangkan segala sesuatu selain kebaikan hanyalah perantara yang Dia ciptakan.
• Menyerahkan diri secara tulus kepada Allah dan menaati-Nya secara mutlak. Mengakui
bahwa Dialah yang layak ditaati dan dijadikan tempat berserah diri. Dialah yang yang berhak
memerintah dan melarang kita, karena Dialah Tuhan kita. Kita semua wajib taat dan
menyerahkan diri kepada-Nya, sebab kita adalah hamba-Nya.
• Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam masalah apapun yang kami sebutkan di atas, dialah satu-
satunya yang Mahasempura. Dialah satu-satunya yang Mahasuci dari segala cela dan
kekurangan. Dan dialah satu-satunya pemberi nikmat yang sebenarnya, serta pencipta segala
kenikmatan. Karena itu, segala bentuk syukur layak dipanjatkan hanya kepada-Nya. Dialah
satu-satunya yang layak ditaati dan dijadikan tempat berserah diri secara tulus. Ketaatan kita
kepada Nabi, imam, pemimpin, agama, ayah, ibu, atau guru harus kita lakukan dalam bingkai
ketaatan kita kepada-Nya. Inilah sikap yang layak bagi seorang hamba di hadapan
Penciptanya Yang Mahaagung. Sikap semacam itu hanya boleh dilakukan kepada Dia yang
betul-betul nyat keagungan dan kebesaran-Nya.
• Hakekat Ibadah
Tujuan di ciptakannya manusia di muka bumi ini yaitu untuk beribadah kepada-Nya.
Allah menetapkan perintah ibadah sebenarnya merupakan suatu kemampuan yang besar kepada
makhluknya, karena apabila direnungkan, hakikat perintah beribadah itu berupa peringatan agar
kita menunaikan kewajiban terhadap Allah yang telah melimpahkan karunia-Nya.

Hakikat ibadah itu antara lain firman Allah yang berbunyi:

Artinya: “Wahai para manusia, beribadahlah kamu kepada Tuhanmu, yang telah menjadikan
kamu dan telah menjadikan orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah
(2) ;21).
Adapun hakikat ibadah yaitu :

• Ibadah adalah tujuan hidup kita.


• Melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan penuh ketundukkan dan perendahan
diri kepada Allah SWT.
• Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan meniggalkan larangan-
Nya.
• Cinta, maksudnya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya yang mengandung makna mendahulukan
kehendak Allah dan Rasul-Nya atas yang lainnya. Adapun tanda-tandanya : mengikuti sunnah
Rasulullah saw.
• Jihad di jalan Allah (berusaha sekuat tenaga untuk meraih segala sesuatu yang dicintai Allah).
• Takut, maksudnya tidak merasakan sedikitpun ketakutan kepada segala bentuk dan jenis
makhluk melebihi ketakutannya kepada Allah SWT.
Dengan demikian orang-orang yang benar-benar mengerti kehidupan adalah yang mengisi
waktunya dengan berbagai macam bentuk ketaatan; baik dengan melaksanakan perintah maupun
menjauhi larangan. Sebab dengan cara itu tujuan hidupnya akan terwujud.
2. Fungsi Ibadah
Ada tiga aspek fungsi ibadah dalam Islam:

• Mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya.


Mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya dapat dilakukan melalui
“muqorobah” dan “khudlu”. Orang yang beriman dirinya akan selalu merasa diawasi oleh Allah.
Ia akan selalu berupaya menyesuaikan segala perilakunya dengan ketentuan Allah SWT. Dengan
sikap itu seseorang muslim tidak akan melupakan kewajibannya untuk beribadah, bertaubat,
serta menyandarkan segala kebutuhannya pada pertolongan Allah SWT. Demikianlah ikrar
seorang muslim seperti tertera dalam Al- Qur’an surat Al-Fatihah ayat 5 :
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta
pertolongan.”Atas landasan itulah manusia akan terbebas dari penghambaanterhadap manusia,
harta benda dan hawa nafsu.

• Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya


Dengan sikap ini, setiap manusia tidak akan lupa bahwa dia adalah anggota masyarakat
yang mempunyai hak dan Kewajiban untuk menerima dan memberi nasihat. Oleh karena itu,
banyak ayat Al-Qur'an ketika berbicara tentang fungsi ibadah menyebutkan juga dampaknya
terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat. Contohnya: Ketika Al Qur'an berbicara tentang
sholat, ia menjelaskan fungsinya:
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan
Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat
yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Dalam ayat ini Al-Qur'an menjelaskan bahwa fungsi sholat adalah mencegah dari
perbuatan keji dan mungkar.Perbuatan keji dan mungkar adalah suatu perbuatan merugikan
diri sendiri dan orang lain. Maka dengan sholat diharapakan manusia dapat mencegah dirinya
dari perbuatan yang merugikan tersebut. Ketika Al-Qur'an berbicara tentang zakat, Al-Qur'an
juga menjelaskan fungsinya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan Mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”Dan
masih banyak ibadah-ibadah lain yang tujuannya tidak hanya baik bagi diri pelakunya tetapi
juga membawa dapak sosial yang baik bagi masyarakatnya. Karena itu Allah tidak akan
menerima semua bentuk ibadah, kecuali ibadah tersebut membawa kebaikan bagi dirinya dan
orang lain. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda :
“Barangsiapa yang sholatnya tidak mencegah dirinya dari perbuatan keji dan munkar,
maka dia hanya akan bertambah jauh dari Allah” (HR. Thabrani)

• Melatih diri untuk berdisiplin


Adalah suatu kenyataan bahwa segala bentuk ibadah menuntut kita untuk berdisiplin.
Kenyataan itu dapat dilihat dengajn jelas dalam pelaksanaan sholat, mulai dari wudhu,
ketentuan waktunya, berdiri, ruku, sujud dan aturan-aturan lainnya, mengajarkan kita untuk
berdisiplin. Apabila kita menganiaya sesama muslim, menyakiti manusia baik dengan
perkataan maupun perbuatan, tidak mau membantu kesulitan sesama manusia, menumpuk
harta dan tidak menyalurkannya kepada yang berhak. Tidak mau melakukan “amar ma'ruf nahi
munkar”, maka ibadahnya tidak bermanfaat dan tidak bisa menyelamatkannya dari siksa Allah
SWT.

• Ruang Lingkup dan Macam-macam Ibadah


Membicarakan ruang lingkup ibadah, tentunya tidak dapat melepaskan diri dari
pemahaman terhadap pengertian ruang lingkup itu sendiri. Oleh sebab itu, menurut Ibnu
Taimiyah (661-726 H/ 1262-1371 M) yang dikemukakan oleh Ritonga, bahwa ruang lingkup
ibadah mencakup semua bentuk cinta dan kerelaan kepada Allah, baik dalam perkataan maupun
batin; termasuk dalam pengertian ini adalah salat, zakat, haji, benar dalam pembicaraan,
menjalankan amanah, berbuat baik kepada orang tua, menjalin silahturrahmi, memenuhi janji,
amar ma’ruf nahi munkar, jihad terhadap orang kafir, berbuat baik pada tetangga, anak yatim,
fakir miskin dan ibn sabil, berdo’a, zikir, baca Al-qur’an, rela menerima ketentuan Allah dan lain
sebagainya.
Macam-macam ibadah pada dasarnya digolongkan menjadi dua, yaitu:
• Ibadah Umum, artinya ibadah yang mencakup segala aspek kehidupan dalam rangka mencari
keridhoan Allah. Unsur terpenting agar dalam melaksanakan segala aktivitas kehidupan di
dunia ini agar benar-benar bernilai ibadah adalah “niat” yang ikhlas untuk memenuhi tuntutan
agama dengan menempuh jalan yang halal dan menjauhi jalan yang haram.
• Ibadah Khusus, artinya ibadah yang macam dan cara pelaksanaannya ditentukan dalam syara’
(ditentukan oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW). ibadah khusus ini bersifat tetap dan
mutlak, manusia tinggal melaksanakan sesuai dengan peraturan dan yuntutan yang ada, tidak
boleh mengybah, menambah, dan mengurangi, seperti tuntutan bersuci (wudhu), salat, puasa
ramadhan, ketentuan nisab zakat.

• Dilihat dari segi umum dan khusus, maka ibadah dibagi dua macam:
• Ibadah Khoshoh adalah ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan dalam nash (dalil/dasar
hukum) yang jelas, yaitu sholat, zakat, puasa dan haji.
• Ibadah Ammah adalah semua perilaku baik yang dilakukan semata-mata karena Allah
SWT seperti bekerja, makan, minum dan tidur sebab semua itu untuk menjaga
kelangsungan hidup dan kesehatan jasmani supaya dapat mengabdi kepada-Nya.

• Ditinjau dari segi kepentingan perseorangan atau masyarakat, ibadah ada dua macam:
• Ibadah wajib (fardhu) seperti sholat dan puasa.
• Ibadah ijtima’i, seperti zakat dan haji.

• Dilihat dari cara pelaksanaannya, ibadah dibagi menjadi tiga:


• Ibadah jasmaniyah dan ruhiyah seperti sholat dan puasa
• Ibadah ruhiyah dan amaliyah seperti zakat.
• Ibadah jasmaniyah, ruhiyah dan amaliyah seperti pergi haji.

• Ditinjau dari segi bentuk dan sifatnya, ibadah dibagi menjadi:


• Ibadah yang berupa pekerjaan tertentu dengan perkataan dan perbuatan, seperti sholat,
zakat, puasa dan haji.
• Ibadah yang berupa ucapan, seperti membaca Al-Qur’an, berdo’a dan berdzikir.
• Ibadah yang berupa perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti membela diri,
menolong orang lain, mengurus jenazah dan jihad.
• Ibadah yang berupa menahan diri, seperti ihrom, berpuasa dan i’tikaf (duduk di masjid);
dan
• Ibadah yang sifatnya menggugurkan hak, seperti membebaskan hutang atau membebaskan
hutang orang lain.
• Hubungan Ibadah dan Iman
Ibadah, yang merupakan ekspresi kehinaan dan kerendahan diri di hadapan Tuhan Yang
Mahakuasa dan Mahaagung, harus dilandasi oleh keimanan dan keyakinan yang kukuh kepada-
Nya. Sejatinya, ketundukan dan kepatuhan manusia di hadapan Tuhannya dengan melakukan
berbagai bentuk ibadah merupakan manifestasi iman yang bersifat abstrak ke dalam perbuatan
yang konkret, ketundukan dan kepatuhan yang tidak dilandasi keimanan, seperti ketundukan
seseorang kepada pemimpinnya, tidak termasuk ibadah. Begitu pula kekaguman dan pengabdian
seseorang kepada kekasihnya. Jadi, iman yang bersifat abstrak belum sempurna sebelum
direalisasikan dalam bentuk amal nyata, yakni ibadah. Karena itulah Al-Qur’an selalu
menggandengkan kata iman dengan amal shaleh, karena iman tidak sempurna tanpa amal shaleh.
Rasulullah saw. sendiri selalu menegaskan realisasi iman dengan amal shaleh. Misalnya beliau
bersabda, “Mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik akhlaknya.” (HR
Bukhari dan Muslim). Ia juga bersabda, “Tidak (sempurna) iman salah seorang kalian hingga ia
mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian, ibadah merupakan institusi iman. Karena tidak terlihat, keimanan seseorang
tak dapat diukur dan diperkirakan. Namun, kita dapat melihat realitas imannya dari ibadah yang
dilakukannya. Kita sendiri dapat merasakan, saat iman menurun, ibadah kita pun menurun,
begitu pun sebaliknya.
Iman dan ibadah sering pula saling menguatkan dan saling menyempurnakan. Ketika
seseorang memiliki kesempatan yang luas untuk beribadah, tetapi keimanannya belum kokoh, ia
meningkatkan dan memperkukuh imannya dengan terus-menerus menambah kualitas dan
kuantitas ibadahnya. Sebaliknya, iman yang semakin mantap pasti akan membuahkan ibadah
yang banyak dan berkualitas. Itulah hubungan timbal-balik antara iman dan ibadah.
• Syarat Diterimanya Ibadah
Tidak semua tindakan manusia dianggap ibadah kecuali jika memenuhi dua syarat berikut
ini.
• Niat yang ikhlas, suatu perbuatan dinilai ibadah kalau diniatkan sebagai ibadah.
Rasulullah saw. bersabda, “Suatu suatu amal hanya (akan dinilai sebagai ibadah) sesuai
dengan niatnya, dan masing-masing orang akan meraih sesuatu sesuai dengan niatnya.”
(HR Bukhari dan Muslim). Hussein Ateshin, pakar Islam asal Turki, mengatakan, “Suatu
tindakan dianggap ibadah hanya jika dimulai dengan niat, yakni secara mental kita harus
menyadari bahwa apa yang akan kita lakukan itu demi dan dalam kerangka kepatuhan
serta ketaatan kepada kehendak Allah Yang Mahakuasa.”

• Tidak bertentangan dengan syariat. Bila bertentangan dengan syariat, suatu tindakan tidak
akan dianggap ibadah meskipun dilandasi dengan niat ibadah, misalnya memperkosa,
mencuri, merampok, korupsi dan sebagainya. Semua itu tidak dianggap ibadah meskipun
hasil dari tindakan itu dipergunakan untuk kebaikan, misalnya bersedekah dengan harta
hasil korupsi. Allah berfirman,
“Janganlah kamu campurkan yang hak dengan yang batil ..”. (al-Baqarah [2]: 42).

• Hikmah dan Makna Spiritual Ibadah bagi Kehidupan Sosial Manusia

• Hikmah Ibadah
• Tidak syirik. Seorang hamba yang sudah berketetapan hati untuk senantiasa beribadah
menyembah kepada Nya, maka ia harus meninggalkan segala bentuk syirik. Ia telah
mengetahui segala sifat-sifat yang dimiliki Nya adalah lebih bedar dari segala yang ada,
sehingga tidak ada wujud lain yang dapat mengungguli-Nya.

• Memiliki ketakwaan. Ketakwaan yang di landasi cinta timbul karena ibadah yang di
lakukan manusia setelah merasakan kemurahan dan keindahan Nya munculah dorongan
untuk beribadah kepada Nya. Sedangkan ketakwaan yang dilandasi rasa takut timbul
karena manusia menjalankan ibadah dianggap sebagai suatu kewajiban bukan sebagai
kebutuhan. Ketika manusia menjalankan ibadah sebagai suatu kewajiban ada kalanya
muncul ketidak ikhlasan, terpaksa dan ketakutan akan balasan dari pelanggaran karena
tidak menajalankan kewajiban.

• Terhindar dari kemaksiatan. Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat sehingga dapat
menjadi tameng dari pengaruh kemaksiatan, tetapi keadaan ini hanya bisa dikuasai jika
ibadah yang di lakukan berkualitas. Ibadah ibarat sebuah baju yang harus selalu dipakai
dimanapun manusia berada.

• Berjiwa sosial, artinya ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka dengan
keadaan lingkungan sekitarnya, karena dia mendapat pengalaman langsung dari ibadah
yang dikerjakannya. Sebagaimana ketika melalukan ibadah puasa, ia merasakan rasanya
lapar yang biasa dirasakan oleh orang-orang yang kekurangan. Sehingga mendorong
hamba tersebut lebih memperhatikan orang lain.

• Tidak kikir, harta yang dimiliki manusia pada dasarnya bukan miliknya tetapi milik Allah
SWT yang seharusnya diperuntukan untuk kemslahatan umat. Tetapi karena kecintaan
manusia yang begitu besar terhadap keduniawian menjadikan dia lupa dan kikir akan
hartanya. Berbeda dengan hamba yang mencintai Allah SWT, senantiasa dawam
menafkahihartanya di jalan Allah SWT. Ia menyadari bahwa miliknya adalah bukan
haknya tetapi ia hanya memanfaatkan untuk keperluannya semata-mata sebagai bekal di
akhirat yang di wujudkan dalan bentuk pengorbanan harta untuk keperluan umat.

• Makna Spiritual Ibadah bagi Kehidupan Sosial Manusia


Pengertian ibadah dalam kehidupan masyarakat ialah pengabdian kepada Allah dalam bentuk
shalat, puasa, zakat, haji dzikir dan membaca Al-Quran. Ini karena kehidupan tidak hanya untuk
berurusan dengan hal-hal tersebut melainkan untuk hal-hal yang menyeluruh, mencakup seluruh
aspek yang dibutuhkan manusia seperti berdagang, bertani dan bekerja, mencari ilmu dan
sebagainya guna mempertahankan dan mengembangkan kehidupan itu sendiri. Maknanya manusia
harus menerapkan apa yang telah disebutkan dalam Al-Quran dan Hadist ke dalam kehidupan
sosial.

BAB III
PENUTUP

• Kesimpulan
Ibadah berasal dari kata Arab ‘ibadah (jamak: ‘ibadat ) yang berarti pengabdian,
penghambaan, ketundukkan, dan kepatuhan.ibadah ialah pengungkapan rasa kekurangan,
kehinaan dan kerendahan diri dalam bentuk pengagungan, penyucian dan syukur atas segala
nikmat.
Hakikat ibadah yaitu agar manusia di muka bumi ini untuk beribadah kepada-Nya. Allah
menetapkan perintah ibadah sebenarnya merupakan suatu kemampuan yang besar kepada
makhluknya, karena apabila direnungkan, hakikat perintah beribadah itu berupa peringatan
agar kita menunaikan kewajiban terhadap Allah yang telah melimpahkan karunia-Nya.
Macam-macam ibadah pada dasarnya digolongkan menjadi dua, yaitu:
Ibadah Umum, artinya ibadah yang mencakup segala aspek kehidupan dalam rangka mencari
keridhoan Allah. Unsur terpenting agar dalam melaksanakan segala aktivitas kehidupan di
dunia ini agar benar-benar bernilai ibadah adalah “niat” yang ikhlas untuk memenuhi
tuntutan agama dengan menempuh jalan yang halal dan menjauhi jalan yang haram.
Ibadah Khusus, artinya ibadah yang macam dan cara pelaksanaannya ditentukan dalam syara’
(ditentukan oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW). ibadah khusus ini bersifat tetap dan
mutlak, manusia tinggal melaksanakan sesuai dengan peraturan dan yuntutan yang ada, tidak
boleh mengybah, menambah, dan mengurangi, seperti tuntutan bersuci (wudhu), salat, puasa
ramadhan, ketentuan nisab zakat.
Makna Spiritual Ibadah
Pengertian ibadah dalam kehidupan masyarakat ialah pengabdian kepada Allah dalam bentuk
shalat, puasa, zakat, haji dzikir dan membaca Al-Quran. Ini karena kehidupan tidak hanya
untuk berurusan dengan hal-hal tersebut melainkan untuk hal-hal yang menyeluruh,
mencakup seluruh aspek yang dibutuhkan manusia seperti berdagang, bertani dan bekerja,
mencari ilmu dan sebagainya guna mempertahankan dan mengembangkan kehidupan itu
sendiri. Maknanya manusia harus menerapkan apa yang telah disebutkan dalam Al-Quran
dan Hadist ke dalam kehidupan sosial
• Saran
Uraian pada beberapa bab diatas sebagaimana telah memberikan sedikit pemahaman dan
pengetahuan kepada kita semua meskipun tiada kesempurnaan, karena memang penulisan ini
tidak terlepas dari kekurangan. Akhirnya upaya dan kegiatan yang tak mengenal lelah untuk
lebih mengkaji tentang perbaikan penulisan makalah Ibadah, Mudah- mudahan Allah swt
melimpahkan daya dan kekuatan kepada kita. Amiin..

Anda mungkin juga menyukai