Anda di halaman 1dari 10

ARTIKEL KONSEP SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI DALAM ILMU GIZI

DISUSUN OLEH :

Noorlaili Mauleni

P07131123062

DOSEN PENGAMPU:

Drs Jumarianta, M.Si

JURUSAN GIZI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANJARMASIN

TAHUN 2023/202
SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI GIZI

A. Pengertian Sosiologi dan Antropologi Gizi

Secara etimologis istilah sosiologi berasal dari kata socius (bahasa Latin: teman) dan
logos (bahasa Yunani: kata, perkataan, pembicaraan). Jadi secara harfiah, sosiologi adalah
membicarakan atau memperbincangkan teman pergaulan. Adapun pengertian sosiologi
menurut para ahli adalah:

1. Auguste Comte

Pengertian sosiologi

Sosiologi adalah suatu studi positif tentang hukuk-hukum dasar dari berbagai gejala
sosial yang dibedakan menjadi sosiologi statis dan sosiologi dinamis. Istilah sosiologi
pertama kali digunakan oleh Auguste Comte pada tahun 1839 sebagai ahli filsafat kebangsaan
Prancis. Istilah ini digunakan pertama kali digunakan sebagai pendekatan khusus untuk
mempelajari masyarakat. Selain itu juga membei sumbangan yang begitu penting terhadap
sosiologi. Sehingga Augustin Comte disepakati oleh para ahli disebut dengan Bapak
Sosiologi (Maulana, 2014).

2. Oucek dan Warren

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antar manusia dalam kelompok

3. Pitirin A Sorokin

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari:

1. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial, misalnya antara
gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi dsb.

2. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala sosial (misalnya
dengan gejala geografis, biologis dsb)

3. Ciri-ciriumumsemuajenisgejala-gejalasosial.

4. Emile Durkheim

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari fakta sosial (cara bertindak, berfiki dan
mampu melakukan pemaksaan dari luar terhadap individu.
5. Wiliam F. Ogburn dan Mayer F. Nimkoff

Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yakni
organisasi sosial.

6. Paul B. Horton

Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan kajian pada kehidupan kelompok dan produk
kehidupan kelompok tersebut.

7. Soerjono Soekanto

Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang
bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.

8. Max Weber

Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial, Tindakan


sosial adalah tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan dan beroriontasi pada
perilaku orang lain.

9. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi

Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari stuktur sosial dan proses-
proses sosial termasuk perubahan sosial.

10. J.A.A. Von Dorn dan C.J. Lammers

Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur- struktur dan proses-proses


kemasyarakatan yang bersifat stabil.

11. Mayor Polak

Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat secara keseluruhan


yaitu hubungan antara manusia satu dengan manusia lain, manusia dengan kelompok,
kelompok dengan kelompok, baik kelompok formal maupun kelompok informal atau baik
kelompok statis maupun dinamis

12. Hassan Shandily

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup besama dengan masyarakat dan
menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai kehidupan dengan mencoba
mengerti sifat dan maksud hidup besma cara terbentuk dan tumbuh, serta berubahnya
perserikatan-perserikatan hidup serta kepercayaan.

Sedangkan pengetian antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti manusia dan logos
yang berarti ilmu atau teori. Jadi istilah anthropologi berarti ilmu tentang manusia,

Antropologi mempunyai pandangan tentang pentingnya pendekatan budaya. Budaya


merupakan pedoman individual sebagai anggota masyarakat dan bagaimana cara memandang
dunia, bagaimana cara mengungkapkan emosionalnya dan bagaimana berhubungan dengan
orang lain, kekuatan supernatural atau Tuhan serta lingkungan alamnya.

Pada dasarnya perhatian antropologi yang paling awal adalah mengenai ciri- ciri dan sifat
masyarakat: bagaimana manusia berhubungan satu dengan yang lain, dan bagaimana dan
mengapa masyarakat berubah sepanjang waktu.

Sosiologi adalah ilmu yang membahas tentang berbagai aspek dalam masyarakat serta
pengaruhnya bagi kehidupan manusia. Istilah “antropologi” berasal dari bahasa Yunanai asal
kata “anthropos” berarti “manusia”, dan “logos” berarti “ilmu”, dengan demikian secara
harfiah “antropologi” berarti ilmu tentang manusia.

Para ahli antropologi (antropolog) sering mengemukakan bahwa antropologi merupakan studi
tentang umat manusia yang berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang
manusia dan perilakunya, dan untuk memperoleh pengertian ataupun pemahaman yang
lengkap tentang keanekaragaman manusia. Jadi antropologi merupakan ilmu yang berusaha
mencapai pengertian atau pemahaman tentang mahluk manusia dengan mempelajari aneka
warna bentuk fisiknya, masyarakat, dan kebudayaannya.

Secara makro ilmu antropologi dapat dibagi ke dalam dua bagian, yakni antropologi fisik dan
budaya. Antropologi fisik mempelajari manusia sebagai organisme biologis yang melacak
perkembangan manusia menurut evolusinya, dan menyelidiki variasi biologisnya dalam
berbagai jenis (species). Sedangkan antropologi budaya memfokuskan perhatiannya pada
kebudayaan manusia ataupun cara hidupnya dalam masyarakat.

Gizi dan Kesehatan

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat, dijadikan milik manusia dalam masyarakat bersangkutan,
yang diperoleh melalui proses belajar.
Kegunaan antropologi budaya adalah untuk menunjukkan perbedaan dan persamaan dalam
berbagai hal yang terdapat pada berbagai suku bangsa atau bangsa didunia ini. Dalam
kehidupan sehari-hari, kita dapat dengan mudah melihat hal-hal yang berbeda sedangkan hal-
hal yang sama atau bersamaan sulit atau bahkan tidak dapat diketahui seperti itulah adanya
budaya dalam mengatasi masalah kesehatan dalam kehidupan kita sehari-hari semua terjadi
akibat adanya pengaruh budaya.

Gizi dan kesehatan adalah kebutuhan setiap individu dai berbagai kalangan status kesehatan
(sakit-sakitan), ekonomi (kaya-miskin), sosial (elit-wongalit), geografik (desa-kota) dan
psikologi perkembangan (bayi, anak, remaja, dewasa, manula.

Pembangunan kesehatan adalah salah satu cara pembangunan nasional diarahkan guna
tercapainya kesadaran, keinginan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap masyarakat

supaya terwujudnya kesehatan yang optimal. Tetapi munculnya penyakit merupakan hal yang
tidak bisa ditolak walaupun bisa dicegah atau dihindari.

A. Ragam Budaya Makan di Indonesia Dilihat Dari Unsur Kebudayaan dan Nilai Budaya

1. Pola Budaya Terhadap Makanan

Kebudayaan adalah seluruh sistim gagasan dan ras, tindakan serta karya yang
dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya dengan belajar
(Koentjaraningrat, 2004). Selanjutnya dikatakan juga bahwa wujud dari budaya atau
kebudayaan dapat berupa benda-benda fisik, sistim tingkah laku dan tindakan yang
terpola/sistim sosial, sistim gagasan atau adat-istiadat serta kepribadian atau nilai-nilai
budaya.

Berdasarkan atas batasan demikian maka dapat dikatakan bahwa makanan atau kebiasaan
makan merupakan suatu produk budaya yang berhubungan dengan sistim tingkah laku dan
tindakan yang terpola (sistim sosial) dari suatu komonitas masyarakat tertentu. Sedangkan
makanan yang merupakan produk pangan sangat tergantung dari faktor pertanian di daerah
tersebut dan merupakan produk dari budaya juga. Dengan demikian pengaruh budaya
terhadap pangan atau makanan sangat tergantung kepada sistim sosial kemasyarakatan dan
merupakan hak asasi yang paling dasar, maka pangan/makanan harus berada di dalam kendali
kebudayaan itu sendiri. Beberapa pengaruh budaya terhadap pangan/makanan adalah: Adanya
bermacam jenis menu makanan dari setiap komunitas etnis masyarakat dalam mengolah
suatu jenis hidangan makanan karena perbedaan bahan dasar/adonan dalam proses
pembuatan; contoh: orang Jawa ada jenis menu makanan berasal dari kedele, orang Timor
jenis menu makanan lebih banyak berasal dari jagung dan orang Ambon jenis menu makanan
berasal dari sagu. Demikian juga orang Sulawesi menu makanan beragam yakni berasal dari
beras, jagung dan sagu.

Adanya perbedaan pola makan/konsumsi/makanan pokok dari setiap suku/etnis ; Contoh :


orang Timor pola makan lebih kepada jagung, orang Jawa pola makan lebih kepada beras.
Adanya perbedaan cita-rasa, aroma, warna dan bentuk fisik makanan dari setiap suku-etnis;
Contoh: makanan orang Padang cita rasanya pedis, orang Jawa makananya manis dan orang
Timor makanannya selalu yang asin. Adanya bermacam jenis nama dari makanan tersebut
atau makanan khas berbeda untuk setiap daerah; contoh: Soto Makasar berasal dari daerah
MakasarSulawesi Selatan, Jagung ”Bose” dari daerah Timor-Nusa Tenggara Timur, contoh
lain dari daerah Maluku adalah sagu lempe yang biasa digunakan untuk snack dan lebih
umum biasa digunakan sebagai behan oleh- oleh.

2. Sistim Budaya Terhadap

Makanan Berbagai sistim budaya memberikan peranan dan nilai yang berbeda-beda
terhadap makanan, misalnya bahan-bahan makanan tertentu oleh suatu budaya masyarakat
dapat dianggap tabu atau bersifat pantangan untuk dikonsumsi karena alasan sakral tertentu
atau sistim budaya yang terkait didalamnya. Disamping itu ada jenis makanan tertentu yang
di nilai dari segi ekonomi maupun sosial sangat tinggi eksistensinya tetapi karena mempunyai
peranan yang penting dalam hidangan makanan pada sesuatu perayaan yang berkaitan dengan
kepercayaan masyarakat tertentu maka hidangan makanan itu tidak diperbolehkan untuk
dikonsumsinya bagi golongan masyarakat tersebut.

Anggapan lain yang muncul dari sistim budaya seperti dalam mengkonsumsi hidangan
makanan didalam keluarga, biasanya sang ayah sebagai kepala keluarga akan diprioritaskan
mengkonsumsi lebih banyak dan pada bagian-bagian makananyang mengandung nilai cita
rasa tinggi. Sedangkan anggota keluarga lainnya seperti sang ibu dan anak-anak
mengkonsumsi pada bagian-bagian hidangan makanan yang secara cita-rasa maupun fisiknya
rendah. Sebagai contoh pada sistim budaya masyarakat di Timor yaitu: apabila dihidangkan
makanan daging ayam, maka sang ayah akan mendapat bagian paha atau dada sedangkan
sang ibu dan anak-anak akan mendapat bagian sayap atau lainnya. Hal ini menurut (Suhardjo,
1996) dapat menimbulkan distribusi konsumsi pangan yang tidak baik atau maldistribution
diantara keluarga apalagi pengetahuan gizi belum dipahami oleh keluarga.
Kasus lain yang berhubungan dengan sistim budaya adalah sering terjadi juga pada
masyarakat di perkotaan yang mempunyai gaya hidup budaya dengan tingkat kesibukan yang
tinggi karena alasan pekerjaan. Contohnya; pada ibu-ibu di daerah perkotaan yang kurang
dan tidak sering menyusui bayinya dengan Air Susu Ibu (ASI) setelah melahirkan tetapi
hanya diberikan formula susu bayi instant. Padahal kita tahu bahwa ASI sangat penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan fisik bayi. Selanjutnya gaya hidup mereka yang berasal dari
golongan ekonomi atas (masyarakat elite kota) ,dalam hal makanan sering mengkonsumsi
makanan yang berasal dari produk luar negeri atau makanan instant lainnya karena soal
“gengsi” .

Sedangkan makanan lokal kita hanya dikonsumsi oleh mereka yang berasal dari
golongan ekonomi menengah ke bawah karena ada anggapan bahwa makanan dari luar negeri
kaya akan nilai gizi protein dan makanan instant lebih praktis untuk dikonsumsi sedangkan
makanan lokal kita nilai gizinya lebih kepada karbohidrat. Sehubungan dengan soal gengsi
maka ada kebiasaan masyarakat di Timor jika ada kunjungan tamu ke rumahnya maka tamu
tersebut selalu di hidangkan dengan makanan yang berasal dari beras walaupun
kesehariannya mereka selalu mengkonsumsi jagung, ubi kayu/singkong dan makanan lokal
lainnya sehingga beras atau nasi telah dianggap sebagai suatu citra bahan makanan yang
mempunyai nilai prestise” yang tinggi. Citra beras/nasi dibangun sebegitu kuatnya oleh
masyarakat di Timor sehingga kondisi ini telah mempengaruhi sendi-sendi sosial budaya
sedangkan pandangan mereka terhadap pangan di luar beras di tempatkan sebagai symbol
lapisan masyarakat paling rendah.

3. Masalah Budaya Dan Makanan Terhadap Gizi

Mencermati akan adanya budaya, kebiasaan dan sistim sosial masyarakat terhadap
makanan seperti pola makan, tabu atau pantangan, gaya hidup, gengsi dalam mengkonsumsi
jenis bahan makanan tertentu, ataupun prestise dari bahan makanan tersebut yang sering
terjadi di kalangan masyarakat apabila keadaan tersebut berlangsung lama dan mereka juga
belum memahami secara baik tentang pentingnya faktor gizi dalam mengkonsumsi makanan
maka tidak mungkin dapat berakibat timbulnya masalah gizi atau gizi salah (Malnutrition).
Lebih lanjut dijelaskan oleh Suhardjo, 1996 bahwa jika kalangan masyarakat yang terkena
dampak dari sistim sosial atau budaya makan itu berasal dari golongan individu-individu
yang termasuk rawan gizi seperti ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan anak-anak balita serta
orang lanjut usia maka kondisi ini akan lebih rentan terhadap timbulnya masalah gizi kurang.
Gizi salah (Malnutrition) dapat didefenisikan sebagai keadaan sakit atau penyakit yang
disebabkan oleh kekurangan relative atau mutlak dan kelebihan satu atau lebih zat-zat
makanan esensial yang berguna dalam tubuh manusia. Menurut bentuknya, gizi salah
diklasifikasikan oleh (Supariasa et al., 2002) sebagai berikut : .

1) Gizi kurang (undernutrition), kondisi ini sebagai akibat dari konsumsi makanan yang
tidak memadai jumlahnya pada kurun waktu cukup lama. Contoh : Kekurangan Energi
Protein (KEP) dapat menyebabkan penyakit marasmus dan kwashiorkor.

2) Gizi lebih (Overnutrition), keadaan ini diakibatkan oleh konsumsi makanan yang
berlebihan untuk jangka waktu yang cukup lama sebagai contoh kegemukan

3) Kurang Gizi spesifik (Specific Deficiency): keadaan ini disebabkan oleh kekurangan
relative atau mutlak pada zat-zat makanan tertentu. Contohnya : kekurangan vitamin A
yang dapat menyebabkan penyakit xeropthalmia dan Gangguan Akibat Kekurangan
Iodium (GAKI) yang dapat menyebabkan penyakit gondok;

4) Gizi tak seimbang (inbalance): Kondisi yang merupakan akibat dari tidak
seimbangnya jumlah antara zat-zat makanan esensial, dengan atau tanpa kekurangan zat
makanan tertentu. Contoh; gangguan keseimbangan tubuh,sering loyo dll.

D. Alternatif Mengatasi Masalah Budaya dan Makanan

Masalah budaya dan makanan kita ketahui dapat menyebabkan masalah gizi yang
berdampak pada kesehatan tubuh manusia, sehingga perlu secara cermat untuk
memberdayakan masyarakat lokal dengan kearifan dan kecerdasan lokal (local wisdom and
local genius) disamping terus melaksanakan penyuluhan gizi sebagai alternative mengatasi
masalah budaya dan makanan. Pendekatan yang paling utama adalah melalui perbaikan
struktur sosial masyarakat tentang pandangan mereka terhadap bahan makanan walaupun
lokal tetapi kaya akan nilai gizi. Langkah-langkah yang ditempuh seperti:

1) Perbaikan gizi keluarga dengan melakukan lomba menyiapkan hidangan makanan


non beras (kasus budaya Timor),

2) Perbaikan budaya masyarakat dengan pengaruh utama gender terutama di tingkat


keluarga.
3) Memperluas areal pertanian dengan menanam berbagai komoditi yang mempunyai
nilai gizi tinggi sebagai bahan pangan/makanan seperti kedelai (kasus budaya Jawa).

4) Pemberian makanan tambahan yang bernilai gizi bagi anak-anak balita dan orang
lanjut usia.

5) Penyuluhan gizi terpadu dan konsultasi gizi bagi masyarakat.

6) Melakukan pengkajian/penelitian dan riset untuk melihat pengaruh budaya terhadap


makanan itu sendiri dengan berbagai implikasi yang terkait didalamnya.

Hubungan Sosial Budaya dengan Kejadian Stunting Berdasarkan hasil bivariat dengan
menggunakan uji Chi-Square diperoleh hasil p=0,281 (p>0,05) yang berarti bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara sosial budaya dengan kejadian stunting. Pada hasil
penelitian ini yang termasuk dalam kategori baik pada aspek sosial budaya menunjukkan 23
balita (76,7.%) mengalami stunting dan sebanyak 7 balita (23,3%) tidak mengalami stunting.
Sedangkan pada kategori kurang pada aspek sosial budaya ditemukan 2 balita (50,0%) yang
mengalami stunting dan 2 balita (50,0%) tidak mengalami stunting sosial budaya bukan
hanya faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya stunting, namun ada faktor lain seperti
yang diktakan oleh kepala puskesdes bahwa faktor utama yang mengakibatkan tingginya
angka kejadian stunting adalah jarak kehamilan yang terlalu dekat. Walaupun hasil penelitian
ini menunjukkan tidak ada hubungan, ternyata setelah diliat dari pola asuh khususnya praktik
pemberian makan pada balita masih ada ibu yang memberikan makanan pendamping ASI
(MP-ASI) sebelum umur 6 bulan.Ini menggambarkan bahwa ibu sudah mengetahui
pemberian MP ASI sebelum 6 bulan itu tidak benar, namun secara praktik itu tidak dilakukan.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bawa ibu yang memberikan MP ASI sebelum 6 bulan
diakibatkan karena ibu yang juga merupakan seorang petani sehinnga waktu untuk menyusui
kurang dan solusinya adalah pemberian susu formula. ASI eksklusif dapat mempengaruhi
kejadian stunting karena jika bayi yang belum cukup umur 6 bulan sudah diberi makanan
selain ASI akan menyebabkan usus bayi tidak mampu mencerna makanan dan bayi akan
mudah terkena penyakit karena kurangya asupan. Sehingga balita yang sering menderita
penyakit infeksi akan menyebabkan pertumubuhannya terhambat dan tidak dapat mencapai
pertumbuhan yang optimal (Nurjannah, 2019).
DAFTAR PUSTAKA

Imanuddin, L. B. (2017). Sosiologi dan Antropologi Gizi. Jl. Cemara 25, RT. 001 RW.
002, Desa Sukorejo, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten : Forum Ilmiah
Kesehatan (FORIKES).

Hubungan Sosial Budaya Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan Di
Desa Bone- Bone Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang Tahun 2020.

IA Ibrahim, S Alam, AS Adha, YI Jayadi, M Fadlan - Al Gizzai: Public Health Nutrition


Journal, 2020

Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Jakarta, EGC.

Herlina, M. 2017. SOSIOLOGI KESEHATAN (Paradigma Konstruksi Sosial Perilaku


Hidup Bersih dan Sehat dalam Perspektif Peter L. Berger & Thomas
Luckmann).

Husaini, H., Rahman, F., Lenie, M. & Rahayu, A. 2017. Buku Ajar Antropologi Sosial
Kesehatan.Universitas Lambung Mangkurat Press.

Maulana, N. 2014. Sosiologi dan Antropologi Kesehatan, Yogyakarta, Katalog Dalam


Terbitan (KDT) Perpustakaan Nasional RI.

Mulia, A. 2013. Pengetahuan Gizi, Pola Makan dan Status Gizi Mahasiswa Pendidikan
Teknologi Kimia Industri (PTKI) Medan Tahun 2010.

Syamsuddin 2018. Dasar-Dasar Penerapan Antropologi Kesehatan, Jakarta, Wade


Group.

Anda mungkin juga menyukai