Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

Disusun oleh :

Rizky Rahim (202383031)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2023
KATA PENGANTAR

Dengan segala puji dan syukur, kami mengucapkan terima kasih kepada Tuhan
Yang Maha Esa atas rahmat-Nya yang tiada henti. Makalah ini disusundengan penuh
dedikasi dan semangat untuk mempersembahkan sebuah makalah yang bermanfaat kepada
semua pihak yang telah memberikan dukungan, inspirasi, dan saran berharga dalam proses
penulisan makalah ini.

Penulisan makalah ini tidak terlepas dari dorongan dan dukungan dari berbagai
pihak. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yang telah memberikan
arahan dan bimbingan dalam menyusun makalah ini. Tanpa bimbingan beliau, makalah ini
tidak akan bisa selesai. Selain itu, kami juga mengapresiasi teman-teman sejawat yang
saling memberikan ide dan diskusi konstruktif untuk meningkatkan kualitas makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki. Oleh karena itu, saran dan kritik
membangun dari pembaca sangat kami harapkan guna perbaikan di masa yang akan
datang. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menjadi sumber referensi
yang berharga bagi semua pembaca yang tertarik pada topikyang dibahas. Terima kasih
atas perhatian dan kesempatan yang diberikan kepada kami untuk berbagi ilmu melalui
makalah ini.

Ambon, 23 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................................2
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
2.1 Penyebaran PPOK...........................................................................................3
2.2 Pengelolaan dan Penanganan PPOK..............................................................4
2.3 Kendala Implementasi Program Pencegahan PPOK....................................6
BAB III.............................................................................................................................9
PENUTUP.........................................................................................................................9
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................9
3.2 Saran...............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu kelompok
penyakit paru kronis yang umumnya diderita oleh individu yang terpapar
asap rokok atau faktor risiko lainnya. Masalah kesehatan global yang
berkaitan dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) semakin
meningkat seiring dengan dampak polusi lingkungan dan gaya hidup.
Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2012,
PPOK telah menyebabkan lebih dari 3 juta kematian, mencakup sekitar
6% dari total kematian di seluruh dunia pada periode tersebut. Kejadian
PPOK juga mencapai tingkat yang sangat tinggi, dan pada tahun 2020,
diperkirakan PPOK menjadi penyakit kelima dengan tingkat kejadian
tertinggi di seluruh dunia. Di Indonesia, PPOK menempati peringkat
empat sebagai penyebab kematian, dan bahkan menjadi penyakit paru
yang paling umum, dengan tingkat kesakitan mencapai 35% (Asyrofy,
Arisdiani, and Aspihan 2021). PPOK mencakup emfisema dan bronkitis
kronik, dua kondisi yang memengaruhi saluran udara dan menyebabkan
gangguan pernapasan yang progresif. Penyakit ini telah menjadi masalah
kesehatan global yang signifikan dengan dampak yang meningkat
terutama di negara-negara berkembang. Faktor risiko utama PPOK adalah
merokok, paparan asap rokok passif, polusi udara, dan faktor genetik.
Meskipun PPOK umumnya terkait dengan kebiasaan merokok, namun
beberapa kasus juga dapat ditemukan pada individu yang tidak pernah
merokok, menyoroti kompleksitas penyakit ini. Dalam beberapa dekade
terakhir, prevalensi PPOK terus meningkat, dan penyakit ini menjadi
penyebab utama morbiditas dan mortalitas di berbagai belahan dunia.
Selain gejala pernapasan seperti sesak napas, batuk kronis, dan
peningkatan produksi lendir, PPOK juga dapat mempengaruhi kualitas
hidup secara signifikan. Penyakit ini memiliki dampak ekonomi yang
besar melalui biaya perawatan kesehatan, produktivitas yang hilang, dan
peningkatan beban penyakit jangka panjang. Makalah ini bertujuan untuk
memberikan wawasan komprehensif tentang PPOK, termasuk pemahaman
tentang patogenesis, faktor risiko, diagnosis, dan pendekatan terbaru
dalam manajemen penyakit ini. Dengan pemahaman yang lebih baik
tentang PPOK, diharapkan dapat ditemukan solusi yang lebih efektif untuk
pencegahan, diagnosis dini, dan pengelolaan yang optimal bagi individu
yang terkena dampak penyakit ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana faktor risiko, seperti merokok, paparan polusi udara, dan
genetika, berkontribusi pada penyebaran penyakit PPOK?
2. Bagaimana metode pengelolaan dan penanganan PPOK dalam
mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup penderita?
3. Apa saja kendala utama dalam implementasi program pencegahan
penyakit PPOK, terutama di daerah dengan tingkat prevalensi yang
tinggi?

1.3 Tujuan
1. Mengidentifikasi dan menganalisis kontribusi masing-masing faktor
risiko, seperti merokok, paparan polusi udara, dan faktor genetika,
dalam penyebaran penyakit PPOK.
2. Mengevaluasi efektivitas metode pengelolaan PPOK, baik yang
bersifat farmakologis maupun non-farmakologis, dalam mengurangi
gejala penyakit.
3. Mengidentifikasi dan menganalisis kendala utama yang dihadapi
dalam implementasi program pencegahan penyakit PPOK.

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Penyebaran PPOK
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah suatu kondisi
pernapasan kronis yang memiliki potensi untuk dicegah dan diobati. Ciri khas
penyakit ini adalah adanya hambatan dalam aliran udara yang bersifat
persisten dan cenderung berkembang progresif. Kondisi ini terkait dengan
peningkatan respons inflamasi kronis pada saluran napas, yang dipicu oleh
paparan terhadap gas atau partikel iritan tertentu (Najihah, Theovena, et al.
2023).

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan bagian dari


kategori penyakit tidak menular yang menjadi perhatian dalam konteks
kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal ini dipengaruhi oleh peningkatan
harapan hidup dan meningkatnya paparan faktor risiko, seperti peningkatan
jumlah perokok dan tingginya tingkat pencemaran udara, baik di dalam
maupun di luar ruangan. Dari perspektif epidemiologi, risiko terkena PPOK
cenderung lebih tinggi pada laki-laki daripada wanita, yang sebagian besar
disebabkan oleh kebiasaan merokok (Wahyuni Allfazmy, Warlem, and Amran
2022).

Tiga faktor risiko utama yang berkontribusi pada penyebaran penyakit


PPOK adalah merokok, paparan polusi udara, dan faktor genetika. Berikut
penjelasannya :

1. Merokok dan Penyebaran PPOK


Merokok adalah faktor risiko paling signifikan dalam penyebaran
PPOK. Rokok mengandung berbagai zat kimia yang dapat merusak
saluran udara dan menyebabkan peradangan. Individu yang merokok
secara rutin memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengembangkan
PPOK, dan risiko ini meningkat seiring dengan kuantitas dan durasi

3
merokok. Selain itu, perokok pasif, atau mereka yang terpapar asap rokok
secara tidak langsung, juga dapat mengalami peningkatan risiko PPOK.
2. Paparan Polusi Udara dan Risiko PPOK
Paparan polusi udara juga memiliki peran penting dalam
penyebaran PPOK. Partikel-partikel kecil dan zat kimia berbahaya dalam
udara dapat merusak paru-paru dan memicu peradangan, yang pada
gilirannya berkontribusi pada perkembangan penyakit ini. Lingkungan
urban dengan tingkat polusi udara tinggi, serta paparan terus-menerus
terhadap polutan di tempat kerja atau rumah, dapat memperburuk gejala
PPOK dan meningkatkan risiko terkena penyakit ini.
3. Faktor Genetika dan Predisposisi pada PPOK
Faktor genetika juga memainkan peran dalam rentan seseorang
terhadap PPOK. Beberapa individu memiliki kecenderungan genetika
yang membuat mereka lebih rentan terhadap efek merokok atau paparan
polusi udara. Studi keluarga dan kembar telah mengidentifikasi beberapa
gen yang terkait dengan PPOK, menunjukkan bahwa ada faktor keturunan
yang mempengaruhi penyebaran penyakit ini. Penting untuk memahami
bagaimana faktor genetika ini berinteraksi dengan faktor lingkungan untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang kontribusi genetika
pada penyebaran PPOK.

2.2 Pengelolaan dan Penanganan PPOK


Penanganan dan pengelolaan PPOK bertujuan untuk mengurangi
gejala, menghentikan progresivitas penyakit, dan meningkatkan kualitas hidup
penderita. Berikut adalah beberapa metode pengelolaan dan penanganan
PPOK:

1. Terapi Farmakologis : Terapi farmakologi PPOK merujuk pada


penggunaan obat-obatan yang diresepkan oleh dokter. Tujuan dari terapi
ini adalah untuk mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan keparahan
eksaserbasi, serta meningkatkan toleransi latihan dan status kesehatan
pasien. Informasi yang diberikan mencakup pengobatan yang harus

4
dilanjutkan di rumah, termasuk pemilihan obat yang sesuai, jenis-jenis
obat, cara penggunaan yang benar, waktu penggunaan yang tepat, serta
dosis dan efek samping obat. (Bararah and Halimuddin 2021)
a. Bronkodilator: Obat ini membantu melebarkan saluran udara,
mempermudah pernapasan. Ada dua jenis bronkodilator, yaitu
bronkodilator beta-agonis dan bronkodilator antikolinergik.
b. Kortikosteroid: Kortikosteroid inhalasi atau oral dapat diresepkan
untuk mengurangi peradangan dalam saluran udara.
c. Kombinasi Obat: Kadang-kadang, dokter meresepkan kombinasi
bronkodilator dan kortikosteroid untuk pengelolaan yang lebih efektif.
2. Terapi Non-Farmakologis : Terapi non-farmakologi melibatkan
penggunaan oksigen jangka panjang dan program rehabilitasi seperti
latihan pernafasan, serta memberikan posisi yang nyaman. (Astriani et al.
2021)
a. Rehabilitasi Paru: Program rehabilitasi paru melibatkan latihan fisik,
pendidikan, dan dukungan psikososial untuk meningkatkan fungsi
paru-paru dan kualitas hidup penderita PPOK.
b. Olahraga Teratur: Aktivitas fisik yang terencana dapat membantu
memperbaiki daya tahan dan mengoptimalkan fungsi paru-paru.
c. Pendidikan Kesehatan: Penderita dan keluarganya perlu mendapatkan
edukasi mengenai penyakit, pengelolaan gejala, dan perubahan gaya
hidup yang diperlukan.
3. Manajemen Gejala dan Pencegahan Exacerbation
a. Pemantauan Gejala: Penderita perlu memantau gejala mereka secara
teratur dan berkomunikasi dengan tim perawatan kesehatan mengenai
perubahan yang mungkin terjadi.
b. Vaksinasi: Vaksinasi influenza dan pneumonia dapat membantu
mencegah infeksi yang dapat memperburuk gejala PPOK.
c. Hindari Paparan Faktor Risiko: Menghindari paparan asap rokok dan
polutan udara serta mengelola faktor risiko lainnya, seperti paparan
alergen, dapat membantu mencegah eksaserbasi.

5
4. Dukungan Psikososial
a. Konseling dan Dukungan Emosional: Penderita PPOK mungkin
mengalami stres dan kecemasan. Dukungan emosional dan konseling
dapat membantu mereka mengatasi aspek psikologis penyakit ini.
b. Partisipasi Dalam Komunitas: Bergabung dengan kelompok dukungan
atau program pendidikan komunitas dapat memberikan dukungan
tambahan dan informasi yang bermanfaat.
5. Perawatan Jangka Panjang dan Manajemen Komorbiditas
a. Manajemen Komorbiditas: Penderita PPOK seringkali memiliki
penyakit penyerta (komorbiditas) seperti diabetes atau penyakit
jantung. Manajemen komorbiditas juga merupakan bagian penting dari
pengelolaan PPOK.
b. Perencanaan Perawatan Jangka Panjang: Perencanaan perawatan
jangka panjang yang terkoordinasi melibatkan kolaborasi antara
dokter, perawat, ahli terapi fisik, dan ahli lainnya untuk memberikan
perawatan yang holistik dan terpadu.

2.3 Kendala Implementasi Program Pencegahan PPOK


PPOK tidak termasuk dalam jenis penyakit menular; ini merupakan
penyakit paru obstruktif yang dapat diobati. Oleh karena itu, pendekatan
utamanya lebih difokuskan pada pencegahan perburukan gejala dan fungsi
paru. Tindakan yang paling krusial untuk mengurangi gejala dan
meningkatkan kualitas hidup penderita PPOK adalah menghentikan kebiasaan
merokok bagi perokok, sementara bagi mereka yang bukan perokok, langkah
yang ditekankan adalah untuk tidak merokok dan menghindari paparan asap
rokok. Oleh karena itu, penting untuk menyosialisasikan informasi mengenai
merokok sebagai penyebab utama PPOK kepada masyarakat. (Najihah,
Paridah, et al. 2023)

Implementasi program pencegahan Penyakit Paru Obstruktif Kronis


(PPOK) dapat menghadapi sejumlah kendala yang dapat mempengaruhi
keberhasilan upaya tersebut. Beberapa kendala yang umumnya dihadapi dalam

6
konteks ini melibatkan faktor sosial, ekonomi, dan kebijakan. Berikut adalah
beberapa materi terkait kendala implementasi program pencegahan PPOK:

1. Faktor Sosial
a. Kurangnya Kesadaran Masyarakat: Ketidaktahuan dan minimnya
pemahaman masyarakat mengenai faktor risiko PPOK, gejala, dan cara
pencegahannya dapat menghambat partisipasi dalam program
pencegahan.
b. Stigmatisasi Penderita: Adanya stigma terhadap penyakit pernapasan
dapat menghambat penderita untuk mencari bantuan medis atau
mengikuti program pencegahan karena takut dicap sebagai penderita
PPOK.
2. Faktor Ekonomi
a. Aksesibilitas Layanan Kesehatan: Terbatasnya akses masyarakat
terhadap layanan kesehatan, terutama di daerah pedesaan atau
berpendapatan rendah, dapat menghambat deteksi dini, edukasi, dan
pelayanan bagi mereka yang berisiko tinggi.
b. Biaya Pengobatan: Biaya pengobatan dan perawatan PPOK, termasuk
obat-obatan dan terapi, bisa menjadi hambatan bagi individu dengan
sumber daya finansial yang terbatas.
3. Faktor Kebijakan
a. Kurangnya Dukungan Pemerintah: Ketersediaan dana, regulasi, dan
dukungan dari pemerintah dapat mempengaruhi kesuksesan program
pencegahan. Ketidakstabilan kebijakan atau prioritas yang berubah-
ubah dapat menghambat kelangsungan program jangka panjang.
b. Kurangnya Koordinasi Antar-Sektor: Kurangnya koordinasi antara
sektor kesehatan, lingkungan, dan pendidikan dapat mengurangi
efektivitas program. Pencegahan PPOK memerlukan pendekatan lintas
sektor untuk mengatasi berbagai faktor risiko.
4. Edukasi dan Perubahan Gaya Hidup:

7
a. Tantangan Mengubah Gaya Hidup: Mendorong perubahan perilaku
dan gaya hidup masyarakat, seperti menghentikan kebiasaan merokok,
membutuhkan upaya edukasi dan dukungan yang berkelanjutan.
b. Kesulitan Implementasi Program Pendidikan: Implementasi program
edukasi yang efektif memerlukan perencanaan yang baik, sumber daya
yang memadai, dan dukungan masyarakat yang kuat.
5. Monitoring dan Evaluasi
a. Keterbatasan Sistem Monitoring: Keterbatasan dalam sistem
pemantauan dan evaluasi dapat menghambat kemampuan untuk
mengukur dampak program secara akurat dan membuat perubahan
yang diperlukan.
b. Kesulitan dalam Menilai Efektivitas: Menilai efektivitas program
pencegahan PPOK bisa rumit, terutama dalam mengukur dampak
jangka panjang pada tingkat kejadian penyakit.

8
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) menjadi permasalahan
serius di Indonesia, terutama karena meningkatnya faktor risiko seperti
merokok, paparan polusi udara, dan perubahan demografis. Epidemiologi
menunjukkan bahwa PPOK memiliki dampak signifikan, dengan tingginya
angka kesakitan dan kematian. Meskipun PPOK dapat dicegah dan
diobati, implementasi program pencegahan menemui kendala-kendala,
seperti kurangnya kesadaran masyarakat, faktor ekonomi, dan kurangnya
dukungan pemerintah.

Upaya penanggulangan PPOK perlu didasarkan pada pendekatan


holistik, yang melibatkan edukasi masyarakat, perubahan kebijakan, dan
peningkatan akses terhadap layanan kesehatan. Edukasi masyarakat
tentang faktor risiko PPOK, terutama merokok, harus diperkuat untuk
mengubah perilaku dan memotivasi individu untuk hidup sehat.
Kolaborasi antar-sektor dan penguatan sistem pemantauan dan evaluasi
menjadi kunci dalam meningkatkan efektivitas program pencegahan,
sementara dukungan pemerintah menjadi fondasi utama dalam
menjalankan kebijakan yang mendukung penanggulangan PPOK.

Dengan mengatasi kendala-kendala ini, diharapkan dapat terwujud


perubahan positif dalam penanganan PPOK di Indonesia. Pengelolaan
yang holistik, termasuk pencegahan, diagnosis dini, dan pengelolaan
pasien PPOK, akan membantu mengurangi beban penyakit ini dan
meningkatkan kualitas hidup penderita. Peningkatan kesadaran
masyarakat, koordinasi yang baik antar-sektor, serta komitmen pemerintah
akan menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi tantangan penyebaran
PPOK di masa depan.

9
3.2 Saran
1. Perluasan Edukasi Masyarakat: Mengintensifkan program edukasi
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang faktor risiko PPOK
dan pentingnya perubahan gaya hidup.
2. Stigma dan Dukungan Psikososial: Mengatasi stigma terhadap PPOK
dengan meningkatkan dukungan psikososial dan ketersediaan
konseling bagi penderita dan keluarganya.
3. Kolaborasi Antar-Sektor: Mendorong kolaborasi antara sektor
kesehatan, lingkungan, dan pendidikan dalam merancang dan
melaksanakan program pencegahan PPOK.
4. Aksesibilitas Layanan Kesehatan: Meningkatkan aksesibilitas layanan
kesehatan, terutama di daerah pedesaan, untuk deteksi dini dan
pengelolaan PPOK.

10
DAFTAR PUSTAKA

Astriani, Ni Made Dwi Yunica, Putu Wahyu Sri Juniantari Sandy, Made
Mahaguna Putra, and Mochamad Heri. 2021. “Pemberian Posisi Semi
Fowler Meningkatkan Saturasi Oksigen Pasien PPOK.” Journal of
Telenursing (JOTING) 3 (1): 128–35.
https://doi.org/10.31539/joting.v3i1.2113.

Asyrofy, Ahmad, Triana Arisdiani, and Moch Aspihan. 2021. “Karakteristik Dan
Kualitas Hidup Pasien Penyakit Paru Obstruksi Konik (PPOK).”
NURSCOPE: Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Ilmiah Keperawatan 7 (1):
13. https://doi.org/10.30659/nurscope.7.1.13-21.

Bararah, M. A., and Halimuddin. 2021. “Pengetahuan Terapi Farmakologi Pasien


PPOK.” Idea Nursing Journal XII (1): 2021.

Najihah, Najihah, Paridah Paridah, Dicki Aldianto, and Asmhyaty Asmhyaty.


2023. “Edukasi Bahaya Merokok Sebagai Upaya Pencegahan Penyakit
Paru Obstruksi Kronik (PPOK).” Jurnal Mandala Pengabdian
Masyarakat 4 (1): 91–95. https://doi.org/10.35311/jmpm.v4i1.161.

Najihah, Estania Megaputri Theovena, Maria Imaculata Ose, and Donny Tri
Wahyudi. 2023. “Prevalensi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
Berdasarkan Karakteristik Demografi Dan Derajat Keparahan.” Journal of
Borneo Holistic Health 6 (1): 109–15.
http://180.250.193.171/index.php/borticalth/article/view/3550.

Wahyuni Allfazmy, Putri, Nilas Warlem, and Rika Amran. 2022. “Faktor Risiko
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Di Semen Padang Hospital
(SPH).” Scientific Journal 1 (1): 19–23.
https://doi.org/10.56260/sciena.v1i1.18.

11

Anda mungkin juga menyukai