Anda di halaman 1dari 16

Laporan kasus

ULKUS MH

PENDAHULUAN

Morbus Hansen (MH) adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh

infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) yang bersifat intraselular obligat.

Awalnya, saraf perifer menjadi sasaran utama selanjutnya dapat menyerang kulit,

mukosa mulut, saluran napas bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang

dan testis kecuali susunan saraf pusat. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat

asimtomatik, namun sebagian kecil memperlihatkan gejala dan mempunyai

kecenderungan untuk menjadi cacat, khususnya pada tangan dan kaki. Masa tunasnya

sangat bervariasi, antara 40 hari sampai 40 tahun, umunya beberapa tahun dengan

rata-rata 3-5 tahun.1

MH menyebar luas ke seluruh dunia, dan sebagian besar kasus ada pada

negara tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari WHO, tahun 2009 terhitung dari

141 negara, 7 diantaranya melaporkan mengenai adanya kasus baru. Variasi georafi

juga mempengaruhi hal ini. Di India misalnya, pada tahun 2009 pada 12 dari 35

wilayah (sebanyak 79% dari populasi) untuk 94% kasus lepra baru. Sementara di

Brazil dari tahun 2005 sampai 2007, sebanyak 10 kumpulan populasi yang

merupakan 17% dari keseluruhan populasi di negara tersebut menyumbang 53%

kasus baru di negara tersebut. Di Indonesia tahun 2007, 14 dari 33 provinsi

(merupakan 60% dari populasi) melaporkan 83% kasus baru.2


Pola klinis dari penyakit ini ditentukan oleh respon imunitas yang diperantarai

oleh sel (cell-mediated immunity) atau imunitas seluler (cellular immunity) host

terhadap organisme. Bila respon imunitasnya baik, maka timbul lepra tuberkuloid

dimana kulit dan saraf-saraf perifer terkena. Lesi kulit berbentuk tunggal atau hanya

beberapa, dan berbatas tegas. Bentuknya berupa makula atau plak hipopigmentasi

pada kulit yang gelap. Terdapat anestesi pada lesi, hilangnya keringat dan

berkurangnya jumlah rambut. Penebalan saraf-saraf kulit dapat diraba pada daerah

lesi tersebut, dan saraf perifer yang besar juga dapat teraba. Bila respon imunitas

selulernya rendah, maka multipikasi kuman menjadi tak terkendalidan timbul

bentuklepra lepromatosa. Kuman menyebar tidak hanya pada kulit tetapi juga pada

mukosa saluran respirasi, mata, testis, dan tulang.2,3

Mycobacterium leprae merupakan satu-satunya bakteri patogenik yang dapat

menginfeksi saraf perifer. Sebanyak 30% penderita kusta berkembang menjadi

kerusakan saraf. Kerusakan saraf menyebabkan gangguan pada sensibilitas, sistem

motorik, dan sistem otonom, dengan gejala ulkus primer yang biasanya pada tangan

dan kaki. Ulkus neuropatik merupakan bentuk sekuel yang tersering pada kusta.4

Kasus

Seorang laki-laki berusia 66 tahun, suku Maluku, bangsa Indonesia, alamat

Kudamati. Dirawat di ruang rawat inap kulit kelamin RSUD Dr. M. Haulussy (no RM
10 68 89) tanggal 26 Oktober 2016 dengan keluhan utama luka pada lengan kiri atas

dan perut.

Heteroanamnesis/ Alloanamnesis/Autoanamnesis

Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan luka di lengan kiri atas. Luka muncul sejak

4 hari sebelum dirawat. Awalnya, mulai muncul benjolan-benjolan berisi nanah

sebanyak 3 buah di daerah lengan atas bagian kiri, benjolan tersebut masing masing

berdekatan satu sama lain. Benjolan lainnya kemudian juga muncul di perut satu

benjolan, lengan kiri satu benjolan, dan juga tungkai kanan satu benjolan. Benjolan

terasa nyeri terutama bila disentuh, selain nyeri, pasien juga merasa panas. Benjolan-

benjolan di lengan kanan kemudian pecah dan muncul luka seperti melepuh dan

keluar nanah. Benjolan lainnya kemudian pecah dan menimbulkan nyeri yang

semakin hebat. Selain itu pasien juga merasa badannya terasa lemas, kesulitan

bergerak. Pasien mengaku, merasa kesemutan di ujung-ujung jari tangan kiri dan

kanan. Kesemutan dirasakan terutama di jari kelingking dan jari manis. Jari-jari

pasien membengkok namun hal itu diakui pasien karena ia pernah terkena penyakit

stroke tahun 2002 lalu. Selain itu, pasien juga merasa jari-jari tangan kirinya terasa

kaku sejak satu minggu terakhir. Mual (-), muntah (-), BAB/ BAK lancar normal.

Riwayat penyakit dahulu: Sebelumnya pasien dirawat di rumah sakit lain dengan

keluhan demam tinggi, kemudian pasien dirujuk ke RSUD karena luka di lengan

kirinya tersebut. Pasien memiliki riwayat stroke tahun 2002. Sebelumnya pasien
mengaku tidak pernah alami keluhan serupa, riwayat memiliki bercak putih di kulit

disangkal, riwayat diabetes dan hipertensi juga disangkal.

Riwayat Pengobatan: pasien sebelumnya menggunakan salep antijamur pada kedua

telapak tangannya, kemudian pasien juga mengulangi dengan mengoles salep obat-

obatan china dan akhirnya tangan pasien menjadi terkelupas. Riwayat memakai obat-

obatan program Kusta disangkal

Riwayat Keluarga: Gejala serupa dalam keluarga disangkal

Riwayat Alergi/ Alergi obat: (-)

Pemeriksaan Fisik

Status generalis

Keadaan umum : Kesadaran compos mentis (GCS = E4V5M6), tampak sakit


sedang, gizi cukup. TD : 150/90 mmHg, nadi : 76 x/menit
RR : 20 x/menit, Suhu : 38 oC
Kepala : Bentuk normocephali
Leher dan aksila : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Toraks : Jantung dan paru dalam batas normal
Abdomen : Hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri tekan, (lihat status
dermatologi)
Ekstremitas : Tampak atrofi otot hipotenar, dan otot interoseus, clawing
pada jari kelingking dan jari manis.

Status dermatologis

Lokasi : Ekstremitas superior regio brachium sinistra


Effloresensi : Ulkus, pus, krusta, eschar

Regio antebrachii dextra,


Lokasi :
dan Regio Abdomen
Efloresensi : Ulkus, eritema

Lokasi : regio palmar dekstra – sinistra,

Efloresensi : Skuama

Lokasi : Extremitas Inferior regio kruris sinistra dan regio abdomen

Efloresensi : Ulkus, eritema

Pemeriksaan Saraf Tepi: Teraba pembesaran /penebalan pada perabaan N. Ulnaris

di dalam sulkus nevi ulnaris. Nyeri (+)

Pemeriksaan sensibilitas: pemeriksaan yang dilakukan yaitu, pemeriksaan sensasi

raba. Pasien tidak mempu menunjuk lokasi yang diberikan sentuhan dengan mata

tertutup.

Pemeriksaan motorik: Interpretasi pemeriksaan motorik N.Ulnaris yaitu;

lemah/sedang

DIAGNOSIS BANDING

1. Necrotizing Erythema Nodosum Leprosum

2. Ulkus Diabetikum
DIAGNOSIS : Ulkus Morbus Hansen

PENATALAKSANAAN

1. Terapi sistemik :

- IVFD RL 20 tpm

- Paracetamol drips 1 gr / 8 jam

2. Terapi topikal :

- Rawat luka

FOLLOW UP

Tanggal SOAP PLANNING


26-10-2016 - S: demam (-), badan terasa pegal, -IVFD RL 20 tpm
kurang tidur, nyeri pada luka -Paracetamol drips 1
- O: TD 110/90 mmHg T: 37,50C gr/8 jam bila demam
- Status dermatologis: -Rawat luka
 Lokasi: Ekstremitas superior regio -Periksa Reitz serum
brachium sinistra,
 Effloresensi: Ulkus, Pus, eschar
 Lokasi: regio antebrachii dextra, ,
Extremitas Inferior regio kruris
sinistra, dan Regio Abdomen
 Effloresensi: Ulkus, eritema
 Lokasi : Regio palmar dekstra –
sinistra
 Effloresensi: Skuama, xerosis
- A: Suspek ulkus MH
27-10-2016 - S: demam (-), tidur baik, nyeri pada -IVFD RL 20 tpm
luka -Paracetamol drips 1
- O: TD 110/90 mmHg T: 37,50C gr/8 jam bila demam
- Status dermatologis: -Rawat luka
 Lokasi: Ekstremitas superior regio -Diet TKTP
brachium sinistra,
 Effloresensi: Ulkus, Pus, eschar
 Lokasi: regio antebrachia dextra, ,
Extremitas Inferior regio kruris
sinistra, dan Regio Abdomen
 Effloresensi: Ulkus, eritema,
 Lokasi: regio antebrachia dextra, ,
Extremitas Inferior regio kruris
sinistra, dan Regio Abdomen
 Effloresensi: Ulkus, eritema,

 Lokasi : Regio palmar dekstra –
sinistra
 Effloresensi: Skuama

- Pemeriksaan Reitz serum (+) dengan


bentuk kuman solid, fragmented,
clumps

- A: Suspek ulkus MH
28-10-2016 - S: demam (-), badan terasa pegal, - IVFD RL 20tpm
kurang tidur, nyeri pada luka, rasa - Rifampisin 600mg
kram pada ujung-ujung jari kaki dan - Ofloxacin 400mg
tangan - Miosiklin 100mg
- O: TD 120/90 mmHg T: 37,50C 1x1 (3x/minggu)
- Status dermatologis: -Farbion tab 1 x 1
 Lokasi: Ekstremitas superior regio -Mobilisasi
brachium sinistra, -Rawat luka
 Effloresensi: Ulkus, Pus, krusta, -Diet TKTP
eschard

 Lokasi: regio antebrachia dextra, ,


Extremitas Inferior regio kruris
sinistra, dan Regio Abdomen
 Effloresensi: Ulkus, eritema

 Lokasi: regio antebrachia dextra, ,


Extremitas Inferior regio kruris
sinistra, dan Regio Abdomen
 Distribusi: Unilateral
 Lokasi : Regio palmar dekstra –
sinistra
 Effloresensi: Skuama

- A: Suspek ulkus MH
29-10-2016 - S: demam (-), luka mulai mengering - Aff Infus
- O: TD 110/90 mmHg T: 37,50C -Rifampisin 600mg
- Status dermatologis: - Ofloxacin 400mg
 Lokasi: Ekstremitas superior regio - Miosiklin 100mg
brachium sinistra, 1x1 (3x/minggu)
 Effloresensi: Ulkus, Pus, eschar -Farbion tab 1 x 1
 Ukuran; Plakat -Rawat Jalan
 Distribusi unilateral
 Lokasi: regio antebrachia dextra, ,
Extremitas Inferior regio kruris
sinistra, dan Regio Abdomen
 Effloresensi: Ulkus, eschar


Lokasi : Regio palmar dekstra –
sinistra
 Effloresensi: Skuama berkurang
- A: Ulkus MH

DISKUSI

Kusta merupakan penyakit infeksi kronik, dan penyebabnya ialah

Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas

pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke

organ lain kecuali susunan saraf pusat. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan

adalah patogenesis kuman penyebab, cara penularan, keadaan sosial ekonomi, dan

lingkungan, serta varian genetik yang berhubungan dengan kerentanan, perubahan

imunitas, dan kemungkinan adanya reservoir di luar manusia. Pola klinis dari

penyakit ini ditentukan oleh respon imunitas yang diperantarai oleh sel (cell-mediated

immunity) atau imunitas seluler (cellular immunity) host terhadap organisme. Bila
respon imunitasnya baik, maka timbul lepra tuberculoid dimana kulit dan saraf-saraf

perifer terkena. Lesi kulit berbentuk tunggal atau hanya beberapa, dan berbatas tegas.

Bentuknya berupa makula atau plak hipopigmentasi pada kulit yang gelap. Terdapat

anestesi pada lesi, hilangnya keringat dan berkurangnya jumlah rambut. Penebalan

saraf-saraf kulit dapat diraba pada daerah lesi tersebut, dan saraf perifer yang besar

juga dapat teraba. Bila respon imunitas selulernya rendah, maka multipikasi kuman

menjadi tak terkendali dan timbul bentuk lepra lepromatosa. Kuman menyebar tidak

hanya pada kulit tetapi juga pada mukosa saluran respirasi, mata, testis, dan tulang.

Pada pemeriksaan histologi tampak granuloma yang difus di dermis, dan ditemukan

basil dalam jumlah yang banyak.2,3

Sebenarnya, M. Leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah,

sebab penderita yang mengandung kuman yang lebih banyak belum tentu

memberikan gejala yang begitu berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidaksimbangan

antara derajat infeksi dengan derajat penyakit, tidak disebabkan oleh respon imun

yang berbeda, yang memicu timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh

yang dapat sembuh sendiri. Oleh karena itu, penyakit kusta dapat disebut penyakit

imunologik.1

Diantara semua bakteri yang pathogen, M. Leprae memiliki pola infeksi yang

unik, bakteri ini menginfeksi saraf perifer. Namun, detail klinik untuk mekanismenya

belum terlalu dipahami dengan baik. Kondisi neuropati pada kusta tidak hanya

diakibatkan oleh infeksi langsung M. Leprae saja namun juga ada respon inflamasi
pada patogen ini. Kondisi neuropati sering berdampak pada kondisi pasien, misalnya,

Anestesi, paralisis, dan deformitas pada jari-jari serta kerusakan saraf perifer.4

Diagnosis kusta didasarkan ada gambaran klinis, bakterioskopik, dan

histopatologis. Diantara ketiganya, diagnosis secara klinis yang terpenting dan

sederhana. Ridley dan Joping memperkenalkan istilah spektrum determinet pada

penyakit kusta yang terdiri atas berbagai tipe dan bentuk yaitu;

1. TT: Tuberkuloid polar, bentuk yang stabil

2. Ti : Tuberkuloid indefinite

3. BT: Borderline tuberculoid

4. BB: mid borderline

5. BI: Borderline lepromatous

6. Li: Lepromatosa indefinite

7. LL: Lepromatosa polar, bentuk stabil

Tipe I (intermediate) tidak termasuk dalam spektrum. TT adalah tipe tuberculoid

polar, yakni tubekuloid 100%, merupakan tipe yang stabil jadi tidak mungkin

berubah tipe. Begitu juga tipe LL adalah tipe lepromatosa polar, yakni lepromatosa

100%, juga merupakan tipe yang stabil dan tidak mungkin berubah lagi. Sedangkan

tipe Ti dan Li disebut tipe borderline atau campuran, campuran antara tuberkuloid

dan lepromatosa. BB adalah tipe campuran antara tuberkuloid dan lepromatosa yang

terdiri atas 50% tuberculoid, dan 50% lepromatosa. Klasifikasi lainnya yaitu

berdasarkan standar WHO;

Pausi Basiler Multi Basiler


Lesi Kulit (makula - 1-5 lesi - >5 lesi
datar, papul yang - Hipopigmentasi/eritema - Distribusi lebih simetris
meninggi, nodus) - Distribusi tidak simetris - Hilangnya sensasi kurang
- Hilangnya sensasi yang jelas jelas

Kerusakan saraf - Hanya satu cabang saraf - Lebih dari satu


(menyebabkan cabang saraf
hilangnya
sensasi/kelemahan otot
yang dipersarafi oleh
saraf yang terkena)
BTA - Negatif - Positif

Deformitas pada kusta sesuai dengan patofisiologinya, dapat dibagi dalam

deformitas primer dan sekunder. Deformitas primer sebagai akibat langsung oleh

granuloma yang terbentuk sebagai reaksi terhadap M. leprae, yang mendesak dan

merusak jaringan di sekitarnya, yaitu, tulang, jari, dan wajah. Adapun gejala-gejala

kerusakan saraf yang tampak pada pasien ini adalah, kerusakan N. Ulnaris: anestesia

pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis, Clawing kelingking dan jari manis,

Atrofi hipotenar dan otot intraoseus.

Deformitas sekunder yang terjadi pada pasien kusta adalah, terjadinya ulkus.

Berdasarkan mekanismenya, ulkus pada pasien kusta digolongkan sebagai jenis ulkus

neurotropik yang terjadi karena tekanan atau trauma pada kulit yang anestetik.

Etiologi untuk ulkus jenis ini adalah adanya kerusakan saraf perifer yang berakibat

hilangnya rasa nyeri (anestetik). Meskipun predileksi untuk ulkus ini kebanyakan ada

di tungkai bawah, namun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi di daerah lain.

Ulkus neurotropik biasanya terjadi pada pasien diabetes melitus dan penyakit kusta.

Pada diabetes melitus, karena iskemia dan kecenderungan mudah terkena infeksi,
maka kerusakan jaringan akan lebih mudah terjadi. Sementara pada pasien kusta, rasa

nyeri dan sensasi suhu menghilang sehingga penderita tidak menyadari bila terjadi

trauma pada daerah tersebut. Ulkus diabetes dapat menjadi diagnosis banding pada

pasien ini.

Pemeriksaan penunjang diagnosis yang dapat dilakukan untuk diagnosis MH

salah satunya adalah pemeriksaan bakterioskopik dengan metode pewarnaan Ziehl-

Nielsen untuk menentukan basil tahan asam, apakah positif atau negatif. Pada pasien

ini, dilakukan pemeriksaan kerokan jaringan pada kulit kedua daun telinga, dan pada

area sekitar lesi di lengan kanan. Hasilnya menunjukkan BTA (+) dengan bentuk;

fragmented, clumps, dan, solid.

Reaksi Kusta

Reaksi kusta terbagi atas dua tipe. Reaksi tipe satu melibatkan respon imun

seluler yang terlihat pada tipe tuberkuloid dan grup borderline; sementara reaksi tipe

2 dapat terjadi pada kusta lepromatosis. Reaksi tipe 1 juga disebut reaksi reversal

karena berdasarkan presentasi klinis yang muncul, dapat terjadi perkembangan lesi.

Sehingga muncul istilah upgrading atau berkembang menjadi tipe yang lebih berat

dan downgrading atau berkembang menjadi tipe yang lebih ringan. Pada reaksi ini

sering muncul lesi indurasi serta eritema yang kebanyakan pada area tangan. Juga

sering disertai dengan gejala progresif neuritis yang menyebabkan neuropati motorik

dan sensorik. Pada reaksi yang berat lesi dapat menjadi ulkus. Reaksi tipe 1

berkembang secara bertahap dan biasanya sampai berminggu-minggu.7


Reaksi tipe 2 atau disebut Eritema Nodosum leprosum (ENL) yang biasanya

terjadi pada pasien multibasiler (LL dan BB) dengan onset reaksi yang cepat. Gejala

klinis ENL dapat berupa munculnya nodul di daerah wajah, ekstremitas, atau badan,

tanpa memperhatikan lokasi predileksi. Pasien juga merasa demam, malaise, serta

gejala neuritis dengan neuropati motorik dan sensorik. Bila mengenai organ lain,

maka gejala yang muncul adalah, iridosiklitis dan episkleritis, orchitis, arthritis, serta

myocitis. Pada reaksi tipe 2 yang berat dapat terjadi ulkus. Rekasi tipe dua biasanya

berlangsung 1 sampai 2 minggu namun terdapat pasien yang dapat bertahan hingga

beberapa bulan.4

Diagnosis banding lainnya pada pasien ini adalah Necrotizing erythema

nodosum leprosum yang merupakan gambaran ulkus ENL dengan jaringan nekrosis.

Reaksi ini disebut vasculonecrotic. Reaksi vasculonecrotic dapat muncul berupa bula

dan ulkus yang terjadi pada kusta tipe BL dan LL maupun pada ENL. Reaksi ini

biasanya terjadi setelah dimulainya terapi. Pasien mengalami suatu gejala yang berat,

nyeri ulkus yang dalam, gangguan viseral dan neuritis. Ulkus sembuh dengan

meninggalkan jaringan fibrotik. Dalam studi sebelumnya, dilaporkan reaksi ini juga

terjadi pada kusta tipe multibasiler yang tidak mendapat pengobatan.7

Penatalaksanaan kusta dengan tiga regimen obat standar yaitu; Rifampisin,

klofazimin, dan diaminodifenil sulfon (DDS)2.

Pausibasiler Multibasiler
Anak Dewasa Anak Dewasa
Rifampisin 450mg Rifampisin 600mg Rifampisin 450mg Rifampisin 600mg
sekali satu bulan sekali satu bulan sekali satu bulan sekali satu bulan
Dapsone 50mg per Dapsone 100mg Klofazimin 150mg Klofazimin 300mg
hari per hari sekali sebulan, sekali sebulan,
Durasi 6 bulan Durasi 6 bulan 50mg per hari 50mg per hari
Dapsone 50mg per Dapsone 100mg
hari per hari
Durasi 12 bulan Durasi 6 bulan

Terapi lini kedua pada MDT (Multi drug therapy) lainnya yang digunakan

yaitu2;

a. Ofloksasin

Ofloksasin merupakan turunan fluorokuinolon yang paling aktif terhadap

Mycobacterium leprae in vitro. Dosis optimal hariannya 400mg.

b. Minosiklin

Golongan tetrasiklin yang memiliki efek bakterisidial yang lebih tinggi dari

klaritromisin tetapi lebih rendah dari rifampisin. Dosis standar harian 100mg

c. Klaritromisin

Kelompok antibiotic macrolide dan mempunyai aktifitas bakterisidial

terhadap M Leprae. Dosis harian 500mg.

Penatalaksanaan yang digunakan pada pasien ini adalah dengan menggunakan

regimen ROM (Rifampisin, Ofloxacin, dan Minosiklin) yang diberikan masing-

masing satu tablet sebanyak tiga kali dalam seminggu, dilakukan selama tiga bulan.

Selain pemberian MDT, pasien juga dilakukan perawatan luka dengan

menggunakan mesh hydrophobic yang mengandung antibiotik karena luka yang

cenderung basah akibat pus.


Pada ulkus yang disertai jaringan nekrotik dengan dasar ulkus berwarna

kuning, menandakan luka tersebut telah terkontaminasi dan mengalami infeksi, dan

biasanya sifatnya avaskularisasi. Tujuan perawatan luka yellow and black yaitu;

meningkatkan autolysis debridement dan absorbsi eksudat. luka dapat dicuci dengan

normal saline atau cairan antiseptik.6

KEPUSTAKAAN

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, et al. Fitzpatrick’s

Dermatology in General Medicine. 8thed. New York. The Mc Graw Hill

Companies; 2012. 1888-96

WHO experts committe on leprosy eight reports.WHO: 2012


Brown RG, Burns T. Lecture notes dermatologi, 8 th edition. Jakarta; Erlangga

medical series; 2012. 23-5

Salgado JG, Baretto CG. Clinic-epidemiological evaluation of ulcers in patients with

leprosy sequelae and the effect of low level laser therapy on wound healing: a

randomized clinical trial. Biomed Central; 2010: 10(273): 1-9

Kosasih A. Penyakit virus. Dalam: Djuanda A, Djuanda S, Hamzah M, Aisah S. Ilmu

penyakit kulit dan kelamin. 6th ed. Jakarta. FKUI. 2010. 73-8

Sularsito S A. Ulcus cruris. Dalam: Djuanda A, Djuanda S, Hamzah M, Aisah S.

Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 6th ed. Jakarta. FKUI. 2010. 63-7

Ranughar PSS, et al. Is it lucio phenomenom or necrotizing eritema nodosum leprosy.

Indian J Dermatol. 2013 Mar-Apr; 58(2): 160

Anda mungkin juga menyukai