Anda di halaman 1dari 22

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)

Carcinoma Nasopharynx
1. Pengertian (Definisi) Tumor ganas yang berasal dari sel epitel nasofaring. Tumor
ini bermula dari dinding lateral nasofaring (fossa
Rosenmuller) dan dapat menyebar kedalam atau keluar
nasofaring menuju dinding lateral, posterosuperior, dasar
tengkorak, palatum, kavumnasi, danorofaringserta metastasis
ke kelenjar limfe leher.
2. Anamnesis 1. Benjolan di leher yang semakin membesar
2. Lamanya benjolan
3. Hidung tersumbat
4. Riwayat mimisan
5. Gangguan pendengaran
6. Telinga terasa tersumbat
7. Penglihatan ganda
8. Sakit kepala
9. Penurunan berat badan
10. Riwayat kemoradiasi
11. Riwayat mengkonsumsi ikan asin/makanan yang
diawetkan
12. Riwayat merokok, minum alkohol
13. Riwayat keluarga yang mempunyai tumor ganas
3. Pemeriksaan Fisik 1. Benjolan di leher/ Neck mass (ICD10: C76.0) sebanyak
43% kasus metastasis ke kelenjar getah bening leher, di
bawah angulus mandibula (Level IIb) dan atau di level
III KGB jugularis superior), di bawah lobulus daun
telinga 36% unilateral, 6% bilateral.
2. Gejala Hidung (ICD10: C30.0) sebanyak 30%, berupa
sekret bercampur darah (blood stained discharge),
sumbatan hidung unilateral dan bilateral serta
epistaksis.

1
3. Gejala Telinga (ICD10: C72.4) sebanyak 17%, berupa,
tuli konduktif unilateral, tinitus, otalgia, dan otore.
4. Gejala lain (ICD10: C72.5) akibat kelumpuhan atau
terkenanya saraf kranial sebanyak 10% berupa, sakit
kepala hebat, diplopia, parastesia wajah, kelumpuhan
otot fasial, serak, disfagia, kelumpuhan otot lidah,
kelemahan otot bahu, trismus, vertigo, kebutaan
4. Kriteria Diagnosis Ditemukannya karsinoma nasofaring WHO tipe I, II, atau III
melalui pemeriksaan jaringan nasofaring

5. Diagnosis Kerja Karsinoma Nasofaring

6. Diagnosis Banding 1. Hipertrofi adenoid


2. Nasofaringitis
3. Jaringan fibrosis
4. Angiofibroma nasofaring
5. Limfoma
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Tomografi komputer/pencitraan magnetik resonansi,
untuk mengetahui besar tumor, perluasan tumor,
destruksi tumor
2. Foto toraks posisi AP, menilai ada/tidak metastasis
jauh ke Paru
3. USG abdomen, menilai ada/tidaknya metastasis jauh ke
hati
4. Bone Scan, menilai ada/tidaknya metastasis jauh ke
tulang
5. Serologi Virus Eptein Barr
6. Pemeriksaan laboratorium:
7. Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan hemostasis
8. Pemeriksaan fungsi ginjal dan fungsi hati
9. Pemeriksaan elektrolit
10. Pemeriksaan patologi anatomi melalui
nasofaringoskopi dan biopsi nasofaring
8. Terapi 1. Radioterapi KNF stadium I dan IIa ( T1N0M0,
T2aN0M0)  Radioterapi definitif pada Nasofaring (±
70 Gy) dan elektif RT di daerah leher (N0) ± 40Gy
2. Kemoradiasi
 KNF Stadium IIb, III, IVa, (T1-T4, N1,2, M0)
Radioterapi definitif (±70 Gy) pada Nasofaring
dan Leher disertai kemoterapi setiap minggu
(kemoterapi sensitisiser) dengan Sisplatin 30-40
mg/m² atau paclitaksel 40 mg atau dengan
Nimotuzumab 200mg. Dilanjutkan Kemoterapi
1
Fulldose 3 siklus.
 KNF Stadium IVB (T1-4 N3M0) NeoAjuvan
Kemoterapi (kemoterapi Full dose) selama 3
siklus dan dilanjutkan dengan Kemoradiasi
( Radioterapi definitif di daerah Nasofaring dan
Leher masing2 ±70 Gy dan kemoterapi dosis
sensitisasi setiap minggu).
3. Kemoterapi KNF Stadium IVC (T1-4N0-3,M1) 
Kemoterapi Full dose, kombinasi antara Sisplatin
100mg/m² dan 5 FU 1000mg/m² atau Paclitaksel 75
mg/m² atau dengan Nimotuzumab 200mg diberikan
setiap 3 minggu, sebanyak 6- 8 siklus. Pada metastasis
tulang yang mengenai weight bearing bone (tulang
yang menyangga tubuh), daerah pergerakan ini harus di
tunjang dengan korset ( konsul ke URM) dan diberikan
obat2 antiosteoporosis 1bulan sekali. Bila ada rasa
nyeri akibat metastasis tulang , diberikan radioterapi
lokal sebanyak 2Gy.
4. Penanganan suportif
 Bila ada nyeri hebat di kepala harus diatasi
sebagai nyeri kanker sesuai protokol Nyeri
(stepladder WHO).
 Bila ada kesulitan makan/asupan nutrisi kurang
 pasang NGT/gastrostomi.
 Bila ada tanda2 infeksi di daerah saluran nafas
atas, telinga tengah, diberikan Antibiotika
sistemis (Oral/Injeksi) atau dan topikal (ear
drop)  konsultasi ke ahli otologi.
 Bila terdapat obstruksi jalan napas atas 
sesuai dengan 2 protokol obstruksi jalan napas
atas.
5. Edukasi pasien Penjelasan mengenai tujuan dan resiko
biopsi, penjelasan tentang stadium tumor, hasil
pertemuaan tumor, rencana terapi serta akibat dan efek
samping yang dapat terjadi selama dan setelah
pengobatan.
6. Follow-up
 Selama pengobatan, bila ada efek samping yang
berat akibat radioterapi atau kemoterapi sesuai
dengan grading efek samping pengobatan,
radioterapi/kemoterapi dapat di tunda/
dihentikan pengobatannya.
 1 bulan setelah pengobatan selesai dilakukan
2
pemeriksaan Endoskopi, CT scan/MRI
Nasofaring dan dilakukan 2 bulan sekali untuk
2 tahun pertama dan setiap 6 bulan untuk tahun
berikutnya.
 Bila pada waktu Follow up, ditemukan tanda2
residif/residu pada tumor primer, dilakukan
biopsi nasofaring untuk memastikan
ada/tidaknya residu.
 Bila ada pemeriksaan histopatologi terdapat
residu, Radioterapi/kemoterapi dapat
dilanjutkan sebagai booster.
 Bila masih terdapat kekambuhan atau residu di
kelenjar getah bening leher tanpa kekambuhan
di tumor primer, tanpa adanya metastasis jauh,
dilakukan diseksi leher radikal.
9. Edukasi Penjelasan mengenai tujuan dan resiko biopsi, penjelasan
tentang stadium tumor, hasil pertemuaan tumor, rencana terapi
serta akibat dan efek samping yang dapat terjadi selama dan
setelah pengobatan
10. Prognosis Quo ad vitam : dubia Quo ad functionam : dubia Quo ad
sanactionam: dubia

11. Tingkat Evidens


12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis
15. Kepustakaan 1. Anderson,M., Forsby,N., Klein, G.,Henle, W., 2007,
Relationship
2. between the Epstein-•‐Barr Viral and Undifferential
Nasopharyngeal Carcinoma: Corelated nucleic acid
hybridation and histopatological examination. Int.J.
Cancer 20: 486-•‐494.
3. Christopher M Nutting , Christopher P Cottrill and
William I Wei. 2009. Tumors of the Nasopharynx in
Principles and Practice of Head and Neck Surgery and
Oncology.; 2 nd ed. Informa UK Ltd. 342 – 254
4. Ho-•‐Sheng et al. 2009. Malignant nasopharyngeal
tumors.Chinese Journal of Cancer. Vol V. 2009
5. Lin HS. 2013. Malignant Nasopharyngeal Tumors.
Review: Annals of Oncology. 2013
6. William IW, Daniel T.T.Chua, 2014. Nasopharyngeal
Carcinoma. BJ Bailey, et al., eds. Head and Neck
Surgery Otolaryngology.Vol 2. 5th Ed. Philadelphia:
3
Lippincott Williams & Wilkins. Pp: 1875-•‐97
7. International Classification of Diseases 10th Revision
(ICD 10). World Health Organization
8. International Classification of Diseases 9th Revision
Clinical Modification (ICD 9CM). World Health
Organization

4
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
RSUD M YUNUS KOTA BENGKULU

Karsinoma Tiroid
1. Pengertian (Definisi) Karsinoma tiroid merupakan keganasan tiroid yang paling
sering ditemukan. Klasifikasi karsinoma tiroid dibedakan
atas dasar: asal sel yang berkembang menjadi sel ganas dan
tingkat keganasanya. Untuk kepentingan praktis berdasarkan
tingkat keganasan. Karsinoma tiroid dibagi atas 3 kategori:
1. Tingkat keganasan rendah : \
a. Karsinoma papiler
b. Karsinoma folikular (dengan invasi minimal) \
2. Tingkat keganasan menengah
a. Karsinoma folikular (dengan invasi luas)
b. Karsinoma medular
c. Karsinoma tiroid berdefferensiasi buruk
3. Tingkat keganasan tinggi
a. Karsinoma tidak berdeffrensiasi (anaplastic)
Haemangioendothelioma maligna (angiosarcoma)
2. Anamnesis 1. Usia 70 tahun
2. Jenis kelamin pria
3. Keluhan disfagia dan serak
4. Riwayat radiasi pengion saat anak anak
5. Riwayat keganasan tiroid sebelumnya
6. Gejala penekanan dan metastasis
3. Pemeriksaan Fisik Nodul padat, keras, tidsk rata dan terfiksir Limfadenopati
servical
4. Kriteria Diagnosis 1. Usia 70 tahun
2. Jenis kelamin pria
3. Keluhan disfagia dan serak
4. Riwayat radiasi pengion saat anak anak
5. Riwayat keganasan tiroid sebelumnya
6. Gejala penekanan dan metastasis
7. Nodul padat, keras, tidsk rata dan terfiksir
8. Limfadenopati servical
5. Diagnosis Kerja Karsinoma tiroid (ICD-10 : C73)
6. Diagnosis Banding Nodul Tiroid Jinak
7. Pemeriksaan Penunjang  Laboratorium
 Pencitraan : USG
 Biopsy aspirasi jarum halus
8. Terapi 1. Operasi
 Tiroidektomi total merupakan prosedur awal
pilihan pada hamper sebagian besar pasien
karsinoma tiroid (ICD 9 : 06.4)
5
2. Terapi ablasi Iodium Radioaktif
 Untuk memaksimalkan uptake Iodium
radioaktif setelah tiroidektomi total, kadar
tiroid di turunkan dengan menghentikan obat
L-tiroksin sehingga TSH endogen terstimulasi
hingga mencapai kadar diatas 25-30 mU/L.
mengingat waktu paruh Ltiroksin adalah 7 hari,
biasanya diperlukan waktu 4-5 minggu.
 Pasien juga menghindari makanan yang
mengandung tinggi yodium paling kurang 2
minggu sebelum skintigrafi di kerjakan.
3. Terapi Supresi L-Tiroksin
 Kelompok risiko rendah : target TSH : 0.1- 0.5
mU/L
 Kelompok risiko tinggi : target TSH : 0.01
mU/L
4. Tyrosine kinase Inhibitor
9. Edukasi 1. Penyakit karsinoma tiroiddan faktor pencetus yang
mungkin
2. Whole body scan tiap 6-12 bulan sampai terapi ablasi
pertama
3. Mengevaluasi kekambuhan atau adanya KGB lokal
atau metastasis regional.
4. CT scan, Rontgen dada rutin dilakukan.
5. Tirogobulin dan TSH diperiksa setiap 6 bulan selama 3
bulan pertama
10. Prognosis Ad vitam : Dubia
Ad sanam : Dubia
Ad fungsionam : Dubia
11. Tingkat evidens Level I (metaanalisis dan sistematik review dari RCT)
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Perbaikan klinis dan parameter penunjang diagnostik
15. Kepustakaan 1. Jameson JL, weetman AP. Disorder of Tyroid gland.
In : Longo DL, Fuasi AS, kasper DL, Hauser SL,
Jameson JL, loscalzo, J. Harrisons principles of
internal Medicine. 18thed. New York: Mc Graw-Hill;
2012.2911-39
2. Subekti imam. Pengelolaan karsinoma tiroid.dalam:
panatalasanaan penyakit-penyakit tiroid bagi dokter.
Perkumpulan endokrinoli Indonesia cabang
Jakarta.2008. Hlm 88-102

6
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
RSUD M YUNUS KOTA BENGKULU

Kanker Serviks
1. Pengertian (Definisi) Kanker serviks adalah penyakit keganasan pada serviks uterus.
Serviks adalah bagian dari uterus yang bentuknya silindris,
diproyeksikan ke dinding vagina anterior bagian atas dan
berhubungan dengan vagina melalui sebuah saluran yang
dibatasi oleh ostium uteri eksternum dan internum. Kanker
serviks dapat berasal dari permukaan ektoserviks dan
endoserviks.
2. Anamnesis 1. Umumnya gejala yang timbul berupa perdarahan
pervaginam (kontak atau diluar masa haid), dan cairan
keluar dari liang vagina.
2. Pada stadium lanjut, gejala dapat berupa keluar cairan
yang berbau tidak sedap, nyeri panggul, lumbosakral,
gluteus, gangguan berkemih (urinary frequency), nyeri
di kandung kemih dan rektum.
3. Jika sudah bermetastasis maka akan timbul gejala
sesuai dengan organ yang terkena.
4. Penyakit residif menunjukkan gejala seperti edema
tungkai unilateral, nyeri siatika, dan gejala obstruksi
ureter.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Lesi invasif yang masih terlokalisasi terlihat di serviks
atau telah meluas ke forniks berwarna kemerahan,
granular, atau eksofitik mudah berdarah tanpa atau
dengan gambaran nekrotik disertai darah atau cairan
yang berbau.
2. Pemeriksaan dalam melalui vagina dapat meraba
perluasan ke forniks, sedang pemeriksaan rektal dapat
mengetahui besarnya uterus, perluasan ke
parametrium, rektum.
3. Kalau penyakit sudah meluas ke luar panggul maka
dapat ditemukan gangguan sentral, pembesaran
kelenjar getah bening, pembesaran hati, massa di
abdomen, pelvis, hidronefrosis atau efusi pleura atau
tanda penyebaran ke tulang.
4. Kriteria Diagnosis 1. Diagnosis kanker serviks diperoleh melalui
pemeriksaan histopatologi dari jaringan hasil biopsi

7
serviks. Jenis histopatologinya sebagian besar jenis
epitelial (karsinoma sel skuamosa), adenokarsinoma,
karsinoma adenoskuamosa, tumor neuroendokrin.
2. Penentuan stadium kanker serviks diperoleh secara
klinis dengan melakukan pemeriksaan pelvik bimanual
yang jika perlu dilakukan dibawah narcose. Penentuan
stadium kanker serviks berdasarkan sistem yang
dikembangkan oleh FIGO. Stadium I sampai stadium
II A disebut sebagai stadium awal, sedangkan stadium
II B sampai stadium IV B disebut satdium lanjut.
3. Pemeriksaan limfangiografi, arteriografi, venografi,
laparoskopi, USG, CT-scan dan MRI bukan
merupakan pemeriksaan standar untuk penentuan
stadium klinis. FNAB tidak merubah stadium akan
tetapi bermanfaat untuk merencanakan terapi.
4. Temuan saat operasi tidak merubah stadium klinis,
akan tetapi perlu ditulis untuk kepentingan terapi.
5. Diagnosis Kerja Kanker Servikx
6. Diagnosis Banding Kanker Endometrium
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Histologik Diagnosis harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan histologik:
 Biopsi diambil dari tumor primer jaringan yang
segar, direndam dalam buffer formalin
 Sediaan operasi yaitu uterus dengan atau tanpa
adneksa (tuba dan ovarium), kelenjar getah
bening (KGB) paraaorta, iliaka komunis, iliaka
eksterna, interna dan obturatoria.
 Deskripsi mencakup jenis histologi,
diferensiasi, reaksi limfosit, nekrosis, invasi ke
saluran limfe dan vaskuler, invasi parametrium,
batas sayatan vagina, dan metastasis KGB
termasuk ukuran dan jumlah KGB.
2. Radiologik Pemeriksaan foto toraks, BNO-IVP, USG
(pilihan: CTScan abdomen dengan kontras, MRI dan
bone scanning/survey).
3. Endoskopi Pemeriksaan sistoskopi dan rektoskopi
pada stadium lanjut ( II b ke atas)
4. Laboratorium Pemeriksaan darah tepi dan kimia darah
lengkap (pilihan: petanda tumor SCC antigen untuk
karsinoma skuamosa dan CEA untuk adenokarsinoma,
CA-125).
8
8. Terapi 1. Stadium 0/CIS
Konisasi (Cold and hot knife). Bila margin free,
konisasi sudah adekuat pada yang masih memerlukan
fertilitas. Bila tidak free margin re-konisasi. Bila
fertilitas tidak diperlukan histerektomi total Bila hasil
konisasi ternyata invasif, terapi sesuai tatalaksana
kanker invasif.
2. Stadium IA1 (LVSI negatif)
Konisasi (Cold Knife) bila free margin (terapi adekuat)
apabila fertilitas dipertahankan.(Tingkat evidens B)
Bila tidak free margin dilakukan rekonisasi atau simple
histerektomi. Histerektomi Total apabila fertilitas tidak
dipertahankan
3. Stadium IA1 (LVSI positif)
Operatif
Trakelektomi radikal dan limfadenektomi pelvik
apabila fertilitas dipertahankan. Bila operasi tidak
dapat dilakukan karena kontraindikasi medik dapat
dilakukan radioterapi.
4. Stadium IA2,IB1,II A1
Pilihan :
 Operatif.
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi
pelvik . (Tingkat evidens 1 / Rekomendasi A)
Radioterapi (RT)/ Kemoradiasi ajuvan kalau
terdapat faktor risiko yaitu metastasis KGB,
metastasis parametrium,batas sayatan tidak bebas
tumor,deep stromal invasion, LVSI dan faktor
risiko lainnya. Apabila hanya metastasis KGB
saja, radiasi ajuvan hanya EBRT. Bila tepisayatan
tidak bebas tumor / closed margin, Pasca radiasi
eksterna dilanjutkan dengan brakiterapi ovoid 2 x
10 Gy.
 Non operatif
Radiasi (EBRT dan brakiterapi) Kemoradiasi
(Radiasi : EBRT plus kemoterapi konkuren dan
brakiterapi)
5. StadiumIB 2 dan IIA2
Pilihan :
 Neoajuvan kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan
radikal histerektomi dan pelvik limfadenektomi.
9
IB2 dan IIA2 yang direncanakan operasi tanpa
kontraindikasi dilakukan kemoterapi neoajuvan
terlebih dahulu dan dilakukan nilai ulang paska
kemoterapi neoajuvan untuk operabilitasnya
 Operatif
Histerektomi radikal dan pelvik limfadenektomi
Pemberian radioterapi (RT)/ Kemoradiasi ®
ajuvan kalau terdapat faktor risiko yaitu
metastasis KGB, metastasis parametrium,batas
sayatan tidak bebas tumor,deep stromal invasion,
LVSI dan faktor risiko lainnya. Pasien yang
menolak operasi radiasi/kemoradiasi ® definitif
Radiasi, atau kemoradiasi ® dengan cisplatin
mingguan atau kemoradiasi ® cisplatin-
ifosfamide 3 mingguan.
6. Stadium IIB
Pilihan :
 Neoajuvan kemoterapi (tiga seri) dilanjutkan
radikal histerektomi dan limfadenektomi pelvik.
 Kemoradiasi atau Radiasi
7. Stadium III A  III B
Kemoradiasi + radiasi
Catatan: Bila terdapat obstruksi ureter dilakukan
pemasangan DJ-stent/ nefrostomi dan hemodialisa.
8. Stadium IV A
 Radiasi dan atau kemoradiasi (IIx ) mingguan/ 3
mingguan Radiasi 4000 cGY. Respon (+) :
Radiasi Eksterna dilanjutkan sampai 50 Gy
ditambah BT 2x 850 cGy/ 3x700 cGy. Respon
(‐) : Terapi dihentikan Catatan : Bila terdapat
obstruksi ureter dilakukan pemasanganDJ
stent/Nefrostomi dan hemodialisa
9. Stadium IV B
Terapi Paliatif (Radiasi) pelvik / kemoterapi dapat
dipertimbangkan) :
 Tumor Primer dilakukan evaluasi keluhan dan
gejala
 Metastasis jauh Terapi nyeri (analgetik step
ladder, neural block) Nutrisi Spiritual
Pendidikan Keluarga.
Catatan : Bila terdapat obstruksi ureter dilakukan
1
0
pemasangan DJ stent/Nefrostomi dan hemodialisa.
Bila terdapat efusi pleura dilakukan punksi atau
pemasangan WSD Bila terdapat ascites dilakukan
punksi ascites. Pasien dengan stadium < 40 tahun)
sebaiknya dilakukan transposisi ovarium.
Radiasi RE: 46-50 Gy. BT: 2x850 cGy atau 3x700
cGy. Brakiterapi diberikan setelah RE 25 Gy,
sebanyak 3 kali dengan jarak 1 minggu
diantaranya; RE diteruskan hingga 50 Gy.
Jika brakiterapi tidak dapat dilakukan, radiasi
eksterna dilanjutkan dengan small field atau 3D
Conformal RT.
 Kemoterapi 1 mingguan
Pengobatan kemoterapi dengan platinum based
mingguan akan diberikan intravena selama satu
kali seminggu dengan dosis 40 mg/m2 yang
diberikan 6-8 jam sebelum radiasi dan diberikan
pada hari pertama, atau kedua, atau ketiga minggu
I, II, III, IV dan V, minimal 3 kali pemberian.
 Kemoradiasi 3 mingguan
Paclitacel-Carboplatin, Cisplatin-Ifosphamide,
5FuCisplatin, Cisplatin Vincristin Bleomycin
(PVB), TaxanCarboplatin. Untuk residif :
Cisplatin-Ifosphamide -Taxan (TIP) Contoh :
Cisplatin-Ifosphamide.
Syarat
1. Kanker serviks secara histopatologis dan telah
dilakukan staging menurut FIGO stadium
IB2IIIB
2. Status penampilan (performance status)
berdasarkan 3. Kriteria Eastern Cooperative
Oncology Group (ECOG) dengan skor ≤ 2
4. Laboratorium darah tepi (Hb ≥ 10g%, leukosit ≥
3.000/m m3, trombosit ≥ 100.000/mm3), fungsi
hati (SGOT < 36 U/L) dan ginjal (Ureum < 50
mg/d L, Kreatinin 0,601.20 mg/d L, CCT
>68mL/menit) CCT tergantung regimen dan dapat
dilakukan penyesuaian dosis pada gangguan hepar
dan ginjal.
9. Edukasi Bagi pasien yang akan dioperasi, sebelum operasi pasien
diberikan informasi tentang prosedur operasi dan beberapa
1
1
komplikasi yang bisa terjadi pada saat sebelum operasi, saat
operasi dan sesudah operasi. Bagi pasien yang akan diberikan
kemoterapi, sebelum pemberian kemoterapi pasien diberikan
informasi tentang tujuan pengobatan (kemoterapi) dan efek
samping obat kemoterapi. Jika pasien dan keluarga telah
mengerti tentang prosedur operasi/kemoterapi maka
pasien/keluarga pasien akan menangatangani persetujuan
tindakan. Dokter pemberi informed consent juga akan
menandatangani dan disaksikan oleh perawat saksi dari dokter
dan keluarga pasien (saksi dari pasien) yang juga ikut
menandatangani informed consent tersebut
10. Prognosis Dipengaruhi oleh:
1. Stadium
2. Jenis histopatologi
3. Jenis/pilihan terapi
4. Optimalisasi terapi
Pemulihan pasien dengan kanker serviks tergantung dari
beberapa faktor antara lain keadaan umum pasien, stadium
penyakit, pilihan pengobatan, penyulit infeksi dan faktor
penyembuhan luka.
11. Tingkat evidens Level 1
12. Tingkat Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Perbaikan klinis dan parameter penunjang diagnostik
15. Kepustakaan 1. PPK HOGI. 2014.
2. Andrijono, ed. Kanker serviks. Dalam: Perkumpulan
Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Himpunan
Onkologi Ginekologi Indonesia. Panduan Pelayanan
Medik Ginekologi Onkologi.
3. Benedet JL, Ngan HYS, Hacker NF. Staging
classification and clinical practice guidelines of
gynecologic cancers. Int J Gynecol Obstet. 2000;
70:207-212
4. Hacker NF, Friedlander ML. Cervical cancer. In:
Bereck JS, Hacker NF. Gynecologic Oncology.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins, 2010:
341-395
5. Jhingran A, Levenback C. Malignant disease of the
cervix. Microinvasive and invasice carcinoma:
diagnosis and management. In:Katz VL, Lentz GM,
Lobo LA, Gershenson DM, eds. Comprehensive
1
2
Gynecology. Philadelphia: Mosby Elsevier,2007: 759-
80
6. Monk BJ, Tewari KS. Invasive cervical cancer. In:
DiSaia PJ, Creasman WT, eds. Clinical Gynecology
Oncology. Philadelphia: Mosby Elsevier,2007: 55-124
7. Randall ME, Michael H, Vermorken J, Stehmean F.
Uterine cervix. In: Hoskins WJ, Young RC, Markman
M, Perez CA, Barakat R, Randall M, eds. Principles
and Practice of Gynecologic Oncology. 4th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins, 2005:
743-822
8. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL,
Bradshaw KD, Cunningham FG. Cervical cancer. In:
Williams Gynecology> The McGraw-Hill company,
2008: 646-664

1
3
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
RSUD M YUNUS KOTA BENGKULU

Karsinoma Kolon
1. Pengertian (Definisi) Neoplasma ganas pada kolon dan rektum
2. Anamnesis 1. Auto anamnesa
2. Informasi yang diperlukan adalah :
 Kolon kanan mempunyai diameter yang lebih
besar, dinding yang lebih tipis dan mudah
mengembang, serta berisi faeses cair. Oleh karena
itu tumor di daerah ini sering terdiagnosis setelah
mencapai ukuran yang besar. Pasien sering datang
dengan keluhan kelemahan akibat anemia, keluhan
nyeri tumpul atau ada benjolan di perut di sisi
kanan
 Kolon sisi kiri mempunyai diameter lumen yang
lebih kecil dan berisi faeses semi solid. Tumor di
daerah ini terbentuk anuler konstriksi yang dapat
menyebabkan penyumbatan lumen usus secara
gradual sehingga menimbulkan keluhan perubahan
pola defeksi (change of bowel habit) berupa
konstipasi yang di selingi peningkatan frekwensi
defekasi (bukan diare cair). Keluhan lain :
perdarahan , berak darah lendir, gejala obstruksi
usus parsial atau komplit.
 Karsinom rektum adalah berak darah yang dapat
disertai lendir dan tenesmus.
3. Pemeriksaan Fisik Pada keadaan lanjut dapat ditemukan anemia, penurunan berat
badan, gejala obstruksi usus danteraba masa tumor.
Pemeriksaan colok dubur : teraba massa tumor pada karsinom
rektum rendah.
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesa
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
5. Diagnosis Kerja Karsinoma Kolon
6. Diagnosis Banding 1. Penyakit diverticular
2. Inflammatory bowel disease
3. Amuboma
4. Tuberkuloma
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium darah meliputi: pemeriksaan
darah tinja tersamar ( Benzidin / Guaiac test ), darah
lengkap,fungsi ginjal, fungsi liver dan CEA (carcino
embryonic antigen)
2. Foto thoraks : untuk melihat metastase paru.
1
4
Pemeriksaan CT scan thoraks dilakukan bila ada
kecurigaan matastase paru.
3. Barium in loop : ada filling defect yang irregular atau
gambaran apple core.
4. Kolonoskopi : merupakan pemeriksaan standar dalam
menegakkan diagnosis, disamping itu untuk
melakukan biopsy atau polipektomi.
5. CT scan abdomen : untuk melihat metastase liver atau
para aorta untuk stading karsinom rektum.
8. Terapi 1. Kuratif
 Kolon kanan : hemikolektomi kanan
 Kolon Kiri : hemikolektomi kiri
 Kolon transversum : transversokolektomi atau
hemikolektomi kanan di perluas
 Kolon sigmoid: Sigmoidektomi
 Rektum :
a. 12 cm dari anal verge : reseksi anterior
b. 6-12 cm dari anal verge : low anterior/ultra low
anterior resection
c. <6 cm dari anal verge : ultralow anterior
resection/interspincteric
resection/abdominoperineal resection.
2. Paliatif
Untuk karsinoma kolon rektum yang inoperable :
 Kolostomi proksimal tumor
 Pintas ileokolostomi
 Pemasangan sten per endoskopik
3. Kemoterapi
Diberikan pada karsinom kolon dan rektum stadium
III,IV dan stadium II dengan resiko tinggi :
 Derajat keganasan 3-4
 Histopatologi invasi limfatik atau pembuluh darah.
 Obstruksi usus.
 <12 kelenjar getah bening yang diperiksa positif .
 T4,N0M0 6. T3 dengan perforasi telokalisasi
 Tepi sayatan tidak bebas tumor
 Tepi sayatan terlalu dekat dengan tumor atau sulit
ditentukan.
Berbagai protokol pemberian sitosatika pada kanker
kolon dan rektum
 Capecitabine tunggal : 2500 mg/m2 /hari dibagi 2
dosis, hari 1-14 diikuti 7 hari istirahat.Ulangi setiap
3 minggu
 Protokol Mayo : Leucovorin 20 mg/m2 iv
bolus,hari 1-5; 5 FU 425 mg/m2 iv bolus 1 jam
setlah leucovorin hari 1-5; ulani setiap 4 minggu
1
5
 Protokol Roswell Park : Leucovorin 500 mg/m2 /iv
selama 2 jam hari 1,8,15,22,29 dan 36; 5 FU 500
mg/m2 iv 1 jam setelah leucovorin hari
1,8,15,22,29,dan 36; ulangi setiap 6 minggu
 Protokol deGramont : Dextro-leucovorin 200
mg/m2 ( 100 mg/m2 bila digunakan
Levoleucovorin atau ca-levolinat ) iv selama 2
jam,hari 1 dan 2 ; 5 FU 400 mg/m2 iv bolus,
kemudian 600 mg/m2 iv selama 22 jam kontinu,
hari 1 dan 2 ; ulangi setiap 2 minggu
4. Radioterapi
Radiasi pada karsinoma rekti dapat diberikan baik
pada kasus resekabel maupun yang tidak resektabel,
dapat beupa radiasi peopatif maupun post
operatif.Keberhasilan menekan angka kekambuhan
lokal dan metastase jauh lebih baik bila
dikombinasikan dengan kemotrapi.
9. Edukasi Menjelaskan kepada keluarga tentang :
1. Diagnosa penyakit dan tujuan perawatan
2. Kemungkinan komplikasi penyakit yaitu bila selama
operasi mengalami perforasi dapat terjadi peritonitis
generalisata
3. Kemungkinan pemeriksaan diagnostik dan terapi
pembedahan
4. Kemungkinan dilakukannya buka tutup Operasi
Laparotomy
5. Kemungkinan dilakukannya Stoma
6. Prognosa
10. Prognosis Ad vitam : Dubia ad malam
Ad sanam : Dubia ad malam
Ad fungsionam : Dubia ad malam
11. Tingkat evidens Level III
12. Tingkat Rekomendasi C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis 1. Keluhan membaik, bisa intake per oral dan mobilisasi.
2. Sudah bisa flatus dan BAB
3. Bila dilakukan stoma, maka stoma viabel dan sudah
produksi
15. Kepustakaan 1. Baxter NN, Guileen JG Colorectal cancer :
Epidemiology, Etiology and Molecular basis in Wollf
BG,Flashman JW,Beck DE, Pemberton JH. Wexner
SD ( eds ).The ASCRS Textbook of The kolon and
Recta Sugergery.Newyork.Springer .2007.p :355-348
2. Kelompok kerja Adenokarsinoma Kolorekta
Indonesia. Panduan pengelolaan Adenokarsinoma
kolorektal rev 2006.p :35-43
3. Chang GJ. Shelton A.Schrock TR.Welton M.Large
1
6
intestine in Way LW, Doherty GM. ( eds ) Current
Surgical Diagnosis and Treatmen. 11th
ed.Newyork.McGraw Hill.2003.p :716-724
4. Gordon PH.Malignanant neoplasm of the kolon
Gordon PH,Nivatvongs S (eds). Principles and
Practice of Sungery for the kolon ,Rektum and
Anus.3rd ed.Newyork.inoma healt care.2007.p:489-
504.

1
7
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
RSUD M YUNUS KOTA BENGKULU

Karsinoma Ovarium
1. Pengertian (Definisi) Pembesaran ovarium yang bersifat fungsional atau
disfungsional, berupa kistik, padat atau campuran kistik-padat
dan dapat bersifat neoplastik maupun non-neoplastik. Tumor
ovarium dibagi menjadi dua yaitu jinak (kista ovarium) dan
ganas (kanker ovarium). Kanker ovarium dibagi menjadi dua
tipe yaitu epitelial dan non epitelial berdasarkan WHO 2014.
2. Anamnesis 1. Timbul benjolan di perut dalam waktu yang relatif
lama (jinak) sementara yang ganas relatif cepat
(kurang enam bulan).
2. Gejala yang timbul tergantung besar tumor, lokasi dan
adanya komplikasi. Umumnya tidak menimbulkan
gejala pada stadium awal.
3. Gejala yang timbul dan patognomonik adalah :
 Penekanan terhadap vesika urinaria atau
rektum.
 Perut terasa penuh.
 Pembesaran perut.
 Nyeri (pada kista terpuntir/kista
pecah/terinfeksi).
 Sesak napas, edema tungkai (pada tumor yang
sangat besar).
4. Perlu ditanyakan apakah pasien masih menstruasi atau
sudah menopause.
3. Pemeriksaan Fisik 1. Ditemukan tumor di rongga perut bagian bawah, di
samping uterus
2. dengan ukuran > 5 cm.
3. Pada pemeriksaan dalam letak tumor di sebelah kiri /
kanan uterus atau mengisi kavum Douglas.
4. Konsistensi seringnya kistik, mudah digerakan,
permukaan tumor umumnya rata.
5. Jika suatu keganasan biasanya massa di ovarium
cenderung terfiksir dengan kecurigaan terjadi suatu
perlengketan
4. Kriteria Diagnosis Memastikan massa kistik ovarium jinak atau ganas dengan
menentukan
indeks resiko keganasan (IRK) yaitu
Nilai Ca125 x skor USG x skor menopause
Keterangan:
U = hasil ultrasonografi
Dimana karakteristik ultrasonografi yang dijumpai:
1
8
 Multilokulasi kista ovarium
 Komponen solid pada tumor ovarium
 Lesi bilateral
 Asites
 Adanya bukti metastasis intra abdomen

Nilai U = 1, jika dijumpai ≤ 1 karakteristik ultrasonografi di


atas
Nilai U = 3, jika dijumpai ≥ 2 karakteristik ulttrasonografi di
atas.
M = status menopause
 Nilai M = 1 jika belum menopause
 Nilai M = 3 jika sudah menopause/post menopause

Serum Ca 125 = kadar serum penanda tumor Ca 125 dalam


U/ml
Ganas : jika IRK ≥ 200
Jinak : jika IRK < 200

Jika IRK menunjukkan suatu keganasan maka pasien akan


ditatalaksana
oleh subbagian onkologi ginekologi, jika jinak ditatalaksana
ginekologi
umum.

IOTA (Internasional Ovarian Tumor Analysis).


Metode pemeriksaan tumor ovarium menggunakan USG
dalam membedakan antara massa adneksa yang jinak dan
ganas. Metode IOTA simple rule (SR) berdasarkan pada 5
tampilan USG yang mengarah ke jinak (tampilan B) dan 5
tampilan USG yang mengarah ke ganas (tampilan M).
Simple rule (SR) IOTA untuk membedakan tumor jinak atau
ganas.

Stadium kanker ovarium dibagi menjadi stadium awal dan


stadium lanjut
berdasarkan temuan laparaskopi dan temuan FIGO.
Massa padat ovarium.
Dilakukan pemeriksaan tumor marker AFP, LDH dan -hcG.
Ditatalaksana oleh Konsultan Onkologi Ginekologi.
5. Diagnosis Kerja Karsinoma Ovarium
6. Diagnosis Banding  Mioma uteri.
 Tumor rektum.
 Tumor peritoneum.
 Tumor omentum
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium : Hematologi rutin, fungsi ginjal, fungsi
hati, elektrolit, albumin dan gula darah sewaktu.
1
9
2. Tumor marker :
 Jika massa ovarium kistik : Ca125 dan atau HE4,Ca
19-9.
 Jika massa ovarium padat : AFP, LDH & -hcG.
 Jika terdapat kecurigaan metastasis ke usus : CEA.
3. USG
4. Jika USG melebihi layar monitor atau ukuran massa
ovarium lebih dari 10 cm, riwayat operasi sebelumnya
dan residif maka dilanjutkan dengan pemeriksaan CT-
Scan Abdomen-pelvik dan atau MRI dan atau
Laparoskopi diagnostik.
8. Terapi  Pada hasil IRK ≥ 200 dilakukan surgical staging atau
debulking sesuai dengan stadiumnya intra operatif.
 Pada hasil IRK < 200 maka dilakukan tindakan
salphingooforektomi unilateral, dilanjutkan dengan
frozen section. Jika tidak terdapat sarana frozen section
maka terapi definitif menunggu hasil histopatologi.
 Pada hasil histopatologi keganasan ditatalaksana oleh
Konsultan Onkologi Ginekologi berupa surgical
staging atau debulking.
 Apabila didapatkan hasil frozen section adalah
neoplasma malignant/ganas selanjutnya ditatalaksana
oleh Konsultan Onkologi Ginekologi.
 Pembedahan konservatif dilakukan pada kasus yang
masih membutuhkan fungsi reproduksi dan atau pasien
yang belum menikah.
 Pembedahan konservatif hanya pada stadium awal tipe
epitelial atau dapat pada stadium lanjut tipe non
epitelial dengan makroskopik uterus dan ovarium
kontra lateral bebas massa tumor.
 Pengangkatan tumor dapat dilakukan dengan
laparoskopi atau laparotomi.
 Pada pasien yang muda dengan ovarium tersangka
ganas, dalam informed consent harus dijelaskan
kemungkinan perlu dilakukan histerektomi.
 Jika pasca surgical staging atau debulking didapatkan
hasil patologi anatomi suatu keganasan, pasien
direncanakan untuk kemoterapi (laboratorium untuk
persiapan kemoterapi adalah Hb, Ht, Leukosit,
Trombosit, Ureum, Kreatinin dan atau CCT, SGOT,
SGPT,GDS), SG dan atau CT-Scan dan atau MRI.
 Pasien dengan kanker ovarium pasca surgical staging
atau debulking diberikan kemoterapi multi-agen antara
lain :
- Regimen CP (Cyclophosphamide & Platinum).
- Regimen Taxane & Platinum.
- Regimen BEP (Bleomycin, Etoposide & Platinum)
2
0
- Regimen Gemcitabine & Platinum.
- Regimen Doxorubicine & Ifosphamide.
- Regimen Gemcitabine & Ifosphamide.
- Regimen Gemcitabine & Doxorubicine.
 Pasien kanker dirawat untuk perbaikan keadaan umum
bila didapatkan kondisi klinis lemah, mual dan
muntah, nyeri dan didapatkan salah satu hasil
laboratorium yaitu Hb<10gr/dl, leukosit<2000, netrofil
count<1500, trombosit<100.000, fungsi ginjal ureum
(>50), kreatinin (>1,2), fungsi hati SGOT (>64), SGPT
(>62) dan Albumin <2,5gr/dl.
9. Edukasi Konseling mengenai penyakit bahwa berkemungkinan jinak
atau keganasan
Konseling kemoterapi jika terbukti keganasan.
Konseling jika pasien masih berkeinginan untuk hamil
10. Prognosis Prognosis bergantung pada jenis tumor ovarium. Jika
keganasan prognosis dubia ad malam. Jika tumor jinak maka
prognosis bonam
11. Tingkat evidens I/II/III/IV
12. Tingkat Rekomendasi A/B/C
13. Penelaah Kritis
14. Indikator Medis Temuan klinis, USG, tumor marker, CT-Scan dan atau MRI.
15. Kepustakaan 1. Mofri Lindo. (2014). Keakuratan Uji Diagnostik
Menggunakan Indeks Risiko Keganasan Dan Indeks
Resistensi Neovaskuler Pada Tumor Ovarium. Tesis
2. Moore RG, Brown AK, Miller MC, et al. (2008). The
use of multiple novel tumorbiomarkers for the
detection of ovarian carcinoma in patients with a
pelvic mass. Gynecol Oncol , 108:402-8.

2
1

Anda mungkin juga menyukai