Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

TS-1

PELATIHAN BERFIKIR KRITIS DAN KOMUNIKASI EFEKTIF


DI RS TK.III BHAYANGKARA MANADO

Oleh
Ns. Hj. Silvia Dewi Mayasari Riu. S.Kep.,M.Kep NIDN. 0905098601
Ns. Irma M. Yahya, S.Kep., M.Kes NIDN. 0915019102

S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MANADO
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan Rahmat dan

Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan pengabdian masyarakat dengan judul

“Pelatihan Berfikir Kritis dan KOmunikasi Efektif di Rs. Tk.III BHayangkara Kota Manado”.

Laporan kegiatan ini disusun sebagai Dosen dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi

meliputi pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. Untuk itu, kami mengucapkan

terimakasih atas segala bantuan yang telah diberikan, demi terselesainya laporan pengabdian

masyarakat ini. Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak

kekurangan didalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

mencapai hasil yang lebih baik dimasa yang akan datang.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Manado, 21 November 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................I
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................II
ABSTRAK....................................................................................................III
KATA PENGANTAR .................................................................................IV
DAFTAR ISI ................................................................................................v

BAB I. PENDAHULUAN ...........................................................................1


A. Latar Belakang ..................................................................................1
B. Permasalahan Mitra...........................................................................2
C. Tujuan ...............................................................................................3
D. Manfaat Pengmas ..............................................................................3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................4


A. Konsep Berfikir Kritis........................................................................4
B. Konsep Dasar Komunikasi Efektif ...................................................11
C. Prinsip Komunikasi Efektif................................................................13

BAB III. PELAKSANAAN KEGIATAN .................................................24


A. Kerangka Pemecahan Masalah .........................................................24
B. Realisasi Pemecahan Masalah...........................................................24
C. Khalayak Sasaran ..............................................................................25
D. Metode Pengabdian ...........................................................................25
E. Waktu dan Tempat Kegiatan ............................................................25
F. Sarana dan Alat yang Digunakan ......................................................25
G. Pihak yang Terlibat............................................................................25
H. Kendala dan Upaya Pemecahan.........................................................26
I. Rancangan Upaya Pemecahan...........................................................26
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................30
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berfikir adalah proses tertentu di otak yang menghubungkan suatu situasi dan fakta, ide

dengan fakta, ide atau kejadian lainnya agar mampu menemukan suatu kesimpulan yang tepat

dan sesuai untuk digunakan dalam mencari penyelesaian terhadap masalah yang dihadapinya.

Berfikir adalah menggunakan pikiran dan mencakup membuat pendapat, membuat keputusan

menarik kesimpulan dan merefleksikan.

Berfikir adalah menggunakan pikiran dan mencakup membuat pendapat, membuat

keputusan menarik kesimpulan dan merefleksikan. Berfikir merupakan suatu proses yang

aktif dan terkoordinasi. Ketika perawat megarahkan berfikir kearah pemahaman dan

menemukan jalan keluar dari masalah kesehatan klien. Prosesnya menjadi bertujuan dan

beorientasi pada tujuan.

Berfikir kritis adalah proses terorganisasi yang melibatkan proses mental yang

menyangkut di dalamnya pemecahan masalah, pengambilan keputusan, analisis dan aktivitas

inkuiri Ilmiah. Ketrampilan berfikir kritis merupakan sebuah kecenderungan dan ketrampilan

untuk ikut dalam sebuah aktivitas dengan sikap reflektif yang skeptic. Ketrampilan berfikir

kritis juga dinyatakan sebagai ketrampilan berfikir reflektif yang masuk akal untuk

memutuskan apa yang bisa di percaya dan bisa dilakukan. Ketrampilan berfikir kritis

merupakan ketrampilan yang sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi strategi yang tepat

dan pengambilan keputusan dalam memcahkan masalah secara efektif

Dalam kaitannya dengan keperawatan, berfikir kritis adalah reflektif, pemikiran yang masuk

akal tentang masalah keperawatan tanpa ada solusi dan difokuskan pada keputusan apa yang

harus diyakini dan dilakukan.


Komunikasi efektif adalah komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap pada
orang yang terlibat dalam komunikasi. Komunikasi juga merupakan suatu seni untuk dapat
menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang mudah sehingga orang lain
dapat mengerti dan menerima maksud dan tujuan pemberi pesan. Komunikasi di lingkungan
Rumah sakit, diyakini sebagai modal utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang
akan ditawarkan kepada konsumennya. Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi
yaitu konsumen internal dan Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar individu
yang bekerja di rumah sakit, baik hubungan secara horisontal ataupun hubungan secara
vertikal.
Hubungan yang terjalin antar tim multi displin yaitu dokter, perawat, unsur penunjang
lainnva, adminitrasi sebagai provider merupakan gambaran dari sisi konsumen internal.
Sedangkan konsumen eksternal lebih mengarah pada sisi penerima jasa pelayanan, yaitu
pasien, keluarga pasien dan masyarakat yang ada di rumah sakit. Seringkali hubungan buruk
yang terjadi pada suatu rumah sakit, diprediksi penyebabnya adalah buruknya sistem
komunikasi antar individu yang terlibat dalam sistem terse but.

B. Permasalahan Mitra
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan pada bulan Januari 2022 Di Rs TK III
Bhayangkara terdapat kurangnya pemahaman mengenai berfikir kritis serta komunikasi yang
efekif di Rumah sakit tersebut

C. Tujuan Kegiatan
Tujuan dari kegiatan ini yaitu untuk melihat adanya perkembangan pengetahuan melalui
Pelatihan Berfikir kritis dan komunikasi Efektif di Rs Tk III Bhayangkara Manado

D. Manfaat Kegiatan
Manfaat dari kegiatan ini adalah:

a) Meningkatkan pengetahuan tentang berfikir kritis serta komunikasi efektif di rumah sakit
b) Mencegah terjadinya kesalapahaan antara Aatasan dan bawahan yang ada di rumah sakit
tersebut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Pelatihan Berfikir Kritis
1. Definisi
Berpikir adalah aktivitas yang sifatnya mencari idew atau gagasan dengan
menggunakan berbagai ringkasan yang masuk akal. Dalam berpikir, orang meletakkan
hubungan antara bagian-bagian informasi yang ada pada dirinya sehingga mempunyai arti.
Berpikir diartikan pula menimbang-nimbang dalam ingatan dengan menggunakan
akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu yang dilakukan untuk
memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan
menghasilkan sesuatu yang baru. Dalam arti lain berpikir dapat menghasilkan suatu
kreativitas. Menurut Tri Rusmi dalam Perilaku Manusia (1996), berpikir adalah suatu
proses sensasi, persepsi, dan memori/ ingatan, berpikir menggunakan lambing (visual atau
gambar), serta adanya suatu penarikan kesimpulan yang disertai proses pemecahan
masalah.
2. Teknik Berpikir Kritis
Memiliki berbagai macam teknik, antara lain:
1. Berpikir Autistik Pada saat melamun seseorang mengkhayal dan sering berfantasi
memikirkan sesuatu yang terkadang tidak sesuai dengan keadaan. Oleh karena itu berpikir
autistik sering diidentikkan dengan melamun, misalnya seseorang berkhayal ingin menjadi
orang kaya dalam waktu singkat.
2. Berpikir Realistik Berpikir realistik dilakukan seseorang pada saat menyesuaikan diri
dengan situasi yang nyata. Berpikir realistik induksi adalah seseorang melihat situasi
nyata yang ada, kemudian langsung menarik suatu kesimpulan, selanjutnya direalisasikan
pada pengelaman nyata, misalnya pada kondisi sehari-hari saat sering terjadi kemacetan
terutama pada hari kerja seseorang akan memikirkan alternatif untuk tidak terlambat
masuk kerja Berpikir realistik deduktif adalah seseorang berpikir dengan melihat
pengalaman sehari-hari, kemudian menarik suatu kesimpulan dari situasi yang ada,
misalnya seorang anak yang sudah belajar matematika tetapi nilai kurang baik, akan
mendorongnya untuk lebih giat belajar.
3. Berpikir Kreatif Berpikir kreatif dilakukan untuk untuk menemukan sesuatu yang baru.
Berpikir kretaif memerlukan stimulus atau rangsangan dari lingkungan yang dapat
memicu seseorang berkreativitas. Seseorang dikatakan berpikir kreatif jika ada perubahan
atau menciptakan sesuatu yang baru dan dilakukan berdasarkan manfaat atau tujuan yang
pasti, menyelesaikan dengan baik suatu masalah, dan menghasilkan ide yang baru atau
menata kembali ide lama dalam bentuk baru. Faktor yang mempengaruhi seseorang untuk
berpikir kreatif adalah:
a. Kemampuan kognitif, yaitu kemampuan untuk mencerna, memahami, menguraikan ,
menerapkan, mensintesis dan mengevaluasi. Contoh: Tidak terpaku pada hal yang baku,
―Tidak ada rotan akar pun jadi‖.
b. Sikap yang terbuka. Contoh: menerima berbagai pendapat dan mengakui kelemahan.
c. Otonom. Contoh: tidak tergantung pada orang lain, tidak malas dan berani mengambil
keputusan.
d. Percaya pada diri sendiri. Contoh: mempunyai keyakinan untuk bisa dan berguna serta
selalu optimis.
3. Aspek Perilaku Berpikir Kritis
Kegiatan berpikir kritis dapat dilakukan dengan melihat penampilan beberapa perilaku
selama proses berpikir kritis itu berlangsung. Perilaku berpikir kritis seseorang dapat
dilihat dari beberapa aspek, yaitu: Relevance, relevansi (keterkaitan) dari pernyataan yang
dikemukakan. Importance, penting-tidaknya isu atau poko-pokok pikiran yang
dikemukakan. Novelty, kebaruan dari isi pikiran, baik dalam mebawa ide-ide atau
informasi baru maupun dalam sikap menerima adanya ide-ide baru dari orang lain.
Outside material , menggunakan pengalamannya sendiri atau bahan-bahan yang
diterimanya dari perkuliahan (reference). Ambiguity clarified, mencari penjelasan atau
informasi lebih lanjut, jika dirasa ada ketidakjelasan. Linking ideas, senantiasa
menghubungkan, fakta. Ide, atau pandangan serta mencari data baru dari informasi yang
berhasil dikumpulkan. Justification, member bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap
suatu solusi atau kesimpulan yang diambilnya, termauk penjelasan mengenai keuntungan
(kelebihan) dan kerugian (kekurangan) dari suatu situasi atau solusi. Critical assessment,
melakukan evaluasi terhadap setiap kontribusi/ masukkan yang datang dari dalam dirinya
maupun dari orang lain. Practical utility, ide-ide baru yang dikemukakan selalu dilihat
pula dari sudut kepraktisan/kegunaannya dalam penerapan. Width of understanding,
diskusi yang dilaksanakan senantiasa bersifat meluaskan isi atau materi diskusi. Secara
garis besar , perilaku berpikir kritis di atas dapat dibedakan dalam beberapa kegiatan:
a. Berpusat pada pertanyaan (focus on quasetion).
b. Analisis argument (analysis arguments).
c. Bertanya dan menjawab pertanyaan untuk klarifikasi (ask and answer question of
clarification and/or challenge).
d. Evaluasi kebenaran dari sumbe informasi (evaluating and credibility sources of
information).
4. Aktivitaas Kognitif Dalam Berpikir Kritis
Aktivitas kognitif atau berpikir berhubungan dengan ingatan, pengetahuan dan
kemampuan intektual seseorang. Seseorang yang sudah mempunyai kemampuan untuk
berpikir kritis, ia akan melakukan beberapa aktivitas kognitif beerikut ini:
1. Mengajukan pertanyaan untuk menentukan alasan dan penyebab terjadinya sesuatu
dan menentukan apakan diperlukan informasi lain.
2. Mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan untuk mempertimbangkan
semua factor yang terkait.
3. Memvalidasi informasi yang tersedia untuk memastikan bahwa informasi tersebut
akurat, bukan hanya sekedar pendapat atau dugaan, harus beralasan dan berdasarkan
pada fakta dan bukti.
4. Mengaanalisis informasi tersebut untuk menentukan makna dan apakah informasi
tersebut membentuk suatu rangkaian sebagai bahan untuk membuat kesimpulan .
5. Menggunakan pengalaman dan pengetahuan yang lalu untuk menjelaskan apa yang
sedang terjadi dan untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi dan untuk mengatisipasi
apabyang akan terjadi selanjutnya.
6. Mempertahankan suatu sikap fleksibel (luwes) terhadap fakta atau data yang menuntun
berpikir dan mempertimbangkan semua kemungkinan.
7. Mempertimbangkan pilihan yang tersedia dan menilai keuntungan maupun kerugian
masing-masing pilihan.
8. Merumuskan suatu keputusan yang mencerminkan pengambilan keputusan yang
kreatif dan mandiri.
5. Model berfikir Kritiss
Kataoka—Yahiro dan Sylor (1994) telah mengembangkan sebuah model berpikir
kritis bagi penilaian keparawatan. Model ini mendefinisikan hasil dari berpikir kritis
sebagai penilaian keperawatanyang relevan atau sesuai dengan masalah-masalah
keperawatan dalam kondisi yang bervariasi. Model ini dirancang untuk penilaian
keperawatan di tingkat pelayanan, pengelola, dan pendidikan. Ketika seorang perawat
berada di pelayanan, model ini mengemukakan 5 komponen berpikir kritis yang
mengarahkan perwat untuk membuat rencana tindakan agar asuhan keperawatan aman dan
efektif. Tingkat Berpikir Kritis Kataoka—Yahiro dan Sylor (1994) mengidentifikasikan 3
komponen berpikir kritis dalam keperawatan, yaitu:
a. Tingkat dasar. Pada tingkat dasar seseorangmempunyai kewenangan untuk menjawab
setiap masalah dengan benar. Pemikiran ini harus berdasarkan kenyataan yang terjadi
dengan berpegang pada berbagai aturan atau prinsip yang berlaku. Misalnya, ketika
seorang perawat yang belum berpengalaman dalam pelayanan, berpikir kritisnya
dalam memberikan asuhan keperawatan sangat terbatas, oleh karena itu perawat
tersebut harus mau belajar dari perawat lain dan menerima berbagai pendapat dari
orang lain.
b. Tingkat Kompleks. Pada tingkat ini seseorang akan lebih mengakui banyaknya
perbadaan pandangan dan persepsi. Pengalaman dapat membantu seseorang
menambah kemampuannya untuk melepaskan ego/ kekuasaannya untuk menerima
pendapat orang lain, kemudian menganalisis dan menguji alternative secara mandiri
dan sistematis. Misalnya, untuk melihat tindakan keperawatan yang dapat memberi
keuntungan bagi klien, maka perawat dapat mencoba berbagai alternatif yang ada 10
dengan membuat rentang yang lebih luas untuk pencapaiannya. Disini perawat belajar
berbagai pendekatan yang berbeda-beda untuk jenis penyakit yang sama dalam
memecahan masalah yang ditemukan.
c. Tingkat Komitmen. Perarawat sudah memilih tindakan apa yang akan dilakukan
berdasarkan hasil identifikasi dari berbagai alternatif pada tingkat kompleks. Perawat
dapat mengatisipasi kebutuhan klien untuk membuat pilihan-pilihan kritis sesudah
analisis berbagai manfaat dari alternatif yang ada. Kematangan seorang perawat akan
tampak dlam memberikan pelayanan dengan baik, lebih inovatif, dan lebih tepat guna
bagi perawatan klien. Komponen Berpikir Kritis Komponen berpikir kritis meliputi:
Pengetahuan dasar spesifik merupakan komponen pertama berpikir kritis, yang
meliputi teori dan informasi dari ilmu-ilmu pengetahuan, kemanusiaan dan ilmu-ilmu
keperawatan dasar. Pengetahuan ini dapat diperoleh perawat melalui jenjang
pendidikan yang diikuti, mulai dari diploma, sarjana, sampai tingkat pendidikan
master atau doctor. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki, semakin banyak
pilihan ketika menghadapi situasi yang menantang. Semakin banyak pilihan dengan
mengumpulkan informasi akan mempunyai kemampuan untuk membuat keputusan
yang benar dan penuh keyakinan sehingga menciptakan kekuatan pada diri sendiri.
Pengalaman merupakan komponen kedua dari berpikir kritis. Pengalaman perawat
dalam prakti klinik akan mempercepat proses berpikir kritis, Karena ia akan
berhubungan dengan kliennya, melakukan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik,
dan membuat keputusan untuk melakukan perawatan terhadap kesehatan kliennya.

Pengalaman di lahan praktek merupakan laboratorium nyata bagi penerapan ilmu


keperawatan, dimana perawat akan menerapkan teori yang sudah dipelajari dan tetap
memperhatikan kenyataan yang ada dengan mengadakan penyesuaian, mengakomodasi
respon klien, dan memperhatikan pengalaman yang terjadi. ??? Pengalaman adalah hasil
interaksi antara individu melalui alat inderanya dan stimulus yang berasal dari berbagai
sumber belajar.

Ada 5 jenis stimulus stimulus/ rangsangan yang bersal dari sumber belajar, yaitu: 1.
Interaksi manusia 2. Realita. 3. Pictorial representati 4. Written symbols 11 5. Recorded
sound Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang
dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerajaan tertentu (Kepmendiknas No. 045/U/2002).

Kompetensi merupakan kemampuan individual yang dibutuhkan untuk


mengerjakan suatu tugas/ pekerjaan yang dilandasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap
kerja sesuai unjuk kerja yang dipersyaratkan. Contoh: untuk menunjukkan kompetensi
melakukan prosedur mengukur tekanan darah klien, mahasiswa harus melakukan praktek
mengukur tekanan darahdi laboratorium sekolah terlebih dahulu sebelum ke klinik. Ini
dilakukan untuk memastikan apakah prosedurnya sudah sesuai dengan cara kerja yang
telah diajarkan. Berdasarkan Kepmendiknas No. 045/U/2002, seorang yang kompeten
harus dapat memenuhi persyaratan sbb: 1. Kemampuan pengembangan kepribadian. 2.
Kemampuan penguasaan ilmu dan ketrampilan 3. Kemampuan berkarya 4. Kemampuan
menyikapi dan berperilaku dalam berkarya sehingga dapat mandiri, menilai dan
mengambil keputusan secara bertanggung jawab. 5. Dapat hidup bermasyarakat dengan
bekerja sama, saling menghormati dan menghargai nilai-nilai pluralism (keberagaman)
dan kedamaian. Kompetensi berpikir kritis merupakan proses koginif yang digunakan
untuk membuat penilaian keperawatan. Ada tiga tipe kompetensi, yaitu: a. Berpikir kritis
umum, meliputi pengetahuan tentang metode ilmiah, penyelesaian masalah, dan
pembuatan keputusan.
b. Berpikir kritis secara spesifik dalam praktek klinik meliputi alasan mengangkat
diagnosis dan membuat keputusan untuk perencanaan tindakan selanjutnya.
c. Berpikir kritis yang spesifik dalam keperawatan melalui pendekatan proses
keperawatan, yaitu pendekatan yang menyeluruh dan sistematis dalam member asuhan
keperawatan yang digunakan untuk pengkajian data klien secara cepat, mengidentifikasi
masalah kesehatan klien, merencanakan tindakan yang sesuai dan kemudian
mengevaluasi apakan tindakan tersebut efektif. 12 Sikap dalam Berpikir Kritis Menurut
Newcombdalam Notoatmodjo (1993), sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,akan tetapi adalah
merupakan predisposisi tindakan/ kesiapan untuk bereasi terhadap stimulus atau objek.
Sikap senantiasaa terarah terhadap suatu objek, tidak ada sikap yang tanpa objek.
Menurut Allport (1954) sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu: 1. Kepercayaan
(keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek (pengetahuan, berpikir). 2. Kehidupan
emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan/ kesiapan untuk
bertindak. Sebagai contoh, seseorang telah mendengar informasi mengenai informasi
tentang imunisasi polio, maka saat berpikir, emosi dan keyakinan ikut berperan sehingga
ia berniat untuk mengimunisasi anaknya agar tidak terkena polio.

B. Konsep Dasar komunikasi efektif


Komunikasi yang efektif memegang peranan yang penting dalam menjaga kualitas mutu
pelayanan dan keselamatan pasien, sehingga dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit masuk
dalam beberapa kelompok standar penilaian. Menurut penulis diantaranya masuk dalam Tata
Klola Rumah Sakit (TKRS), Komunikasi dan Edukasi (KE), Pengkajian Pasien (PP), Akses dan
Kesinambungan Pelayanan (AKP), Sasaran Keselamatan Pasien (SKP), Standar Akreditasi
Rumah Sakit di dalam standar SKP 2 mendefinisan Komunikasi efektif adalah komunikasi yang
tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dipahami oleh resipien/penerima pesan sehingga akan
mengurangi potensi terjadinya kesalahan serta meningkatkan keselamatan pasien. Komunikasi
dapat dilakukan secara lisan, tertulis dan elektronik

Rumah sakit juga memerlukan pengakuan melalui akreditasi sebagai unit pelayanan yang
bermutu dan menjaga budaya keselamatan pasien. Salah satu penilaian adalah bagaimana rumah
sakit bisa membangun komunikasi dengan baik dan efektif. Kondisi ini memaksa pimpinan
rumah sakit harus menerapkan, memantau dan mengambil tindakan serta mendukung Budaya
Keselamatan di seluruh area rumah sakit (TKRS 13) yaitu perilaku memberikan pelayanan yang
aman secara konsisten untuk mencegah terjadinya kesalahan pada pelayanan berisiko tinggi.
Membangun komunikasi yang baik antar staf sehingga tidak menyalahkan (Balming culture),
membangun perilaku yang adil (just culture) setiap ada permasalahan.

Interaksi antara pasien dengan Profesional Pemberi Asuhan (PPA) itu sebuah kepastian,
dalam pengkajian pasien (PP) melalui asemen awal pasien, reasesmen, mengharuskan PPA yang
berkompeten, salah satunya kompeten dalam berkomunikasi secara efekfif sehingga semua PPA
harus sudah terpapar pelatihan yang terkait dengan komunikasi efektif. PPA juga harus
mempunyai kemampuan memberikan edukasi dalam setiap kesempatan. Dalam pengkajian awal
(PP 1), merencakan pasien pulang (PP.1.d), serta dalam sistem pelaporan angka kritis (PP 3.6)
yang masuk dalam indikator mutu nasional (INM) agar bisa berjalan dengan baik semua harus
menguasai kemampuan berkomunikasi secara efektif.

Proses skrining pasien baik dari luar rumah sakit yang akan dirujuk, mapun yang akan
dirujuk ke rumah sakit rujukan juga memerlukan komunikasi efektif yang baik, hal ini tertuang
dalam Akses dan kesinambungan pelayanan (AKP 1), kebutuhan informasi pada saat terjadi
penundaan atau keterlambatan pasien juga mengharuskan seorang petugas menguasai
kemampuan dalam komunikasi efektif terkait problem solving (AKP 1.3), dalam standar
penilaian AKP 3 diantaranya mengharuskan seorang manajer pelayanan pasien (MPP) mampu
untuk membangun komunikasi, menjembatani hubungan antara pasien dengan dokter, kerja sama
yang kolaboratif antar PPA, berbagai tingkat asesmen, kemampuan edukasi dan advokasi
mengharusnya semuanya mempunyai komunikasi yang efektif dalam berkoordinasi. Transfer
antar unit atau transfer intra hospital (TIH) (AKP 4) juga sangat terkait dengan komunikasi
efektif. Kemampuan edukasi dan bukti edukasi pemberian pelayanan yang belum lengkap juga
dituntut ada didalam AKP 5.2

Standar Hak Pasien dan Keluarga (HPK) sangat jelas menuntut elemen di dalam ruamah
sakit harus mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi efektif, terkait penyampaian informasi
hak-hak pasien yang harus dipenuhi oleh rumah sakit, diantara : edukasi yang efektif oleh
mereka yang bisa dimengerti baik dari sisi budaya, bahasa, maupun agama, penyertaan pasien
dan keluarga dalam setiap pelayanan di rumah sakit, kemampuan dalam menanggapi keluhan
dan komplain,

Pada sasaran keselamatan pasien (SKP) standar SKP 2 dikatakan bahwa rumah sakit menerapkan
proses untuk meningkatkan efektivitas komunikasi lisan dan/atau telepon di antara para
profesional pemberi asuhan (PPA), proses pelaporan hasil kritis pada pemeriksaan diagnostic
termasuk POCT dan proses komunikasi saat serah terima (hand over) .

Semua kondisi ini terlihat dalam standart Komunikasi dan edukasi (KE-7) bahwa semua
Profesional Pemberi Asuhan (PPA) harus mempunyai kemampuan memberikan edukasi secara
efektif. Kondisi ini harus dibuktikan bahwa PPA pernah menerima pelatihan dan terampil dalam
melaksanakan komunikasi yang efektif.

A. Prinsip Berkomunikasi Efektif

Setelah kita memahami betapa pentingnya kita berkomunikasi secara efektif, berikut hal-hal
yang mendasari untuk terjadinya komunikasi secara efektif :

a. Kemampuan berbicara dengan baik, dengan penyusunan dan pemilihan kosa kata sesuai
dengan lawan bicara, bentuk komunikasi secara terbuka, intonasi yang tepat, gerak tubuh
(body language)yang baik, kemampuan untuk mendengar, tidak memotong kalimat,
melakukan klarifikasi atau melakukan umpan balik.
b. Hukum dalam komunikasi efektif sering disingkat REACH yang berarti merengkuh atau
meraih, karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita
meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif
dari orang lain. R (Respect) yaitu menghargai setiap individu lawan bicara kita, E
(Empathy) yaitu kemampuan bisa menempatkan diri sendiri pada kondisi lawan bicara, A
(Audible) yaitu dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik, C (Clarity) yaitu kejelasan
pesan yang tidak menimbulkan makna ganda atau multiinterpretasi, H (humble) yaitu sikap
yang rendah hati, sebuah sikap yang mau untuk melayani, sikap tidak sombong, sikap
menghargai, menerima kritik, tidak memandang rendah lawan.
c. Komunikasi yang dijalankan hendaknya juga didasari waktu yang tepat, lengkap, akurat dan
jelas serta mudah dipahami oleh penerima pesan.

1. Komunikasi Efektif Antar PPA

Dijelaskan secara gamblang di dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit Satanr SKP 2
bahwa di rumah sakit banyak jenis profesi yaitu medik (dokter umum, dokter spesialis),
keperawatan (perawat klinik, bidan) dan profesi lainnya (farmasi, analis, radiografer, dll.) yang
memilki kebiasaan dan latar belakang masing-masing profesinya. Namun untuk bekerja dalam
melayani kebutuhan pasien dengan prinsip "patient centre care", masing-masing profesi tidak
bisa bekerja sendiri sendiri, tetapi harus berkolaborasi dalam sebuah tim yang solid, kompak,
serta mampu bekerjasama. Kondisi ini memicu diantara PPA harus mempunyai kemampuan
untuk berkomunikasi secara efektif. Bentuk komunikasi yang ada diantaranya :

a. Instruksi malalui telepon

Komunikasi ini sering dilakukan antara dokter jaga dengan DPJP, perawat ke dokter/DPJP,
atau antar DPJP. Komunikasi dengan telepon harus mengikuti kaidah “menulis/menginput ke
komputer - membacakan - konfirmasi kembali” kembali” (writedown, read back, confirmation)
kepada pemberi instruksi misalnya kepada DPJP. Konfirmasi harus dilakukan saat itu juga
melalui telpon untuk menanyakan apakah “yang dibacakan” sudah sesuai dengan instruksi yang
diberikan. Sedangkan metode komunikasi saat melaporkan kondisi pasien kepada DPJP dapat
menggunakan metode misalnya Situation -background - assessment -
recommendation (SBAR).
b. Komunikasi saat melaporkan nilai kritis

Komunikasi saat melaporkan nilai kritis pemeriksaan diagnostik melalui telpon juga dapat
dengan “menulis/menginput ke komputer - membacakan - konfirmasi kembali” (writedown,
read back). Hasil kritis didefinisikan sebagai varian dari rentang normal yang menunjukkan
adanya kondisi patofisiologis yang berisiko tinggi atau mengancam nyawa, yang dianggap
gawat atau darurat, dan mungkin memerlukan tindakan medis segera untuk menyelamatkan
nyawa atau mencegah kejadian yang tidak diinginkan. Hasil kritis dapat dijumpai pada
pemeriksaan pasien rawat jalan maupun rawat inap. Rumah sakit menentukan mekanisme
pelaporan hasil kritis di rawat jalan dan rawat inap. Pemeriksaan diagnostik mencakup semua
pemeriksaan seperti laboratorium, pencitraan/radiologi, diagnostik jantung juga pada hasil
pemeriksaan yang dilakukan di tempat tidur pasien (pointof-care testing (POCT). Pada pasien
rawat inap pelaporan hasil kritis dapat dilaporkan melalui perawat yang akan meneruskan
laporan kepada DPJP yang meminta pemeriksaan. Rentang waktu pelaporan hasil kritis
ditentukan kurang dari 30 menit sejak hasil di verifikasi oleh PPA yang berwenang di unit
pemeriksaan penunjang diagnostik.

c. Komunikasi saat serah terima (handover), misalnya serah terima antar ruangan di rawat
inap, rajal, ke unit penunjang, ke IBS atau ICU. Jenis serah terima (handover) di dalam
rumah sakit dapat mencakup:

 antara PPA (misalnya, antar dokter, dari dokter ke perawat, antar perawat, dan seterusnya);
 antara unit perawatan yang berbeda di dalam rumah sakit (misalnya saat pasien dipindahkan
dari ruang perawatan - intensif ke ruang perawatan atau dari instalasi gawat darurat ke ruang
operasi);
 dari ruang perawatan pasien ke unit layanan diagnostik seperti radiologi atau fisioterapi.
 Formulir serah terima antara PPA, tidak perlu dimasukkan ke dalam rekam medis. Namun
demikian, rumah sakit harus memastikan bahwa proses serah terima telah dilakukan.
misalnya PPA mencatat serah terima telah dilakukan dan kepada siapa tanggung jawab
pelayanan diserahterimakan, kemudian dapat dibubuhkan tanda tangan, tanggal dan waktu
pencatatan).

2. Strategi Penerapan SBAR:


Kelompok profesional perlu bekerja sama untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan, melakukan tindakan kolektif terhadap kebutuhan perawatan pasien, dan memberikan
kualitas pelayanan yang terbaik (WHO, 2010). The Joint Commission on Accreditation of
Healthcare Organizations menyatakan bahwa kesalahan dalam komunikasi dapat menyebabkan
60% hingga 70% kematian pasien. Kesalahan dalam komunikasi muncul ketika informasi
penting pasien ada yang keliru, hilang, dan salah tafsir (Murphy & Dunn, 2010).

Kolaborasi interprofesional antara PPA merupakan suatu keharusan, karena antara PPA dalam
pelayanan kesehatan memiliki latar belakang pendidikan berbeda. Bentuk kolaborasi
interprofesional, diantaranya kerja sama tim, komunikasi, dan kepastian agar perawatan yang
diberikan dalam kondisi optimal.

Keselamatan pasien adalah topik penting dalam standar akreditasi rumah sakit. Meningkatkan
komunikasi yang efektif termasuk ke dalam sasaran keselamatan pasien. Metode
komunikasi SBAR yang terdiri dari Situation, Background, Assessment, dan
Recommendation merupakan kerangka komunikasi efektif yang menjadi elemen penilaian di
SKP 2 Standar Akreditasi Rumah Sakit 2022.. Situation menggambarkan keadaan situasi yang
terjadi seperti yang dialami pasien saat ini, keluhan utama pasien, dan mengapa perawat
menghubungi dokter. Background membahas tentang apa yang melatarbelakangi kondisi pasien,
tanda-tanda vital dan riwayat penyakit, kondisi yang akan datang, dan keadaan yang mengarah
pada kondisi tersebut. Assessment merupakan hasil pengkajian pasien dan kemungkinan masalah
yang akan dihadapi pasien. Recommendation yaitu mengusulkan tindakan yang harus dilakukan
terkait kondisi pasien saat ini (Pope, Rodzen, & Spross, 2008).

Ekspektasi:
Komunikasi yang efektif ini akan membuat para Profesional Pemberi Asuhan (PPA) yang
bekerjasama akan mampu mendeteksi masalah kesehatan lebih awal, meningkatkan akurasi
diagnosis, mencegah krisis medis dan intervensi yang mahal, serta menghindari long
stay perawatan. Selain itu juga dapat meningkatkan pengetahuan pasien terhadap masalah
kesehatannya, juga meningkatkan kepatuhan pasien terhadap proses terapi dan pencegahan
penyakit.

Komunikasi yang efektif antar profesi pemberi asuhan, akan sangat membantu peran integrasi
dan coordinative care pada para pasien. Pada akhirnya, hal ini akan meningkatkan kepuasan
pasien, penggunaan sumber dana kesehatan yang cost effective, mencegah terjadinya insiden
keselamatan pasien, meningkatkan mutu pelayanan, meningkatkan image pelayanan dan
menurunkan kemungkinan tuduhan pelayanan yang kurang baik.

3. Komunikasi efektif dalam Asesmen Pasien dan Treatmen

Asesmen pasien mempunyai tujuan untuk mengkaji pasien dan menentukan perawatan,
pengobatan dan pelayanan yang akan memenuhi kebutuhan awal dan kebutuhan berkelanjutan
pasien. Membangun kepercayaan dan menggali data yang benar melalui tata cara komunikasi
yang efektif dengan menganut prinsip-prinsip berkomunikasi sangat menentukan kualitas mutu
pelayanan dan keselamatan pasien. Interaksi antara dokter maupun PPA yang lain dengan pasien
dan keluarga sangatlah menentukan. (SARS 2022 PP). Pengkajian ini meliputi :

a. Mengumpulkan informasi dan data terkait keadaan fisik, psikologis, status sosial, dan riwayat
kesehatan pasien.
b. Menganalisis data dan informasi, termasuk hasil pemeriksaan laboratorium, pencitraan
diagnostik, dan pemantauan fisiologis, untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien akan
layanan kesehatan.
c. Membuat rencana perawatan untuk memenuhi kebutuhan pasien yang telah teridentifikasi.
d. Mengkomunikasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga, dimana asuhan pasien di rumah
sakit diberikan dan dilaksanakan berdasarkan konsep pelayanan berfokus pada pasien
(Patient/Person Centered Care)

4. Komunikasi efektif dengan Masyarakat dan Edukasi

Perawatan pasien di rumah sakit merupakan pelayanan yang kompleks dan melibatkan
berbagai tenaga kesehatan serta pasien dan keluarga. Keadaan tersebut memerlukan komunikasi
yang efektif, baik antar Profesional Pemberi Asuhan (PPA) maupun antara Profesional Pemberi
Asuhan (PPA) dengan pasien dan keluarga. Setiap pasien memiliki keunikan dalam hal
kebutuhan, nilai dan keyakinan. Rumah sakit harus membangun kepercayaan dan komunikasi
terbuka dengan pasien. Komunikasi dan edukasi yang efektif akan membantu pasien untuk
memahami dan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengobatan
yang dijalaninya. Keberhasilan pengobatan dapat ditingkatkan jika pasien dan keluarga diberi
informasi yang dibutuhkan dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan serta proses yang sesuai
dengan harapan mereka. Profesional Pemberi Asuhan (PPA) berkolaborasi untuk memberikan
edukasi.

Edukasi yang efektif menggunakan berbagai format yang sesuai sehingga dapat dipahami
dengan baik oleh pasien dan keluarga, misalnya informasi diberikan secara tertulis atau
audiovisual, serta memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Standar ini akan
membahas lebih lanjut mengenai: Pengelolaan kegiatan Promosi Kesehatan Rumah Sakit
(PKRS), Komunikasi dengan pasien dan keluarga.

Dalam hal ini beberapa hal yang terkait dengan edukasi harus berfokus pada pasien
(PCC-patient center care), termasuk didalamnya edukasi perkembangan pasien, edukasi
permintaan persetujuan tertulis pasien dalam inform concent, edukasi pasien kritis, edukasi
pasien terminal, edukasi promosi kesehatan.
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Kerangka Pemecahan Masalah

Berdasarkan hasil pengkajian mahasiswa berfikir kritis serta komunikasi efektif di


Rumah Sakit tersebut dari beberapa wawancara dengan pihak ruhamh sakit di
dapatkan bawah mereka masih kurang paham terkait metode berfikir kritis serta
komunikasi efektif yang baik dan benar

Kurangnya pengetahuan pihak Rumah sakit terkait proses berfikir kritis dipengaruhi
oleh beberapa factor diantaranya adalah pengetahuan, sikap, persepsi, informasi.
Sehingga perlu di lakukan penatalkasanaan melalui pendekatan kegiatan dengan
pelatihan Berfikir kritis dengan komunikasi efektif untuk dapat meningkatkan
pemahaman pihak Rs terkait intervensi yang di lakukan di Rumah sakit Tersebut

Target yang di harapkan dari kegiatan pengabdian ini yaitu pengetahuan dan
pemahaman pihak Rs Bhayangkara Kota Manado bisa paham dan mampu
mengaplikasikan pengetahuan dalam penatalaksanaan setelah pemberian pengabdian
masyarakat ini.

B. Realisasi Pemecahan Masalah


Realisasi yang di lakukan dalam pemecahan masalah meliputi identifikasi kebutuhan,
identifikasi potensi dan kelemahan yang ada serta menentukan jalan keluar dan kegiatan
yang akan di lakukan, dan membuat perorganisasian kegiatan yang akan di lakukan.
Kegiatan awal yang telah di lakukan adalah melakukan survey awal ke lapangan di Rs Tk III
Bhayangkara Manado dengan mahasiswa yang sekaligus merupakan bimbingan tim
penyusul.
C. Khalayak Sasaran
Pihak-pihak Rs Tk III Bhayangkara Manado, terutama perawat pelaksana, kepala
ruangan, serta staf rumah sakit yang terkait.

D. Metode Pengabdian
Pada kegiatan pengabdian masyarakat ini, metode penerapan ipteks yang kami
lakukan adalah dengan melakukan pendidikan kesehatan dan pelatihan tentang Berfkir kritis
dengan komunikasi efektif di Rumah Sakit Tk III Bhayangkara Manado.
E. Waktu Dan Tempat Kegiatan
1. Hari/ Tanggal : Kamis, 25 November 2021
2. Waktu : 10.00-12.00 Wita
3. Tempat : Aula Rs. Bhayangkara Tk.III Manado

F. Sarana dan Alat yang di gunakan


Sarana yang rencana di gunakan dalam pelaksanaan pengabdian masyarakat di
Tongkaina Kota Manado adalah:
 Lembar observasi
 SOP
 SAP
 Proyektor
 Laptop
G. Pihak Yang Terlibat
Pihak yang terlibat dalam kegiatan ini adalah :
1) Anggota Pengmas
2) Mahasiswa STIKES Muhammadiyah Manado yang bersangkutpaut
3) Pihak pihak Rs Bhayangkara Tk.III Manado
H. Kenadala dan Upaya Pemecahan
Kegiatan pengabdian masyarakat yang telah di lakukan selama pelaksanaannya tidak
memenuhi kendala-kendala yang berpengaruh besar terhadap pengabdian masyarakat yang
akan di lakukan.
I. Rancangan Upaya Pemecahan

Rancangan dan upaya dalam pemecahan masalah adalah meninjau pemahaman peserta
terkait pelatihan yang telah di berikan, apakah dapat melakukan secara mandiri setelah
intervensi di berikan, oleh karena itu tim terus melakukan evaluasi pada setiap jalannya
pelatihan.
DAFTAR PUSTAKA

Aprisunadi. (2011). Hubungan Antara Berpikir Kritis Perawat dengan Kualitas Asuhan
Keperawatan di Unit Perawatan Ortopedi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
Universitas Indonesia.

Craven, R. F., & Hirnle, C. J., (2009). Fundamentals of nursing : human health and function
(6th ed.). Philadelphia : wolters kluer health/lippincot Williams & wilkins.

Fathi,A., & Simamora, R. H. (2019, march). Investigating nurses’ coping strategies in their
workplace as an indicator of quality of nurses’ life in Indonesia : a preliminary study. In
IOP Conference Series : Earth and Environmental Science (Vol. 248, No. 1, p. 012031).
IOP Publishing

Kowiyah. (2012). Kemampuan Berpikir Kritis. Jurnal Pendidikan Dasar, 3(5), 175-179.

Nursalam, & Efendi, F. (2008). Pendidikan Dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba

Medika Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses dan Praktek (edisi 4). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Haryanto, A (2014). Hubungan Berpikir Kritis dan Waktu Tanggap Perawat dengan Kualitas
Asuhan Keperawatan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit islam Surabaya.
Universitas sebelas maret Surakarta
Agustina, R & Eka, F. 2019. Buku Ajar Komunikasi Kesehatan. Jakarta : Prenadamedia Group.
Anaroga. 2012. Psikologi Kerja. Jakarta : PT Rineka Cipta. April, T. 2018. Komunikasi
Keperawatan. Malang : Rimm Press.

Anda mungkin juga menyukai