Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOKIMIA FISIK

SIFAT-SIFAT PROTEIN

DISUSUN OLEH:

NAMA : DIANA APRILIA

NIM : K1A018032

TANGGAL : 7 OKTOBER 2020

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN KIMIA

LABORATORIUM BIOKIMIA

PURWOKERTO

2020
SIFAT-SIFAT PROTEIN

I. TUJUAN
1. Memperlihatkan bahwa sebagai makromolekul yang larut dalam bentuk larutan
koloid, protein dapat dipisahkan satu dari yang lain, dengan menggunakan
ammonium sulfat konsentrasi tinggi.
2. Memperlihatkan proses denaturasi protein dapat terjadi menggunakan panas
dan pH.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida,
lipid, dan polinukleotida. Protein merupakan komponen utama penyusun
makhluk hidup. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis,
misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat
dalam sistem imun sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon,
komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga transportasi hara. Sebagai salah
satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme
yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut(Page, 1997).
Protein di dalam makanan dapat dibedakan atas dua sumber yaitu protein
hewani dan nabati. Struktur fisik dan kimia protein hewani sama dengan yang
dijumpai pada tubuh manusia. Oleh karena itu protein yang berasal dari hewan
mengandung semua asam amino dalam jumlah yang cukup membentuk dan
memperbaiki jaringan tubuh manusia. Protein pada manusia atau hewan,
berfungsi sebagai sumber energi jika terjadi defisiensi dari karbohidrat atau
lemak, pembentukan dan perbaikan sel sebagai sintesis hormon, enzim, antibodi,
dan pengatur keseimbangan kadar asam basa dalam sel(Linder, 1992).
Protein memiliki beberapa hal yang menjadi karakter khasnya. Sifat-sifat
protein ini menjadi pembeda ia dengan senyawa-senyawa lainnya. Protein
memiliki sifat larut dalam air karena ukuran molekulnya yang sangat besar.
Protein juga dapat mengalami koagulasi oleh pemanasan dan penambahan asam
atau basa. Protein bersifat amfoter karena membentuk ion zwitter Pada titik
isoelektriknya, karena protein mengalami koagulasi sehingga bisa dipisahkan dari
pelarutnya. Makromolekul protein ini bisa mengalami kerusakan (terdenaturasi)
akibat pemanasan, sehingga dapat merusak mulai dari struktur tersier hingga
struktur primernya(Girindra, 1986).
Denaturasi protein adalah perubahan sifat dan faal suatu protein akibat
pecahnya ikatan hidrogen dan ikatan non polar di dalam molekul protein,
sehingga terjadi perubahan pada struktur sekunder, tersier dan kuartener.
Denaturasi protein dapat terjadi oleh zat asam, basa kuat, logam berat, pemanasan,
alkohol, sinar X, sinar ultraviolet, zat kimia seperti urea, dsb. Pemanasan albumin
pada titik isoelektrik akan terajadi denaturasi yang diikuti dengan koagulasi.
Koagulasi ini tidak larut kembali dengan pemambahan asam atau basa.
Pemanasan albumin diluar titik isoelektrik akan terjadi denaturasi tanpa koagulasi.
Jika pH larutan setelah didinginkan diubah menjadi pH isoelektrik, akan terjadi
flokulasi yang bersifat reversible yaitu larut kembali pada penambahan asam atau
basa(Wirahadikusumah, 1989).
Selain sifat-sifat protein di atas, terdapat pula karakter yang lebih khusus
seperti daya angkutnya terhadap oksigen dan sebagai alat pengangkut senyawa
lipida. Protein memiliki tingkat kelarutan di dalam garam yang encer atau juga
asam yang encer. Ada sebagian protein yang bisa larut di dalam air namun
terdapat pula jenis lainnya yang tidak. Semua jenis protein tidak bisa larut di
dalam jenis pelarut lemak misalkan etil eter. Apabila protein ditambahkan dengan
garam maka daya larutnya akan berkurang dan akibatnya ia akan terpisah dan
membentuk endapat(Girindra, 1986).
III. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Alat
a. Pengendapan protein dengan larutan garam konsentrasi tinggi
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pipet tetes,
kertas saring, sentrifuse klinik, dan tabung reaksi.
b. Proses denaturasi dengan menggunakan Panas dan pH
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah penangas air,
pipet tetes, kertas saring, sentrifuse klinik, dan tabung reaksi.

3.2. Bahan
a. Pengendapan protein dengan larutan garam konsentrasi tinggi
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah putih telur,
kasein 0,5% dalam aguades, larutan ammonium sulfat (NH4)2SO4 jenuh,
larutan NaOH 10%, dan larutan CuSO4 0,1%.
b. Proses denaturasi dengan menggunakan Panas dan pH
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan
protein (gelatin 0,5%; pepsin 0,5%; dan kasein 0,5%; semua dilarutkan
dalam NaCl 0,5%), larutan HCl 0,5 mol/l, larutan NaOH 0,5 mol/l, kertas
pH, dan asam nitrat pekat.

3.3. Cara Kerja


a. Pengendapan protein dengan larutan garam konsentrasi tinggi
1. Sebanyak 2 mL putih telur, 2 mL kasein, dan 2 mL akuades
dimasukan kedalam 3 tabung reaksi yang berbeda.
2. Sebanyak 2 mL amonium sulfat jenuh ditambahkan kedalam tabung
1 dan 2 (berisi putih telur dan kasein), kemudian diamati yang
terjadi.
3. Ketiga tabung diamati, terbentuk endapan atau tidak.
4. Endapan dipisahkan dengan penyaring.
5. Filtrat dan endapan yang terbentuk dilakukan uji biuret.
6. Uji Biuret: sampel 2 mL ditambahkan NaOH 10% 2 mL dan 1 tetes
CuSO4 (jika belum terbentuk warna lembayung, ditambahkan
CuSO4 sampai 10 tetes).
b. Proses denaturasi dengan menggunakan Panas dan pH
1. Sebanyak 2mL larutan kasein di masukan masing-masing kedalam 3
tabung reaksi
2. Berturut-turut ditambahkan ke dalam tabung pertama sebanyak 0,3
ml HCl; ke dalam tabung kedua sebanyak 0,3 ml NaOH; dan ke
dalam tabung ketiga sebanyak 0,3 ml air.
3. Tabung-tabung tersebut ditempatkan di dalam air mendidih selama
10 menit, diarkan menjadi dingin.
4. Selanjutnya dilakukan penetralan larutan dan diperhatikan apa yang
terjadi.
5. Percobaan ini diulangi menggunakan sample gelatin dan pepsin
(masing-masin berjumlah 3 buah tabung).
6. Selanjutnya disediakan tiga tabung lain dan dimasukkan ke
dalamnya masing-masing 2 ml larutan kasein, pepsin dan gelatin.
7. Sebanyak 2 ml asam nitrat pekat ditambahkan ke dalam tabung-
tabung reaksi yang berisi larutan protein berbeda-beda tersebut
sampai terjadi dua lapisan, diperhatikan apa yang terjadi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Pengamatan
a. Pengendapan protein dengan larutan garam konsentrasi tinggi

PERLAKUAN PENGAMATAN
- Sebanyak 3 buah tabung reaksi Tabung 1 : tidak berwarna
yang bersih dan kering masing- Tabung 2 : tidak berwarna
masing tabung diisi oleh 2 mL Tabung 3 : tidak berwarna
putih telur, 2 mL kasein, dan 2
mL aquades.
- Sebanyak 2 mL ammonium
sulfat jenuh ditambahkan tetes Tabung 1 : terbentuk endapan
demi tetes kedalam tabung 1 Tabung 2 : tidak terbentuk endapan
dan 2. Tabung 3 tidak
ditambahkan.
- Larutan disaring untuk Terdapat endapan dan filtrate
memisahkan endapan dengan berwarna biru muda
filtratnya
- Hasil endapan dan filtrat tabung Filtrat 1 : terdapat lapisan berwarna
1 dan 2, dan aquades pada biru muda
tabung 3 di lakukan uji biuret Filtrat 2 : terdapat lapisan berwarna
biru muda
Endapan 1 : berwarna biru-ungu
Endapan 2 : berwarna biru-ungu
Tabung 3 : tidak berwarna dan tidak
ada endapan
b. Proses Denaturas dengan menggunakan Panas dan pH

PERLAKUAN PENGAMATAN
Kasein Gelatin Pepsin
Dipipet 2 ml Tidak Tidak Tidak berwarna
larutan protein dan berwarna berwarna
dimasukkan
kedalam 3 tabung
reaksi
Tabung yang Menjadi keruh Menjadi keruh Menjadi keruh
ditambah 0,3 ml
HCl 0,5 mol/L
Tabung yang Tidak terjadi Menjadi Tidak terjadi
ditambah 0,3 ml perubahan bening perubahan
NaOH 0,5 mol/L
Tabung yang Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi
ditambah 0,3 ml perubahan perubahan perubahan
aquades
Larutan protein + Larutan keruh Larutan keruh Larutan keruh
HCL setelah
dipanaskan
Larutan protein + Larutan keruh Larutan Larutan berwarna
NaOH setelah berwarna keruh
dipanaskan cokelat
Larutan protein + Larutan keruh Larutan keruh Larutan keruh
akuades setelah
dipanaskan
Larutan protein + Larutan Larutan Larutan berwarna
HCl dan Larutan berwarna ungu berwarna ungu ungu
protein + NaOH
ditambah indikator
PP
Larutan protein + Larutan keruh Larutan keruh Larutan keruh
HCl dinetralkan
dengan NaOH
Larutan protein + Larutan keruh Larutan keruh Larutan keruh
NaOH dinetralkan
dengan HCl
Larutan protein + Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi
asam nitrat pekat perubahan perubahan perubahan
4.2. Pembahasan
Protein merupakan polimer yang terdiri dari monomer-monomer
asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida.
Protein adalah senyawa organik kompleks yang tersusun atas atom Karbon
(C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N) dan terkadang mengandung
zat Belerang (S) dan Fosfor (P). Masing-masing asam amino mngandung
satu atom Karbon (C) yang mengikat satu atom Hidrogen (H), satu gugus
amin (NH2), satu gugus karboksil (-COOH), dan lain-lain (gugus R).
Beberapa protein mempercepat reaksi kimia dan yang lain berperan dalam
penyimpanan, penyokongan struktural, transpor, komunikasi selular serta
pertahanan melawan zat asing. Oleh karena itu, diperlukan pengujian
protein untuk mengetahui sifat-sifat dan jenis-jenis asam amino pada
protein(Kimball, 2007).
Protein berfungsi sebagai katalisator, sebagai pengangkut dan
penyimpan molekul lain seperti oksigen, mendukung secara mekanis sistem
kekebalan (imunitas) tubuh, sebagai transmitor gerak syaraf serta
mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan. Protein merupakan
komponen utama dalam semua hal hidup, baik tumbuhan maupun hewan.
Protein dalam tubuh berguna sebagai zat pembangun atau pertumbuhan
karena protein merupakan pembentuk jaringan baru dalam tubuh terutama
pada bayi, anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui dan orang yang baru sembuh
dari penyakit. Hemoglobin dalam butir-butir darah merah atau eritrosit yang
berfungsi sebagai pengangkut oksigen ke seluruh bagian tubuh, adalah salah
satu jenis protein. Demikian pula zat-zat yang berperan untuk melawan
bakteri penyakit atau yang disebut antigen juga suatu protein(Poedjiadi,
2007).
Salting-in dan salting-out adalah cara yang dapat dipakai untuk
pemisahan protein dalam campuran karena tiap jenis protein mempunyai
respons yang berbeda-beda terhadap konsentrasi garam netral. Proses
salting-in merupakan suatu proses pengendapan protein dengan cara
penambahan garam. Pada konsentrasi garam yang rendah, kelarutan protein
bertambah sedikit. Penambahan kelarutan protein ini disebut dengan salting-
in. Cara ini dilakukan berdasarkan pengaruh yang berbeda-beda dari
penambahan garam tersebut pada kelarutan beberapa protein globular dan
tidak dipengaruhi oleh sifat garam netral, konsentrasi, dan jumlah muatan
pada tiap ion dalam larutan. Efek salting-in disebabkan oleh perubahan
kecenderungan berdisosiasi gugus-gugus dalam protein. Salting-out terjadi
bila konsentrasi garam netral yang ditambahkan tersebut dinaikkan terus,
maka kelarutan protein menjadi berkurang sampai pada konsentrasi garam
yang sangat tinggi menyebabkan protein akan mengendap(Kimball, 2007).
Kasein adalah zat yang digunakan sebagai stabilisator emulsi air
susu. Kasein merupakan golongan protein yang komposisinya mencapai
80% dari komposisi keseluruhan protein susu. Protein kasein terbagi
menjadi beberapa komponen, komponen yang umum dijumpai yaitu αs1-
kasein, αs2-kasein, β-kasein, dan κ-kasein. Kasein merupakan proteida
fosfor yang dijumpai dalam endapan koloid air susu. Kasein merupakan
hasil pengolahan susu yang larut dalam larutan alkali dan asam pekat,
mengendap dalam asam lemak serta tidak larut dalam air. Kasein didalam
susu merupakan partikel yang besar yang didalamnya mengandung zat-zat
anorganik seperti kalsium, phosphor,dan magnesium(Lehninger, 1982).
Pepsin merupakan enzim proteolitik yang memiliki pH optimum
karena pada pH 5 menjadi tidak aktif dan pada medium bersifat alkalis,
enzim akan rusak. Enzim pepsin dihasilkan oleh kelenjar di lambung berupa
pepsinogen yang selanjutnya pepsinogen bereaksi dengan asam lambung
menjadi pepsin. Pepsin adalah enzim yang memecah protein menjadi
peptida yang lebih kecil. Enzim ini diproduksi di lambung dan merupakan
salah satu enzim pencernaan utama dalam sistem pencernaan manusia dan
banyak hewan lainnya yang membantu mencerna protein dalam makanan.
Pepsin memiliki struktur tiga dimensi, satu atau lebih rantai polipeptida
terpelintir dan terlipat, menyatukan sejumlah kecil asam amino untuk
membentuk situs aktif, tempat substrat berikatan dan reaksi terjadi(Krejpcio
dkk., 2002).
Gelatin adalah senyawa turunan protein yang diperoleh dengan cara
mengekstrak kolagen hewan dan mengeringkannya. Gelatin merupakan
campuran antara peptida dengan protein yang diperoleh dari hidrolisis
kolagen yang secara alami terdapat pada tulang atau kulit binatang. Gelatin
dapat diperoleh dari jaringan kolagen hewan yang terdapat pada kulit, tulang
dan jaringan ikat. Gelatin banyak digunakan dalam industri farmasi,
kosmetika, fotografi, dan makanan. Penggunaan gelatin dalam produk murni
bersifat sebagai penjernih. Istilah gelatin terkadang digunakan mengacu
pada pembentukan gel lain, namun secara tepat hanya digunakan untuk
bahan-bahan protein yang diperoleh dari kolagen(Poppe, 1992).
a. Pengendapan protein dengan larutan garam konsentrasi tinggi (salting
out)
Percobaan pertama yaitu memisahkan protein dengan cara
pengendapan dengan penambahan larutan garam berkonsentrasi tinggi
yang biasa disebut dengan salting out. Putih telur mengandung air,
protein, karbohidrat, dan mineral. Protein pada putih telur terdiri dari 5
bentuk yang berbeda-beda, yaitu ovalbumin, ovomukoid, ovomusin,
ovokonalbumin dan avoglobumin. Ovalbumin paling banyak terdapat
pada bagian putih telur, yaitu sekitar 75%(Lehninger, 1982).
Kelarutan protein akan berkurang bila kedalam larutan protein
ditambahkan garam-garam anorganik. Pengendapan terus terjadi karena
kemampuan ion garam untuk menghidrasi, sehingga terjadi kompetisi
antara garam anorganik dengan molekul protein untuk mengikat air.
Karena garam anorganik lebih menarik air maka jumlah air yang tersedia
untuk molekul protein akan berkurang(Wirahadikusumah, 1989).
Garam anorganik yang digunakan dalam percobaan ini adalah
ammonium sulfat. Menurut Poedjiadi (2007), ammonium sulfat memiliki
tingkat kelarutan yang lebih tinggi daripada protein, sehingga ketika
ditambahkan kedalam protein ammounium sulfat akan melarut dalam air
dan mendesak protein keluar kembali dalam bentuk solidnya, sehingga
terbentuklah protein yang terendapkan. Berikut struktur molekul
ammonium sulfat:

Gambar 1. Struktur ammonium sulfat


Percobaan diawali dengan memasukan 2 mL putih telur, 2 mL
kasein dan 2 mL akuades kedalam masing masing tabung. Tabung yang
berisi putih telur dan kasein ditambahkan lautan (NH4)2SO4. Berikut
gambar hasil percobaan:

Gambar 2. Pengendapan protein dengan larutan garam


ammonium sulfat
Berdasarkan gambar tersebut, dapatdilihat bahwa tabung 1 dan 2
yang berisi putih telur dan kasein terdapat endapan, tetapi pada tabung 1
(berisi putih telur) terdapat lebih banyak endapan. Menurut Poedjiadi
(2007), albumin merupakan protein yang larut dalam air sedangkan
globulin mempunyai sifat sukar larut dalam air. Akan tetapi bila ke
dalam serum yang mengandung kedua protein tersebut ditambahkan
garam ammonium sulfat maka daya larut protein akan berkurang
sehingga protein akan terpisah sebagai endapan. Globulin akan
mengendap pada penambahan garam ammonium sulfat setengah jenuh
sedangkan albumin akan mengendap pada penambahan ammonium
sulfat hingga jenuh
Endapan protein dapat dipisahkan dari filtratnya dengan cara
penyaringan biasa dengan kertas saring. Berikut hasil penyaringan
salting out:

Gambar 3. Endapan hasil salting out pada protein


Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa endapan maupun filtrat
berwarna biru. Warna biru pada filtrat menandakan bahwa didalam
filtrate masih terkandung protein, karena belum semua protein
terendapkan oleh penambahan ammonium sulfat. Hal ini kemungkinan
ammonium sulfat yang ditambahkan belum sampai keadaan jenuh.
Menurut Lehninger (1982), pengendapan dapat terjadi dikarenakan pada
saat ammonium sulfat ditambahkan ke larutan protein, ion-ion garam
ammonium sulfat menarik molekul air menjauhi protein. Hal ini
disebabkan ion-ion pada garam ammonium sulfat memiliki muatan berat
jenis yang lebih besar dibanding protein, sehingga ketika ditambahkan
dan berikatan dengan molekul air, dapat memaksa molekul protein
berinteraksi. Apabila penambahan ammonium sulfat dalam jumlah cukup
akan menyebabkan protein terpresipitasi.
Endapan yang didapat kemudian diuji dengan uji biuret yang
merupakan uji warna untuk identifikasi protein. Uji biuret dilakukan
dengan membuat larutan protein menjadi alkalis dengan NaOH 10%
kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Menurut Lehninger (1982),
uji biuret bertujuan untuk mendeteksi adanya ikatan-ikatan peptide
dimana Cu2+ dari CuSO4 akan direduksi menjadi Cu+ yang akan bereaksi
dengan gugus –CO dan –NH2 pada protein sehingga membentuk suatu
kompleks berwarna ungu. Penambahan NaOH berfungsi untuk
menaikkan pH larutan sehingga larutan protein albumin berada dalam
keadaaan basa kuat, sedangkan CuSO4 berfungsi untuk mengikat N yang
terdapat pada peptida. Berikut gambar hasil penyaringan larutan protein:

Gambar 4. Endapan protein setelah uji biuret


Uji Biuret adalah uji yang digunakan untuk mengetahui adanya
ikatan peptida pada sampel protein. Biuret adalah senyawa dengan dua
ikatan peptida yang terbentuk pada pemanasan dua molekul urea.
Komposisi dari reagan ini adalah senyawa kompleks yang mengandung
unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O) dan nitrogen (N). Uji
Biuret didasarkan pada reaksi antara ion dan ikatan peptida dalam
suasana basa. Pereaksi Biuret akan berikatan pada gugus terakhir asam
amino pada protein utuh diantara ikatan peptida, dan asam amino bebas.
Prinsip kerja uji Biuret adalah apabila terjadi ikatan antara Cu dari
CuSO4 dengan N dari peptida dengan larutan basa kuat akan membentuk
Cupripotasium Biuret atau Cuprisodium Biuret yang berwarna
ungu(Girindra A, 1986).
Senyawa dengan dipeptida akan memberi warna biru, tripeptida
ungu, dan tetrapeptida serta peptida kompleks akan memberikan warna
merah. Reaksi yang terjadi pada percobaan ini adalah :
Hasil pengamatan percobaan menunjukkan bahwa dari tiga
sampel yang diuji, putih telur dan kasein bereaksi positif dengan pereaksi
biuret, sedangkan aquades negatif. Hal ini menunjukkan bahwa pada
albumin pada putih telur terdapat ikatan peptida yang menggabungkan
asam amino yang satu dengan yang lainnya. Hasil positif ini ditandai
dengan perubahan warna dari biru menjadi ungu. Hal ini sesuai dengan
referensi Wirahadikusumah (1989) yang menyatakan bahwa dalam
suasana basa, ion yang berasal dari pereaksi Biuret (CuSO4) akan
bereaksi dengan gugus –CO dan -NH dari rantai peptida yang menyusun
protein membentuk kompleks berwarna violet dan semakin banyak asam
amino bebas, ikatan peptida bebas dan rantai terakhir asam amino, maka
warna ungu akan semakin nampak.
b. Proses denaturasi dengan menggunakan Panas dan pH
Denaturasi protein merupakan suatu proses dimana terjadi
perubahan atau modifikasi terhadap konformasi protein, lebih tepatnya
terjadi pada struktur tersier maupun kuartener protein. Proses denaturasi
ini dapat berlangsung secara reversibel maupun ireversibel, namun ikatan
peptida tidak mengalami kerusakan. Umumnya, penggumpalan protein
didahului oleh proses denaturasi yang berlangsung baik pada titik
isoelektrik protein tersebut. Denaturasi dapat terjadi karena pengaruh pH,
gerakan mekanik, adanya alkohol, aseton, eter, dan detergen(Page,
1997).
Denaturasi dapat mengubah sifat protein, namun perubahan sifat
ini tidak seidentik menurut jenis proteinnya. Contoh dari perubahan sifat
tersebut yaitu aktivitasnya sebagai enzim atau hormon berkurang,
kelarutannya dalam garam atau asam encer berkurang, kemampuannya
membentuk kristal berkurang, dan stabilitasnya menurun sehingga
menggumpal. Produk denaturasi disebut dengan protein terkoagulasi
yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam larutan basa kuat dan asam
mineral kuat karena terhidrolisis menjadi bagian-bagian yang lebih
sederhana(Page, 1997).
Percobaan diawali dengan memasukan 2 ml larutan kasein
kedalam 3 buah tabung reaksi. Selanjutnya, menambahkan pada tabung
pertama sebanyak 0,3 ml HCl; tabung kedua sebanyak 0,3 ml NaOH; dan
tabung ketiga sebanyak 0,3 ml air. Perlakuan yang sama juga dilakukan
pada protein lainnya yaitu gelatin dan pepsin. Setelah itu, ke–9 tabung
dipanaskan. Menurut Linder (1992), fungsi pemanasan adalah untuk
membuat protein mengalami denaturasi atau kerusakan, sehingga
diharapkan molekul protein yang terdiri dari banyak polipeptida dapat
terputus menjadi molekul-molekul penyusunnya yang lebih kecil,
sehingga dapat mempercepat reaksi. Setelah dipanaskan tabung kasein,
gelatin, dan pepsin yang ditambah HCl menunjukan sedikit perubahan
warna, pada kasein dan pepsin menunjukan perubahan warna sedikit
lebih kuning sedangkan gelatin masih tetap tidak berwarna. Berikut
gambar larutan setelah dipanaskan:
Gambar 5. Kasei, gelatin, dan peptin + HCl (setelah dipanaskan)
Berdasarkan gambar tersebut, dapat dilihat perubahan warna pada
sampel protein dari yang tidak berwarna menjadi berwarna sedikit lebih
kuning. Menurut Linder (1992), fungsi penambahan HCl adalah untuk
mendenaturasi protein. Penambahan HCl yang bersifat asam kuat
menyebabkan pH protein menjadi sangat asam sehingga protein akan
mengalami denaturasi. Protein dapat mengalami denaturasi saat
direaksikan dengan asam anorganik kuat. Hal ini disebabkan asam kuat
dapat mengacaukan jembatan garam. Ion positif di dalam garam nantinya
berganti pasangan dengan ion positif yang berasal dari asam yang
ditambahkan.
Tabung kasein, gelatin, dan pepsin yang ditambahkan NaOH
menunjukan perubahan warna pada gelatin dari tidak berwarna menjadi
berwarna cokelat, sedangkan pada pepsin dan kasein larutan berubah
menjadi keruh. Berikut gambar hasil pemanasan:

Gambar 6. Kasein, gelatin, dan pepsin + NaOH (setelah


dipanaskan)
Suhu dapat menyebabkan denaturasi pada protein. Panas yang
berlebih dapat merangsang rantai polipeptida sedemikian rupa sehingga
cukup untuk mengatasi interaksi lemah yang menstabilkan konformasi
tersebut. Suhu tinggi akan mendenaturasi suatu protein, menyebabkan
kehilangan konformasi dan juga kemampuannya untuk berfungsi.
Pemanasan dapat menyebabkan protein bahan terdenaturasi dikarenakan
kemampuan mengikat airnya menurun, sehingga energi panas akan
mengakibatkan terputusnya interaksi nonkovalen yang ada pada struktur
alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa
ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang
sempit(Poedjiadi, 2007).
Nilai pH yang sangat ekstrim baik asam atau basa. Protein dapat
kehilangan konfigurasi tiga dimensinya. Kelebihan ion H+ dan OH–
dalam medium mendestabilisasi interaksi protein. Perubahan pola ion ini
menyebabkan denaturasi. Denaturasi oleh pH dapat menjadi reversibel
dalam beberapa kasus, dan dalam kasus lain tidak dapat diubah. Hasil
percobaan sesuai dengan referensi Soewoto (2000), yang menyatakan
bahwa protein akan mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai
pH isoelektris yaitu pH dimana protein memiliki muatan positif dan
negatif yang sama, pada saat inilah protein mengalami denaturasi yang
ditandai kekeruhan meningkat dan timbulnya gumpalan.
Tabung kasein, gelatin, dan pepsin yang ditambahkan aquades
dapat dilihat pada gambar 7 yaitu terjadi perubahan warna menjadi lebih
keruh. Berikut gambar hasil pemanasan:

Gambar 7. Kasein, gelatin, dan pepsin + akuades (setelah


dipanaskan)
Larutan-larutan tersebut dibiarkan menjadi dingin kemudian
ditambahkan indikator PP. Menurut Page (1997), penambahan PP
berfungsi sebagai indikator perubahan warna. Stelah itu, semua larutan
dilakukan penetralan dengan penambahan NaOH secara kualitatif sampai
semua larutan mencapai keadaan netral yang ditamdai dengan larutan
menjadi tidak berwarna.

Gambar 8. Larutan protein setelah penambahan indikator pp

Gambar 9. Kasein, Gelatin, dan Pepsin + HCl (telah dinetralkan)

Gambar 10. Kasein, Gelatin, Pepsin + NaOH (telah dinetralkan)


Gambar 11. Kasein, Gelatin, Pepsin + akuades (tanpa penetralan)

Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa semua larutan


berubah menjadi berwarna keruh dengan tingkat yang berbeda-beda. Hal
ini disebabkan protein telah berada pada titik Isoelektrik. Titik
isoelektrik merupakan pH dimana protein bermuatan nol akibat
bertambahnya proton atau kehilangan muatan oleh reaksi asam-basa.
Apabila pH larutan protein sama dengan titik isoelektrik, maka sebagian
atau semua muatan pada partikelnya akan hilang selama proses ionisasi
terjadi(Soewoto dkk., 2000).

Hasil percobaan ini sesuai dengan referensi Soewoto dkk. (2000)


yang menyatakan bahwa titik isoelektrik dapat ditentukan berdasar
kekeruhan dan endapan karena pada titik dekat isoelektrik akan terjadi
gaya tolak-menolak elektrostatik yang menyebabkan kelarutan
minimum, sehingga terjadi kekeruhan. Setiap jenis protein memiliki titik
isoelektrik yang berbeda-beda. Pada titik isolistrik protein mempunyai
muatan positif dan negatif yang sama, sehingga tidak bergerak ke arah
elektroda positif maupun negatif apabila ditempatkan di antara kedua
elektroda tersebut.

Percobaan terakhir yaitu menyiapkan tabung kosong yang berisi


larutan kasein, gelatin, dan pepsin kemudian menambahkan larutan
HNO3 pada masing-masing larutan protein. Fungsi penambahan pereaksi
HNO3 adalah agar terjadi nitrasi pada inti benzena yang terdapat dalam
molekul protein sehingga terbentuk lapisan cincin kuning ditengah-
tengah larutan. Hasil ini tidak menunjukan reaksi positif karena
menunjukan larutan tidak berwana. Berikut hasil uji asam nitrat:

Gambar 12. protein + HNO3

Uji asam nitrat ini dinamakan juga uji xantoprotein merupakan


uji kualitatif pada protein yang digunakan untuk menunjukkan adanya
gugus benzena (cincin fenil). Asam amino yang menunjukkan reaksi
positif untuk uji ini adalah tyrosin, phenilalanin, dan tryptophan. Reaksi
positif ada uji xantoprotein adalah munculnya gumpalan atau cincin
warna kuning. Penambahan larutan HNO3 berfungsi untuk memecah
protein menjadi gugus benzene(Sumarno dkk., 2002).

Menurut Sumarno dkk. (2002), mekanisme uji xanthoprotein


mulanya terjadi pada saat dimasukkan HNO3 pekat pada sampel. HNO3
pekat dengan sampel akan bereaksi dimana terjadi subtitusi atom H+
dengan NO2 yang akan menghasilkan senyawa kompleks, reaksi ini
dinamakan reaksi nitrasi. Reaksi Nitrasi adalah reaksi substitusi atom H
pada gugus benzena oleh gugus nitro (NO2). Pereaksi yang digunakan
adalah asam nitrat pekat (HNO3). Senyawa yang terbentuk memiliki
nama nitrobenzena. Berikut reaksi yang terjadi:
Hasil ini tidak sesuai dengan referensi Sumarno dkk. (2002) yang
menyatakan bahwa apabila larutan asam nitrat pekat ditambahkan
dengan hati-hati ke dalam larutan protein maka akan terjadi reaksi
nitrasi. Reaksi positif ditandai denga terbentuknya cincin kuning
ditengah lapisan, hal ini berarti protein mengandung tirosin, fenilalanin
dan triftofan. Kulit kita bila kena asam nitrat berwarna kuning, itu juga
karena reaksi xanthoprotein ini. Hasil kesalahan ini dapat disebabkan
beberapa faktor seperti kurang bersihnya alat, tidak dilakukannya
pemanasan, dan kesalahan dalam mengamati perubahan warna yang
terjadi.

Menurut Soewoto dkk. (2000), terjadinya denaturasi pada larutan


protein disebabkan oleh beberapa faktor yaitu suhu tinggi yang
disebabkan oleh adanya pemanasan. Kebanyakan protein terdenaturasi
jika dipanaskan pada suhu yang tinggi (60-900C). Faktor pH yaitu
terjadinya perubahan pH yang sangat ekstrim. Denaturasi dapat terjadi
pada suasana asam (pH<5,0). Protein memiliki kelarutan minimum pada
titik isoelektriknya, sehingga akan mudah mengendap pada pH tersebut.
Isoelektrik protein mempunyai arti penting karena pada umumnya sifat
fisik dan kimia protein erat hubungannya dengan pH isoelektrik. Larutan
dalam keadaan basa akan terbentuk gumpalan (koagulasi), sedangkan
jika protein direaksikan dengan asam kuat maka akan mengalami
denaturasi karena asam kuat dapat mengacaukan jembatan garam.
Adanya pengaruh mekanik, seperti guncangan juga dapat mengalami
denaturasi.
Koagulasi adalah keadaan dimana protein tidak lagi terdispersi
sebagai suatu koloid karena unit ikatan yang terbentuk cukup banyak.
Koagulasi juga dapat diartikan sebagai kerusakan protein yang terjadi
akibat pemanasan dan terjadi adanya penggumpalan serta pengerasan
pada protein karena menyerap air pada proses tersebut. Protein akan
mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50o atau lebih.
Koagulasi hanya terjadi jika protein berada pada titik
isolelektriknya(Wirahadikusumah, 1989).
Berdasarkan percobaan ini dapat disimpulkan bahwa protein
memiliki beberapa hal yang menjadi karakter khasnya. Sifat-sifat protein ini
menjadi pembeda ia dengan senyawa-senyawa lainnya. Sifat-sifat tersebut
yaitu:
1. Sukar larut dalam air karena ukuran molekulnya yang sangat besar.
2. Dapat mengalami koagulasi oleh pemanasan dan penambahan asam atau
basa.
3. Bersifat amfoter karena membentuk ion zwitter. Pada titik isoelektriknya,
protein mengalami koagulasi sehingga dapat dipisahkan dari pelarutnya.
4. Dapat mengalami kerusakan (terdenaturasi) akibat pemanasan. Pada
denaturasi, protein mengalami kerusakan mulai dari struktur tersier
sampai struktur primernya.
c. KESIMPULAN
1. Protein dapat dipisahkan satu dari yang lain menggunakan garam konsentrasi
tinggi seperti ammonium sulfat. Penambahan ammonium sulfat tetes demi
tetes kedalam larutan protein, dapat mengendapkan protein seingga protein
dapat dipisahkan dari yang lain. Pengendapan dapat terjadi dikarenakan pada
saat ammonium sulfat ditambahkan ke larutan protein, ion-ion garam
ammonium sulfat menarik molekul air menjauhi protein. Endapan dilakukan
uji biuret untuk mengetahui adanya ikatan peptida pada protein. Reaksi positif
uji biuret ditandai dengan terbentuknya kompleks berwarna ungu.
2. Suhu dan pH dapat menyebabkan denaturasi pada protein. Kebanyakan
protein terdenaturasi jika dipanaskan pada suhu yang tinggi (60-900C). Suhu
tinggi akan mendenaturasi suatu protein, menyebabkan kehilangan konformasi
dan juga kemampuannya untuk berfungsi. pH yang terlalu asam atau basa
(terjadinya perubahan PH yang sangat ekstrim) dapat menyebabkan denaturasi
pada protein yang ditandai dengan perubahan warna. Apabila larutan dalam
keadaan basa maka akan terbentuk gumpalan (koagulasi). Protein dapat
mengalami denaturasi saat direaksikan dengan asam anorganik kuat, karena
asam kuat dapat mengacaukan jembatan garam.
DAFTAR PUSTAKA

Girindra A. 1986. Biokimia 1. Jakarta: Gramedia.

Kimball, John W. 2007. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Krejpcio Z., dkk. 2002. “The Influence of Al3+ Ions on Pepsin and Trypsin Activity in
Vitro”. Polish Journal of Environmental Studies. 11: 251-254.

Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.

Linder, M.C. 1992. Biokimia, Nutrisi, dan Metabolisme. Jakarta. UI Press.

Page D. S. 1997. Prinsip-prinsip Biokimia. Jakarta: Erlangga

Poedjiadi, Anna dan F. M. Titin Supriyanti. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI


Press.

Poppe J. 1992. Gelatin in Thickening and Gelling Agent for Food. ed: A . Imeson. New
York: Academic Press.

Soewoto, Hafiz, dkk. 2000. Biokimia Eksperimen Laboratorium. Jakarta: Widya


Medika.

Sumarno,dkk. 2002. “Estimasi Kadar Protein dalam Bahan Pangan Melalui Analisis
Nitrogen Total dan Analisis Asam Amino”. Majalah Farmasi Indonesia. 3(1):

Wirahadikusumah, M. 1989. Biokimia Protein, Enzim, dan Asam Nukleat. Bandung:


Institut Teknologi Bandung.
LAMPIRAN

DATA PENGAMATAN

a. Pengendapan protein dengan larutan garam konsentrasi tinggi

PERLAKUAN PENGAMATAN
- Sebanyak 3 buah tabung reaksi yang Tabung 1 : tidak berwarna
bersih dan kering masing-masing Tabung 2 : tidak berwarna
tabung diisi oleh 2 mL putih telur, 2 Tabung 3 : tidak berwarna
mL kasein, dan 2 mL aquades.
- Sebanyak 2 mL ammonium sulfat Tabung 1 : terbentuk endapan
jenuh ditambahkan tetes demi tetes Tabung 2 : tidak terbentuk endapan
kedalam tabung 1 dan 2. Tabung 3
tidak ditambahkan.
- Larutan disaring untuk memisahkan Terdapat endapan dan filtrate berwarna
endapan dengan filtratnya biru muda
- Hasil endapan dan filtrat tabung 1 Filtrat 1 : terdapat lapisan berwarna biru
dan 2, dan aquades pada tabung 3 di muda
lakukan uji biuret Filtrat 2 : terdapat lapisan berwarna biru
muda
Endapan 1 : berwarna biru-ungu
Endapan 2 : berwarna biru-ungu
Tabung 3 : tidak berwarna dan tidak ada
endapan
b. Proses Denaturas dengan menggunakan Panas dan pH

PERLAKUAN PENGAMATAN
Kasein Gelatin Pepsin
Dipipet 2 ml larutan protein Tidak Tidak berwarna Tidak berwarna
dan dimasukkan kedalam 3 berwarna
tabung reaksi
Tabung yang ditambah 0,3 Menjadi keruh Menjadi keruh Menjadi keruh
ml HCl 0,5 mol/L
Tabung yang ditambah 0,3 Tidak terjadi Menjadi bening Tidak terjadi
ml NaOH 0,5 mol/L perubahan perubahan
Tabung yang ditambah 0,3 Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi
ml aquades perubahan perubahan perubahan
Larutan protein + HCL Larutan keruh Larutan keruh Larutan keruh
setelah dipanaskan
Larutan protein + NaOH Larutan keruh berwarna Larutan
setelah dipanaskan cokelat berwarna keruh
Larutan protein + akuades Larutan keruh Larutan keruh Larutan keruh
setelah dipanaskan
Larutan protein + HCl dan Larutan Larutan Larutan
Larutan protein + NaOH berwarna ungu berwarna ungu berwarna ungu
ditambah indikator PP
Larutan protein + HCl Larutan keruh Larutan keruh Larutan keruh
dinetralkan dengan NaOH
Larutan protein + NaOH Larutan keruh Larutan keruh Larutan keruh
dinetralkan dengan HCl
Larutan protein + asam Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi
nitrat pekat perubahan perubahan perubahan

Anda mungkin juga menyukai