Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

ANALISIS KUALITATIF ASAM AMINO DAN PROTEIN SERTA


PENENTUAN KADAR PROTEIN SECARA KUANTITATIF
MENGGUNAKAN SPEKTROMETRI UV-VIS

Dosen Pengampu:
Handa Muliasari, S.Si., M.Si
Dr. apt. Lina Permatasari, S.Farm

Disusun Oleh :
Kelompok 7
Ni Luh Ayu Sri Widyasari (K1A020054)
Qori’atul Hafizah (K1A020062)
Rizky Ayu Apriliana (K1A020068)
Suwen Qoffa Haya’nurwanda (K1A020074)
Tiara Yulistia Bahtiar (K1A020078)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2022
ANALISIS KUALITATIF ASAM AMINO DAN PROTEIN SERTA PENENTUAN
KADAR PROTEIN SECARA KUANTITATIF MENGGUNAKAN
SPEKTROMETRI UV-VIS
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Hari/tanggal : Selasa, 26 April 2022
Waktu : 13.00-16.40 WITA
Tempat : Laboratorium Farmakokimia Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran Universitas Mataram

B. TUJUAN
1. Mengidentifikasi sifat kimia protein melalui reaksi pengendapan dan reaksi perubahan
warna
2. Menentukan kadar protein secara spektofotometri

C. LANDASAN TEORI
Protein merupakan salah satu kelompok makanan yang paing penting di dunia. Istilah
Protein sendiri berasal dari bahasa yunani “protos” yang memiliki makna ‘yang paling
utama’. Protein merupakan makromolekul paling banyak yang terdapat di dalam sel serta
memiliki peranan yang penting sehingga diartikan sebagai ‘yang paling utama’(Azhar,
2016). Peranan penting protein dalam kehidupan dapat dicontohkan misalnya pada proses
kimia dalam tubuh yang dapat berlangsung dengan baik dikarenan adanya enzim (terbentuk
dari protein) yang berfungsi sebagai biokatalis. Disamping itu hemoglobin dalam butir-
butir darah merah atau eritrosit yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru
keseluruh bagian tubuh, adalah salah satu jenis protein. Demikian pula zat-zat yang
berperan untuk melawan bakteri penyakit atau disebut antigen, juga suatu protein
(Wahyudiati, 2017).
Protein tersusun atas gabungan sejumlah asam amino (polimer asam amino) yang
dihubungkan oleh ikatan peptida. Berdasarkan strukturnya, protein diklasifikasikan
menjadi struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier, dan struktur kuartener. Protein
dengan struktur primer dibentuk dari asam amino-asam amino yang berikatan sederhana
dan berantai lurus dengan ikatan peptida. Struktur sekunder terbentuk dari ikatan hidrogen
yang terjadi antara gugus amin dengan atom hidrogen pada rantai samping asam amino,
sehingga membentuk lipatan dengan struktur α-helix atau ß-sheet. Struktur protein tersier
merupakan interaksi antara protein dengan struktur sekunder dengan rantai samping asam
amino lain melalui ikatan hidrogen, ion, atau ikatan disulfida. Struktur kuartener terjadi
apabila banyak polipeptida yang berikatan secara komplek untuk membentuk suatu protein
dan terkadang terdapat molekul lain misalnya ion Fe" pada hemoglobin. Berdasarkan
banyaknya asam amino, protein dapat dibedakan menjadi peptida (2-10 asam amino),
polipeptida (10-100 asam amino), dan protein (>100 asam amino). Jenis protein lainnya
adalah glikoprotein, yaitu gabungan protein dengan glukosa; dan lipoprotein (Despal dkk,
2021).
Analisis protein dalam berbagai bahan pangan dilakukan menggunakan dua metode
yakni metode kualitatif dan metode kuantitatif. Analisis protein dengan metode kualitatif
dapat dilakukan dengan uji pengendapan protein dan uji warna protein. Uji warna protein
diantaranya adalah reaksi Biuret (untuk ikatan peptide), reaksi Millon-Nasse (untuk
tirosin), reaksi Hopkins-Cole (untuk triptofan), reaksi Xantoprotein (untuk asam amino
cincin benzena), reaksi uji sulfur, reaksi Nitroprusida dan reaksi Sakaguchi. Sedangkan
analisis protein secara kuantitatif adalah analisis yang bertujuan untuk mengetahui kadar
protein dalam suatu bahan pangan. Identifikasi protein dengan metode kuantitatif dapat
dilakukan dengan metode kjedhal, metode biuret dan metode lowry (Afkar dkk, 2020).
D. ALAT DAN BAHAN
Sampel yang digunakan pada praktikum ini diantaranya adalah sampel tahu, kedelai
dan telur yang telah di preparasi. Adapun alat dan bahan yang digunakan pada uji kualitatif
dan uji kuantitatif yakni:
1. Uji Kualitatif
Alat yang digunakan pada praktikum uji kualitatif ini, yaitu Gelas kimia 600 mL,
Penangas air, Penjepit kayu, Pipet tetes, Pipet volume 2 mL, Pipet volume 5 mL, Rak
tabung reaksi, Rubber bulb, dan Tabung Reaksi.
Bahan yang digunakan pada uji kualitatif ini, yaitu Aquades, Larutan α-naftol
(Molish 10%), Larutan CuSO4 1%, Larutan formaldehide encer, Larutan H2SO4 pekat,
Larutan HNO3 pekat, Larutan NaNO2 1%, Larutan NaOH 40%, Larutan NH3, Larutan Pb
asetat, Larutan putih telur, Larutan ZnSO4 encer, dan Reagen merkuri sulfat (HgSO4 1%
dilarutkan dalam H2SO4 10%).
2. Uji Kuantitatif
Reagen Biuret: Larutkan 1,5 g CuSO4.5H2O dan 6,0 g natrium kalium tartrat
(NaKC4O6 .4H2O) ke dalam kira-kira 500 mL air dalam labu ukur 1 liter. Kemudian
tambahkan 300 mL NaOH 10% sambil dikocok. Dan akhirnya tambahkan aquades
sampai tanda batas. Larutan biru ini dapat disimpan lama. Apabila pembuatannya kurang
baik dapat terbentuk endapan hitam atau merah (tidak dapat dipakai karena akan
mengganggu serapan).
Larutan standar protein: Buatlah larutan serum albumin murni atau kasein dalam air
dengan konsentrasi 1 - 10 mg per mL. Untuk mempermudah kelarutan tambahkan
beberapa tetes 3% NaOH.
Bahan protein yang digunakan pada uji kuantitatif ini adalah enzim yang diisolasi pada
Praktikum I atau sampel protein lainnya.
E. SKEMA KERJA
UJI KUALITATIF
Preparasi Sampel
1. Sampel Tahu
Sampel Tahu

- Digerus 1 buah tahu dengan 50 mL aqudes

Disaring dengan kain saring

- Ditampung filtrat

Filtrat

2. Kedelai
Sampel Kedelai

- Dilarutkan 100 gr kedelai dengan 200 mL aquades

Diblender dan disaring dengan kertas saring

- Ditampung filtrat

Filtrat

3. Telur

Sampel Telur

Dipisahkan putih telur dari kuningnya

- Ditampung putih telur

Putih telur
Uji Protein dengan Pengendapan
1. Pengendapan oleh Logam Berat

Dimasukkan 3 mL larutan protein encer ke dalam tabung reaksi

- Ditambahkan 1 tetes ZnSO4 encer

Apabila terbentuk endapan putih, maka ditambahkan kembali


larutan ZnSO4 hingga berlebih

Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi

2. Pengendapan oleh Asam

Dimasukkan 3 mL larutan HNO3 pekat ke dalam tabung reaksi

- Ditambahkan 3 mL larutan protein melalui


dinding tabung reaksi yang dimiringkan

Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi

Uji Warna Protein


1. Reaksi Biuret (untuk ikatan peptide)

Dimasukkan 3 mL larutan protein encer ke dalam tabung reaksi

- Ditambahkan 2 mL larutan NaOH 40%

Ditambahkan larutan CuSO4 1% tetes demi tetes hingga terbentuk


warna merah muda/ungu

Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi


2. Reaksi Millon-Nasse (untuk tirosin)

Dimasukkan 2 mL larutan protein encer ke dalam tabung reaksi

- Ditambahkan 1 mL reagen merkuri sulfat (HgSO4


1% dilarutkan dalam H2SO4 10%)

Tabung reaksi dipanaskan (kemungkinan terbentuk endapan


kuning)

Tabung reaksi didinginkan pada air mengalir

- Ditambahkan beberapa tetes larutan NaNO2 1%

Tabung reaksi dipanaskan kembali

Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi

Perubahan warna endapan atau larutan menjadi merah menunjukkan adanya tirosin
pada larutan protein

3. Reaksi Hopkins-Cole (untuk triptofan)

Dimasukkan 1 mL larutan protein encer ke dalam tabung reaksi

- Ditambahkan 1 tetes larutan formaldehid encer


(diencerkan 500 kali)
- Ditambahkan 1 tetes reagen merkurisulfat

Tabung reaksi digojog dan ditambahkan 1 mL larutan H2SO4


pekat melalui dinding tabung reaksi yang dimiringkan (terbentuk
dua lapisan dengan cincin ungu pada bidang batasnya)

Tabung reaksi digojog kembali

Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi


4. Reaksi Xanthoprotein (untuk asam amino dengan cincin benzena)

Dimasukkan 3 mL larutan protein encer ke dalam tabung reaksi

- Ditambahkan 1 mL larutan HNO3 pekat

Tabung reaksi dipanaskan pada penangas air mendidih hingga


terjadi perubahan warna menjadi kuning

Tabung reaksi didinginkan pada air mengalir

- Ditambahkan larutan NH3

Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi

5. Reaksi Uji Sulfur

Dimasukkan 1 mL larutan protein ke dalam tabung reaksi

- Ditambahkan 1 mL larutan NaOH 40%

Tabung reaksi dipanaskan selama 1 menit untuk mengubah S


organic menjadi Na-Sulfida

- Ditambahkan 1 tetes larutan Pb asetat

Diamati dan dicatat perubahan yang terajadi

Terbentuknya larutan atau endapan hitam/coklat


menunjukkan terbentuknya PbS

6. Reaksi Molish

Dimasukkan 1 mL larutan protein ke dalam tabung reaksi

- Ditambahkan 2 mL larutan α-naftol (reagen


molisch)

Ditambahkan 1 mL larutan H2SO4 pekat melalui dinding tabung


yang dimiringkan hingga terbentuk lapisan di bawah campuran

- Digojog hingga homogen

Diamati dan dicatat perubahan yang terajadi


UJI KUANTITATIF
1. Pembuatan larutan stok Bovin serum albumin 10%

Larutan Protein

- Ditimbang 1 gr bovin serum albumin

Dilarutkan dengan 10 mL aquades

Larutan Stok Bovin serum albumin 10% (BSA)

2. Penentuan Panjang gelombang maksimum

Larutan stok BSA Larutan Blanko

- Diambil 0,9 mL larutan stok - Dicampurkan 2,2 mL


BSA ke dalam tabung reaksi aqudest dengan 0,8 mL
pereaksi biuret
- Didiamkan selama 30
Ditambahkan 0,8 mL pereaksi biuret dan menit pada suhu ruang
1,3 mL aquades

- Didiamkan selama 30
menit pada suhu ruang

Absorbansi sampel

- Diukur absorbansi sampel dari


panjang 400-800 nm pada alat
spektrofotometer
3. Pembuatan kurva kalibrasi larutan protein
Persentasi Larutan stok yang Aquades yang Reagen biuret
ABS (%) diambil (mL) ditambahkan (mL) (mL)
1 0,3 1,9 0,8
2 0,6 1,6 0,8
3 0,9 1,3 0,8
4 1,2 1 0,8
5 1,5 0,7 0,8

- Diukur absorbansi masing-masing tabung


pada panjang gelombang maksimum dengan
alat spektrofotometer

Absorbansi masing-masing tabung


- Dibuat kurva kalibrasi pada kertas grafik
dengan menunjukkan hubungan antara
absorbansi dan konsentrasi

Kurva Kalibrasi/Kurva Standar

4. Penentuan kadar protein

Sampel Tahu

- Ditimbang 100 gr sampel tahu


- Ditambahkan 100 mL aquades
- Disaring dengan kain saring
- Dipastikan filtrat terlarut sempurna

Filtrat
- Disiapkan 0,9 mL larutan sampel protein

Ditambahkan 0,8 mL pereaksi biuret


dan 1,3 mL aquades
- Didiamkan selama 30 menit Kadar Protein Sampel

Absorbansi Sampel Tahu - Dihitung kadar protein


sampel dengan menggunakan
- Diukur absorbansi dengan spektrofotometer persamaan regresi linear
pada Panjang gelombang maksimum dari kurva kalibrasi
F. HASIL PENGAMATAN
UJI KUALITATIF TAHU JAWA
Uji Protein dengan Pengendapan
Pengujian Hasil Pengamatan
Pengendapan oleh Logam Berat Endapan putih pada dasar tabung dan
• Larutan protein encer dimasukkan ke semakin banyak ketika penambahan
dalam tabung reaksi dan ditambahkan ZnSO4 berlebih
setetes larutan ZnSO4 encer
• Ditambahkan lagi larutan ZnSO4 tetes
demi tetes hingga berlebih

Pengendapan oleh Asam Terbentuknya endapan putih pada


• 3 mL larutan HNO3 pekat dimasukkan permukaan sampel
ke dalam tabung reaksi
• Tabung reaksi dimiringkan lalu
ditambahkan 3 mL larutan protein
melalui dinding tabung

Uji Warna Protein


Langkah Kerja Hasil Pengamatan
Reaksi Biuret (untuk ikatan peptida)
• 3 mL larutan protein dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan ditambahkan
Warna ungu
2 mL larutan NaOH 40%
• Ditambahkan larutan CuSO4 1% tetes
demi tetes
Reaksi Millon-Nasse (untuk tirosin)
• 2 mL larutan protein, ditambahkan 1
mL reagen merkuri sulfat pada tabung
reaksi
• Tabung reaksi dipanaskan Warna kuning agak oranye

• Tabung reaksi didinginkan pada air


mengalir dan ditambahkan beberapa
tetes larutan NaNO2 1% lalu
dipanaskan kembali
Reaksi Hopkins-Cole (untuk
triptofan)
• 1 mL larutan protein dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, ditambahkan 1
tetes larutan formaldehid encer lalu
Warna ungu yang setelah dikocok
ditambahkan 1 tetes reagen merkuri
menjadi kekuningan
sulfat
• Tabung reaksi digojok kemudian
ditambahkan 1 mL larutan H2SO4
pekat
• Tabung reaksi digojok kembali

Reaksi Xanthoprotein
• 3 mL larutan protein dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1
mL larutan HNO3 pekat
• Dipanaskan dalam penangas air Adanya endapan kuning setelah
mendidih dipanaskan
• Tabung reaksi didinginkan pada air
mengalir dan ditambahkan larutan NH3
Reaksi Uji Sulfur
• 1 mL larutan protein dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan ditambahkan Warna coklat
1 mL larutan NaOH 40% kemudian
dimasak selama 1 menit
• Ditambahkan 1 tetes larutan Pb asetat

Reaksi Molisch
• 1 mL larutan protein dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan ditambahkan
2 mL larutan α-naftol (pereaksi Warna ungu pekat dengan cincin
Molisch) kemudian dikocok berwarna ungu
• Ditambahkan secara perlahan-lahan 1
mL larutan H2SO4 pekat melalui
dinding tabung yang dimiringkan

UJI KUALITATIF TAHU LOMBOK


Uji Protein dengan Pengendapan
Pengujian Hasil Pengamatan
Pengendapan oleh Logam Berat
• Larutan protein encer dimasukkan ke Warna sebelum diuji: Putih
dalam tabung reaksi dan ditambahkan
Warna setelah diuji: Putih dan terdapat
setetes larutan ZnSO4 encer
endapan
• Ditambahkan lagi larutan ZnSO4 tetes
demi tetes hingga berlebih

Pengendapan oleh Asam Warna sebelum diuji: Putih


• 3 mL larutan HNO3 pekat dimasukkan
Warna setelah diuji: Terbentuk 3 warna
ke dalam tabung reaksi
(warna pink muda pada bagian atas, bagian
• Tabung reaksi dimiringkan lalu
tengah berwarna kuning muda, dan bagian
ditambahkan 3 mL larutan protein
bawah menjadi bening)
melalui dinding tabung
Uji Warna Protein
Langkah Kerja Hasil Pengamatan
Reaksi Biuret (untuk ikatan peptida)
• 3 mL larutan protein dimasukkan ke
Warna sebelum diuji: Putih
dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2
mL larutan NaOH 40% Warna setelah diuji: Ungu
• Ditambahkan larutan CuSO 4 1% tetes
demi tetes
Reaksi Millon-Nasse (untuk tirosin)
• 2 mL larutan protein, ditambahkan 1
mL reagen merkuri sulfat pada tabung
reaksi Warna sebelum diuji: Putih
• Tabung reaksi dipanaskan
Warna setelah diuji: Kuning muda
• Tabung reaksi didinginkan pada air
mengalir dan ditambahkan beberapa
tetes larutan NaNO2 1% lalu dipanaskan
kembali
Reaksi Hopkins-Cole (untuk
triptofan)
• 1 mL larutan protein dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, ditambahkan 1
tetes larutan formaldehid encer lalu Warna sebelum diuji: Putih
ditambahkan 1 tetes reagen merkuri
Warna setelah diuji: Ungu kehitaman
sulfat
• Tabung reaksi digojok kemudian
ditambahkan 1 mL larutan H2SO4
pekat
• Tabung reaksi digojok kembali
Reaksi Xanthoprotein
• 3 mL larutan protein dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1
mL larutan HNO3 pekat
Warna sebelum diuji: Putih
• Dipanaskan dalam penangas air
mendidih Warna setelah diuji: Peach
• Tabung reaksi didinginkan pada air
mengalir dan ditambahkan larutan NH3

Reaksi Uji Sulfur


• 1 mL larutan protein dimasukkan ke
Warna sebelum diuji: Putih
dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1
mL larutan NaOH 40% kemudian Warna setelah diuji: Coklat
dimasak selama 1 menit
• Ditambahkan 1 tetes larutan Pb asetat

Reaksi Molisch
• 1 mL larutan protein dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2
Warna sebelum diuji: Putih
mL larutan α-naftol (pereaksi Molisch)
kemudian dikocok Warna setelah diuji: Pink
• Ditambahkan secara perlahan-lahan 1
mL larutan H2SO4 pekat melalui
dinding tabung yang dimiringkan

Gambar Hasil pengamatan


UJI KUALITATIF KEDELAI
• Uji Protein dengan Pengendapan
Pengujian Hasil Pengamatan

• Hasil akhirnya berwarna putih


Pengendapan oleh Logam Berat keruh dan tidak terbentuk endapan
pada tabung reaksi

• Berwarna kuning pekat dibagian


atas dan bening di bagian bawah
Pengendapan oleh Asam • Terdapat endapan tebal berwarna
kuning muda di permukaan
larutan

• Uji Warna Protein


Pengujian Hasil Pengamatan

• Larutan berubah menjadi warna


ungu pekat setelah penambahan
NaOH + CuSO4
Reaksi Biuret (untuk Ikatan Protein
• Larutan berubah menjadi 3 warna
Peptida) berbeda setelah penambahan
NaOH. Bagian bawah berwarna
putih, bagian tengah berwarna
kuning dan bagian atas berwarna
oranye

• Pemanasan 1 :
Terbentuk 2 fasa larutan. Bagian
atas terbentuk endapan putih dan
bagian bawah berwarna merah
Reaksi Millon-Nasse (untuk Tirosin) muda
• Pemanasan 2 :
Terbentuk 2 fasa larutan. Bagian
atas terbentuk endapan kuning
muda dan sedikit berbusa. Bagian
bawah larutan berwarna kuning
pekat.
• Penambahan formaldehid +
H2 SO4 :
Larutan berubah warna menjadi
Reaksi Hopkins-Cole (untuk Triptofan) putih pucat dan keruh
• Penambahan 1 mL H2 SO4 :
Terjadi perubahan larutan
menjadi warna ungu kehitaman
tanpa cincin di atas larutan

• Setelah penambahan HNO3 pekat


terbentuk larutan kuning cerah
• Setelah pemanasan dengan
waterbath larutan
Reakasi Xanthoprotein • Setelah penamabahan NH3
terbentuk 3 fasa larutan. Bagian
atas berwarna oranye, bagian
tengah terbentuk endapan kuning
dan bagian bawah terbentuk
larutan kuning cerah dan pucat

• Pada penambahan NaOH dan


dipanaskan terbentuk larutan
Reaksi Uji Sulfur berwarna kuning cerah
• Setelah penambahan Pb asetat
terbentuk larutan berwarna coklat
menunjukkan terbentuknya Pbs

• Setelah penambahan α-naftol


terbentuk 3 fasa. Pada bagian atas
berwarna coklat terang, bagian
tengah terbentuk endapan putih
Reaksi Molisch dan bagian bawah berwarna
coklat pekat
• Setelah penambahan H2 SO4
terbentuk 2 fasa larutan. Pada
bagian atas berwarna hijau tua
pekat dan bagian bawah
terbentuk endapan hitam pekat
UJI KUALITATIF PUTIH TELUR

Uji Protein dengan Pengendapan

Pengujian Hasil Pengamatan


Pengendapan Oleh Logam Berat Menghasilkan endapan berwarna putih
• Larutan protein encer dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, dan ditambahkan setetes
ZnSO4 tetes encer
• Ditambahkan lagi larutan ZnSO4 tetes demi
tetes hingga berlebih
Pengendapan Oleh Asam Menghasilkan endapan berwarna
• 3 mL larutan HNO3 pekat dimasukkan ke kuning;
dalam tabung reaksi warna sampel menjadi kuning
• Tabung reaksi dimiringkan lalu
ditambahkan 3 mL larutan protein melalui
dinding tabung

Uji Warna Protein

Pengujian Hasil Pengamatan


Reaksi Biuret
(Untuk Ikatan Peptida) - Warna awal sampel : Bening
• 3 mL larutan protein dimasukkan ke dalam - Warna sampel setelah ditambahkan
tabung reaksi dan ditambahkan 2 mL CuSO4 : Ungu
larutan NaOH 40% - Warna sampel setelah didiamkan :
• Ditambahkan larutan CuSO4 1% tetes demi Coklat
tetes
Reaksi Millon-Nase
(Untuk Tirosin) - Warna awal sampel : Putih
• 2 mL larutan protein, ditambahkan 1 mL - Warna sampel setelah ditambahkan
reagen merkuri sulfat pada tabung reaksi NaNO2 1% : Kuning pucat
• Tabung reaksi dipanaskan - Warna sampel setelah dipanaskan :
Kuning
• Tabung reaksi didinginkan pada air
mengalir dan ditambahkan beberapa tetes
larutan NaNO2 1% lalu dipanaskan kembali
Reaksi Hopkins-Cole
(Untuk Triptofan) - Warna akhir sampel : Coklat dan
• 1 mL larutan protein dimasukkan ke dalam terbentuk gumpalan berwarna putih
tabung reaksi, ditambahkan 1 tetes larutan
formaldehid encer lalu ditambahkan 1 tetes
reagen merkuri sulfat
• Tabung reaksi digojok kemudian
ditambahkan 1 mL larutan H2SO4 pekat
• Tabung reaksi digojok kembali
Reaksi Xanthoprotein - Warna sampel setelah dipanaskan :
(Untuk asam amino dengan cincin Kuning
benzene) - Warna sampel setelah ditambahkan
• 3 mL larutan protein dimasukkan ke dalam NH3 : Orange
tabung reaksi dan ditambahkan 1 mL
larutan HNO3 pekat
• Dipanaskan dalam penangas air mendidih
• Tabung reaksi didinginkan pada air
mengalir dan ditambahkan larutan NH3
Reaksi Uji Sulfur
• 1 mL larutan protein dimasukkan ke dalam - Warna sampel setelah ditambahkan
tabung reaksi dan ditambahkan 1 mL NaOH dan dipanaskan : Kuning
larutan NaOH 40% kemudian dimasak cerah
selama 1 menit - Warna sampel setelah ditambahkan
• Ditambahkan 1 tetes larutan Pb asetat Pb : Coklat muda
Reaksi Molish
• 1 mL larutan protein dimasukkan ke dalam - Warna akhir sampel : Putih dan
tabung reaksi dan ditambahkan 2 mL Terbentuk endapan berwarna putih
larutan α-naftol (pereaksi Molisch)
kemudian dikocok
• Ditambahkan secara perlahan-lahan 1 mL
larutan H2SO4 pekat melalui dinding
tabung yang dimiringkan

Gambar Hasil Pengamatan


UJI KUANTITATIF
Data Panjang Gelombang
λ (nm) Absorbansi
470 0,2569
471 0,2548
472 0,2529
473 0,2510
474 0,2493
475 0,2476
476 0,2458
477 0,2442
478 0,2426

Grafik Penentuan Panjang Gelombang Maksimum


0,258 0,2569

0,256 0,2548

0,254 0,2529

0,252 0,251
Absorbansi

0,25 0,2493

0,2476
0,248 Absorbansi
0,2458 Linear (Absorbansi)
0,246
0,2442
0,244 0,2426

0,242

0,24
468 470 472 474 476 478 480
Panjang gelombang (nm)
Data absorbansi BSA
Konsentrasi (%) Absorbansi
1 0,1824
2 0,2037
3 0,2299

Kurva Baku Standar BSA


0,25 0,2299

0,2037
0,2 0,1824

0,15 y = 0,0238x + 0,1578


Absorbansi

R² = 0,9965

Absorbansi
0,1
Linear (Absorbansi)

0,05

0
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5
Konsentrasi (%)

Data absorbansi protein


Larutan Kadar (%) Absorbansi
Tahu Jawa 1 6,87 0,3214
Tahu Jawa 2 5,71 0,2938
Tahu jawa 3 5,93 0,2989
Tahu Lombok 1 52,8 % 0,4092
Tahu Lombok 2 59,05% 0,4389
Tahu Lombok 3 52,8% 0,4091
G. ANALISIS DATA
Penentuan Kadar protein
Persamaan kurva baku standar y = 0,0238x + 0,1578
𝒚−𝟎,𝟏𝟓𝟕𝟖
Maka untuk menentukan kadar protein digunakan persamaan x = 𝟎,𝟎𝟐𝟑𝟖

Kadar protein tahu Jawa 100%


0,3214−0,1578 0,1636
Kadar protein tahu Jawa 1 → x = = 0,0238 = 6,87%
0,0238
0,2938−0,1578 0,136
Kadar protein tahu Jawa 2 → x = = 0,0238 = 5,71%
0,0238
0,2989−0,1578 0,1411
Kadar protein tahu Jawa 3 → x = = 0,0238 = 5,93%
0,0238
6,87+5,71+5,93 18,51
Rata-rata kadar protein tahu Jawa → x = = = 6,17%
3 3

Kadar protein tahu Lombok 20%


0,4092−0,1578 0,2514
Kadar protein tahu Lombok 1 → x = = = 10,56%
0,0238 0,0238
0,4389−0,1578 0,2811
Kadar protein tahu Lombok 2 → x = 0,0238
= 0,0238 = 11,81%
0,4091−0,1578 0,2513
Kadar protein tahu Lombok 3 → x = = = 10,56%
0,0238 0,0238
10,56+11,81+10,56 32,93
Rata-rata kadar protein tahu Lombok → x = = = 10,97%
3 3

Kadar protein tahu Lombok 100%


Kadar protein tahu Lombok 1 = 10,56% × 5 = 52,8%
Kadar protein tahu Lombok 2 = 11,81% × 5 = 59,05%
Kadar protein tahu Lombok 3 = 10,56% × 5 = 52,8%
52,8+59,05+52,8 164,65
Rata-rata kadar protein tahu Lombok → x = = = 54,8%
3 3

H. REAKSI-REAKSI
1. Reaksi millon-nase
2. Reaksi Hopkins-Cole

3. Reaksi Biuret

4. Reaksi Xanthoprotein
5. Reaksi Sulfur

6. Reaksi Molish

I. PEMBAHASAN
• Uji Kualitatif Tahu Jawa
Praktikum ini dilakukan untuk menganalisis tahu Jawa. Pengendapan protein dapat
dilakukan oleh logam berat dan asam. Pengendapan garam terjadi karena asam amino yang
merupakan penyusun protein dapat mengikat logam yang ditandai dengan adanya endapan
berwarna putih.
Pada reaksi pengendapan oleh logam berat, tahu Jawa ditambahkan dengan ZnSO4.
Akibat penambahan ZnSO4 larutan berubah menjadi putih pekat kemudian membentuk
endapan putih di dasar tabung. Hal ini disebabkan karena kemampuan protein dalam
mengikat ion logam di atas titik isoelektriknya. Pada kondisi tersebut pH berada di atas titik
isoelektrik protein atau asam amino, menyebabkannya bermuatan negatif sehingga mampu
mengikat ion logam yang bermuatan positif (titik isoelektrik: keadaan pH dimana
protein/asam amino memiliki jumlah muatan positif dan negatif sama). Jadi penambahan
logam Zn yang mengandung ion positif akan menghasilkan endapan jika direaksikan
dengan protein yang memiliki ion negatif, sehingga terjadi netralisasi protein
mengakibatkan garam protein mengendap.
Pengendapan protein juga dapat dilakukan dengan penambahan asam. Pada percobaan
ini dilakukan dengan memasukkan 3 mL HNO3 pekat ke dalam tabung reaksi lalu
ditambahkan 3 mL protein melalui dinding tabung. Hasil menunjukkan bahwa sampel
positif mengandung protein karena adanya endapan pada permukaan tabung. Pengendapan
protein terjadi karena adanya penambahan HNO3 pekat yang menyebabkan pH larutan
protein di bawah titik isoelektrik. Protein memiliki kemampuan mengendap yang rendah
di dalam air. Dengan ditambahkan asam kuat dapat mempercepat pengendapan protein
(Triyono, 2010).
Uji biuret adalah uji protein yang dilakukan dalam suasana basa dan akan memberikan
perubahan warna menjadi ungu/violet untuk hasil positif mengandung protein. Perlakuan
yang dilakukan yaitu menambahkan NaOH 40% pada larutan protein, lalu ditambahkan
CuSO4 tetes demi tetes. Percobaan ini menghasilkan perubahan warna larutan menjadi
putih keruh ketika ditambahkan NaOH 40% dan berwarna ungu setelah diberikan 5 tetes
CuSO4, yang menandakan hasil positif. Warna ungu terbentuk karena senyawa kompleks
tembaga-natrium-biuret (Poedjiadi, 2007). Berdasarkan praktikum ini dapat disimpulkan
bahwa sampel tahu jawa positif mengandung protein.
Uji Millon-Nasse adalah uji yang dilakukan untuk mengidentifikasi protein yang
mengandung tirosin pada suatu sampel yang ditandai dengan terbentuknya kompleks
berwarna merah pada sampel. Tirosin merupakan asam amino yang mengandung gugus
fenol pada rantai sampingnya (gugus R-nya). Pereaksi Millon mengandung merkuri dan
ion merkuro dalam asam nitrit dan asam nitrat. Gugus fenol yang terdapat pada tirosin
tersebut akan ternitrasi dan membentuk garam merkuri dengan pereaksi millon dan akan
membentuk kompleks berwarna merah. Pada percobaan ini menunjukkan hasil positif
dengan perubahan warna menjadi putih susu setelah ditambahkan reagen merkuri sulfat
lalu dipanaskan, dan berubah warna menjadi orange setelah ditambahkan NaNO2 1% lalu
dipanaskan. Hal ini sesuai dengan pustaka yang menyatakan bahwa kedelai yang
merupakan bahan baku pembuatan tahu mengandung asam amino non esensial salah
satunya tirosin dari 20,5% kandungan protein yang dimiliki (Rukmana dan Yuniarsih,
1996).
Uji Hopskin-cole dilakukan untuk menganalisis asam amino esensial pada protein yaitu
triptofan dengan sampel tahu jawa yang ditandai dengan terbentuknya cincin warna ungu
pada sampel percobaan. Pereaksi Hopkins-cole mengandung asam glioksilat (HgSO4). Uji
Hopkins-Cole memiliki prinsip yaitu kondensasi inti indol dengan aldehid dimana jika
terdapat asam kuat yang menyebabkan terbentuknya cincin ungu pada bidang batas. Reaksi
tersebut hanya akan berhasil jika ada oksidator kuat, seperti senyawa H2SO4 yang
digunakan pada percobaan ini. Fungsi penambahan asam sulfat ini adalah sebagai oksidator
agar terbentuk cincin ungu pada larutan sampel (Poedjiadi 2007). Perlakuan yang diberikan
yaitu larutan protein ditambahkan 1 tetes larutan formaldehid lalu direaksikan dengan
HgSO4, kemudian ditambahkan asam sulfat pekat. Percobaan ini memberikan hasil positif
sampel tahu jawa mengandung asam amino triptofan yang ditandai dengan terbentuknya
cincing berwarna ungu pada sampel setelah ditambahkan H2SO4 pekat.
Uji Xanthoprotein merupakan salah satu uji protein yang digunakan untuk
mengidentifikasi keberadaan gugus benzena dalam sampel yang ditandai dengan
perubahan larutan sampel menjadi. Metode analisis uji ini menggunakan larutan asam pekat
yaitu asam nitrat yang berfungsi untuk memecah protein menjadi gugus benzena (Yazid
dan Nursanti, 2006). Percobaan ini memberikan hasil positif karena setelah menambahkan
1 mL HNO3 ke dalam sampel tahu jawa menghasilkan endapan putih dengan larutan keruh,
kemudian dipanaskan dalam penangas menyebabkan warna endapan berubah menjadi
kuning, didinginkan pada air mengalir lalu ditambahkan NH2 endapan tetap kuning. Reaksi
perubahan yang terjadi disebut nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul
protein. Berdasarkan hasil praktikum ini dapat disimpulkan bahwa sampel tahu Jawa positif
mengandung gugus benzena.
Uji sulfur dilakukan untuk menguji sulfur yang terkandung pada protein. Reaksi positif
ditandai dengan warna cokelat dan hitam. Sistein dan metionin merupakan asam amino
yang mengandung atom S pada molekulnya (Hala,2011). Tahapan percobaan ini yaitu
penambahan NaOH 40% pada larutan protein lalu dipanaskan selama menit menghasilkan
perubahan warna menjadi putih keruh, kemudian diberikan 1 tetes larutan Pb asetat
menjadikan larutan mengalami perubahan warna menjadi cokelat yang menandakan
protein dalam sampel tahu jawa positif mengandung sulfur. Perubahan warna menjadi
cokelat disebabkan karena sampel protein akan berikatan dengan Pb dan akan membentuk
PbS. Berdasarkan hasil praktikum ini dapat disimpulkan bahwa sampel tahu Jawa positif
mengandung sulfur.
Uji Molisch dilakukan untuk mengidentifikasi larutan protein majemuk yang
mempunyai radikal prostetik karbohidrat, yaitu glikoprotein atau mukoprotein pada
penggojlokan dengan hati-hati pada alfanaftol akan membentuk larutan berwarna violet.
Pada proses ini, glikoprotein dan mukoprotein akan mengalami hidrolisis menjadi protein
sederhana dan karbohidrat. Karbohidrat yang terbentuk dengan alfanaftol dalam alkohol
dan asam sulfat pekat memberikan warna violet (Sumardjo, 2009). Percobaan ini dilakukan
dengan menambahkan pereaksi molisch ke dalam larutan protein kemudian dikocok
menghasilkan warna peach, kemudian ditambahkan H2SO4 pekat secara perlahan melalui
dinding tabung dengan cara dimiringkan. Hasil menunjukkan terbentuknya warna ungu
pekat dengan endapan dan cicin berwarna ungu. Hasil ini menandakan hasil positif adanya
kandungan protein yang memiliki radikal prostetik karbohidrat pada sampel tahu jawa.
Berdasarkan hasil praktikum ii dapat disimpulkan bahwa sampel tahu Jawa positif
mengandung protein majemuk.
• Uji Kualitatif Tahu Lombok
Uji kualitatif protein dilakukan untuk mengetahui kadar protein pada suatu bahan
dengan menggunakan metode-metode kualitatif protein. Pada percobaan kali ini
digunakan 1 buah tahu Lombok sebagai sampel. Kemudian dimasukkan ke dalam lumpang
dan ditambahkan 50 mL aquades, digerus sampai halus. Setelah dirasa halus, saring
menggunakan kain saring yang bersih dan ditampung filtratnya. Filtrat yang ditampung
berwarna putih dan nantinya akan digunakan sebagai sampel untuk uji kualitatif protein.
Adapun beberapa metode uji kualitatif yang digunakan yaitu uji pengendapan logam berat,
uji pengendapan asam, uji biuret, uji Millon-Nasse, uji Hopkins-Cole, uji xanthoprotein,
uji sulfur, dan uji molisch.
Pada uji pengendapan logam berat, 3 mL larutan sampel direaksikan dengan 1 tetes
ZnSO4 encer. Hasilnya terbentuk endapan di bagian bawah tabung reaksi. Pengendapan
ini terjadi karena adanya reaksi penetralan muatan antara ion logam berat dengan anion
dari protein. Uji pengendapan oleh asam, 3 mL larutan sampel direaksikan dengan 3 mL
larutan HNO3 pekat. Hasilnya yaitu larutan sampel yang awalnya berwarna putih terlihat
membentuk 3 lapisan, pink muda pada bagian atas, bagian tengah berwarna kuning muda,
dan bagian bawah menjadi bening. Hal ini terjadi karena protein mengalami denaturasi dengan
dengan cara nitritasi pada gugus aromatiknya. Uji biuret dilakukan dengan cara mereaksikan 3 mL
larutan sampel dengan 2 mL larutan NaOH 40%. Kemudian ditambahkan larutan CuSO4 1% tetes
demi tetes. Terjadi perubahan warna yang awalnya berwarna putih menjadi ungu. Penggunaan
NaOH berfungsi untuk menaikkan pH larutan sehingga larutan sampel berada dalam keadaan basa
kuat. Setelah itu ditambahkan CuSO4 yang berfungsi untuk mengikat N yang terdapat pada peptida.
Warna ungu yang dihasilkan terjadi karena adanya ikatan antara Cu dari CuSO4 dengan N dari peptida
dengan larutan basa kuat. Uji Millon-Nase dilakukan dengan cara mereaksikan 2 mL larutan sampel
dengan 1 mL reagen merkuri sulfat. Setelah itu dipanaskan dan ditambahkan beberapa tetes larutan
NaNO2 1%. Lalu dipanaskan kembali dan didapatkan hasil berwarna kuning muda. Pada protein yang
mengandung tirosin akan terbentuk endapan merah saat dilakukan pemanasan yang merupakan hasil
positifnya (Poedjiadi, 1994). Dapat disimpulkan, bahwa sampel uji tidak mengandung tirosin karena
tidak terbentuk endapan merah.
Uji Hopkins-Cole dilakukan dengan cara mereaksikan 1 mL larutan sampel dengan 1
tetes larutan formaldehid dan 1 tetes reagen merkuri sulfat. Digojog kemudian
ditambahkan 1 mL larutan H2SO4 pekat. Didapatkan hasil larutan berubah menjadi warna
ungu kehitaman. Berdasarkan teori yang ada, hasil dari uji ini akan membentuk cincin
berwarna ungu. Hal ini terjadi karena saat sampel dicampurkan dengan pereaksi Hopkins-
Cole, kemudian asam sulfat dituang secara perlahan akan membentuk lapisan dibawah
larutan protein dan beberapa saat kemudian akan terbentuk cincin ungu pada batas kedua
lapisan tersebut. Uji xanthoprotein dilakukan dengan cara mereaksikan 3 mL larutan
sampel dengan 1 mL larutan HNO3 pekat. Kemudian dipanaskan hingga berubah warna
menjadi kuning. Lalu ditambahkan larutan NH3. Terlihat adanya perubahan menjadi warna
peach. Uji ini dapat dikatakan positif jika terbentuk endapan putih yang dapat berubah
menjadi warna kuning atau jingga apabila dipanaskan. Hal ini terjadi karena adanya nitrasi
atau reaksi substitusi atom H pada benzena yang terdapat pada molekul protein. Dari hasil
uji yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa reaksi ini positif karena warna peach
mendekati warna jingga. Uji sulfur dilakukan dengan cara mereaksikan 1 mL larutan
sampel dengan 1 mL larutan NaOH 40%. Kemudian dipanaskan selama 1 menit dan
ditambahkan 1 tetes larutan Pb asetat. Menurut teori Pb akan bereaksi positif dengan Sulfur
membentuk senyawa PbS dan menghasilkan endapan berwarna hitam atau coklat. Hasil
percobaan ini berwarna coklat sehingga sudah sesuai dengan teori yang ada. Terakhir ada
uji molisch yang dilakukan dengan cara mereaksikan 1 mL larutan sampel dengan 2 mL
larutan 𝛼-naftol. Kemudian ditambahkan 1 mL larutan H2SO4 pekat. Terjadi perubahan
warna dari putih menjadi pink. Uji molisch yang positif menunjukkan adanya karbohidrat
ditandai dengan terbentuknya kompleks warna ungu diantara 2 lapisan cairan (Salamah,
2011). Dapat dikatakan bahwa hasil uji ini negatif karena tidak sesuai referensi yang ada.
• Uji Kualitatif Kedelai
Kedelai mengandung protein 35 %, bahkan pada vaietas unggul kadar proteinnya dapat
mencapai 40-43%. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau,
daging, ikan segar, dan telur ayam. Kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih
tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering (Cahyati 2012, hal.6). Kadar
protein pada bahan dan produk pangan dapat ditentukan dengan berbagai jenis metode
analisis. Diantaranya metode analisis protein yang sering digunakan adalah metode
Kjeldahl, metode biuret, metode Lowry, metode pengikatan zat warna dan metode titrasi
formol. (Andarwulan dkk 2011, hal.120).
Pada praktikum ini untuk menentukan kadar protein kedelai dilakukan dengan beberapa
metode. Pada uji pengendapan logam berat, 3 mL larutan sampel direaksikan dengan 1 tetes
ZnSO4 encer. Hasil akhirnya berwarna putih keruh dan tidak terbentuk endapan pada
tabung reaksi. Pengendapan ini terjadi karena adanya reaksi penetralan muatan antara ion
logam berat dengan anion dari protein. Uji pengendapan oleh asam, 3 mL larutan sampel
direaksikan dengan 3 mL larutan HNO3 pekat. Hasilnya Berwarna kuning pekat dibagian
atas dan bening di bagian bawah dan terdapat endapan tebal berwarna kuning muda di
permukaan larutan karena protein mengalami pada gugus aromatiknya. Uji biuret dilakukan dengan
cara mereaksikan 3 mL larutan sampel dengan 2 mL larutan NaOH 40%. Kemudian ditambahkan
larutan CuSO4 1% tetes demi tetes. Larutan berubah menjadi warna ungu pekat setelah
penambahan NaOH + CuSO4 Larutan berubah menjadi 3 warna berbeda setelah
penambahan NaOH. Bagian bawah berwarna putih, bagian tengah berwarna kuning dan
bagian atas berwarna oranye. Uji Millon-Nase dilakukan dengan cara mereaksikan 2 mL larutan
sampel dengan 1 mL reagen merkuri sulfat. Setelah itu dipanaskan dan ditambahkan beberapa tetes
larutan NaNO2 1%. Lalu dipanaskan kembali dan pada Pemanasan 1 hasilnya terbentuk 2 fasa
larutan. Bagian atas terbentuk endapan putih dan bagian bawah berwarna merah muda
sedangkan pada Pemanasan 2 hasilnya terbentuk 2 fasa larutan. Bagian atas terbentuk
endapan kuning muda dan sedikit berbusa. Bagian bawah larutan berwarna kuning pekat.
Uji Hopkins-Cole dilakukan dengan cara mereaksikan 1 mL larutan sampel dengan 1
tetes larutan formaldehid dan 1 tetes reagen merkuri sulfat. Digojog kemudian ditambahkan
1 mL larutan H2SO4 pekat. Hasil yang diperoleh pada penambahan formaldehid + H2 SO4
adalah larutan berubah warna menjadi putih pucat dan keruh sedangkan pada penambahan
1 mL H2 SO4 hasilnya terjadi perubahan larutan menjadi warna ungu kehitaman tanpa
cincin di atas larutan. Hal ini terjadi karena saat sampel dicampurkan dengan pereaksi
Hopkins-Cole, kemudian asam sulfat dituang secara perlahan akan membentuk lapisan
dibawah larutan protein dan beberapa saat kemudian akan terbentuk cincin ungu pada batas
kedua lapisan tersebut. Uji xanthoprotein dilakukan dengan cara mereaksikan 3 mL larutan
sampel dengan 1 mL larutan HNO3 pekat. Kemudian dipanaskan hingga berubah warna
lalu ditambahkan larutan NH3. Hasilnya setelah penambahan HNO3 pekat terbentuk larutan
kuning cerah dan setelah pemanasan dengan waterbath larutan. Setelah penamabahan NH3
terbentuk 3 fasa larutan. Bagian atas berwarna oranye, bagian tengah terbentuk endapan
kuning dan bagian bawah terbentuk larutan kuning cerah dan pucat. Hal ini terjadi karena
adanya nitrasi atau reaksi substitusi atom H pada benzena yang terdapat pada molekul
protein. Uji sulfur dilakukan dengan cara mereaksikan 1 mL larutan sampel dengan 1 mL
larutan NaOH 40%. Kemudian dipanaskan selama 1 menit dan ditambahkan 1 tetes larutan
Pb asetat. Menurut teori Pb akan bereaksi positif dengan Sulfur membentuk senyawa PbS
dan menghasilkan endapan berwarna hitam atau coklat. Hasil percobaan ini pada
penambahan NaOH dan dipanaskan terbentuk larutan berwarna kuning cerah dan setelah
penambahan Pb asetat terbentuk larutan berwarna coklat menunjukkan terbentuknya Pbs.
Terakhir ada uji molisch yang dilakukan dengan cara mereaksikan 1 mL larutan sampel
dengan 2 mL larutan 𝛼-naftol. Kemudian ditambahkan 1 mL larutan H2SO4 pekat.
Hasilnya setelah penambahan α-naftol terbentuk 3 fasa. Pada bagian atas berwarna coklat
terang, bagian tengah terbentuk endapan putih dan bagian bawah berwarna coklat pekat
sedangkan setelah penambahan H2 SO4 terbentuk 2 fasa larutan. Pada bagian atas berwarna
hijau tua pekat dan bagian bawah terbentuk endapan hitam pekat.
• Uji Kualitatif Putih Telur
Percobaan selanjutnya adalah dengan melakukan pengujian kualitatif protein pada
sampel putih telur. Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang mengandung
asam amino esensial yang lengkap. Putih telur mengandung protein yang lebih tinggi
daripada kuning telur yang lebih kaya akan vitamin dibandingkan dengan putih telur
(terutama vitamin A). Protein yang terkandung dalam putih telur diantaranya adalah
albumin, ovomusin, dan globulin, dimana lebih dari 50% protein pada putih telur adalah
albumin (Bakhtra dkk, 2016). Preparasi sampel dilakukan dengan memisahkan bagian
putih telur yang akan digunakan sebagai sampel dari kuningnya. Adapun percobaan
pertama yang dilakukan adalah uji pengendapan protein oleh logam berat dan juga
pengendapan oleh asam.
Percobaan pengendapan protein oleh logam berat dilakukan dengan menambahkan
ZnSO4 pada sampel. Berdasarkan hasil percobaan diperoleh bahwa sampel putih telur yang
direaksikan oleh 1 tetes ZnSO4 membentuk endapan berwarna putih. Endapan tersebut
terjadi karena sampel protein putih telur telah mencapai titik isoelektris. Titik isoelektris
adalah keaadan dimana muatan total masing-masing asam amino dalam protein bermuatan
nol, yang berarti bahwa terjadi keseimbangan antara gugus bermuatan positif dengan
gugus bermuatan negatif (Astawan dkk, 2020). Kation dari logam-logam berat dengan
protein yang bersifat sebagai anion akan bergabung membentuk garam proteinat yang
mengendap atau dengan kata lain terjadi reaksi penetralan antara muatan ion logam berat
dengan anion dari protein (Widodo, 2018). Terjadinya pengendapan pada protein juga
dapat diketahui melalui pengujian pengendapan protein oleh asam. Pengendapan oleh
asam dilakukan dengan menambahkan sampel ke dalam HNO 3 pekat. Diperoleh bahwa
sampel putih telur yang direaksikan dengan 3 mL larutan HNO3 menghasilkan endapan
berwarna kuning. Endapan tersebut terjadi karena sampel protein putih telur telah
mencapai titik isoelektris. Penambahan asam nitrat pada sampel protein berarti
menambahkan konsentrasi dari ion H+ yang kemudian akan bereaksi dengan muatan
negatif protein yang berasal dari gugus hiroksil bebasnya. Semakin banyak konsentrasi H+
yang bereaksi maka semakin banyak pula penurunan pH dari sampel protein sehingga titik
isoelektriknya semakin dekat. Apabila pH isoelektrik sudah tercapai maka muatan yang
saling berlawanan akan saling menetralkan sehingga akan terbentuk gumpalan atau
endapan (Triyono, 2010).
Pengujian warna protein pada sampel putih telur dilakukan dengan beberapa uji
diantaranya yakni reaksi biuret (untuk ikatan peptida), Reaksi Millon-Nase (untuk tirosin),
Reaksi Hopkins-Cole (untuk triptofan), Reaksi Xanthoprotein (untuk asam amino dengan
cincin benzena), dan Uji sulfur, serta Reaksi Molish. Reaksi biuret memiliki prinsip
pengerjaan larutan sampel protein dibuat menjadi basa atau alkalis terlebih dahulu dengan
penambahan NaOH kemudian direaksikan dengan larutan CuSO4 encer. Pengujian ini
dimaksudkan untuk menunjukkan adanya ikatan peptida pada protein sampel putih telur.
Hasil yang diperoleh pada percobaan ini adalah sampel berwarna ungu setelah
ditambahkan CuSO4 . Hal tersebut berarti bahwa sampel putih telur pada percobaan ini
positif mengandung protein. Warna ungu yang dihasilkan tersebut muncul sebagai akibat
adanya pembentukan kompleks Cu2+ dengan gugus -CO dan -NH dari rantai peptida dalam
suasana basa (Yuliana, 2018).
Reaksi Millon-Nase merupakan suatu reaksi yang bertujuan untuk mengidentifikasi
sampel yang mengandung asam amino tirosin. Perngujian ini dilakukan dengan
menambahkan reagen merkuri sulfat ke dalam sampel protein yang berfungsi untuk
mengendapkan protein. Sampel kemudian dipanaskan lalu didinginkan dan ditambahkan
beberapa tetes larutan NaNO2 1%. NaNO2 akan berikatan dengan Hg sehingga membentuk
reagen millon HgNO3. Sampel protein dengan reagen millon tersebut kemudian
dipanaskan kembali. Pengujian dikatakan positif apabila endapan atau larutan yang
terbentuk berwarna merah. Perubahan warna menjadi merah tersebut dikarenakan reagen
millon bereaksi dengan senyawa yang mengandung gugus fenol, dimana dalam hal ini
adalah asam amino tirosin (Harini dkk, 2019). Berdasarkan hasil percobaan diperoleh
bahwa sampel putih telur yang awalnya berwarna putih berubah menjadi berwarna kuning
setelah penambahan reagen dan dipanaskan, sehingga dapat disimpulkan sampel putih
telur menunjukkan hasil negatif uji reaksi Millon-Nase. Hal tersebut berarti bahwa sampel
putih telur tidak mengandung asam amino tirosin.
Reaksi Hopkins-Cole bertujuan untuk mengetahui adanya asam amino triptofan pada
sampel. Prinsip pengujian ini adalah triptofan akan berkondensasi dengan aldehid dari
asam glioksilat dalam suasana asam sulfat sehingga akan menghasilkan kompleks
berwarna. Hasil dikatakan positif uji reaksi Hopkins-cole apabila terbentuk cincin
berwarna ungu (Indrawan dkk, 2016). Pengujian reaksi Hopkins-Cole pada percobaan ini
dilakukan dengan penambahan larutan formaldehid encer dan reagen merkuri sulfat pada
sampel protein yang berfungsi untuk membentuk gumpalan (kondensasi). Sampel tersebut
kemudian ditambahkan dengan larutan H2SO4 pekat yang berfungsi sebagai indikator
warna saat protein berikatan dengan asam amino triptofan. Hasil yang diperoleh
menunjukkan warna akhir sampel putih telur adalah coklat dan terbentuk gumpalan
berwarna putih. Dapat dikatakan sampel putih telur negatif uji reaksi Hopkins-cole yang
berarti bahwa sampel putih telur pada percobaan ini tidak mengandung asam amino
triptofan.
Reaksi Xanthoprotein pada percobaan ini dilakukan dengan menambahkan 1 mL
larutan HNO3 pekat ke dalam sampel putih telur kemudian memanaskannya di atas
penangas air hingga berwarna kuning. Penambahan larutan HNO 3 berfungsi untuk
mengendapkan protein. Sampel selanjutnya didinginkan dan ditambahkan larutan NH 3.
Hasil dikatakan positif apabila menunjukkan warna kuning-orange yang berarti bahwa
sampel mengandung asam amino dengan cincin benzena seperti fenilalanin, triptofan, dan
tirosin (Harini dkk, 2019). Berdasarkan hasil pengujian pada percobaan ini diperoleh
bahwa sampel putih telur setelah dipanaskan berwarna kuning dan setelah ditambahkan
NH3 berwarna orange, sehingga dapat disimpulkan sampel putih telur mengandung asam
amino dengan cincin benzena seperti fenilalanin, tirosin, atau triptofan. Perubahan warna
tersebut disebabkan oleh inti aromatic yang terdapat pada molekul fenilalanin, tirosin, atau
triptofan akan ternitrasi dengan penambahan HNO3. Senyawa kompleks nitro yang
terbentuk berwarna kuning dan dalam lingkungan alkalis akan terionisasi dengan bebas
dan warnanya menjadi lebih tua atau berubah menjadi jingga (Harini dkk, 2019).
Reaksi uji sulfur dimaksudkan untuk mengidentifikasi asam amino yang mengandung
sulfur (belerang) dalam suatu protein seperti sistein dan sistin. Percobaan ini dilakukan
dengan menambahkan larutan NaOH ke dalam sampel kemudian dipanaskan untuk
mengubah S organic menjasi Na-sulfida. Sampel selanjutnya ditambahkan larutan Pb
asetat. Hasil dikatakan positif apabila membentuk larutan atau endapan hitam/coklat yang
berarti telah terbentuk PbS. Hasil yang diperoleh pada percobaan ini menunjukkan bahwa
sampel putih telur positif mengandung sulfur (belerang) yang ditandai dengan perubahan
warna pada sampel setelah ditambahkan NaOH dan dipanaskan yakni kuning cerah dan
setelah ditambahkan Pb berwarna coklat muda. Perubahan warna ini terjadi akibat
penambahan NaOH yang bersifat basa kuat sehingga menyebabkan asam amino terurai
menjadi ion-ionnya, salah satunya adalah ion S2-. Selanjutnya dengan adanya ion Pb2+ dari
Pb asetat menyebabkan terjadinya ikatan antara Pb 2+ dengan S2- membentuk PbS yang
berwarna hitam atau coklat (Salirawati dkk, 2017).
Pengujian terakhir yang dilakukan adalah reaksi molish. Reaksi uji molish bertujuan
untuk mengindentifikasi adanya kandungan semua karbohidrat meliputi monosakarida,
disakarida, dan polisakarida dalam sampel. Prinsip pengerjaan uji molish ini adalah
dehidrasi pada senyawa heksosa yang akan menghasilkan hidroksi metal fulfural,
sedangkan dehidrasi pentose akan menghasilkan senyawa fulfural. Kemudian hidroksi
metil fulfural dan senyawa fulfural dikondensasikan dengan α-naftol dalam pereaksi
molish akan menimbulkan warna merah ungu yang menyerupai cincin. Perubahan warna
tersebut juga merupakan tanda bahwa sampel positif mengandung karbohidrat (Atma,
2018). Hasil percobaan pada sampel putih telur menunjukkan hasil akhir berupa endapan
berwarna putih. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan sampel putih telur tidak
mengandung karbohidrat atau negatif uji molish.
• Uji Kuantitatif Penentuan Kadar Protein Secara Spektofotometri
Berdasarkan analisis data yang dilakukan, didapatkan hasil berupa kadar protein tahu
Jawa pada sampel 1, 2, dan 3 berturut-turut sebesar 6,87%; 5,71%; dan 5,93% sehingga
didapatkan rata-rata kadar protein pada tahu Jawa sebesar 6,17%. Hasil tersebut dapat
diinterpretasikan bahwa dalam 100 gram sampel tahu Jawa mengandung 6,17 gram protein.
Sedangkan kadar protein tahu Lombok dengan faktor pengenceran sebanyak 5 kali pada
sampel 1, 2, dan 3 berturut-turut sebesar 52,8%; 59,05%; dan 52,8% sehingga didapatkan
rata-rata kadar protein pada tahu Lombok sebesar 54,8%. Hasil tersebut dapat
diinterpretasikan bahwa dalam 100 gram sampel tahu Lombok mengandung 54,8 gram
protein. Menurut SNI, standar mutu tahu yang baik memiliki kadar protein minimal 9%
(Sumber: SNI 01-3741-1998 Standar Mutu Tahu). Berdasarkan hasil praktikum ini dapat
disimpulkan bahwa tahu Jawa tidak memenuhi syarat mutu tahu SNI baik pada sampel 1, 2,
maupun 3 dan hanya tahu Lombok yang memenuhi syarat mutu tersebut pada setiap
sampelnya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tahu Lombok memiliki kandungan protein
yang lebih tinggi daripada tahu Jawa.
Pada praktikum penentuan kadar protein ini digunakan metode biuret untuk membaca
kadar absorbansi pada spektrofotometri. Metode biuret ini merupakan metode yang
didasarkan pada pengukuran serapan cahaya ungu dari protein, yang bereaksi dengan pereaksi
biuret membentuk kompleks protein-ion Cu2+ (Cu2+ berasal dari pereaksi biuret) dan
kemudian berubah menjadi Cu+ pada suasana basa. Prinsip kerjanya yaitu semakin tinggi
intensitas cahaya yang diserap oleh spektrofotometer, maka semakin tinggi kandungan
protein dalam sampel tersebut. Metode ini banyak digunakan karena bahan yang digunakan
relatif lebih murah. Namun penggunaan metode biuret ini mudah terganggu apabila sampel
yang digunakan terlalu banyak, maka akan menyebabkan menurunnya sensitivitas sampel
yang akan diidentifikasi sehingga sampel yang digunakan haruslah dalam jumlah yang
sedikit.

J. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum analisis kualitatif dapat disimpulkan bahwa sampel tahu Jawa,
tahu Lombok, Kedelai, dan Telur menunjukkan hasil positif pada setiap uji (uji pengendapan
dan uji warna protein).
Berdasarkan hasil praktikum analisis kuantitatif dapat disimpulkan bahwa kadar protein
dalam tahu Jawa rata-rata sebesar 6,17% dan pada tahu Lombok rata-rata sebesar 54,8%
sehingga tahu Lombok mengandung protein yang lebih banyak daripada tahu Jawa.
K. TUGAS DAN PERTANYAAN
Uji Kualitatif
1. Tuliskan struktur asam L-alfa-amino! Bagaimana senyawa ini dapat membentuk ikatan
peptida?
Jawab :

Senyawa ini dapat membentuk ikatan peptide apabila gugus α-amino dari satu asam
amino bergabung dengan gugus α-karboksil dari asam amino yang lain dengan
mengeluarkan satu molekul air.

Gambar Pembentukan Ikatan peptide (Simamora, 2015)


2. Berikan gambar contoh struktur primer, sekunder, dan tersier protein!
Jawab :
Struktur Primer Protein

Struktur Protein Primer adalah urutan linear asam amino dihubungkan satu dengan yang
lain melalui ikatan peptide dan distabilkan oleh jembatan disulfida (Simamora, 2015)
Struktur Sekunder Protein

Konformasi α-heliks. Terbentuk dalam satu rantai polipeptida yang tersusun melingkar
searah jarum jam (a). Jembatan hidrogen terletak paralel terhadap sumbu α-heliks dan
gugus R menjauh dari pusat α-heliks (b). Konformasi α-heliks tampak dari atas (c) dan
(d). (Simamora, 2015)

konformasi lembaran β (Simamora, 2015)


Struktur Tersier Protein

Struktur tertier merupakan interaksi antar rantai samping (gugus R). Empat jenis
ikatan yang menstabilkan struktur tertier adalah jembatan disulfida, jembatan hidrogen,
interaksi hidrofobik dan ikatan ionik. (Simamora, 2015)
3. Jelaskan mengapa protein dapat mengalami reaksi pengendapan dan dapat mengalami
perubahan warna saat direaksikan dengan pereaksi tertentu?
Jawab :
Protein dapat mengalami reaksi pengendapan ketika telah mencapai titik isoelektrik.
Hal ini terjadi karena pada pH isoelektrik protein berada dalam bentuk zwitter ion dan
cenderung membentuk ion dipolar (NH3+–CHR–COO-). Pada kondisi tersebut gugus
hidrofobik protein berbalik keluar dan gugus hidrofilik terlipat ke dalam sehingga
protein yang semula larut akan mengalami koagulasi dan kemudian mengendap
(presipitasi) . Protein juga dapat mengalami reaksi pengendapan akibat dari denaturasi
protein. Denaturasi protein adalah terjadinya modifikasi struktur sekunder, tersier, dan
kuarter dari protein tanpa menyebabkan pemutusan ikatan peptide dan perubahan
sekuen asam amino pada struktur protein. Perubahan struktur protein ini biasanya
menyebabkan perubahan sifat fisika kimia protein secara irreversible, seperti hilangnya
sifat kelarutan dan aktivitas biologisnya (Windrawati dkk, 2010).
Protein dapat mengalami perubahan warna saat direaksikan dengan pereaksi tertentu
dikarenakan protein memiliki struktur polipeptida dan residu asam amino yang berbeda
sehingga dapat bereaksi dengan berbagai reagen untuk membentuk suatu produk
berwarna (Patil & Muskan, 2009).
Uji Kuantitatif
1. Buatlah kurva standar dan tentukan kadar protein dari sampel yang diberikan.
2. Senyawa apa yang dapat mengganggu metode penentuan Biuret ini?
Jawab:
Metode biuret merupakan metode yang didasarkan pada pengukuran serapan cahaya
ungu dari protein, yang bereaksi dengan pereaksi biuret membentuk kompleks protein-
ion Cu2+ (Cu2+ berasal dari pereaksi biuret) dan kemudian berubah menjadi Cu+ pada
suasana basa. Prinsip kerjanya yaitu semakin tinggi intensitas cahaya yang diserap oleh
spektrofotometer, maka semakin tinggi kandungan protein dalam sampel tersebut.
Metode ini banyak digunakan karena bahan yang digunakan relatif lebih murah. Namun
penggunaan metode biuret ini mudah terganggu apabila sampel yang digunakan terlalu
banyak, maka akan menyebabkan menurunnya sensitivitas sampel yang akan
diidentifikasi sehingga sampel yang digunakan haruslah dalam jumlah yang sedikit.
3. Bandingkan keakuratan metode Biuret dengan metode Lowry. Jelaskan.
Jawab:
Metode Lowry merupakan metode yang dikembangkan dari metode biuret. Metode
Lowry ini didasarkan pada reaksi antara kompleks Cu 2+-protein sebagaimana yang
terbentuk pada metode biuret dan suasana basa akan tereduksi menjadi Cu+. Selanjutnya
ion Cu+ akan mereduksi reagen Folin Ciocalteu, kompleks phosphomolybdate-
phospotungstate, menghasilkan heteropolymolybdenum blue akibat reaksi oksidasi
gugus aromatic (rantang samping amino) yang terkatalis oleh Cu+ dan memberikan
warna biru yang dapat terdeteksi secara kalorimetri. Metode Lowry ini memiliki
sensitivits yang lebih tinggi dibandingkan metode biuret, sehingga memerlukan sampel
yang jumlahnya lebih sedikit. Batas deteksi metode ini berkisar antara 0,01 mg/mL
(Rahmawati et al, 2019). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purwanto (2014),
metode Lowry dirasa lebih unggul dan akurat dibandingkan metode biuret baik dari
segi sentivitas, spesifitas deteksi ikatan peptida dan asam amino yang terbaca, dan
linearitas hasilnya.
DAFTAR PUSTAKA
Afkar, M., Nisah, K., Sa’diah, H. (2020). Analisis Kadar Protein Pada Tepung Jagung, Tepung
Ubi Kayu dan Tepung Labu Kuning dengan Metode Kjedhal. Jurnal AMINA, 1 (3) : 108-
113.
Azhar, M. (2016). Biomolekul Sel. Padang: UNP Press.
Despal, Zahera, R., Nuraina, N., Rosmalia, A., Anzhany, D., Agustiyani, I. (2021). Ternak
Perah Presisi. Bogor: IPB Press.
Wahyudiati, D. (2017). Biokimia. Mataram: LEPPIM MATARAM.
Poedjiadi, A. (1994). Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Salamah, E., S. Purwaningsih., dan E. Permatasari. (2011). Aktivitas antioksidan dan
komponen bioaktif pada selada air (Nasturtium officinale L. R. Br). Antioksidan dan Bioaktif
Selada Air, 16 (2) : 88.
Bakhtra, D. D. A., Rusdi, Mardiah, A. (2015). Penetapan Kadar Protrin dalam Telur Unggas
Melalui Analisis Nitrogen Menggunakan Metode Kjeldahl. Jurnal Farmasi Higea, 8 (2)
: 143-150.
Widodo, A. (2018). Panduan Praktikum Kimia. Yogyakarta : Deepublish.
Astawan, M., Prayudani, A. P. G., Rachmawati, N. A. (2020). Isolat Protein : Teknik Produksi,
Sifat-Sifat Fungsional, dan Aplikasinya di Industri Pangan. Bogor : Penerbit IPB Press.
Triyono, A. (2010). Mempelajari Pengaruh Penambahan Beberapa Asam Pada Proses Isolasi
Protein Terhadap Tepung Protein Isolat Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.). Seminar
Rekayasa Kimia dan Proses, 4-5 Agustus 2010 : C-10-1 – C-10-9.
Yuliana, A. (2018). Buku Ajar Biokimia Farmasi. Surabaya : Jakad Publishing.
Harini, N., Marianty, R., Wahyudi, V. A. (2019). Analisa Pangan. Sidoarjo : Zifatama Jawara.
Hendrawan, M. R., Agustina, R., Rijai, L. (2016). Ekstraksi Gelatin Dari Kaki Ayam Broiler
Melalui Berbagai Larutan Asam Dan Basa Dengan Variasi Lama Perendaman. J. Trop.
Pharm. Chem, 3 (4) : 313 – 321.
Salirawati, D., Kartikasari, F. M., Suprihatiningrum, J. (2017). Belajar Kimia Secara Menarik.
Jakarta : PT Grasindo.
Atma, Y. (2018). Prinsip Analisis Komponen Pangan Makro & Mikro Nutrien. Yogyakarta :
Deepublish.
Simamora, A. (2015). Asam amino, Peptida dan Protein : Buku Ajar Blok 3 Biologi Sel 1.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Ukrida.
Windrati, W. S., Nafi, A., Augustine, P. D. (2010). Sifat Nutrisional Protein Rich Flour (Prf)
Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.). Jurnal Agrotek, 4 (1) : 18-26.
Patil, U. K., & Muskan, K. (2009). Essentials Of Biotechnology. New Delhi : I. K. International
Publishing Pvt. Ltd.
Rahmawati, Taurina, & Andrie. (2019). Pengaruh Minyak Cengkeh (Syzygium aromaticum
L.) Terhadap Stabilitas Protein Sediaan Salep Fase Air Ekstrak Ikan Gabus (Channa striata)
dengan Penetapan Kadar Protein Menggunakan Metode Lowry. Jurnal IImiah
Tanjungpura, 53(9), 1689–1699.
Purwanto, M. G. M. (2014). Perbandingan analisa kadar protein terlarut dengan berbagai
metode spektroskopi UV-Visible. Jurnal Ilmiah Sains & Teknologi, 7(2), 64-71.
Jubaidah, S., Nurhasnawati, H., & Wijaya, H. (2017). Penetapan kadar protein tempe jagung
(Zea Mays L.) dengan kombinasi kedelai (Glycine Max (L.) Merill) secara spektrofotometri
sinar tampak. Jurnal Ilmiah Manuntung, 2(1), 111-119.
Istinaroh, N. (2019). Analisis Kadar Protein Pada Tahu Putih, Tahu Susu Dan Tahu
Bulat (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Jember).
Poedjiadi. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : UI Press.
Rukmana, R & Yuniarsih. 1996. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius, Yogyakarta.
Yazid, E & Nursanti, L. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia untuk Mahasiswa Analis.
Yogyakarta : ANDI.
Hala, Yusmina. 2011. Penuntun Praktikum Biokimia Umum. Makassar : Jurusan Biologi
FMIPA UNM.
Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan
Program Strata I Fakultas Bioeksta. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai