Anda di halaman 1dari 7

Nama : Fransiskus Xaverius Jimmie Mantow, Amd.

Kep
NIP : 198712032023211003
Jabatan : Asisten Penata Anestesi Terampil
Instansi : Kementerian Kesehatan
Unit Kerja : PMN Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung

Rangkuman
Agenda 1 :
Wawasan Kebangsaan & Nilai – Nilai Bela Negara
Dalam bahan pembelajaran agenda pertama ini bertujuan memantapkan wawasan kebangsaan,
meningkatkan kesadaran bela Negara, dan mengimplementasikan Sistem Administrasi NKRI bagi ASN.
Fokusnya adalah memahami kompetensi dasar, dengan tujuan memantapkan wawasan, menumbuhkan
kesadaran bela Negara, dan mengimplementasikan sistem administrasi. Bahan ini penting mengingat peran
ASN dalam mencapai cita-cita dan tujuan nasional Indonesia. Wawasan Kebangsaan Indonesia mengelola
kehidupan berbangsa dan bernegara, berlandaskan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Pancasila, dirumuskan oleh Ir. Soekarno, menjadi filosofi negara yang menggantikan beragam keinginan
kelompok. Undang-Undang Dasar 1945, dirancang oleh BPUPKI, menekankan negara hukum dan
konstitusionalisme. Bhinneka Tunggal Ika, dari Majapahit hingga Garuda Pancasila, menggambarkan
persatuan dalam keberagaman. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), lahir dari Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, memiliki tujuan melindungi bangsa, meningkatkan kesejahteraan,
mencerdaskan kehidupan, dan berperan dalam ketertiban dunia. Bendera Merah Putih, Bahasa Indonesia,
Lambang Garuda Pancasila, dan Lagu Indonesia Raya menjadi simbol kesatuan, identitas, dan kedaulatan
Indonesia, sesuai Undang-Undang Dasar 1945.
Sementara itu, bela negara adalah tekad, sikap, dan perilaku warga negara untuk menjaga kedaulatan
dan keselamatan bangsa. Nilai dasar Bela Negara melibatkan cinta tanah air, kesadaran berbangsa, setia
pada Pancasila, rela berkorban, dan kemampuan awal Bela Negara. Pembinaan kesadaran Bela Negara
diperlukan di pendidikan, masyarakat, dan pekerjaan. Indikator-nilai dasar Bela Negara mencakup cinta
tanah air, kesadaran berbangsa, setia pada Pancasila, rela berkorban, dan kemampuan awal. ASN perlu
menjalankan tugasnya dengan profesional, netral, dan setia pada nilai-nilai Pancasila untuk mendukung
tujuan dan kepentingan nasional.
Jadi, dari materi pembahasan di agenda pertama ini dapat disimpulkan bahwa, bendera, bahasa, dan
lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia memiliki peran penting sebagai alat pemersatu dan
identitas nasional, mencerminkan eksistensi dan kedaulatan negara. Pengaturannya diatur dalam UU Nomor
24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan, mencerminkan
akar budaya dan sejarah perjuangan bangsa.
Peraturan adalah panduan perilaku yang bisa atau tidak boleh dilakukan. Peraturan perundang-
undangan dibentuk oleh lembaga atau pejabat berwenang, memiliki kekuatan mengikat, dan bertujuan
mengatur dan menertibkan kehidupan berbangsa. UU No. 12 Tahun 2011 mengatur pembentukan peraturan
perundang-undangan, dan UU No. 30 Tahun 2014 mengatur Tindakan Administrasi Pemerintahan.
Kerukunan dalam kehidupan melibatkan kerukunan dalam rumah tangga, beragama, masyarakat, dan
berbudaya. Di Indonesia yang beragam, toleransi menjadi kunci untuk mencegah konflik. Maka, komitmen
untuk menjaga kehidupan bermasyarakat yang rukun dan damai perlu dimulai dari setiap individu.
Analisis Isu Kontemporer
Undang-undang ASN menekankan pemahaman ASN terhadap fungsi dan tugasnya. ASN diharapkan
melaksanakan kebijakan publik sesuai peraturan, memberikan pelayanan publik berkualitas, dan memperat
persatuan Negara. Penting bagi ASN untuk menjunjung tinggi disiplin, akuntabilitas, dan tanggung jawab,
serta menunjukkan kompetensi dalam kesadaran diri dan keterampilan sosial.
Sikap mental positif, memegang teguh kode etik, dan mengutamakan keberlanjutan pembelajaran
juga ditekankan. Dalam menghadapi perubahan lingkungan strategis, ASN perlu memahami empat level
lingkungan yang mempengaruhi kesiapan mereka: individu, keluarga, masyarakat lokal dan regional,
nasional, dan global. Modal insani dalam menghadapi perubahan termasuk modal intelektual, ketabahan,
emosional, etika/moral, sosial, dan kesehatan fisik/jasmani. Keberhasilan ASN dalam menjalankan tugasnya
juga terkait dengan pengembangan modal insani tersebut, yang mencakup kemampuan mengelola emosi,
memahami nilai moral, membangun jaringan kerjasama, dan menjaga kesehatan fisik.
Isu-isu strategis kontemporer mencakup korupsi, narkoba, dan terorisme. Sejarah korupsi terdapat
dalam peradaban Mesir, Babilonia, Ibrani, India, Yunani, dan Romawi Kuno. Di Indonesia, karakter
masyarakat Jawa yang opportunis dan gemar menumpuk harta menjadi embrio korupsi. Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 dan revisinya mengatur berbagai modus operandi korupsi, termasuk pidana mati dan
penjara. Narkoba, berasal dari bahasa Yunani "Narke" yang berarti terbius, memiliki penggolongan
berdasarkan tingkat ketergantungan. Sejarah narkotika mencakup perang candu di China dan penggunaan
morphine dalam perang saudara Amerika Serikat. Di Indonesia, VOC memenangkan monopoli perdagangan
opium di Pulau Jawa pada tahun 1677. Terorisme, diatur oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, terkait
erat dengan radikalisme. Empat tipe kelompok teroris melibatkan ideologi, sayap kiri atau kanan,
etnonasionalis, dan keagamaan. Pencegahan terorisme melibatkan pemberdayaan masyarakat, peningkatan
kemampuan aparatur, perlindungan sarana prasarana, pengembangan kajian terorisme, pemetaan wilayah
rawan radikalisme, dan kontra narasi, propaganda, dan ideologi. Isu stratregis lainnya yakni Money
laundering, atau pencucian uang, adalah aktivitas tindak kejahatan yang telah menjadi perhatian sejak tahun
1980-an, terutama terkait peredaran obat-obatan terlarang. Proxy war, atau perang proksi, merupakan
konflik antara dua negara melalui aktor negara atau non-negara, menggunakan pendekatan hard dan soft
power.
Teknologi informasi dan media massa serta sosial memainkan peran penting dalam kejahatan
komunikasi, termasuk cyber crime, hate speech, dan hoax. Cyber crime melibatkan kejahatan di dunia maya
menggunakan komputer dan internet. Hate speech dan hoax adalah bentuk kejahatan komunikasi massa
yang mencakup ujaran kebencian dan penyebaran berita palsu. Teknik analisis isu melibatkan "issue scan,"
teknik tapisan, mind mapping, dan fishbone diagram. Issue scan melibatkan penelusuran sumber informasi
dari media, organisasi publik dan pribadi, data yang ada, masyarakat umum, dan individu berpengetahuan.
Teknik tapisan melibatkan penilaian kriteria seperti aktualitas, kekhalayakan, probleman, dan kelayakan.

Kesiapsiagaan Bela Negara


Kesiapsiagaan Bela Negara merujuk pada kesiap-siagaan fisik, mental, dan sosial seseorang dalam
menghadapi berbagai situasi kerja. Kesiapsiagaan ini didasarkan pada kebulatan sikap, tekad, dan kesediaan
berkorban dengan cinta terhadap NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam konteks CASN,
kesiapsiagaan melibatkan pemahaman dan pelaksanaan kegiatan olah rasa, olah pikir, dan olah tindak dalam
protokol yang mencakup tata tempat, tata upacara, dan tata penghormatan sesuai peraturan perundang-
undangan.
Aplikasi kesiapsiagaan Bela Negara untuk CASN mencakup pembinaan pola hidup sehat, latihan
ketangkasan fisik, dan pembinaan mental sesuai dengan tugas dan tanggung jawab mereka. Pelatihan juga
mencakup wawasan kebangsaan dan analisis strategis untuk menghadapi permasalahan internal dan
eksternal di lingkungan birokrasi.
CASN yang siap siaga adalah yang mampu mengatasi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan
(ATHG) baik dari dalam maupun luar. Pelatihan dasar CASN bertujuan untuk memberikan pemahaman,
kesadaran, dan praktek kesiapsiagaan Bela Negara. Kesadaran bela negara mencakup berbakti pada negara,
berkorban untuk bangsa, dan mematuhi nilai-nilai dasar bela negara.
Contoh implementasi bela negara dalam kehidupan sehari-hari termasuk menciptakan suasana rukun,
damai, dan harmonis dalam keluarga, menjaga keamanan kampung, dan mematuhi peraturan hukum yang
berlaku. Kesadaran bela negara juga mencakup tanggap dan mau tahu terhadap permasalahan bangsa, tidak
mudah terprovokasi, dan persiapan jasmani dan mental.
Pelatihan kesiapsiagaan Bela Negara untuk CASN melibatkan kegiatan seperti olahraga, kecerdasan
mental, baris-berbaris, protokol, pemahaman fungsi intelijen, kegiatan ketangkasan, dan pembuatan rencana
aksi. Manfaat dari kesiapsiagaan Bela Negara termasuk pembentukan sikap disiplin, jiwa kebersamaan,
mental dan fisik yang tangguh, patriotisme, kepemimpinan, dan perilaku positif.

Agenda 2 :
Berorientasi Pelayanan
Definisi pelayanan publik, sebagaimana diatur dalam UU Pelayanan Publik, mengacu pada
serangkaian kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan layanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan bagi warga negara dan penduduk. Dalam konteks ASN, terdapat tiga elemen kunci, yaitu
penyelenggara pelayanan publik (ASN/Birokrasi), penerima layanan (masyarakat, stakeholders, atau sektor
privat), dan tingkat kepuasan yang diberikan atau diterima oleh penerima layanan. Kualitas pelayanan publik
yang optimal menjadi krusial dalam upaya lembaga pemerintah meningkatkan kepercayaan masyarakat,
karena hal ini dapat menciptakan kepuasan bagi semua pihak yang dilayani.
Pasal 10 UU ASN menetapkan fungsi pegawai ASN sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan
publik, serta perekat dan pemersatu bangsa. Dalam pelaksanaan fungsi tersebut, pegawai ASN memiliki
tanggung jawab melaksanakan kebijakan publik, memberikan pelayanan publik yang profesional dan
berkualitas, serta mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam upaya memperkuat budaya kerja sebagai strategi transformasi pengelolaan ASN menuju
pemerintahan berkelas dunia, Pemerintah mengenalkan Core Values ASN BerAKHLAK dan Employer
Branding. Core Values tersebut, yang merupakan singkatan dari Berorientasi Pelayanan, Akuntabel,
Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif, dirancang untuk dipahami dan diimplementasikan oleh
seluruh ASN dalam pelaksanaan tugas dan kehidupan sehari-hari, khususnya nilai Berorientasi Pelayanan
yang menekankan komitmen ASN dalam memberikan pelayanan prima untuk memuaskan masyarakat.
Dalam pelaksanaan pelayanan publik, pemerintah memiliki kewajiban untuk mendengarkan dan
memenuhi kebutuhan warga negara, termasuk bentuk, jenis, mekanisme, jam pelayanan, prosedur, dan biaya
layanan. Sebagai pihak yang melayani masyarakat, birokrasi harus responsif terhadap aspirasi dan keinginan
warga.Prestasi positif ASN sebagai pelayan publik tercermin dalam perilaku ramah, sapaan, dan penampilan
yang rapi. Pelayanan ini mencakup kecepatan, ketepatan waktu, kemudahan pemilihan layanan, dan tekad
untuk memberikan layanan prima.
Mutu layanan yang berkualitas tidak hanya cukup dengan memenuhi kebutuhan saat ini, tetapi harus
terus ditingkatkan agar melebihi harapan pengguna layanan. Prinsip "doing something better and better"
mengindikasikan bahwa layanan hari ini harus lebih baik daripada sebelumnya, dan layanan esok akan lebih
baik daripada hari ini. Dalam upaya mencapai reformasi birokrasi dan berkompetisi dalam era digital yang
dinamis, diperlukan akselerasi dan usaha luar biasa untuk menciptakan terobosan, yaitu perubahan dalam
tradisi, pola, dan cara pemberian layanan publik. Terobosan ini dikenal sebagai inovasi pelayanan publik,
yang muncul sebagai respons terhadap konteks dan permasalahan publik yang dihadapi oleh instansi
pemerintah.
Faktor-faktor seperti komitmen pimpinan, budaya inovasi, dan dukungan regulasi menjadi penentu
pertumbuhan dan perkembangan inovasi pelayanan publik di lingkungan pemerintahan. Kolaborasi antara
pemerintah, partisipasi masyarakat, dan pihak terkait lainnya menjadi strategi penting dalam mendorong
pertumbuhan dan perkembangan inovasi tersebut.

Akuntabel
Akuntabilitas sering diartikan sebagai tanggung jawab, tetapi perbedaan mendasar terletak pada
kewajiban pertanggungjawaban yang harus dicapai dalam konsep akuntabilitas. Beberapa aspek
akuntabilitas mencakup hubungan, orientasi pada hasil, keterlibatan laporan, konsekuensi, dan perbaikan
kinerja. Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama, yaitu kontrol demokratis, pencegahan korupsi, dan
peningkatan efisiensi. Terdapat dua jenis akuntabilitas publik, yaitu vertical dan horizontal, dengan lima
tingkatan, mulai dari personal hingga stakeholder.
Integritas dan akuntabilitas dianggap fundamental dalam pelayanan publik, di mana kejujuran
menjadi nilai dasar untuk membangun kepercayaan publik. Organisasi memiliki mekanisme akuntabilitas,
seperti penilaian kinerja, akuntansi, akreditasi, dan pengawasan.
Pentingnya membangun lingkungan kerja yang akuntabel melibatkan kepemimpinan, transparansi,
integritas, tanggung jawab, keadilan, kepercayaan, keseimbangan, kejelasan, dan konsistensi. Mekanisme
akuntabilitas harus mencakup tiga dimensi: kejujuran dan hukum, proses, program, dan kebijakan.
Manajemen konflik kepentingan dan kebijakan gratifikasi dapat memperkuat budaya akuntabel dan
integritas. Transparansi informasi publik, terutama melalui UU Keterbukaan Informasi Publik,
mempengaruhi sektor publik di Indonesia. Aparat pemerintah diharapkan memberikan pelayanan yang baik
sesuai etika birokrasi dan etika pelayanan publik. Konflik kepentingan, baik keuangan maupun non-
keuangan, memerlukan tindakan untuk membangun budaya antikorupsi di organisasi pemerintahan.
Langkah-langkah melibatkan penyusunan kebijakan, identifikasi situasi konflik, strategi penanganan, dan
serangkaian tindakan untuk menangani konflik kepentingan.\

Kompeten
Implikasi dari lingkungan yang Volatile, Uncertain, Complex, dan Ambiguous (VUCA) menuntut
penyesuaian dalam proses bisnis, karakter, dan keahlian baru. Namun, adaptasi terhadap keahlian baru perlu
dilakukan secara terus-menerus, sementara kemampuan untuk memanfaatkan teknologi informasi dalam
meningkatkan kinerja organisasi berkembang lebih lambat dibandingkan dengan tawaran perubahan
teknologi itu sendiri.
Perilaku Aparatur Sipil Negara (ASN) harus mencakup aspek BerAkhlak, seperti berorientasi pada
pelayanan dengan pemahaman dan pemenuhan kebutuhan masyarakat, akuntabilitas dalam melaksanakan
tugas dengan jujur dan bertanggung jawab, peningkatan kompetensi diri untuk menghadapi tantangan yang
selalu berubah, harmonis dalam membangun lingkungan kerja yang kondusif, loyal dengan memegang teguh
ideologi dan menjaga nama baik, adaptif dalam menghadapi perubahan, dan kolaboratif dalam memberi
kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi.
Prinsip pengelolaan ASN yang berbasis merit menekankan kesesuaian kualifikasi, kompetensi, dan
kinerja, serta pembangunan aparatur yang sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2020-2024, diharapkan menghasilkan birokrasi yang berkualitas dunia dengan pelayanan publik
yang semakin baik. Terdapat delapan karakteristik yang dianggap relevan bagi ASN, termasuk integritas,
nasionalisme, profesionalisme, wawasan global, IT dan bahasa asing, keramahan, jaringan kerja, dan
kewirausahaan. Konsepsi kompetensi ASN melibatkan tiga aspek utama: pengetahuan, keterampilan, dan
sikap.
Pendekatan pengembangan dapat dilakukan baik secara klasikal maupun non-klasikal. Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 memberikan hak pengembangan bagi pegawai, dengan peta pengembangan
ASN menggunakan pendekatan nine box. ASN juga diharapkan untuk berkinerja BerAkhlak, meningkatkan
kompetensi diri, membantu orang lain belajar, dan melakukan kerja terbaik dalam rangka mencapai
keunggulan dalam pekerjaan.

Harmonis
Keberagaman di Indonesia, sementara memberikan manfaat, juga menimbulkan tantangan dan
ancaman karena potensi perbedaan pendapat yang dapat mengancam integrasi nasional. Terbentuknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah hasil penggabungan suku bangsa di Nusantara dengan
dasar kesadaran persatuan, sebagaimana tercermin dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika yang dicantumkan
dalam Lambang Negara. Etika publik mencerminkan nilai-nilai seperti kejujuran, solidaritas, keadilan, dan
kesetaraan dalam kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat.
Kode Etik Profesi digunakan untuk mengatur perilaku kelompok profesional, termasuk Aparatur
Sipil Negara (ASN), yang diharapkan mengalami perubahan perilaku. Perubahan tersebut melibatkan
transformasi dari penguasa menjadi pelayan, dari wewenang menjadi peranan, dan menyadari bahwa jabatan
publik adalah amanah. Membangun budaya harmonis di tempat kerja menjadi esensial dalam organisasi,
memengaruhi berbagai aspek kehidupan organisasi. Identifikasi potensi disharmoni dan analisis strategi
dalam menciptakan suasana harmonis menjadi kunci penting bagi ASN dalam lingkungan kerja dan
masyarakat.

Loyal
Sikap loyal seorang Aparatur sipil negara (ASN) tercermin dalam komitmennya dalam
melaksanakan sumpah atau janji yang diucapkannya saat diangkat menjadi ASN, sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Disiplin ASN, sebagai kesanggupan untuk mentaati kewajiban dan
menghindari larangan dalam peraturan perundang-undangan, diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 94
Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Hanya ASN yang memiliki loyalitas tinggi yang mampu
menjalankan ketentuan disiplin ini dengan baik. Sejalan dengan Pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara, seorang ASN memiliki tiga fungsi, yakni sebagai pelaksana kebijakan publik,
pelayan publik, dan perekat serta pemersatu bangsa. Kemampuan ASN dalam menjalankan ketiga fungsi
tersebut mencerminkan implementasi nilai-nilai loyalitas, baik dalam konteks individu maupun sebagai
bagian dari Organisasi Pemerintah. Kemampuan ASN dalam memahami dan menerapkan nilai-nilai
Pancasila juga menjadi indikator nilai loyalitas dalam perannya sebagai bagian dari organisasi pemerintah
dan anggota masyarakat.

Adaptif
Adaptasi merupakan kemampuan alamiah yang dimiliki oleh makhluk hidup, termasuk organisasi
dan individu di dalamnya, untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kemampuan beradaptasi
membutuhkan inovasi dan kreativitas, yang dapat tumbuh dan berkembang baik dalam individu maupun
organisasi. Pada tingkat individu di dalam organisasi, perbedaan antara berpikir kritis dan berpikir kreatif
menjadi penting. Di level organisasi, karakter adaptif diperlukan agar organisasi dapat menjalankan tugas
dan fungsinya dengan baik. Penerapan budaya adaptif dalam organisasi melibatkan faktor-faktor seperti
tujuan organisasi, tingkat kepercayaan, perilaku tanggung jawab, dan unsur kepemimpinan. Bagi ASN,
budaya adaptif merupakan sebuah kampanye untuk membentuk karakter adaptif pada diri ASN sebagai
individu yang dapat menggerakkan organisasi menuju tujuannya.
Grindle menggabungkan konsep pengembangan kapasitas pemerintah adaptif dengan indikator-
indikator seperti pengembangan sumber daya manusia adaptif, penguatan organisasi adaptif, dan
pembaharuan institusional adaptif. Dalam konteks membangun organisasi pemerintah yang adaptif, Neo &
Chan mengemukakan pengalaman Pemerintah Singapura dalam menghadapi perubahan di berbagai sektor
dengan konsep dynamic governance. Mereka menyoroti tiga kemampuan kognitif proses pembelajaran
fundamental untuk pemerintahan dinamis, yaitu berpikir ke depan, berpikir lagi, dan berpikir lintas.
Selanjutnya, Liisa Välikangas memperkenalkan istilah pemerintah yang tangguh untuk menggambarkan
organisasi yang kuat dan imajinatif, mencakup dimensi kecerdasan organisasi, sumber daya, desain, adaptasi,
dan budaya yang menunjukkan keuletan.

Kolaboratif
Kolaborasi menjadi krusial dalam menghadapi tantangan global, termasuk disrupsi, perkembangan
teknologi, dan perubahan dalam tenaga kerja generasi Y dan Z. Birokrasi Indonesia juga menghadapi
fragmentasi dan silo mentality yang dianggap sebagai patologi birokrasi. Untuk mengatasi tantangan ini,
kolaborasi dianggap sebagai solusi untuk mengatasi fragmentasi dan silo mentality. Kolaborasi bisa
diartikan sebagai nilai yang dihasilkan dari aliansi perusahaan untuk meningkatkan daya saing. Pandangan
lain menyebut kolaborasi sebagai proses di mana pihak dengan keahlian berbeda dapat mengeksplorasi
perbedaan secara konstruktif untuk menemukan solusi baru. Kolaborasi membutuhkan pengetahuan yang
direncanakan dan disengaja yang menjadi tanggung jawab semua pihak yang terlibat.
Dalam konteks pemerintahan, collaborative governance melibatkan norma bersama dan interaksi
saling menguntungkan antar aktor pemerintahan. Ini melibatkan partisipasi aktor non-negara dalam
pengambilan keputusan kolektif, berorientasi pada konsensus, dan bersifat deliberatif. Kepemimpinan
fasilitatif menjadi kunci dalam kolaborasi, dengan fokus pada rekrutmen perwakilan yang tepat, pemulihan
ketegangan, promosi dialog efektif, dan menjaga reputasi kolaboratif.
Ratner (2012) mengidentifikasi tiga tahapan dalam melakukan assessment terhadap tata kelola
kolaborasi, sedangkan Ansen dan Gash (2012) menyajikan model collaborative governance yang
mempertimbangkan starting condition, seperti membangun kepercayaan dan komitmen terhadap proses.
Selain itu, Whole of Government (WoG) menjadi pendekatan penyelenggaraan pemerintahan yang
menggabungkan upaya kolaboratif dari semua sektor dalam ruang lingkup koordinasi yang lebih luas,
menghilangkan sekat-sekat sektoral.
Panduan Perilaku Kolaboratif menetapkan indikator collaborative culture untuk organisasi, dengan
fokus pada pandangan positif terhadap perubahan, penghargaan terhadap individu, dukungan terhadap
inisiatif, dan transparansi dalam penanganan masalah. Aspek normatif kolaborasi pemerintahan diatur oleh
undang-undang, seperti Bantuan Kedinasan yang dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014
dan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2019. Semua regulasi tersebut mencerminkan upaya menciptakan
sinergi antar pemerintahan dan lembaga.

Agenda 3 :
SMART ASN
Presiden menekankan pentingnya literasi digital dalam membangun SDM Indonesia yang siap
menghadapi era digital. Kerangka kerja literasi digital mencakup digital skill, digital safety, digital culture,
dan digital ethics. Langkah-langkah untuk mendukung transformasi digital termasuk perluasan akses digital,
roadmap transportasi digital, integrasi Pusat Data Nasional, persiapan SDM talenta digital, serta regulasi dan
pembiayaan. Literasi digital bukan hanya tentang penggunaan teknologi, melainkan juga pemahaman
terhadap sumber informasi, perkembangan teknologi, dan dampaknya secara sosial, politik, dan ekonomi.
UNESCO mendefinisikan literasi digital sebagai kemampuan mengakses, mengelola, memahami,
mengintegrasikan, mengkomunikasikan, mengevaluasi, dan menciptakan informasi melalui teknologi digital.
Meskipun telah ada Roadmap Literasi Digital 2021-2024, skor indeks Literasi Digital masyarakat Indonesia
masih perlu diperkuat. Pilar-pilar literasi digital mencakup etika, budaya, keamanan, dan kecakapan
bermedia digital.
Penguatan literasi digital perlu terfokus pada pengetahuan dasar menggunakan perangkat keras, etika
berinternet, kecakapan dalam bermedia digital, dan keamanan digital. Selain itu, budaya digital mencakup
pemahaman nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Menyadari durasi tinggi penggunaan internet oleh
masyarakat, literasi digital menjadi kunci untuk melindungi hak digital setiap warga negara dalam era
pandemi dan kebiasaan baru belajar dan bekerja secara daring.

Manajemen ASN
Manajemen ASN melibatkan pengelolaan pegawai untuk menghasilkan profesionalisme, nilai etika,
dan kebebasan dari intervensi politik serta praktik korupsi. Terdiri dari ASN dan PPPK, Pegawai ASN
berfungsi sebagai pelaksana kebijakan, pelayan publik, dan perekat bangsa. Dalam menjalankan tugasnya,
setiap ASN memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Penerapan sistem
merit dalam pengelolaan ASN mendukung pencapaian tujuan organisasi dan menciptakan lingkungan yang
kondusif. Pihak manajemen juga harus memastikan pengisian jabatan pimpinan tinggi dilakukan secara
terbuka dan kompetitif dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, dan integritas. Pada tingkat
pengambilan keputusan, Sistem Informasi ASN diperlukan untuk menjamin efisiensi dan akurasi. Seluruh
proses penyelesaian sengketa Pegawai ASN dilakukan melalui upaya administratif, termasuk keberatan dan
banding administratif.

Anda mungkin juga menyukai