Anda di halaman 1dari 4

Patofisiologi

TB
Penyebab Penyakit tuberkulosis yaitu bakteri Mycobacterium tuberculosis. M. tuberculosis
yang terhirup oleh nafas melalui hidung akan menyebabkan bakteri tersebut masuk ke paru
paru lalu bersarang di alveoli, alveoli adalah tempat bakteri M. tuberculosis berkumpul dan
berkembang biak karena banyak mendapatkan sumber makanan. M. tuberculosis juga dapat
masuk ke bagian tubuh lain yang dibawa oleh darah saat pertukaran oksigen seperti ginjal,
tulang, dan korteks serebri dan area lain dari paru-paru (lobus atas) melalui system limfa dan
cairan tubuh. System imun dan system kekebalan tubuh akan merespon dengan cara
melakukan reaksi inflamasi. Fagosit menekan bakteri dan limfosit spesifik tuberculosis
menghancurkan (melisiskan) bakteri dan jaringan normal. Reaksi tersebut menimbulkan
penumpukan eksudat di dalam alveoli yang bisa mengakibatkan bronchopneumonia. Infeksi
awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri (Kenedyanti &
Sulistryorini, 2017).
Interaksi antara M. Tuberculosis dengan system kekebalan tubuh pada masa awal infeksi
membentuk granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang
dikelilingi oleh makrofag. Granulomas diubah menjadi massa jaringan jaringan fibrosa,
bagian sentral dari massa tersebut disebut ghon tuberculosis dan menjadi neekrotik
membentuk massa seperti keju. Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk
jaringan kolagen kemudian bakteri menjadi dorman. Setelah infeksi awal, seseorang dapat
mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon yang inadekuat dari respon system
imun. Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman dimana
bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubrcle
memecah sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronchus. Bakteri kemudian
menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang
menyerah menyembuh membentuk jaringan parut. Paru yang terimfeksi menjadi lebih
membengkak, menyebabkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut (Sigalingging et al.,
2019).
TB MDR
Bakteri m. tuberculosis mengalami mutasi genetik yang menyebabkan efek dari obat menjadi
berkurang. Infeksi bakteri ini menyebabkan aktivasi sel Langerhans, limfosit dan leukosit
polymorphonuclear, di mana virulensinya dittentukan oleh status imun individu, genetik dan
paparan. M. tuberculosis sulit mengalami fagositosis oleh makrofag karena kandungan asam
mycolic yang tinggi pada dinding selnya.
Mekanisme utama resistensi obat pada M. tuberculosis adalah mutase gen penyandi target
obat atau enzim. Perubahan pada DNA bakteri ini disebabkan oleh single-nucleotide
polymorphism, inersi, hingga delesi gen. mutase dapat terjadi berurutan pada gen berikutnya
sehignga resistensi terhadap lebih dari satu obat dapat terjadi. lokasi mutase gen penyebab
resistensi obat antituberculosis (OAT).
Tabel 1. Lokasi Mutasi Gen Penyebab Resistensi OAT
Obat Farmakodinamik obat Lokasi Mutasi
Isoniazid Inhibisi sintesis asam KatG (S315T)
mycolic pada dinding sel inhA
dfrA
kasA
Rifampicin Inhibisi sintesis RNA rpoB
Ethambutol Inhibisi biosintesis embB
arabinogalactan dinding sel ubiA
Pyrazinamide Inhibisi trans-translasi, pncA
sintesis pantothenate dan rpsA
coenzyme A panD
Streptomycin Inhibisi sintesis protein rpsL
rrs
gidB
Fluorokuinolon Inhibisi sintesis DNA gyrA
gyrB
Capreomycin Inhibis sintesis protein Rrs
Amikacin
Kanamycin eis
tlyA
Bedaquiline Inhibisi mycobacterial ATP Rv0678
synthase atpE
pepQ
Linezolid Inhibisi sintesis protein rplC
rrl
(Dookie et al., 2018).
Pengobatan TB MDR
Pengobatan TB MDR berdasarkan WHO 2022 untuk tata laksana tuberkulosis resisten obat,
ada pengobatan dalam jangka pendek 6 bulan dan 9 bulan, maupun regimen lebih Panjang
Regimen 6 bulan disyaratkan yaitu:
1. Pasien terkonfirmasi TB MDR atau TB pre-XDR
2. Pasien dengan Tuberkulosis paru dan ekstraparu keculai disertai keterlibatan system
saraf pusat, osteoarticular, dan milier.
3. Usia 14 tahun atau lebih
4. Tampa memandang status HIV
5. Paparan terhadap bedaquiline, linezolid, pretomanid, atau delamanid kurang dari 1 bulan,
dengan konfirmasi tidak adanya resistensi terhadap obat tersebut
Regimen ini dapat diberikan obat kombinasi yaitu
Bedaquiline-Pretomanid-Linezolid-Moxifloxacin. Jika resistensi terhadap Fluorokuinolon
maka obat moxifloxacin tidak diberikan
(WHO. 2022).
Regimen 9 bulan disyaratkan yaitu
1. TB pre-XDR
2. TB XDR
3. Gagal pengobatan regimen jangka pendek
4. TB MDR dengan dugaan atau konfirmasi resistensi bedaquiline, clofazimine, atau
linezolid.
5. TB MDR dengan mutase pada inhA dan katG
6. TB MDR paru lesi luas, dengan kavitas pada kedua lapangan paru
7. TB MDR ekstraparu berat atau dengan komplikasi, seperti tuberkulosis meningitis, TB
tulang, TB spondylitis, TB milier, TB pericarditis, maupun TB abdomen
8. Ibu hamil atau menyusui
Regimen ini dapat diberikan obat kombinasi yaitu
A. Levofloxacin/Moxifloxacin, bedaquiline, dan linezolid
B. Clofazimine dan cycloserine/terizidone
C. Ethambutol, delamanid, pyrazinamide, imipenem-cilastatin/meropenem,
amikacin/streptomycin, ethionamide/prothionamide, dan p-asam aminosalisilat
WHO menyarankan regimen jangka Panjang mencakup setidaknya 4 jenis OAT terdiri atas
seluruh OAT grup A dan setidaknya 1 OAT dari grup B agar pengobatan efektif. Bila hanya
satu atau dua OAT grup A yang dipakai, maka kedua OAT grup B harus dipakai. OAT pada
grup C dapat digunakan sebagai tambahan agar regimen jangka panjang mencakup
setidaknya 4 jenis. Total durasi regimen jangka panjang selama 18-20 bulan direkomendasi
pada sebagian besar pasien.
OAT Sediaan Kelompok berat badan (≥ 15 tahun)
30-35 kg 36-45 kg 46-55 kg 56-70 kg >70 kg
Bedaquiline 100 mg tab 2 x 2 tablet pada 2 minggu pertama, 1 x 2 tablet (3 kali seminggu)
pada 22 minggu berikutnya
Levofloxacin 250 mg tab 3 3 4 4 4
500 mg tab 1,5 1,5 2 2 2
Moxifloxacin 400 mg tab 1 1 1,5 1,5 1,5
(dosis standar)
Moxifloxacin 400 mg tab 1 atau 1,5 1,5 1,5 atau 2 2 2
(dosis tinggi)
Clofazaimine 50 mg cap 2 2 2 2 2
100 mg cap 1 1 1 1 1
Ethambutol 400 mg tab 2 2 3 3 3
Pirazinamide 400 mg tab 3 4 4 4 5
500 mg tab 2 3 3 3 4
Ethionamide 250 mg tab 2 2 3 3 4
Isoniazide 300 mg tab 1,5 1,5 2 2 2
Linezolid 600 mg tab - - 1 1 1
Sikloserine 250 mg cap 2 2 3 3 3
Delamanid 50 mg tab 2 x 2 tab per hari
Amikacin 500 mg/2 2,5 ml 3 ml 3-4 ml 4 ml 4 ml
ml (ampul)
Streptomycin 1 g serbuk Dihitung sesuai dengan zat pelarut
(vial)
P-asam PAS 1 bd 1 bd 1 bd 1 bd 1-1,5 bd
aminosalisilat sodium salt
4 g sach
(WHO, 2022).
Daftar Pustaka
Allué-Guaria A, Garcia JI, Torrelles JB. 2021. Evolution of drug-resistant Mycobacterium
tuberculosis strains and their adaptation to the human lung environment. Frontiers in
Microbiology.12:612675.
Dookie N, Rambaran S, Padaytchi N, Mahomed S, Naidoo K. 2018. Evolution of drug
resisteance in Mycobacterium tuberculosis: a review on the molecular determinant of
resistance and implication for personalized care. Journal of Antimicrobial Chemotherapy.
73(5):1138-51.
Mar’iyah, K. & Zulkarnain. 2021. Patofisiologi penyakit infeksi tuberkulosis. Jurusan
Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Allauddin Makassar. 1: 88-92.
Kenedyanti, E. & Sulistyorini, L. 2017. Analisis Mycobacterium tuberculosis dan kondisi
fisik rumah dengan kejadian tuberkulosis paru. Jurnal Berkala Evidemiologi. 5(2): 152-192.
Sigalingging, I. N., Hidayat, W., & Taringan, F. L. 2019. Pengaruh pengetahuan , sikap,
Riwayat kontak dan kondisi rumah terhadap kejadian TB Paru di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Hutarakyat Kabupaten Dairi Tahun 2019. Jurnal Ilmiah Simantek. 3(3): 87-99.
World Health Organization. 2022. WHO consolidated guidelines on tuberculosis. Module 4:
treatment-drug-resistant tuberculosis treatment. World Health Organization, Jenewa.

Anda mungkin juga menyukai