Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

PREEKLAMPSIA BERAT

Pendamping:
dr. Evi Sefthy Sulviany

Penulis:
dr. Mustika zeinia malinda

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS GEMBOR
TANGERANG, FEBRUARI 2023
Kata Pengantar

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan karunia-Nya laporan kasus “Pre Eklamsia Berat” ini dapat selesai
dikerjakan. Laporan ini disusun sebagai salah satu bagian dari pelaksanaan
program internsip dokter di stase Puskesmas Gembor.

Atas selesainya laporan ini, penyusun ingin menyampaikan ucapan terima


kasih kepada:

- dr. Djoko Santoso selaku kepala Puskesmas Gembor

- dr. Evi Sefthy sulviany selaku pembimbing dokter internsip Puskesmas


Gembor

- Seluruh staf Puskesmas Gembor yang telah membantu

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan


laporan kasus ini, oleh karena itu kritik dan saran akan menjadi masukan yang
bermakna bagi penyusun untuk perbaikan kedepannya. Akhir kata, semoga
laporan ini dapat bermanfaat.

Page | i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................1
A. IDENTITAS..........................................................................................1
B. ANAMNESIS........................................................................................1
C. PEMERIKSAAN FISIK........................................................................3
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG..........................................................7
E. DIAGNOSIS.............................................................................................7
F. TATALAKSANA.....................................................................................7
G. PROGNOSIS.........................................................................................7
BAB II..................................................................................................................8
BAB III...............................................................................................................19

BAB IV...............................................................................................................22

Page | ii
BAB I
ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Ny. DN
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : Tangerang, 19 Desember 2001
Usia : 23 tahun
Alamat : Kp Gembor rt 003/002
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Nama Suami : Tn Bagus P

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Mules- mulas sejak 10 jam yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan perut terasa mulas mulas sejak 10 jam yang
lalu Pasien mengalami mulas seperti ingin melahirkan mulas belum teratur. Mulas
semakin terasa sejak 4 jam sebelum ke puskesmas Keluar air air (- )lendir darah (+)
ketuban berwarna kuning sedikit sejak 5 jam sebelum masuk puskesmas , keluar
lendir darah diakui sejak 3 jam sebelum masuk puskesmas.

Nyeri kepala dan pandangan mata kabur disangkal. Riwayat kejang , nyeri di
sekitar ulu hati, mual, dan muntah disangkal. gerakan janin masih dirasakan.

Pasien rutin kontrol kehamilan sebulan sekali di Puskesmas gembor sejak


kehamilan usia 10 minggu. Tekanan darah saat kontrol ke puskesmas berkisar antara

|1
90/70 mmHg sampai 110/70 mmHg sampai satu hari sebelum masuk puskesmas atau
usia kehamilan 38 minggu lebih 1 hari.

Setelah dilakukan pemeriksaan dan terapi awal di puskesmas gembor


pasien kemudian dirujuk ke RS Dinda untuk dilakukan terminasi kehamilan dan
penanganan yang lebih baik.

Riwayat Penyakit Dahulu

disangkal

Riwayat Keluarga dan Lingkungan


Disangkal
Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Teratur, di bidan puskesmas Gembor

Riwayat Haid
Menarche : 13 tahun
Lama menstruasi : 7 hari
Siklus menstruasi : 28 hari

Riwayat Perkawinan
Pasien sudah menikah dan merupakan pernikahan yang pertama
Riwayat Alergi
Disangkal
Riwayat Nutrisi
Pasien makan 3x sehari yang selalu diselingi 1-2x snack/buah. Dalam satu kali
makan, pasien mengonsumsi nasi putih, telur, tahu/tempe, daging, dan sayuran.
Pasien tidak rutin mengkonsumsi susu.
Selama kehamilan pasien rutin mengkonsumsi sulfas ferrosus 2x200mg

|2
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital
Kesadaran : kompos mentis, tampak sakit sedang
TD : 170/120 mmHg
Nadi : 89 kali per menit, regular
RR : 20 kali per menit, regular
Suhu :36,6°C
Saturasi O2 : 98%

Antropometri
Tinggi badan : 162 cm
Berat badan : 78 kg ; Berat badan sebelum Hamil 62 kg
Status Gizi : Baik
Pemeriksaan Generalis
Kepala : normosefal, deformitas (-), kaku kuduk (-)
Rambut : hitam, sebaran merata, tidak mudah dicabut
Mata : simetris, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak pucat
Telinga : liang telinga lapang, tidak tampak hiperemis
Hidung : deformitas (-), napas cuping hidung (-), sekret (-)
Tonsil : T0/T0, tidak hiperemis
Tenggorok : uvula di tengah, arkus faring simetris, faring tidak hiperemis
KGB : tidak teraba pembesaran KGB leher, aksila, inguinal
Thorak :Glandula mammae hipertrofi (+), areola mammae
hiperpigmentasi (+)
Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Paru : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-)
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor / sonor

|3
Auskultasi : vesikuler (+/+), Ronki Basah Kasar (-/-),
Wheezing (-/-)

Abdomen : Inspeksi : Dinding perut > dinding dada,


striae gravidarum (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar tidak membesar,
lien tidak membesar.
Perkusi : Timpani pada daerah bawah processus
xyphoideus, redup pada daerah uterus
Genitalia : Lendir darah (+), air ketuban (+)
Ekstremitas : tonus kuat, gerakan bebas, akral hangat, sianosis (-), pucat (-),
clubbing finger (-), CRT < 2 detik.

Oedema

- -

- -

akral dingin

- -

- -

Status Neurologis
 GCS : E4M6V5
 TRM : Kaku kuduk (-), Brudzinski I (-), Brudzinski II (-)
 Pupil : Diameter 3mm/ 3mm, isokor
 NI : Tidak diperiksa
 N II : RCL +/+, RCTL +/+

|4
 N III, IV, VI : Gerakan bola mata baik ke segala arah
 NV : paresis (-)
 N VII : paresis (-)
 N VIII : tes gesek jari pada kedua telinga baik
 N IX, X : tidak diperiksa
 N XI : paresis (-)
 N XII : paresis (-)
 Motorik : kekuatan motorik 5555|5555,
Refleks biseps +2/+2
Refleks triseps +2/+2
Refleks patella +2/+2
Refleks Achilles +2/+2
RP Babinski -/-
 Sensorik : Fungsi sensorik raba baik
 Otonom : Baik
Status Obstetri
Inspeksi
Kepala : simetris, mesocephal
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), Sclera Ikterik (-/-)
Thoraks : Glandula mammae hipertrofi (+), areola mammae
hiperpigmentasi (+)
Abdomen : Dinding perut > dinding dada, striae gravidarum (+)
Genetalia Eksterna : vulva/uretra tenang, lendir darah (+),
peradangan (-), tumor (-)
Palpasi
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), teraba janin tunggal, intra uteri,
memanjang, punggung di kanan, presentasi kepala,
kepala sudah masuk panggul, TFU 37 cm, His (+) 3x
dalam 10 menit selama 30 detik, DJJ (+) 140x per menit,
reguler
Pemeriksaan Leopold :

|5
I : Teraba tinggi fundus uteri setinggi 37cm, teraba bagian besar dan
lunak di fundus, kesan bokong
II : Teraba bagian besar janin di sebelah kanan, kesan punggung,
bagian kecil di sebelah kiri
III : Teraba bagian bulat dan keras, kesan kepala
IV : Bagian terendah janin sudah masuk panggul 3/5 bagian
Ekstremitas bawah : Oedem (-) akral dingin (-)
Ekstremitas atas : Oedem (-) akral dingin (-)

Auskultasi
DJJ (+) 140x, reguler.

Pemeriksaan Dalam (VT) :


V/U tenang, dinding vagina dalam batas normal, portio tebal ± 1 cm,
pembukaan 4 cm, kulit ketuban belum dapat dinilai, preskep, bagian
terbawah sudah masuk hodge 1, air ketuban (+), lendir darah (+).

|6
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Proteinuria (+1)
KESIMPULAN
teraba janin tunggal, intra uteri, memanjang, punggung di kanan, presentasi
kepala, kepala sudah masuk panggul, TFU 37 cm,

E. DIAGNOSIS
G1 P0 A0 UK 38 minggu dengan PEB Janin Tunggal Hidup Presentasi
Kepala Persalinan Kala 1 Aktif

F. TATALAKSANA
Tatalaksana di IGD

- IVFD RL 20tpm
- MgSO4 bolus 4 gr IV dilanjutkan drip 1 gr / jam
- Nifedipin tab 1x10 mg
- Awasi tanda-tanda impending eklampsia
- Rujuk

G. PROGNOSIS
Dubia ad bonam

|7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi Preeklampsia Berat


Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai
dengan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria (Cunningham, et al, 2007). Hipertensi ialah tekanan darah ≥140/90
mmHg. Dengan catatan, pengukuran darah sekurang-kurangnya dilakukan 2 kali
selang 4 jam. Sedangkan proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin 24
jam atau sama dengan ≥1+ dipstick (Angsar, 2008).
Preeklampsia termasuk dalam kelompok penyakit hipertensi dalam
kehamilan, yakni hipertensi yang ditemukan pada masa kehamilan. Preeklampsia
dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat
(George, 2007).
Preeklampsia berat ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria ≥ 5 g/ 24 jam
atau kualitatif 4+. Sedangkan pasien yang sebelumnya mengalami preeclampsia
kemudian disertai kejang dinamakan eklampsia (Angsar, 2008). Penggolongan
preeclampsia menjadi preeclampsia ringan dan preeclampsia berat dapat
menyesatkan karena preeclampsia ringan dalam waktu yang relative singkat dapat
berkembang menjadi preeclampsia berat (Cunningham, et al, 2007).
Preeklampsia berat dibagi menjadi:
a) Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia
b) Preeklampsia berat dengan impending eclampsia.
Disebut impending eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala
subjektif berupa :
 Muntah-muntah
 Sakit kepala yang keras karena vasospasm atau oedema otak
 Nyeri epigastrium karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau
oedema, atau sakit karena perubahan pada lambung

|8
Gangguan penglihatan: penglihatan menjadi kabur sampai terkadang buta.
Hal ini disebabkan karena vasospasm, oedema atau ablation retinae. Perubahan –
perubahan ini dapat dilihat dengan ophtalmoskop (Angsar, 2008).

2.2 Faktor Resiko Preeklampsia Berat


Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, termasuk preeclampsia berat, yaitu:
Anamnesis:
 Umur > 40 tahun
 Nulipara
 Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
 Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru
 Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih
 Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
 Kehamilan multipel
 IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
 Hipertensi kronik
 Penyakit Ginjal
 Sindrom antifosfolipid (APS)
 Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio
 Obesitas sebelum hamil
Pemeriksaan fisik:
 Indeks masa tubuh > 35
 Tekanan darah diastolik > 80 mmHg
 Proteinuria (dipstick >+l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau secara
kuantitatif 300 mg/24 jam)

Walaupun merokok selama hamil berkaitan dengan dampak negative pada


kehamilan secara umum, namun merokok berkaitan dengan menurunnya resiko
hipertensi kehamilan. Plasenta previa telah dilaporkan menurunkan resiko
hipertensi dalam kehamilan (Cunningham, et al, 2007).

|9
2.3 Etiologi Preeklampsia Berat
Setiap teori mengenai etiologi dan patofisiologi preeclampsia harus dapat
menjelaskan alasan mengapa hipertensi pada kehamilan cenderung terjadi pada:
 Wanita yang terpapar dengan villi korionik untuk pertama kali
 Wanita yang terpapar oleh vili korionik dalam jumlah besar, seperti pada
kehamilan kembar atau kehamilan mola.
 Wanita dengan predisposisi penyakit vaskuler sebelumnya.
 Wanita dengan predisposisi genetic ada yang pernah menderita hipertensi
selama kehamilan.
Vili korionik yang dapat mencetuskan preeclampsia tidak harus berada di
dalam rahim. Sedangkan ada atau tidaknya janin bukanlah suatu syarat untuk
terjadinya preeklampsia. Namun demikian, terlepas dari etiologinya, kaskade
peristiwa yang mengarah ke sindrom preeklampsia ditandai dengan sejumlah
kelainan yang mengakibatkan kerusakan endotel vaskular dengan vasospasme,
transudasi plasma, dan sequelae iskemik dan trombotik. Menurut Sibai (2003),
penyebab potensial saat ini masuk akal adalah sebagai berikut:
1. Invasi trofoblas abnormal pada pembuluh darah rahim.
2. Intoleransi imunologi antara jaringan ibu dan fetoplacental.
3. Maladaptasi ibu terhadap perubahan kardiovaskular atau perubahan respon
inflamasi dari kehamilan normal.
4. Faktor defisiensi nutrisi.
5. Faktor genetic (Cunningham, et al, 2007).

2.4 Patogenesis Preeklampsia Berat


2.4.1 Vasospasme
Konsep vasospasme diajukan oleh Volhard (1918) berdasarkan
pengamatan langsung tentang pembuluh darah kecil di kuku, mata, dan
conjunctivae bulbar. Ia juga menduga dari perubahan histologis terlihat
dalam berbagai organ yang terkena.
Penyempitan pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi dan
hipertensi berikutnya. Pada saat yang sama, kerusakan sel endotel

| 10
menyebabkan kebocoran yang interstisial melalui darah konstituen,
termasuk platelet dan fibrinogen, yang disimpan pada subendothelial.
Wang dan kolega (2002) juga menunjukkan gangguan protein endothel
junctional. Suzuki dan rekannya (2003) menjelaskan perubahan resistensi
ultrastruktural di wilayah subendothelial arteri pada wanita preeklampsia.
Dengan aliran darah yang berkurang karena maldistribusi, iskemia jaringan
sekitarnya akan menyebabkan nekrosis, perdarahan, dan lain organ akhir
gangguan karakteristik sindrom tersebut (Cunningham, et al, 2007).

2.4.2 Aktivasi sel endotel


Selama dua dekade terakhir, aktivasi sel endotel menjadi bintang
dalam pemahaman kontemporer dari patogenesis preeklampsia. Dalam
skema ini, faktor yang tidak diketahui - kemungkinan berasal dalam plasenta
- juga dikeluarkan ke sirkulasi ibu dan memprovokasi aktivasi dan disfungsi
vaskular endotelium. Sindrom klinis preeklampsia diperkirakan merupakan
hasil dari perubahan sel endotel yang luas.
Selain mikropartikel, Grundmann dan rekan (2008) telah melaporkan
bahwa sirkulasi sel endotel, secara signifikan meningkat empat kali lipat
dalam darah perifer wanita preeklampsia.
Endotelium utuh memiliki sifat antikoagulan, dan sel endotel
menumpulkan respon otot polos vaskular untuk agonis dengan melepaskan
oksida nitrat. Sel endotel yang rusak atau teraktivasi dapat memproduksi
oksida nitrat dan mengeluarkan zat yang mempromosikan koagulasi dan
meningkatkan kepekaan terhadap vasopressors (Cunningham, et al, 2007).
Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan
disfungsi sel endotel akan terjadi:
 Gangguan metabolism prostaglandin (vasodilator kuat)
 Agregasi sel trombosit untuk menutup endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi trombosit ini memproduksi tromboksan (TXA2),
suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal, kadar prostasklin
lebih tinggi daripada kadar tromboksan. Pada preeclampsia, terjadi
sebaliknya sehingga berakibat naiknya tekanan darah.

| 11
 Peningkatan endotelin (vasopresor), penurunan oksida nitrit
(vasodilator).
 Peningkatan faktor koagulasi.
Bukti lebih lanjut dari aktivasi endotel termasuk perubahan
karakteristik morfologi endotel kapiler glomerulus, permeabilitas kapiler
meningkat, dan meningkatnya konsentrasi mediator yang berperan untuk
menimbulkan aktivasi endotel. Penelitian menunjukkan bahwa serum dari
wanita dengan preeklampsia merangsang sel endotel yang dikultur untuk
memproduksi prostasiklin dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan
serum wanita hamil normal (Cunningham, et al, 2007).

2.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding Preeklampsia Berat


Digolongkan preeclampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala
sebagai berikut:
 Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110
mmHg. Tekanan darah tidak turun meskipun ibu hamil sudah dirawat di
rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
 Proteinuria lebih 300 g/24 jam atau 1+ dalam pemeriksaan kualitatif.
 Oliguria, yaitu produksi urin <500 cc/24 jam.
 Peningkatan kreatinin plasma (>1.2 mg/dL).
 Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma,
dan pandangan kabur.
 Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson oleh karena nekrosis hepatoseluler, iskemia, dan
edema).
 Gangguan fungsi hepar (peningkatan kadar AST dan ALT)
 Edema paru-paru dan sianosis.
 Hemolisis mikroangiopati (ditandai dengan peningkatan LDH)
 Trombositopenia (<100.000/mm3)
 Pertumbuhan janin intra uterin yang terlambat.
 Sindrom HELLP.

| 12
2.7 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan preeklampsia adalah sebagai berikut :
1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. Mengatasi dan menurunkan komplikasi pada janin
4. Terminasi kehamilan dengan cara yang paling aman

Perawatan preeklampsia berat dibagi menjadi dua unsur:


 Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya: yaitu terapi medikamentosa
dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya
 Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya: yang
tergantung pada umur kehamilannya dibagi 2, yaitu:
 Ekspektatif; Konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya:
kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberi terapi
medikamentosa
 Aktif, agresif: bila umur kehamilan > 37 minggu, artinya kehamilan
diakhiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi.

Dasar pengelolaan PEB terbagi menjadi dua. Pertama adalah


pengelolaan terhadap penyulit yang terjadi, kedua adalah sikap terhadap
kehamilannya.
Penanganan penyulit pada PEB meliputi (cunningham, 2010):
a. Pencegahan Kejang
• Pemberian anti kejang MgSO4 yang terbagi menjadi dua sesuai
dengan kesediaan akses, yaitu :
- continuous IV
- intermitten IM

| 13
Tabel 1. Tatacara Pemberian MgSo4 pada PEB dan eklamsia
Continuous IV infusion Intermitten IM
-MgSo4 4-6 g iv dalam 100 -MgSo4 20% 4 g tidak melebihi 1 g/
ml Nacl 0,9% pelan - pelan min
selama 15-20 menit
-MgSo4 40 % 10 g im, terbagi pada
-Berikan 2 g/jam dalam 100
glutea kiri dan kanan
mL dalam cairan IV.
Beberapa
merekomendasikan 1 g/jam
- dapat diulang 4g / 6jam menurut
--Pemberian ulang 2 g bolus keadaan
dapat dilakukan apabila
terjadi kejang berulang -MGSO4 rumatan diberikan sampai 24
setelah 15 menit. jam pada perawatan konservatif dan
24 jam setelah persalinan pada
perawatan aktif
Syarat pemberian MGSO4 :
- Reflex patella harus positif
- Respiration rate > 16 /m
- Produksi urine dalam 4 jam 100cc
- Tersedia calcium glukonas 10 %
Antidotum :
Bila timbul gejala intoksikasi MGSO4 dapat diberikan injeksi
Calcium gluconas 10 %, iv pelan-pelan dalam waktu 3 menit
Bila refrakter terhadap MGSO4 dapat diberikan preparat berikut :
1. Sodium thiopental 100 mg iv
2. Diazepam 10 mg iv
3. Sodium amobarbital 250 mg iv
4. Phenytoin dengan dosis :
- Dosis awal 100 mg iv
- 16,7 mg/menit/1 jam
500 g oral setelah 10 jam dosis awal diberikan selama 14 jam

| 14
b. Antihipertensi
• Hanya diberikan bila tensi ≥ 180/110 mmHg atau MAP ≥ 126
• Bisa diberikan nifedipin 10 – 20 mg peroral, diulang setelah 30
menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam
• Penurunan darah dilakukan secara bertahap :
- Penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik
- Target selanjutnya adalah menurunkan tekanan darah <
160/105 mmHg atau MAP < 125
c. Diuretikum
Tidak diberikan secara rutin karena menimbulkan efek :
• Memperberat penurunan perfusi plasenta
• Memperberat hipovolemia
• Meningkatkan hemokonsentrasi
Indikasi pemberian diuretikum :
1. Edema paru
2. Payah jantung kongestif
3. Edema anasarka

d. terapi cairan
Larutan Ringer Laktat diberikan secara rutin pada kecepatan 60 mL
tidak lebih dari 125 mL per jam kecuali ada kehilangan cairan yang tidak biasa
dari muntah, diare, atau diaphoresis, atau lebih mungkin terjadi kehilangan darah
yang berlebihan dengan persalinan.

Berdasarkan sikap terhadap kehamilan, perawatan pada pasien


PEB dibedakan menjadi perawatan konservatif dan perawatan aktif.
a. Perawatan konservatif
1. Tujuan :
• Mempertahankan kehamilan hingga tercapai usia kehamilan
yang memenuhi syarat janin dapat hidup di luar rahim

| 15
• Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa
mempengaruhi keselamatan ibu
2. Indikasi :
Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda dan gejala impending
eklampsia
3. Pemberian anti kejang
4. Antihipertensi
Diberikan sesuai protokol untuk PEB
5. Induksi Maturasi Paru
Diberikan injeksi glukokortikoid, dapat diberikan preparat
deksametason 2 x 16 mg iv/24 jam selama 48 jam atau betametason
24 mg im/24 jam sekali pemberian.
6. Cara perawatan :
• Pengawasan tiap hari terhadap gejala impending eklampsia
• Menimbang berat badan tiap hari
• Mengukur protein urin pada saat MRS dan tiap 2 hari
sesudahnya
• Mengukur tekanan darah tiap 4 jam kecuali waktu tidur
• Pemeriksaan Lab : DL, LFT, RFT, lactic acid dehydrogenase,
Albumin serum dan faktor koagulasi
• Bila pasien telah terbebas dari kriteria PEB dan telah masuk
kriteria PER, pasien tetap dirawat selama 2 – 3 hari baru
diperbolehkan rawat jalan. Kunjungan rawat jalan dilakukan 1
minggu sekali setelah KRS.
7. Terminasi kehamilan
• Bila pasien tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai
aterm
• Bila penderita inpartu, persalinan dilakukan sesuai dengan
indikasi obstetrik
b. Perawatan aktif
1. Tujuan : Terminasi kehamilan
2. Indikasi :

| 16
(i). Indikasi Ibu :
• Kegagalan terapi medikamentosa :
- Setelah 6 jam dimulainya terapi medikamaentosa
terjadi kenaikan tekanan darah persisten
- Setelah 34 jam dimulainya terapi medikamentosa
terjadi kenaikan tekanan darah yang progresif
• Didapatkan tanda dan gejala impending preeclampsia
• Didapatkan gangguan fungsi hepar
• Didapatkan gangguan fungsi ginjal
• Terjadi solusio plasenta
• Timbul onset persalinan atau ketuban pecah
(ii). Indikasi Janin
• Usia kehamilan ≥ 37 minggu
• PJT berdasarkan pemeriksaan USG serial
• NST patologis dan Skor Biofisikal Profil < 8
• Terjadi oligohidramnion
(iii). Indikasi Laboratorium
• Timbulnya HELLP syndrome
3. Pemberian antikejang : Seperti protokol yang tercantum pada tabel
1.
4. Terminasi kehamilan (PNPK POGI 2016)
Data Maternal Data Janin
Hipertensi berat yang tidak terkontrol Usia kehamilan 34 mingu
Gejala PEB yang tidak berkurang Pertumbuhan janin terhambat
Penurunan fungsi ginjal progresif Oligohidramnion persisten
Trombositopenia persisten atau Profil biofisik <4
HELLP sindrom
Edema paru Deselerasi variabel dan lambat pada
NST
Eklampsia Doppler a. Umbilikasis: reversed end
diastolik flow
Solusio plasenta Kematian janin

| 17
Persalinan atau ketuban pecah

2.8 Komplikasi Preeklampsia Berat


Wanita dengan riwayat preeklampsia memiliki resiko penyakit
kardiovaskuler, 4x peningkatan risiko hipertensi dan 2x resiko penyakit jantung
iskemik, stroke dan DVT di masa yang akan datang.
Resiko kematian pada wanita dengan riwayat preeklampsia lebih tinggi,
termasuk yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskular.

| 18
BAB III
PEMBAHASAN
1. Penatalaksanaan PEB
Prinsip penatalaksanaan preeklamsia berat adalah terapi pada penyulit
dengan medikamentosa dan merencanakan sikap pada kehamilan tergantung
dari usia kehamilan. Pada terapi pasien disebutkan konservatif
mempertahankan kehamilan tanpa mempengaruhi keselamatan pada ibu. Pada
diagnosis awal pasien tersebut dipilih terapi antikonvulsi karena belum
ditemukan tanda-tanda eklampsia. Persalinan direncanakan segera dilakukan
karena pasien sudah dalam fase persalinan kala 1 aktif pembukaan 4cm.
Pemberian terapi medikamentosa dalam hal ini meliputi pemberian terapi
intravena, dan pemberian antikejang Mg SO4 sebagai pencegahan dan terapi
kejang karena MgSO4 mampu menurunkan kadar asetilkolin dan menghambat
transmisi neuromuscular dengan menjadi kompetitif inhibitor ion kalsium.

2. Pemberian Antihipertensi
Pada pasien ini tekanan darah saat datang adalah 180/100, kemudian
diberikan nifedipin 1x 10 mg sebagai terapi hipertensi pada kehamilannya.
Pada literatur, tekanan darah harus diturunkan secara bertahap yaitu
penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan
hingga mencapai < 160/ 105 atau MAP < 125. Nifedipin merupakan
antihipertensi pada pre eklampsia lini pertama dengan dosis 10-20 mg per
oral, diulang setelah 30 menit dengan dosis maksimal 120mg/24 jam.
Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat
cepat sehingga hanya boleh diberikan per oral.

3. Terapi cairan
Larutan Ringer Laktat diberikan secara rutin pada kecepatan 60 mL
tidak lebih dari 125 mL per jam kecuali ada kehilangan cairan yang tidak
biasa dari muntah, diare, atau diaphoresis, atau lebih mungkin terjadi
kehilangan darah yang berlebihan dengan persalinan. Pemberian cairan RL
sudah sesuai karena 20 tpm makro sama dengan 62,5 mL per jam.

| 19
| 20
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Angsar, 2010. Hipertensi dalam Kehamilan dalam Buku Ilmu Kebidanan Edisi
keempat halaman 534-559, editor: Saifudin, Abdul Bari, Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hankins
GD et al. 2001, Hypertension Disorders in Pregnancy. Williams
Obstetrics. 21th ed. London: Prentice-Hall International, 2001: 567-618.

Dekker GA, Sibai BM, Etiology and Pathogenesis of Preeclampsia: Current


Concepts. Am J Obstet Gynecol 1998; 179: 1359-1375.

Prasetyorini, N, 2009. Penanganan Preeklampsia dan Eklampsia. Seminar POGI


Cabang Malang. Divisi Kedokteran Feto Maternal - FKUB/RSSA Malang

Wang Y, Alexander JS. Placental Pathophysiology in Preclampsia.


Pathophysiology 2000; 6: 261-270.

Noroyono W 2016, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis dan


Tatalaksana Preeklampsia, POGI Himpunan Kedokteran Feto Maternal.

| 21

Anda mungkin juga menyukai