Asuhan Keperawatan Sindaktili Reza Erlina
Asuhan Keperawatan Sindaktili Reza Erlina
Disusun oleh :
Jl. KSR Dadi Kusmayadi No.27, Tengah, Cibinong, Bogor, Jawa Barat 16914
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur di panjatkan kehadirat Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, karena
berkat rahmat dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan makalah tentang penyakit sindaktili ini
dengan tepat waktu sebagaimana yang telah ditentukan oleh kepala tim saya.
Makalah tentang penyakit sindaktili ini telah saya susun semaksimal mungkin dan dalam
pembuatan makalah ini saya berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Namun, kami masih menyadari bahwa makalah yang saya buat masih ada kekurangan baik dari isi
maupun tata bahasa. Maka dari itu, saya menerima kritik dan saran dari pembaca agar saya dapat
memperbaiki makalah ini. Akhir kata saya berharap makalah ini juga dapat bermanfaat untuk
pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Table of Contents
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan.............................................................................................................................1
BAB II............................................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................................3
A. Definisi Sindaktili............................................................................................................................3
B. Etiologi Sindaktili............................................................................................................................3
C. Patofisiologi Sindaktili....................................................................................................................5
D. Klasifikasi Sindaktili.......................................................................................................................8
E. Klasifikasi Sindaktili.....................................................................................................................10
F. Pemeriksaan Diagnostik................................................................................................................10
G. Penatalaksanaan Sindaktili...........................................................................................................10
H. Konsep Asuhan Keperawatan......................................................................................................12
BAB III................................................................................................................................................17
CONTOH TINJAUAN KASUS...........................................................................................................17
BAB IV................................................................................................................................................43
PEMBAHASAN..................................................................................................................................43
BAB V..................................................................................................................................................46
PENUTUP...........................................................................................................................................46
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindaktili merupakan malformasi kongenital dari ekstremitas yang umum terjadi pada
neonatus. Sindaktili mencapai angka kejadian 1 dalam 2000-3000 kelahiran hidup. Rasio
antara laki-laki dan perempuan sebesar 2:1. Sindaktili merupakan kegagalan diferensiasi
dimana jari-jari gagal untuk terpisah. Perkembangan tangan dimulai pada hari ke-27
kehidupan intrauterin. Jari-jari biasanya dipisahkan antara hari 44-46.
Insidensi sindaktili di United Kingdom dan Amerika Serikat kurang lebih 1 dari 2.000
kelahiran hidup dengan perbandingan laki-laki : perempuan sebanyak 2 : 1. Swarup et al
(2019) dalam penelitiannya di New York mendapati 7 kasus per 10.000 kelahiran hidup
sejak tahun 1997-2014. Sindaktili dapat terjadi unilateral atau bilateral dan simetris atau
asismetris. Jari yang paling sering terkena adalah jari ke 3-4 pada tangan (sekitar 50% dari
semua kasus sindaktili) dan jari ke 2-3 pada kaki.
Sebagian besar sindrom muncul pada periode ini. Kejadian ini berhubungan dengan
kesalahan dalam program apoptosis sel, yang biasanya menyerang jaringan interdigital
embrionik dan memungkinkan pembentukan jari yang terpisah. . Istilah sindaktili berasal
dari bahasa Yunani awalan syn- ("with, together") dan kata benda Yunani daktylos ("jari,
angka"). Sindaktili dapat menjadi kondisi tersendiri, atau dapat ditemukan dengan kelainan
lain (misalnya, polydactyly, cleft hands, ring constrictions, dan sindrom kraniofasial).
(Novia, 2017).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan dari makalah ini adalah untuk menggambarkan secara umum tentang
asuhan keperawatan pada pasien sindaktili di ruang instalasi bedah sentral RSUD
Cibinong.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi sindaktili
b. Untuk mengetahui etiologi sindakdtili
c. Untuk mengetahui patofisiologi sindaktili
d. Untuk mengetahui type sindaktili
e. Untuk mengetahuui klasifikasi sindaktili
1
f. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik sindaktili
g. Untuk mengetehaui penatalaksanaan diagnostik sindaktili
h. Untuk merumuskan diagnosa keperawatan sindaktili
i. Untuk menuliskan intervensi kepewatan sindaktili
j. Untuk memberikan tindakan keperawatan sindaktili
k. Untuk mengevaluasi pada pasien dengan sindaktilli
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Sindaktili
Sindaktili merupakan kelainan tangan sejak lahir, dimana kondisi jari ini melekat antara 2
jari atau lebih, sehingga telapak tangan atau kaki menjadi berbentuk seperti kaki bebek,
atau angsa. Dalam keadaan normal, saat janin masih di dalam kandungan ada sejumlah gen
yang berfungsi untuk memerintahkan deretan sel diantara dua jari untuk memisah dengan
sempurna. Tapi, pada kelainan ini, gen tersebut mengalami gangguan.akibatnya, jari jari
tetap menyatu dan tidak terpisah menjadi lima jari yang lainya. Bentuk kelainan sindaktili
ini ada yang pelekatannya hanya sepertiga dari panjang jari. Pelekatan juga bisa hanya
terjadi pada jaringan kulit, tendon (jaringan lunak), bahkan dikedua tulang jari yang
bersebelahan. (Novia, Joseph, 2019).
Sindaktili artinya jari-jari yang menyatu karena tidak terjadi pemisahan jari dibagian distal
sendi methacarpophalangeal. Penyatuan dapat terjadi hanya pada dua jari atau lebih.
Hubungan antar jari dapat hanya berupa kulit dan jaringan lunak saja, tetapi dapat pula
berupa hubungan tulang dengan tulang. Sindaktili timbul pada minggu ke 5-6 gestasi yang
disebabkan oleh gagalnya apoptosis yang memungkinkan terbentuknya komisura dan
gagalnya proses pemisahan jari pada saat proses pembentukan tangan. (Nabila, 2017).
B. Etiologi Sindaktili
Kegagalan prosese resesi dari pembelahan jari-jari (webbing) pada pasien sindaktili masih
belum diketahui. Riwayat keluarga didapatkan 15%-40% kasus. Pola pewarisan genetik
3
ditemukan pada pasien sindaktili tanpa berhubungan dengan kondisi lain. Sindaktili
merupakan tipe autosom dominan dengan variable pentrance . Sindaktili terjadi karena
mutasi, predisposisi keluarga yang mengindikasikan adanya pola autosom dominan.
Sindaktili juga berhubungan dengan sindrom spesifik seperti Apert syndrome. Sindaktili
erhubungan dengan sindrom craniofacial seperti Apert Sydrome atau
acrocephalosyndactyly. Poland syndrome dan constriction bund syndrome. Kebanyakan
akibat kelainan genetika atau keadaan di dalam rahim yang menyebabkan posisi janin tidak
normal, cairan amnion pecah, atau obat-obatan tertentu yang dikonsumsi ibu selama masa
kehamilan. Apabila penyebabnya akibat kelainan genetika, maka tidak dapat dilakukan
pencegahan. Kemungkinannya dapat diperkecil bila penyebabnya adalah obat-obatan yang
dikonsumsi ibu selama hamil (Nabila, 2017).
A. Kelainan genetik dan kromosom
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas
sindaktili pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti
hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan
sebagai unsur dominan ("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur
resesif.
B. Faktor Obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama
kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital
pada bayinya. Salah satu jenis obat yang telah diketahui dapat menimbulkan
kelainan kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya
fokomelia atau mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita
hamil muda dengan tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan
terjadinya kelainan kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak
diketahui secara pasti. Sebaiknya selama kehamilan, khususnya trimester pertama,
dihindari pemakaian obatobatan yang tidak perlu sama sekali, walaupun hal ini
kadang-kadang sukar dihindari karena calon ibu memang terpaksa harus minum
obat. Hal ini misalnya pada pemakaian trankuilaiser untuk penyakit tertentu,
pemakaian sitostatik atau prepaat hormon yang tidak dapat dihindarkan ; keadaan
ini perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya sebelum kehamilan dan akibatnya
terhadap bayi.
C. Faktor Radiasi
Radiasi ada permulaan kehamiIan mungkin sekali akan dapat menimbulkan
kelainan kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada
orang tua dikhawatirkan akan dapat mengakibatkan mutasi pada gen yang mungkin
sekali dapat menyebabkan kelainan kongenital pada bayi yang dilahirkannya.
4
Radiasi untuk keperluan diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam
masa kehamilan, khususnya pada hamil muda.
D. Faktor Gizi
Faktor Gizi Kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan
kelainan kongenital. Pada manusia, pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan
bahwa frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir
dari ibu yang baik gizinya.
C. Patofisiologi Sindaktili
Pada ibu hamil yang mengkonsumsi obat mempunyai resiko bayi mengalami malformasi
jari-jari. Terdapat dua kategori obat yang meningkatkan risiko tersebut yaitu antikonvulsan
dan antiasmatik (Kallen, 2014). Sindaktili merupakan hasil kegagalan dari diferensiasi dan
diklasifikasikan oleh klasifikasi embriologi pada anomali kongenital yang diadopsi dari
International Federation for Societies for Surgery of the Hand (Hurley, 2011).
Secara embriologi jari-jari tumbuh dari kondensasi mesoderm dalam dasar perkembangan
upper limb. Selama kehamilan 5-6 minggu, terbentuk pembelahan antar jari melalui proses
apoptosis atau programed cell death, bermula pada ujung jari dan diteruskan ke arah distal
serta proksimal. Daerah ektodermal meregulasi proses embriologi ini dalam kombinasi
dengan faktor pertumbuhan, protein morfogenetik tulang, perubahan faktor pertumbuhan,
produksi gen. Terjadinya kegagalan pada proses ini dapat terjadi sindaktili (Hurley, 2011).
5
Terdapat lima perbedaan fenotip pada sindaktili tangan, dengan menyertakan kaki atau
tidak. Pada semua tipe merupakan warisan ciri pembawaan autosom dominan serta
keseragaman dari tipe yang dikenali dalam silsilah. Tipe genetik dari sindaktili akan
berbeda dari sindaktili yang berhubungan dengan congenital constricting bands, kondisi
non-mendel.
Jenis kelamin yang biasanya terkena sindaktili adalah laki-laki daripada perempuan serta
kulit putih lebih rentan terkena daripada kulit hitam atau orang Asia (Hurley, 2011). Pada
permasalahan keluarga tersebut, sindaktili berhubungan dengan bermacam-macam anomali
dan sindrom malformasi.
Sindaktili biasanya terjadi pada acrocephalo (poly) syndactyly syndrome yang berdengan
kekhasan abnormal pada craniofasial. Pada Apert Syndome (acrocephalosyndactyly tipe I),
multipel progresif syostose meliputi phalax distal (biasanya pada jari ke-3 dan 4) dan akhir
proksimal pada metakarpal (ke4 dan ke-5) pada kedua tangan. Perlekatan osseus pada jari
ke-2 sampe ke-4, kuku tunggal terdapat pada masa tulang yang menonjol. Perlekatan
karpal progresif sympalangism dan khas dari konfigurasi ibu jari tangan pendek dan
meluas distal phalanx dengan deviasi radial serta pendek, betuk delta proximal phalanx.
Sindaktili kutaneus pada jari ke-2 hingga 5 dan jari-jari kaki biasanya ditemukan.
Manifestasi pada kaki meliputi perlekatan progresif tarsal , toe syphalangism, da jari-jari
kaki sangat pendek dengan deformitas varus. Tipe acrocephalosyndactyly pada tangan dan
tulang tengkorak terjadi perubahan ringan. Pada Saethre-Chotzen syndrome
(acrocephalosyndactyly tipe III), sindaktili kutaneus parsial khasnya adalah pada jari tanga
ke-2 dan 3 serta pada jari kaki ke-3 dan 4 dengan ibu jari normal. Pfeiffer syndrome
(acrocephalosyndacytyly tipe V) autosom resesif, dimana terdapat banyak macam dari
ekspresi fenotip dengan perubahan dari ringan hingga berat pada medekati yang dijumpai
pada Apert syndrome..
6
D .Pathways Sindaktili
7
Pre Operasi Intra Operasi Post Operasi
Ansietas
berhubungan
dengan
prosedure invasif
Gangguan Pola
Nafas Tidak
Efektif
Gangguan citra
tubuh
berhubungan
dengan
perubahan Resiko Jatuh Kerusakan
fungsi tubuh Integritas Kulit
(Sindaktili) berhubungan
dengan Faktor
Mekanis (Post
Operas)
Gangguan Resiko
Mobilitas Fisik Hipotermia
berhubungan Resiko Intoleransi
dengan Gangguan Aktifitas
Muskuloskeletal
8
E. Klasifikasi Sindaktili
1. Type 1
Pada sindaktili tipe I terdapat perlekatan yang kuat komplit atau parsial seperti
pada perlekatan kutan diantara jari ke-3 dan ke-4, kadang terdapat pula perlekatan
tulang pada tulang jari (phalanx) distal. Pada kaki biasanya sindaktili terjadi
diantara jari kaki ke-2 da ke-3. Kejadian sindaktili tipe I terjadi tanpa dihubungkan
dengan adanya anomali limb, Poland compelx, atau amniotic bands yang
diperkirakan terjadi pada 3/10.000 bayi baru lahir. Sindaktili tipe I lokus pada
2q34-q36.
Gambar 2.1 Sindaktili tipe I pada bayi laki-laki. (a) komplit (tangan kiri) dan
parsial (tangan kanan) peyatuan diantara jari tangan ke-3 dan 4.
2. Type 2
Pada sindaktili tipe II (synpolydactyly) biasanya sindaktili pada jari ke-3 dan ke-4
berhubungan dengan duplikasi pada jari 3 atau 4 dalam selaput diantara jari-jari.
Pada kaki selalu menunjukkan terjadi sindaktili pada jari kaki ke-4 dan 5 dengan
duplikasi pada kelima jari kaki pada selaput diantara jari-jari kaki. Aplasia atau
hipoplasia pada tulang jari bagian tengah pada kaki dapat ditemukan. Fenotip ini
disebabkan oleh adanya mutasi di dalam gen HOXD13 dipetakan pada 2q31-q32
9
Gambar 2.2 Sindaktili tipe II (synpolydactyly) (a) sindaktili distal pada
jari ke-3 dan 4 degan duplikasi jari tangan ke-4. (b) (c) sindaktili
jaringan lunak diantara jari k-3 dan 4 dngan duplikasi pada jari ke4
yang lekat. Jari tangan tambahan hanya sebagian terbentuk dan
menyatu dengan jari ke-4. (c) malformasi komplek yang terlihat,
bercerangah metakarpal ke-3 dengan duplikasi pada jari tangan ke-3,
proksimal dan distal sinostosis pada jari tambahan dengan ke-4. Kaki
juga ikut terpengaruh
3. Type 3
Pada sindaktili tipe III (ring and little finger syndactyly) biasanya komplit dan
sindaktili jaringan lunak bilateral diantara jari ke-4 dan ke-5. Kadang-kadang
perlekatan ossues pada tulang jari distal terjadi. Terjadinya ketidakadaan, pendek
atau dasar pada phalanx ke-5 bagian tengah merupakan bagian dari fenotip. Pada
kaki tidak termasuk dalam sindaktili tipe III dan adanya kejang paraplegia di dalam
keluarga yang sama lebih dari multipel generasi mengangkat kemungkinan bahwa
adanya dua gen yang berhubungan. Hubungan tersebut terbukti bahwa isolasi
sindaktili tipe III ditentukan oleh adanya mutasi gen di dalam 6q22-q24, dimana
pada gen tersebut untuk oculodentodigital syndrome. Ciri-ciri yang diwariskan
sama autosom dominan dengan transmisi laki-laki ke laki-laki.
4. Type 4
Pada sindaktili tipe IV tidak terdapat sindaktili kutaneus komplit pada seluruh jari
di kedua tangan yang dihubungkan dengan pre- atau postaxial hexadactyly (jari-jari
tambahan yang berkembang sepenuhnya dengan duplikasi metakarpal komplit).
Flexi pada jari-jari membuat tangan berbentuk mangkok. Sindaktili tipe IV tidak
terdapat perlekatan tulang. Sindaktili kutaneus parsial pada jari kaki 2 dan 3 dapat
terjadi. Sindaktili tipe IV dengan hexadactyly pada kaki berbeda dan lebih
kompleks pada malformasi lower limbs lainnya seperti aplasia tibia.
5. Type 5
Sindaktili tipe V jarang ditemukan, jarinagan lunak sindaktili terjadi berhubungan
dengan metakarpal dan metatarsal sinostosis. Sindaktili jaringan lunak biasanya
mempengaruhi jari-jari tangan ke-3 dan 4 serta jari-jari kaki ke-2 dan 3 tetapi tidak
dapat lebih luas. Metakarpal dan metatarsal biasanya melibatkan jari ke-4 dan 5.
10
F. Klasifikasi Sindaktili
1. Simple sindaktili
Perlekatan terbatas pada jaringan lunak dan kulit diantara dua jari tangan yang
berdekatan
2. Sindaktili kompleks
Sindaktili atau perlekatan yang melibatkan tulang, jaringan lunak, dan struktur
neurovaskuler.
3. Sindaktili parsial
Sindaktili yang melibatkan daerah proksimal pada jari-jari tangan disebut sindaktili
parsial.
4. Sindaktili Komplit
Sindaktili yang memanjang kearah ujung dari seluruh panjang jari-jari tangan
disebut sindaktili komplit.
5. Complicated Sindaktili
Tulang yang abnormal diantara jari-jari
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk sindaktili adalah radiologi, Plain radiograph pada jari atau
tangan yang terdampak dapat diperoleh secara akurat klasifikasi sindaktili dan untuk
mengkaji adanya perlekatan tulang atau penempatan aksesoris tulang (Hurley, 2011).
H. Penatalaksanaan Sindaktili
1. Kolaboratif
3. Pembedahan
Pembedahan menakutkan karena risiko komplikasi paa kaki lebih banyak daripada
tangan. Postoperasi tidak menjamin jarak antara jari kering diantara jari-jari, pada
akhirnya dapat memicu potensi adesi pada luka dan pembentukan skar yang dapat
menyebabkan masalah fungsi.
Pertimbangan pembedahan yaitu (Hurley, 2011):
a. Jari-jari yang berbeda harus dilepas segera untuk mencegah deformitas dan gangguan
pertumbuhan pada jari-jari.
b. Penutup sekitar kulit digunakan untuk membentuk batas dan mencegah kontraktur skar.
c. Pembungkus lateral zigzag digunakan untuk mencegah kontraktur skar longitudinal.
d. Pembungkus untuk mempercepat penutupan kulit, mengurangi tekanan disekitar
pembungkus, dan memperindah estetik dari jari-jari yang direkonstruksi.
12
I. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
13
jari sampai kuku, hingga mempunyai satu kuku (hudgins, Louanne,
et al, 2014).
a. Aktivitas : kelelahan umum
b. Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas,
takut, menolak, marah, gelisah, menangis.
c. Pengkajian Fisik : pengkajian tulang diantaranya amati
kenormalan susunan tulang dan kaji adanya deformitas,
lakukan palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri
tekan, dan amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya
pembengkakan. Skelet tubuh di kaji mengenai adanya
deformitas tulang dam kesejajaran. Pertumbuhan tulang
yang abnormal akibat tumor tulang dapat dijumpai.
Pemendekan ekstermitas, amputasi, dan bagian tubuh yang
tidak dalam kesejajaran anatomis harus di catat. Angulasi
abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain
sendi biasanya menunjukkan adanya fraktur tulang. Bisa
teraba krepitus ( suara berderik ) pada titik gerakan
abnormal. Gerakan fragmen tulang harus diminimalkan
untuk mencegah cedera lebih lanjut.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa Pre-Operasi
1) Kecemasan orang tua berhubungan dengan rencana tindakan
pembedahan.
2) Kurang pengetahuan orang tua tetang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
3) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur
b. Diagnosa Post-Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi sekunder dari tindakan
pembedahan.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan struktur kulit
sekunder dari tindakan pembedahan.
3) InRisiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka insisi sekunder dari
tindakan pembedahan.
14
3. Intervensi keperawatan
15
tentang penyakit anaknya
16
3 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri menggunakan skala Mengetahui tingkat nyeri
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam nyeri Posisi yang nyaman mengurangi
luka insisi sekunder nyeri akut dapat berkurang, 2. Berikan posisi yang nyaman stimulus nyeri dari luar
dari tindakan dengan 3. Kolaborasi dengan tim medis
pembedahan. kriteria hasil: untuk pemberian analgesik
1. Skala nyeri grimace anak
menunjukkan nyeri sedang
sampai ringan
2. Anak tidak menangis,
gelisah, dan rewel
3. RR dalam rentang normal
yaitu 28 kali/menit
4. Nadi dalam rentang normal
yaitu 100x/ menit
Kerusakan integritas Setelah dilakukan perawatan 1. Kaji daerah sekitar luka apakah 1. Deteksi dini terjadina
kulit berhubungan selama 3x24 jam, kerusakan ada pus atau jahitan basah gangguan proses
dengan perubahan integritas kulit berkurang, dengan 2. Periksa luka secara teratur dan penyembuhan
struktur kulit sekunder kriteria hasil: - Jahitan mulai catat karakteristik integritas kulit 2. Menilai perkembangan
dari tindakan menyatu - Tidak terdapat pus - 3. Rawat luka dan jahitan dengan luka
pembedahan. Tidak ada tanda-tanda infeksi teknik aseptik 3. Mencegah infeksi dan
4. Perhatikan intake nutrisi klien transmisi bakteri pada
jahitan dan luka
4. Kebutuhan protein
sangat penting untuk
17
pertumbuhan jaringan
yang dapat mempercepat
proses penyembuhan
luka
Risiko tinggi infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan rawat luka sesuai 1. Pencegahan transmisi
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 jam tidak kebutuhan pasien dengan bakteri yang dapat
luka insisi sekunder dari terjadi infeksi, dengan krteria hasil: teknik steril menyebabkan infeksi
tindakan pembedahan. - Suhu ubuh normal yaitu 36 0 2. Kaji kondisi luka setiap pada luka dan jahitan
celcius merawat luka Kolaborasi Mengidentifikasi adanya
- Tidak terdapat tanda-tanda dalam pemberian antibiotik pus dan tanda-tanda
infeksi pada luka (rubor, dolor, infeksi (rubor, dolor,
kalor, tumor, fungsiolesa) dan kalor, tumor,
tidak terdapat pus fungsiolesa) Pemberian
- antibiotik untuk
pencegahan transmisi
mikroba pada luka dan
jahitan
18
BAB III
A. Kasus
Seorang perempuan Nn.I, 7 tahun, BB 20 kg, datang ke poliklinik Bedah Plastik Rumah
Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan jari-jari tangan ke 3 dan 4 menyatu
pada kedua tangan yang dialami sejak lahir. Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan
sensibilitas dan nyeri pada jari-jari yang menyatu di kedua tangan. Pasien hanya merasa
gerakan jari ke 3 dan 4 terganggu karena hal ini. Riwayat penyakit yang sama oleh
neneknya. Riwayat hipertensi dan diabetes saat ini tidak ada. Pasien dengan riwayat lahir
normal, cukup bulan, dengan Berat Badan Lahir normal, persalinan ditolong oleh bidan
di rumah. Ibu pasien kontrol teratur di bidan selama kehamilan. Pasien merupakan anak
ketiga dari tiga bersaudara. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.
Riwayat operasi sebelumnya tidak ada. Riwayat penyakit Ayah yaitu Hipertensi sejak 10
tahun yang lalu dan Diabetes sejak 5 tahun yang lalu, riwayat merokok sejak muda, tapi
sudah berhenti 3 tahun terakhir. Riwayat penyakit Ibu, Hipertensi dan Diabetes tidak ada.
Pasien dirujuk dari Rumah Sakit Umum Daerah Jeneponto.
Keadaan umum : Sakit Ringan / Gizi Cukup / Composmentis, Tekanan darah 110/70
mmHg, Nadi 78 kali/menit, Pernapasan 18 kali/menit, Suhu axilla 36,7 o
17
PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Nama : Ny.A
Tempat Tgl. Lahir/ Usia : 12 th
Jenis kelamin : perempuan
Status perkawinan : belum menikah
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Alamat : Jl. Gede, Bogor
Dx. Medis : Sindaktili
B. Identitas
Penanggung Jawab
Nama
Umur : 52 th
Agama : Islam
18
Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit dahulu
E. Genogram
( ) Meningkat ( ) Menurun
c) Keluhan lain : ( ) Mual ( )
Muntah ( ) Stomatitis
( ) Penurunan
sensasi kecap ( )
kesulitasn menelan
19
a) Pola BAK : Frekuensi 8-9 x sehari Karakteristik kuning jernih
a) Mobilitas/ aktivitas
Kemampuan
perawatan diri
Jenis kemampuan 0 1 2 3
Makan/ minum
✔️
Berpakaian
✔️
Mandi
✔️
Toileting
✔️
Berjalan
✔️
0 : Mandiri
1 : Dengan bantuan orang lain
2 : Menggunakan alat bantu
3 : Tidak Mampu
20
a) Kebiasaan tidur
(✔️
) Segar ( ) Pusing ( ) Mengantuk
Penglihatan (✔️
) Normal ( ) Tidak,................
Pendengaran (✔️
) Normal ( ) Tidak,...............
) Gagap ( )
Afasia
( ) Cukup
21
d) Nyeri (✔️
) Tidak ada
( ) Akut ( ) Kronik
Paliatif/ provokatif : tidak ada nyeri
Qualitatif : tidak ada nyeri
Regio : tidak ada nyeri
Savety : tidak ada nyeri
Time : tidak ada nyeri
( ) Ketidakmampuan jangka
pendek ( )
Ketidakmampuan jangka
panjang
22
8) Pola Seksualitas – Reproduksi
b) Usia menarche : 15 th
d) Hamil (✔️
) Tidak ada ( ) Ya,...Bulan
( ) Tidak (✔️
) Ya, malu
23
d) Penggunaan alkohol dan obat lain untuk
(✔️
) Santai ( ) Tegang
1) (B1) Breathing
Hidung : bersih, kedua lobang sama besar, tidak terdapat lesi
Tidak ada suara Nafas Tambahan
Bentu
k
Dada
(✔️
)
Simest
ris
( ) Tidak Simetris: ……………………………………………
2) (B2) Blood
( ) Nyeri Dada ( ) Pusing Sakit Kepala ClubbingFinger
24
( ) Kram Kaki
Palpitasi Suara Jantung
(✔️
) Normal
( ) Ada Kelainan,
Lainnya…………………………………………………
……… Edema
( ) Palpebra ( ) Ekstremitas Atas ( )
Asites
3) (B3) Brain
( ) Apatis ( ) Somnolen
(✔️
) Composmentis
GCS:
E :4 V :5 M :6
Mata
Sclera : (✔️
) Putih ( )Merah
( ) Ikterik ( ) Perdarahan
4) (B4) Bladder
25
(✔️
) Tidak Ada Masalah ( ) Menetes ( )
Inkontinensia
( ) Oliguri ( ) Nyeri ( ) Retensi ( ) Poliuri
Lainnya : …………………………………………........
5) (B5) Bowel
Mulut: berish, tidak terdapat stomatitis
(✔️
) Tidak ada masalah ( ) Diare ( )
Terbatas Parese ( ) Ya ( ✔️
)
Tidak
Hemiparase ( ) Ya (✔️)Tidak
Ekstremitas : sindaktili
( ) Tidak ada Kelainan ( ) Peradangan
26
( ) Patah tulang ( ) Perlukaan
Lokasi : sindaktili di jari ke 3 dan ke 4 tangan sebelah kiri
1. Pemeriksaan Penunjang
No Jenis Pemeriksaan Hasil (satuan) Nilai Normal (satuan)
1 Hemogblobin 12,0 gr/dl 12,0-14,0 gr/dl
2 Leukosit 103/µl 5,0 – 10,0
4 Hematokrit 42 % 40 – 50 %
Terapi/ Tindakan
No Nama Obat Dosis Rute
1 Ceftriaxone 1 gr IV
27
B. Analisa Data
28
tangan kiri
Pasien
mengatakan
sendi kaku
O : pasien terlihat
terdapat pembatasan
gerak pada jari tangan
kiri ke 3 dan 4
8 Juli 2023 S : Resiko Jatuh
O : pasien berusia 7
tahun, yang merupakan
usia dalam
penngawasan
29
8 Juli 2023S : Resiko Intoleransi
aktivitas
O : tangan pasien
terpasang spalek
30
c. Intervensi Keperawatan
Tabel 3.2 Intervensi Keperawatan pada fase pre,intra dan post operatif
Tanggal Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
31
memberikan kenyamanan
Edukasi :
32
17)Latih tekhnik relaksasi
Kolaborasi :
3 8 Juli 2023 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
33
berhubungan dengan keperawatan selama 1x 24 jam fisik lainnya
Gangguan masalah Gangguan mobilitas 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
muskuloskeletal fisik berhubungan dengan ambulansi
Gangguan muskuloskeletal 3. Fasilitasi aktivitas ambulansi dengan alat
teratasi dengan kriteria hasil : bantu (misalnya, tongkat, kruk)
Pergerakan ekskremitas 4. Fasilitasi klien melakukan mobilisasi
meningkat 5. Libatkan keluarga untuk membantu klien
dalam meningkatkan ambulansi
6. Jelaskan tujuan da prosedur ambulansi
7. Anjurkan melakukan ambunlasi dini
8. Ajarkan ambulansi sederhana yang harus
dilakukan (misalnya, berjalan dari tempat
tidur ke kursi roda)
4 8 Juli 2023 Resiko hipotermia Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
keperawatan masalah Resiko 2. Rencanakan monitoring suhu secara
hipotermia teratasi dengan kontinyu
kriteria hasil : 3. Monitor TD, nadi, dan RR
4. Monitor warna dan suhu kulit
Suhu tubuh dalam rentang 5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan
normal hipotermi
6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
7. Selimuti pasien untuk mencegah
34
hilangnya kehangatan tubuh
8. Ajarkan pada pasien cara mencegah
keletihan akibat panas
9. Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan efek
negatif dan kedinginan
10. Beritahukan tentang indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan emergency
yang diperlukan
11. Ajarkan indikasi dan hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
12. Berikan anti piretik jika perlu
5 8 Juli 2023 Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan 1. Mengidentifikasi karakteristik lingkungan
keperawatan masalah resiko yang dapat meningkatkan potensi untuk
jatuh teratasi dengan kriteria jatuh (misalnya, lantai yang licin dan
hasil tangga terbuka)
2. Kunci roda dari kursi roda, tempat tidur,
Kejadian jatuh : tidak ada atau brankar selama transfer pasien
kejadian jatuh 3. Memantau kemampuan untuk mentransfer
dari tempat tidur ke kursi dan demikian
35
pula sebaliknya
4. Gunakan teknik yang tepat untuk
mentransfer pasien ke dan dari kursi roda,
tempat tidur, toilet, dan
Sebagainya
5. Menyediakan toilet ditinggikan untuk
memudahkan, transfer
6. Menyediakan tempat tidur kasur dengan
tepi yang erat untuk memudahkan transfer
7. Membantu ke toilet seringkali, interval
dijadwalkan
8. Menandai ambang pintu dan tepi langkah,
sesuai kebutuhan
9. Hindari kekacauan pada permukaan lantai
10. Menyediakan pegangan tangan terlihat
dan memegang tiang
11. Pastikan pasien yang memakai sepatu
yang pas, kencangkan aman, dan memiliki
sol tidak mudah tergelincir
6 8 Juli 2023 Gangguan pola nafas Setelah dilakukan tindakan 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
tidak efektif berhubungan keperawatan masalah gangguan chin lift atau jaw thrust bila perlu
dengan efek agen pola nafas tidak efektif 2. Posisikan pasien untuk
36
farmakologi berhubungan dengan efek agen memaksimalkan ventilasi
farmakologi tertaasi dengan 3. Identifikasi pasien perlunya
kriteria hasil : pemasangan alat jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
Jalan nafas paten 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
7 8 Juli 2023 Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi penyebab ganggua
berhubungan dengan keperawatan masalah gangguan intergritas kulit (misal, perubahan
faktor mekanis (procedure integritas kulit berhubungan nutrisi, penurunan mobilitas)
operasi) dnegan faktor mekanis 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
(prosedure operasi) teratasi baring
37
denga kriteria hasil : 3. Hindari produk berbahan dasar
alcohol pada kulit kering
Kerusakan jaringan kulit 4. Anjurkan menggunakan pelembab
menurun (misalnya, lotion, serum)
5. Anjurkan minum air yang cukup
6. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
7. Kolaborasi pemberian antibiotic
8. Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstrim
38
aktivitas seperti kursi roda, krek
6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emosi, social dan
spiritual
39
J. Implementasi
40
tenang
41
S:
O : pasien sudah dijelaskan tentang
kondisinya dan cara pembedahannya
42
2. Menjeelaskan tujuan da prosedur
ambulansi
S : pasien mengatakan sudah
mengerti tujuan ambulasi
O : pasien telihat faham
43
2. Kunci roda dari kursi roda, tempat
tidur, atau brankar selama transfer
pasien
S:
O : kunci brankar sudah dipasang
44
hilangnya kehangatan tubuh
S:
O : pasien sudah diberikan selimut
penghangat
45
O : respirasi pasien 23 x/m
5. Kerusakan integritas kulit 1. Mengidentifikasi penyebab
berhubungan dengan gangguan intergritas kulit (misal,
Faktor Mekanis (Post perubahan nutrisi, penurunan
Operasi) mobilitas)
S:
O : penyebab gangguan integritas
kulit adalah
46
2. Membantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik
S : pasien mengatakan mampu
melakukan aktivitas seperti biasa
O:
47
E. Evaluasi Keperawatan
48
perlu
P:
1. Bantu pasien untuk
mendiskusikan perubahan-perubahan
disebabkan adanya peyakit atau
pembedahan dengan cara yang tepat
2. Tentukan perubahan fisik saat ini
apakah berkontribusi pada citra diri
pasien
49
Gangguan 8 Juli 2023 S:
Mobilitas 16:00 WIB 1. pasien mengatakan terkadang
Fisik mengalami kesulitan dalam
berhubungan aktifitas sehari hari, tidak terdapat
dengan nyeri
Gangguan 2. pasien mengatakan akan
Muskuloskel melakukan mobilisasi dini seperti
etal menggerak gerakan jari ke kanan
dan ke kiri
O:
Pasien sudah mengerti tentang mobilisasi
dini seperti menggerak gerakan jari
P:
Lanjutkan Intervensi
P:
9. Rencanakan monitoring suhu secara
50
kontinyu
10. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
13. Ajarkan pada pasien cara mencegah
keletihan akibat panas
14. Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan
efek negatif dan kedinginan
O:
Pasien ada ditempat yang aman,
pengaman brankar sudah dipasang
P:
12. Memantau kemampuan untuk
mentransfer dari tempat tidur ke kursi
dan demikian pula sebaliknya
13. Menyediakan toilet ditinggikan untuk
memudahkan, transfer
14. Menyediakan tempat tidur kasur
dengan tepi yang erat untuk
memudahkan transfer
15. Membantu ke toilet seringkali,
interval dijadwalkan
16. Menandai ambang pintu dan tepi
langkah, sesuai kebutuhan
17. Hindari kekacauan pada permukaan
51
lantai
18. Menyediakan pegangan tangan
terlihat dan memegang tiang
19. Pastikan pasien yang memakai sepatu
yang pas, kencangkan aman, dan
memiliki sol tidak mudah tergelincir
P:
52
Gangguan 8 Juli 2023 S:
integritas 16:00 WIB
kulit O:
berhubungan
dengan A : Gangguan integritas kulit
faktor berhubungan dengan faktor mekanis
mekanis (procedure operasi) teratasi sebagian
(procedure
operasi) P:
9. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
baring
10. Hindari produk berbahan dasar
alcohol pada kulit kering
11. Anjurkan menggunakan pelembab
(misalnya, lotion, serum)
12. Kolaborasi pemberian antibiotic
13. Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrim
O:
P:
12. Bantu untuk mengidentifikasi dan
53
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
13. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
14. Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
15. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
16. Sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktivitas
17. Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
54
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini kelompok ingin menguraikan kesenjangan antara kasus Nn.I, usia 17 tahun, dengan
sindaktili dan Teori yang dihubungkan berdasarkan konsep mulai dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksaan dan evaluasi keperawatan.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis untuk
dianalisa dan ditetapkan permasalahan-permasalahan kesehatan dan keperawatan yang
dihadapi baik secara fisik, mental, sosial, dan spritual dalam fase ini terdiri dari 2 tahap,
pengumpulan data dan penetuan masalah keperawatan, sumber data biasa didapat dari
sumber utama (pasien), keluarga dan orang terdekat, catatan keperawatan, rekam medik,
dan tim kesehatan lainnya (Khairus Sadiq, 2018).
Pada pengkajian kasus Ny. I dengan sindaktili didapatkan riwayat keluarga yang
menderita penyakit serupa. Hal ini terdapat persamaan pada teori, menurut (Nabila, 2017)
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas sindaktili
pada anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa,
tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan
("dominant traits") atau kadang-kadang sebagai unsur resesif.
B. Diagnosa Keperawatan
Dalam merumuskan diagnosa keperawatan disesuaikan dengan respon pasien saat
dilakukan pengkajian, berdasarkan kebutuhan dan kondisi pasien saat itu Pada tinjauan
pustaka terdapat lebih enam diagnosa keperawatan yang muncul, pada kasus Nn.I hanya
empat yang muncul. Diagnosa yang diangkat ini diberdasarkan kondisi pasien saat itu
yang memerlukan penanganan segera dalam hal keselamatan jiwa menjadi diagnosa
primer.
55
Pada tinjauan teori, terdapat 3 diagnosa pre operatif yaitu : Kecemasan orang tua
berhubungan dengan rencana tindakan pembedahan, Kurang pengetahuan orang tua
tetang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
informasi, Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur. Dan terdapat 3
diagnosa popst operatif yaitu : Nyeri akut berhubungan dengan luka insisi sekunder dari
tindakan pembedahan, Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan struktur
kulit sekunder dari tindakan pembedahan, Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan
luka insisi sekunder dari tindakan pembedahan.
Pada kasus Nn.I didapatkan diagnosa pre operatif yaitu : ansietas berhubungan dengan
prosedure badah, gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan stuktur tubuh.
Diagnosa intraoperatif resiko perdarahan, dan diagnosa post operatif terdapat nyeri akut
behrubungan dengan agen pencedera fisik.
Terdapat perbedaan antara tinjauan teori dan kasus yang ditemukan, pada tinjauan teori
tidak ditemukan adanya diagnosa intra operatif (Novita, Joseph, 2019).
C. Intervensi Keperawatan
Menurut teori NANDA (2015) langkah-langkah perencanaan meliputi prioritas masalah,
penetapan tujuan dan kriteria hasil serta penyusunan rencana tindakan. Pada kasus Nn. I
rencana tindakan disesuaikan dengan prioritas dari diagnosa keperawatan yang
didapatkan sesuai kondisi saat kejadian diantaranya:
Perencanaan tindakan pada kasus Nn.I prioritas pertama adalah pengkajian mengenai
nyeri yang dirasakanya. Edukasi manajemen nyeri, kolaborasi pemberian obat analgesik,
pada teori (Novita, Joseph, 2019). perencanaan yang dituliskan dari diagnosa utama
adalah mengkaji nyeri yang dirasakan, dan pemberian obat
Hal ini, terdapat persamaan dan perbedaan antara teori dan kasus Nn.I. Pada kasus, tidak
hanya menuliskan pengkajian mengenai nyeri tetapi terdapat tindakan psikomotor yang
akan dilakukan perawat, hal ini sama dengan teori, terdapat tidakan terapeutik untuk
menangani nyeri tersebut (Novita, Joseph, 2019).
56
D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada kasus hipertensi dilakukan berdasarkan rencana
keperawatan yang sesuai standart operasional prosedur (SOP) yang berlaku dengan
menyesuaikan fasilitas yang tersedia dan kondisi pasien. Pelaksanaan tindakan
keperawatan dan kolaborasi diupayakan secara maksimal untuk setiap perencanaan yang
telah disusun (Trisnantoro, 2019).
Pelaksanaan tindakan dan tujuan keperawatan yang dilakukan terhadap kasus Nn.I seperti
pasien diberikan therapy keterolac 30 mg untuk mengurangi nyeri. Pada tindakan
terapeutiknya dilakukan manajemen nyeri kepada Nn.I yang bertujuan untuk menambah
pengetahuan tentang cara mengatasi nyeri yang dirasakan.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap diagnosa keperawatan yang ditemukan pada Nn.I sesuai dengan
landasan teori mengenai evaluasi asuhan keperawatan yang difokuskan pada evaluasi
struktur dan evaluasi sumatif. Evaluasi asuhan keperawatan bertujuan untuk melihat
respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan, sehingga perawat
dapat mengambil keputusan untuk mengakhiri rencana tindakan keperawatan atau
meneruskan rencana tindakan keperawatan.
Dalam evaluasi ini perawat harus mendokumentasikan hasil dari tindakan yang telah
dilakukan, seperti memberikan edukasi manajemen nyeri, dan pemberian obat keterolak
30 mg. edukasi manajemen nyeri sangat berguna untuk pasien karena dengan edukasi
manejemen nyeri akan membuat pasien lebih bisa berfikir positif terhadap nyeri yang
dirasakan, pasien juga dapat lebih mengetahui cara penurunan nyeri tanpa farmakologi
(Ririn, 2016). Maka untuk itu, edukasi disarankan lebih di lakukan lagi agar para pasien
dapat mengenali tentang penyakit atau gejala yang timbul, dan pasien menjadi lebih
mandiri karena lebih faham tentang penatalaksanaan gejala yang ia rasakan (Kartika,
2019).
57
58
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asuhan Keperawatan adalah suatu proses keperawatan yaitu suatu metode sistematis dan
ilmiah yang digunakan perawat untuk memenuhi kebutuhan klien dalam mencapai atau
mempertahankan keadaan biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang optimal melalui
tahapan pengkajian keperawatan, indentifikasi diagnosa keperawatan, penentuan
perencanaan keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan serta mengevaluasinya
(Suarli & Yahya, 2012).
Pada asuhan keperawatan Nn.I dengan sindaktili ini terdapat doagnosa pre opertaif, intra
operatif, dan post operatif, yang masing maisng dari diagnosa tersebut terdapat
kesenjangan antara teori dan contoh kasus, yaitu tidak muncuknya diagnosa intra operatif
pada tinjauan teori
B. Saran
1. Diharapkan perawat dan pembaca mampu lebih sering untuk melakukan edukasi
ke pasien dan melakukan tindakan psikomotor untuk kedepan-nya.
2. Diharapkan perawat mampu menyelesiakan permasalahan Hipertensi dari mulai
Pengkajian sampai evaluasi keperawatan ..
59
DAFTAR PUSTAKA
Joseph, Novita. 2019. Mengenal Sindaktili, kondisi jari yang dempet pada bayi. Online :
(https://hellosehat.com/parenting/kulit-bayi/sindaktili-jari-dempet-pada-bayi/) (diakses pada tanggal
10 Juli, pukul 11.22)
Nabila, Egi, dkk. "Faktor Risiko Sindaktili dan Polidaktili pada Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan di
Instalasi Bedah RSUP Dr. Mohammad Hoesin dan RSAD Dr. AK Gani Periode 1 Januari 2013-30 Juni
2017." Majalah Kedokteran Sriwijaya 49.3 (2017): 138-147