Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Penyakit
Dalam RSUD DRS H. AMRI TAMBUNAN LUBUK PAKAM
Pembimbing:
Disusun Oleh:
Dokter Pembimbing
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan jurnal reading
yang berjudul “Peran Bakteri Wolbachia Terhadap Pengendalian Vektor Demam
Berdarah Dengue (DBD) Aedes aegypti” sebagai salah satu persyaratan mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Drs.H. Amri
Tambunan. Shalawat beserta salam penulis panjatkan kepada Rasulullah SAW yang
telah menuntun kita dari zaman jahilliyah menuju zaman yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Dalam menyusun jurnal reading ini, penulis sadar bahwa tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, penulis tidak akan mampu untuk menyelesaikan jurnal
reading ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah membantu dan membimbing penulis dalam proses penyusunan jurnal
reading, terutama dr. Wirandi Dalimunthe, M.Ked (PD), Sp.PD- FINASIM sebagai
pembimbing. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan pada berbagai sisi. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis
berharap agar dapat diberikan kritik dan saran demi perbaikan jurnal reading ini di
kemudian hari.
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………… i
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
2.2. WOLBACHIA….......................................................................13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...26
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Dengue Hemorrhagic fever (DHF) merupakan penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne-viruses, genus
Flavivirus dari famili Flaviviridae. Salah satu nyamuk yang merupakan vector dari
penyakit demam berdarah dengue adalah Aedes aegypti yang termasuk ke dalam
genus aedes.1
Dengue Hemorrhagic fever adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot/nyeri sendi yang disertai
leukopenia, limfadenopati dan trombositopenia. Pada dengue hemorrhagic fever
terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi atau penumpukan
cairan di rongga tubuh.1,2
1. Aedes Aegypti
A. Definisi Aedes Aegypti
Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang dapat membawa virus Dengue yang
menyebabkan penyakit demam berdarah yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
genus Aedes. Nyamuk Aedes Aegypti saat ini masih menjadi vector atau pembawa
penyakit demam berdarah yang utama. Selain dengue, Aedes Aegypti juga merupakan
pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini
sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia.4,6
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Dipetera
Famili : Culicine
Genus : Aedes
Telur nyamuk Aedes Aeghypti berukuran kurang lebih 0,80 mm, terletak di permukaan
air yang jernih atau menempel pada dinding penampung air dengan bentuk oval. Sekali
bertelur nyamuk Aedes Aeghypti betina dapat menghasilkan telur kurang lebih 100
butir telur, dan akan menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari. Telur
dapat menetas lebih cepat pada tempat dengan kondisi tergenang air atau
kelembabannya tinggi, sedangkan pada kondisi kering telur dapat bertahan hingga 6
bulan.4,6
b. Stadium Larva
Larva Aedes Aeghypti memiliki ciri-ciri yaitu mempunyai corong udara pada segmen
yang terakhir, pada segmen abdomen tidak ditemukan adanya rambut-rambut
berbentuk kipas (palmatus hairs), pada corong udara terdapat pectin, sepasang rambut
serta jumbai akan dijumpai pada corong (siphon), pada setiap sisi abdomen segmen
kedelapan terdapat comb scale sebanyak 8-21 atau berjajar 1
sampai 3. Bentuk individu dari comb scale seperti duri. Pada
sisi thorax terdapat dari yang panjang dengan bentuk kurva
dan adanya sepasang rambut di kepala. Larva akan mati pada
pH ≤ 3 dan ≥ 12 dan pertumbuhan larva terjadi pada pH kisaran
antara 6,0-7,5, dan suhu berkisar antara 25-30°C.4,6
c. Stadium Pupa
Pupa berbentuk seperti ‘koma’ dan bentuknya lebih besar namun lebih ramping
dibandingkan larva (jentik)nya. pupa Aedes Aegypti berukuran lebih kecil jika
dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lainnya. Stadium pupa berlangsung
antara 2-4 hari dan berada didalam air.4,6
d. Stadium Dewasa
Nyamuk dewasa Aedes Aeghypti berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan
rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih
pada bagian badan dan kaki, dan terdiri dari 3 bagian yaitu kepala (caput),
dada(thorax) dan perut (abdomen). Nyamuk jantan pada umumnya memiliki ukuran
lebih kecil dibanding dengan nyamuk betina dan terdapat rambut-rambut tebal pada
antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati doleh mata telanjang. Umur
nyamuk jantan kurang lebih 1 minggu, dan umur nyamuk betina dapat mencapai 2-
3 bulan. Nyamuk Aedes aegypti lebih suka hinggap di tempat yang gelap dan pakaian
yang tergantung, Pada saat hinggap, posisi abdomen dan kepala tidak dapat satu
sumbu. dan biasa menggigit/menghisap darah pada siang dan sore hari sebelum
gelap. Nyamuk Aedes aegypti lebih suka menggigit manusia dan hewan lain
(anthropophilik) dan memilki jarak terbang nyamuk (flight range) kurang lebih 100
meter.4,6
Demam berdarah lebih banyak terjadi saat musim hujan. Hal ini karena pada
musim tersebut, nyamuk Aedes aegypti lebih banyak berkembang biak. Selain itu,
seseorang lebih berisiko terkena DBD jika ia berada di daerah dengan kasus demam
berdarah yang tinggi, terutama jika area tersebut padat penduduk.3
Selain itu, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko pasien mengalami
demam berdarah dengan gejala lebih berat, antara lain:
proses tahapan yang terjadi terdiri dari 4 tahapan didalam perkembangan instar
1 ke instar 4 dan membutuhkan waktu kira-kira 5 hari, selanjutnya untuk sampai ke
instar yang ke 4, larva ini akan berubah menjadi pupa yang dimana jentik tersebut telah
memasuki masa dorman. pupa dapat bertahan selama 2 hari sebelum nyamuk dewasa
keluar dari pupa. perkembangan mulai dari telur hingga menjadi nyamuk dewasa
membutuhkan waktu selama kurang lebih 8- 10 hari, namun juga bisa lebih lama jika
kondisi lingkungan yang tidak mendukung.10
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif
sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat
menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue
akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus
limpatikus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel
monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel
dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan membentuk
komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah komponen struktur dirakit,
virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif
terhadap serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus
lainnya.Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis
yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody dependent cell-mediated
cytotoxity (ADCC) dan ADE. Berdasarkan perannya, terdiri dari antobodi netralisasi
atau neutralizing antibody yang memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah
infeksi virus, dan antibody non netralising serotype yang mempunyai peran reaktif
silang dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD.10
Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan infeksi
dengue, yaitu :
Fase Demam
Demam mendadak tinggi merupakan gejala yang khas pada fase ini. Demam
mendadak tinggi ini biasanya berlangsung 2-7 hari dan sering disertai facial flushing,
eritema kulit, sakit di seluruh tubuh, mialgia, atralgia, dan sakit kepala, anoreksia,
mual dan muntah. Sakit tenggorokan, injeksi faring, dan injeksi konjungtiva terkadang
ditemukan juga pada penderita. Fase viremia dengan suhu tertinggi umumnya terjadi
tiga sampai empat hari pertama setelah onset demam namun kemudian turun dengan
cepat hingga tidak terdeteksi dalam beberapa hari berikutnya. Tingkat viremia dan
demam biasanya mengikuti satu sama lain, dan antibodi IgM meningkat seiring
turunnya demam. Manifestasi perdarahan yang tidak terlalu sering timbul Gangguan
organ seperti epistaksis, perdarahan gusi, atau perdarahan gastrointestinal sering
terjadi saat penderita masih dalam fase demam (pendarahan gastrointestinal dapat
dimulai pada tahap ini).7,8
Fase Kritis
Fase ketiga ini dimulai saat fase kritis berakhir yang ditandai dengan
berhentinya kebocoran plasma dan dimulainya reabsorpsi cairan. Indikator yang
menunjukkan bahwa penderita memasuki fase konvalesens adalah penderita merasa
sudah membaik, nafsu makan meningkat, tanda vital mulai stabil, bradikardia, kadar
hematokrit yang kembali normal, peningkatan output urin, dan munculnya ruam
konvalesen dengue (Convalescence Rash of Dengue). Ruam ini ditandai dengan
bercak petekie konfluen yang tidak memucat dengan tekanan dan beberapa bercak
kulit normal berbentuk seperti pulau bulat kecil atau biasa disebut “pulau putih di
lautan merah”. Ruam ini secara bertahap memudar dalam satu minggu. Pada periode
ini penting untuk mengenali tanda- tanda bahwa volume intravaskular telah stabil
(kebocoran plasma telah berhenti) dan reabsorpsi telah dimulai. Jika tanda-tanda
tersebut sudah timbul maka untuk menghindari kelebihan cairan, kecepatan dan
volume cairan intravena harus dirubah dan bila perlu dihentikan sama sekali.7,8
Laboratorium
Pemeriksaan darah perifer yaitu, hemoglobin, leukosit, hitung jenis, hematokrit, dan
trombosit. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1 setelah demam dan akan
menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit ke-5-6. Deteksi antigen virus ini
dapat digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya infeksi dengue, namun
tidak dapat membedakan penyakit DD/DBD.9
Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5 sakit, mencapai
puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan menurun/ menghilang pada akhir
minggu keempat sakit. Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi
pada hari sakit ke-14. dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun. Sedangkan pada
infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari sakit ke-2. Rasio IgM/IgG
digunakan untuk membedakan infeksi primer dari infeksi sekunder. Apabila rasio
IgM:IgG >1,2 menunjukkan infeksi primer namun apabila IgM:IgG rasio <1,2
menunjukkan infeksi sekunder.9
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas indikasi,
2.2 Wolbachia
2.2.3 Wolbachia Secara Natural Pada Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
Albopticus
Asupan cairan penderita, terutama cairan oral, harus tetap dijaga. Jika asupan cairan
oral penderita tidak mencukupi maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena
untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi. Deteksi dini kebocoran plasma
sangat penting diketahui agar penatalaksanaan yang diberikan dapat adekuat sehingga
angka kematian pada infeksi dengue dapat diturunkan.18
berikut bagan Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat:
Di ruang rawat inap penderita DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan syok
diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini:
1) Bila Ht meningkat 5-10% dan trombosit <100.000 jumlah pemberian cairan tetap
seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht trombo dilakukan tiap 12 jam.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 5-7 ml/kgBB/jam sudah dilakukan tetapi
keadaan tetap tidak membaik (ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat,
tekanan nadi menurun <20 mmHg, produksi urin menurun) maka jumlah cairan infus
ditingkatkan menjadi 5-10 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan
kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi
menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka
jumlah cairan infus ditingkatkan menjadi 15 ml/kgBB/jam. Bila kondisi penderita
memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka penderita ditangani sesuai dengan
protokol tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka
pemberian cairan dimulai lagi seperti alur pemberian cairan awal.19
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa dapat berupa epistaksis
yang tidak terkendali (walaupun telah diberikan tampon hidung), perdarahan saluran
cerna seperti hematemesis, melena dan atau hematoskesia, perdarahan saluran kencing
yang nyata (gross hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan
jumlah perdarahan sebanyak 4-5 cc/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan
kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya.
Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering
mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit serta hemostasis harus segera
dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
berikut Penatalaksanaan perdarahan masif pada DBD dewasa :
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-
tanda Koagulasi Intravaskular Disseminata (KID). Transfusi komponen darah
diberikan sesuai indikasi. PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g%. FFP 10– 15
cc/kgBB/8 jam diberikan bila didapatkan defisiensi faktorfaktor pembekuan (aPTT
>1.5). Kriopresipitat 10 U/kgBB/8jam diberikan bila didapatkan nilai fibrinogen
kurang dari 100 mg/dL. Tranfusi trombosit hanya diberikan pada penderita DBD
dengan perdarahan spontan dan massif dengan jumlah trombosit <100.000/μl disertai
atau tanpa KID.20
dipulangkan:
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA