Anda di halaman 1dari 33

TUTORIAL KLINIK

Peran Bakteri Wolbachia Terhadap Pengendalian Vektor Demam


Berdarah Dengue (DBD) Aedes aegypti

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Penyakit
Dalam RSUD DRS H. AMRI TAMBUNAN LUBUK PAKAM

Pembimbing:

dr. Wirandi Dalimunthe, M.Ked (PD), Sp.PD-FINASIM

Disusun Oleh:

Andhyka Libawardana Pulungan (2008320039)

Alfi Aulia Nasution (2208320043)

Rafika Baradarkhasan Zega (2208320065)

Cindy Ichsan Kwok (2208320068)

Helvi Ramadhani (2208320077)

Indah Syaidatul Mursidah (2208320078)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU KESEHATAN PENYAKIT


DALAM RSUD DRS H. AMRI TAMBUNAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SUMATERA UTARA
2023
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dibacakan tanggal :
Nilai :

Dokter Pembimbing

dr. Wirandi Dalimunthe, M.Ked (PD), Sp.PD-FINASIM


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan jurnal reading
yang berjudul “Peran Bakteri Wolbachia Terhadap Pengendalian Vektor Demam
Berdarah Dengue (DBD) Aedes aegypti” sebagai salah satu persyaratan mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD Drs.H. Amri
Tambunan. Shalawat beserta salam penulis panjatkan kepada Rasulullah SAW yang
telah menuntun kita dari zaman jahilliyah menuju zaman yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.

Dalam menyusun jurnal reading ini, penulis sadar bahwa tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, penulis tidak akan mampu untuk menyelesaikan jurnal
reading ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah membantu dan membimbing penulis dalam proses penyusunan jurnal
reading, terutama dr. Wirandi Dalimunthe, M.Ked (PD), Sp.PD- FINASIM sebagai
pembimbing. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan pada berbagai sisi. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis
berharap agar dapat diberikan kritik dan saran demi perbaikan jurnal reading ini di
kemudian hari.

Wassalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh

Medan, 10 Januari 2024

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………… i

KATA PENGANTAR................................................................................. ii

DAFTAR ISI................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................2

2.1. DEMAM BERDARAH DENGUE..............................................2

2.1.1 Definisi DBD………………………………………………..2

2.1.2 Epidemiologi DBD…………………………………………2

2.1.3 Etiologi DBD……………………………………………….3

2.1.4 Morfologi penyebab DBD…………………………………3

2.1.5 Faktor risiko……………………………………………….7

2.1.6 Siklus hidup aedes aegpty………………………………...7

2.1.7 Patogenesis DBD………………………………………….8

2.1.8 Penegakan diagnosa……………………………………...9

2.2. WOLBACHIA….......................................................................13

2.2.1 Definisi Wolbachia............................................................ 13

2.2.2 Morfologi Wolbachia........................................................ 14

2.2.3 Wolbachia secara natural pada nyamuk aedes aegpty

dan aedes albopticus…………………………………….14

2.2.4 Cara kerja wolbachia pada nyamuk aedes aegpty…….15


2.2.5 Proses perkawinan nyamuk ber-wolbachia…………….15

2.2.6 Pemanfaatan bakteri wolbachia di indonesia…………..16

2.2.7 Penelitian mengenai peran bakteri wolbachia terhadap

nyamuk aedes aegpty…………………………………….17

2.2.8 Peran bakteri wolbachia terhadap nyamuk aedes……..19

2.3 Tatalaksana DBD…………………………………………………...19

2.4 Edukasi dan pencegahan DBD…………………………………….24

BAB III KESIMPULAN……………………………………………….25

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...26
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) merupakan penyakit endemis di


Indonesia dan sampai saat ini masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.
Penyakit Demam Berdarah disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang akut dan
ditandai dengan panas mendadak selama 2–7 hari tanpa sebab yang jelas disertai
dengan manifestasi perdarahan, seperti petekie, epistaxis kadang disertai muntah
darah, BAB berdarah, kesadaran menurun, dan syok. 1

Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorragik Fever (DHF) ialah


penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di
seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter
di atas permukaan air laut. Merebaknya kasus DBD ini menimbulkan reaksi dari
berbagai kalangan. Sebagian menganggap hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran
akan kebersihan lingkungan dan sebagian lagi menganggap karena pemerintah lambat
dalam mengantisipasi dan merespon kasus ini.1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.1.1 Definisi DBD

Demam Berdarah dengue merupakan penyakit demam akut yang disebabkan


oleh empat serotipe virus dari genus Flavivirus dan virus RNA positive-strand virus
berasal dari famili Flaviridae yang berbahaya apabila tidak ditangani dapat
menyebabkan kematian.2

Dengue Hemorrhagic fever (DHF) merupakan penyakit infeksi virus akut yang
disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne-viruses, genus
Flavivirus dari famili Flaviviridae. Salah satu nyamuk yang merupakan vector dari
penyakit demam berdarah dengue adalah Aedes aegypti yang termasuk ke dalam
genus aedes.1

Dengue Hemorrhagic fever adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot/nyeri sendi yang disertai
leukopenia, limfadenopati dan trombositopenia. Pada dengue hemorrhagic fever
terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi atau penumpukan
cairan di rongga tubuh.1,2

2.1.2 Epidemiologi DBD

Epidemiologi demam berdarah atau dengue hemorrghik fever (DHF) menjadi


beban kesehatan dunia, karena penyebaran penyakit virus dengan vektor nyamuk
Aedes sp ini terjadi paling cepat di dunia. Penyakit ini umumnya lebih sering
ditemukan pada wilayah tropis dan subtropis. Beberapa bagian negara, seperti
Amerika Selatan, Afrika, Timur Tengah, dan Asia, merupakan beberapa area endemis
dengue. Deteksi demam dengue yang cepat dapat menurunkan tingkat fatalitas menuju
demam dengue berat sampai di bawah 1%.3
Insidensi DF di Indonesia meningkat secara signifikan dalam lima dekade
terakhir. Insidensi demam berdarah dengue (DBD) atau dengue haemorrhagic fever
(DHF) di Indonesia per Juli 2020 dilaporkan sebesar 71.633 kasus. Jumlah kasus
terbanyak adalah di Jawa Barat diikuti dengan Bali dan Jawa Timur, yaitu 10.722,
8.930, dan 5.948 kasus. Pada tahun 2018 dan 2019, insidensi DBD berjumlah 65.602
dan 138.127 kasus. Dibandingkan dengan tahun 2018, kasus DBD meningkat secara
signifikan.3,4

Seluruh serotipe virus dengue ditemukan di Indonesia. Namun, DENV-3


(46,8%) dan DENV-1 (26,1%) ditemukan paling banyak tersebar di Indonesia.
Berbeda pada daerah Surabaya, dimana DENV-2 merupakan serotipe paling banyak
ditemukan.4

2.1.3 Etiologi DBD

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh


virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus (Arthropod-borne viruses) Artinya
virus yang di tularkan melalui gigitan arthropoda misalnya nyamuk aedes aegypti
(betina). Arthropoda akan menjadi sumber infeksi selama hidupnya sehingga selain
menjadi vektor virus dia juga menjadi hospes reservoir virus tersebut yang paling
bertindak menjadi vector adalah berturut-turut nyamuk.5

Virus dengue, termasuk genus Falvivirus, keluarga falviridae. Terdapat 4


serotipevirus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di
Indonesia dengan den-3 serotype terbanyak. Infeksi salah satu serotype akan
menimbulkan antibody terhadap serotype lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotype lain tersebut. Seseorang
yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya. Keempat serotype virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia.5
2.1.4 Morfologi Penyebab DBD

1. Aedes Aegypti
A. Definisi Aedes Aegypti

Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang dapat membawa virus Dengue yang
menyebabkan penyakit demam berdarah yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
genus Aedes. Nyamuk Aedes Aegypti saat ini masih menjadi vector atau pembawa
penyakit demam berdarah yang utama. Selain dengue, Aedes Aegypti juga merupakan
pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya. Penyebaran jenis ini
sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di seluruh dunia.4,6

B. Klasifikasi Aedes Aegypti

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Dipetera

Famili : Culicine

Genus : Aedes

Spesies : Aedes Aeghypti.4,6

C. Morfologi Aedes Aeghypti

Seperti jenis nyamuk lainnya, nyamuk Aedes Aeghypti mengalami metamorfosis


sempurna yaitu telur-jentik(larva)-pupa-nyamuk.4,6
a. Stadium telur

Telur nyamuk Aedes Aeghypti berukuran kurang lebih 0,80 mm, terletak di permukaan
air yang jernih atau menempel pada dinding penampung air dengan bentuk oval. Sekali
bertelur nyamuk Aedes Aeghypti betina dapat menghasilkan telur kurang lebih 100
butir telur, dan akan menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari. Telur
dapat menetas lebih cepat pada tempat dengan kondisi tergenang air atau
kelembabannya tinggi, sedangkan pada kondisi kering telur dapat bertahan hingga 6
bulan.4,6

b. Stadium Larva

Larva Aedes Aeghypti memiliki ciri-ciri yaitu mempunyai corong udara pada segmen
yang terakhir, pada segmen abdomen tidak ditemukan adanya rambut-rambut
berbentuk kipas (palmatus hairs), pada corong udara terdapat pectin, sepasang rambut
serta jumbai akan dijumpai pada corong (siphon), pada setiap sisi abdomen segmen
kedelapan terdapat comb scale sebanyak 8-21 atau berjajar 1
sampai 3. Bentuk individu dari comb scale seperti duri. Pada
sisi thorax terdapat dari yang panjang dengan bentuk kurva
dan adanya sepasang rambut di kepala. Larva akan mati pada
pH ≤ 3 dan ≥ 12 dan pertumbuhan larva terjadi pada pH kisaran
antara 6,0-7,5, dan suhu berkisar antara 25-30°C.4,6

c. Stadium Pupa

Pupa berbentuk seperti ‘koma’ dan bentuknya lebih besar namun lebih ramping
dibandingkan larva (jentik)nya. pupa Aedes Aegypti berukuran lebih kecil jika
dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lainnya. Stadium pupa berlangsung
antara 2-4 hari dan berada didalam air.4,6

d. Stadium Dewasa

Nyamuk dewasa Aedes Aeghypti berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan
rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih
pada bagian badan dan kaki, dan terdiri dari 3 bagian yaitu kepala (caput),
dada(thorax) dan perut (abdomen). Nyamuk jantan pada umumnya memiliki ukuran
lebih kecil dibanding dengan nyamuk betina dan terdapat rambut-rambut tebal pada
antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati doleh mata telanjang. Umur
nyamuk jantan kurang lebih 1 minggu, dan umur nyamuk betina dapat mencapai 2-
3 bulan. Nyamuk Aedes aegypti lebih suka hinggap di tempat yang gelap dan pakaian
yang tergantung, Pada saat hinggap, posisi abdomen dan kepala tidak dapat satu
sumbu. dan biasa menggigit/menghisap darah pada siang dan sore hari sebelum
gelap. Nyamuk Aedes aegypti lebih suka menggigit manusia dan hewan lain
(anthropophilik) dan memilki jarak terbang nyamuk (flight range) kurang lebih 100
meter.4,6

2.1.5 Faktor Risiko DBD

Demam berdarah lebih banyak terjadi saat musim hujan. Hal ini karena pada
musim tersebut, nyamuk Aedes aegypti lebih banyak berkembang biak. Selain itu,
seseorang lebih berisiko terkena DBD jika ia berada di daerah dengan kasus demam
berdarah yang tinggi, terutama jika area tersebut padat penduduk.3

Selain itu, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko pasien mengalami
demam berdarah dengan gejala lebih berat, antara lain:

● Berusia anak-anak atau lansia


● Sedang hamil
● Memiliki daya tahan tubuh yang lemah
● Pernah menderita demam berdarah sebelumnya

2.1.6 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti

Siklus hidup Aedes aegypti mengalami berupa beberapa tahapan perubahan


bentuk metamorfosa sempurna yaitu dari telur, jentik (larva), kepompong ( pupa) dan
nyamuk dewasa. setiap fase perkembangannya dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri
anatomi dan morfologi dari masing-masing tahapan dalam siklus hidupnya. nyamuk
dengan jenis ini mempunyai siklus hidup yang sempurna. spesies ini meletakkan
telurnya pada kondisi permukaan air yang bersih secara individual. telurnya
mempunyai bentuk berupa elips warnanya hitam dan juga terpisah satu dengan yang
lainnya. pada saat telur menetas dalam waktu 1-2 hari kemudian akan berubah menjadi
jentik.10

proses tahapan yang terjadi terdiri dari 4 tahapan didalam perkembangan instar
1 ke instar 4 dan membutuhkan waktu kira-kira 5 hari, selanjutnya untuk sampai ke
instar yang ke 4, larva ini akan berubah menjadi pupa yang dimana jentik tersebut telah
memasuki masa dorman. pupa dapat bertahan selama 2 hari sebelum nyamuk dewasa
keluar dari pupa. perkembangan mulai dari telur hingga menjadi nyamuk dewasa
membutuhkan waktu selama kurang lebih 8- 10 hari, namun juga bisa lebih lama jika
kondisi lingkungan yang tidak mendukung.10

2.1.7 Patogenesis DBD

Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif
sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat
menggigit dan menghisap darah. Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue
akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus
limpatikus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel
monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel
dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan membentuk
komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah komponen struktur dirakit,
virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif
terhadap serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus
lainnya.Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis
yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody dependent cell-mediated
cytotoxity (ADCC) dan ADE. Berdasarkan perannya, terdiri dari antobodi netralisasi
atau neutralizing antibody yang memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah
infeksi virus, dan antibody non netralising serotype yang mempunyai peran reaktif
silang dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD.10

Terdapat dua teori atau hipotesis immunopatogenesis yaitu infeksi sekunder


(secondary heterologus infection) dan antibody dependent enhancement (ADE).
Dalam teori atau hipotesis infeksi sekunder disebutkan, bila seseorang mendapatkan
infeksi sekunder oleh satu serotipe virus dengue, akan terjadi proses kekebalan
terhadap infeksi serotipe virus dengue tersebut untuk jangka waktu yang lama. Tetapi
jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder oleh serotipe virus dengue lainnya,
maka akan terjadi infeksi yang berat. Ini terjadi karena antibody heterologus yang
terbentuk pada infeksi primer, akan membentuk kompleks dengan infeksi virus dengue
serotipe baru yang berbeda yang tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung
membentuk kompleks yang infeksius dan bersifat oponisasi internalisasi, selanjutnya
akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL6, tumor necrosis factor-alpha (TNF-A) dan
platelet activating factor (PAF);akibatnya akan terjadi peningkatan (enhancement)
infeksi virus dengue.10
TNF alpha akan menyebabkan kebocoran dinding pembuluh darah,
merembesnya cairan plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan kerusakan endothel
pembuluh darah. Pendapat lain menjelaskan, kompleks imun yang terbentuk akan
merangsang komplemen yang farmakologisnya cepat dan pendek dan bersifat
vasoaktif dan prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syock
hipolemik) dan perdarahan. Anak di bawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang
terinfeksi virus dengue dan terjadi infeksi dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut
terjadi non neutralizing antibodies akaibat adanya infeksi yang persisten. Akibatnya,
bila terjadi infeksi virus dengue pada anak tersebut, maka akan langsung terjadi proses
enhancing yang akan memacu makrofag mudah terinfeksi dan teraktifasi dan
mengeluarkan IL-1, IL-6 dan TNF alpha juga PAF.

2.1.8 Cara Menegakkan Diagnosa (CMD) DBD

Diagnosis penyakit demam berdarah dapat ditegakkan melalui beberapa


pemeriksaan klinis yang dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.7

1. Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesis pasien sebaiknya meliputi hal-hal berikut :

a. Hari pertama demam.


b. Penilaian adanya tanda bahaya yang meliputi nyeri perut, muntah, dan
adanya kegelisahan .
c. Adanya perubahan status mental / kejang / nyeri kepala.
d. Adanya diare.

e. Riwayat penting lainnya seperti adanya keluarga atau tetangga yang


menderita DBD.

Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan infeksi
dengue, yaitu :

Fase Demam

Demam mendadak tinggi merupakan gejala yang khas pada fase ini. Demam
mendadak tinggi ini biasanya berlangsung 2-7 hari dan sering disertai facial flushing,
eritema kulit, sakit di seluruh tubuh, mialgia, atralgia, dan sakit kepala, anoreksia,
mual dan muntah. Sakit tenggorokan, injeksi faring, dan injeksi konjungtiva terkadang
ditemukan juga pada penderita. Fase viremia dengan suhu tertinggi umumnya terjadi
tiga sampai empat hari pertama setelah onset demam namun kemudian turun dengan
cepat hingga tidak terdeteksi dalam beberapa hari berikutnya. Tingkat viremia dan
demam biasanya mengikuti satu sama lain, dan antibodi IgM meningkat seiring
turunnya demam. Manifestasi perdarahan yang tidak terlalu sering timbul Gangguan
organ seperti epistaksis, perdarahan gusi, atau perdarahan gastrointestinal sering
terjadi saat penderita masih dalam fase demam (pendarahan gastrointestinal dapat
dimulai pada tahap ini).7,8

Fase Kritis

Awal fase kritis umumnya ditandai dengan penurunan


suhu tubuh hingga 37,5-38 0C atau kurang dan tetap di bawah
level ini (masa defervesens), dan terjadi pada hari 3-7
perjalanan penyakit. Pada fase ini biasanya terjadi kebocoran
plasma (biasanya berlangsung selama 24-48 jam). Saat demam
turun atau mereda, penderita memasuki periode dengan risiko
tertinggi terjadinya manifestasi berat akibat kebocoran
plasma. Pada periode ini penting sekali memantau timbulnya
perdarahan dan kebocoran plasma ke rongga pleura dan
abdomen, menerapkan terapi yang tepat, dan menstabilkan
volume cairan dalam tubuh. Jika tidak ditangani dengan baik,
keadaan tersebut dapat menyebabkan deplesi volume
intravaskular dan dekompensasi kordis. Tanda-tanda
kebocoran plasma meliputi terjadinya hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit mendadak ≥20% dari awal), adanya
asites, efusi pleura, albumin serum atau protein yang rendah
(sesuai dengan usia dan jenis kelamin). Pada penderita dengan
kebocoran plasma parameter hemodinamik yang berhubungan
dengan syok terkompensasi seperti peningkatan denyut
jantung sesuai dengan usia (terutama bila tidak ada demam),
denyut nadi cepat dan lemah, akral dingin, tekanan nadi yang
sempit (sistolik dikurangi diastolik <20 mmHg), masa
pengisian kapiler (capillary refill time/CRT) >3 detik, dan
penurunan diuresis (oliguria) harus dipantau dengan ketat.
Penderita yang menunjukkan tanda-tanda kekurangan volume
intravaskular yang terus meningkat, impending shock, atau
manifestasi perdarahan yang berat harus dirawat di unit
perawatan intensif (ICU) untuk pemantauan berkala dan
penggantian volume intravaskular. Jika penderita
menunjukkan tanda-tanda syok ringan, maka penderita
tersebut dikategorikan sebagai DSS. Syok berkepanjangan
merupakan faktor utama yang erat hubungannya dengan
komplikasi yang dapat menyebabkan kematian termasuk
perdarahan gastrointestinal.7,8

Fase Konvalesens (Reabsorbsi)

Fase ketiga ini dimulai saat fase kritis berakhir yang ditandai dengan
berhentinya kebocoran plasma dan dimulainya reabsorpsi cairan. Indikator yang
menunjukkan bahwa penderita memasuki fase konvalesens adalah penderita merasa
sudah membaik, nafsu makan meningkat, tanda vital mulai stabil, bradikardia, kadar
hematokrit yang kembali normal, peningkatan output urin, dan munculnya ruam
konvalesen dengue (Convalescence Rash of Dengue). Ruam ini ditandai dengan
bercak petekie konfluen yang tidak memucat dengan tekanan dan beberapa bercak
kulit normal berbentuk seperti pulau bulat kecil atau biasa disebut “pulau putih di
lautan merah”. Ruam ini secara bertahap memudar dalam satu minggu. Pada periode
ini penting untuk mengenali tanda- tanda bahwa volume intravaskular telah stabil
(kebocoran plasma telah berhenti) dan reabsorpsi telah dimulai. Jika tanda-tanda
tersebut sudah timbul maka untuk menghindari kelebihan cairan, kecepatan dan
volume cairan intravena harus dirubah dan bila perlu dihentikan sama sekali.7,8

Klasifikasi Derajat Demam Berdarah


2. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

1. Pemeriksaan darah perifer

Pemeriksaan darah perifer yaitu, hemoglobin, leukosit, hitung jenis, hematokrit, dan
trombosit. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1 setelah demam dan akan
menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit ke-5-6. Deteksi antigen virus ini
dapat digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya infeksi dengue, namun
tidak dapat membedakan penyakit DD/DBD.9

2. Uji serologi IgM dan IgG anti dengue

Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5 sakit, mencapai
puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan menurun/ menghilang pada akhir
minggu keempat sakit. Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi
pada hari sakit ke-14. dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun. Sedangkan pada
infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari sakit ke-2. Rasio IgM/IgG
digunakan untuk membedakan infeksi primer dari infeksi sekunder. Apabila rasio
IgM:IgG >1,2 menunjukkan infeksi primer namun apabila IgM:IgG rasio <1,2
menunjukkan infeksi sekunder.9

Interpretasi uji serologi IgM dan IgG pada infeksi dengue

Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas indikasi,

- Distres pernafasan/ sesak.


- Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan
radiologis terjadi apabila pada perembesan plasma telah mencapai 20%-40%
- Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk menilai
edema paru karena overload pemberian cairan.
- Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh darah paru terutama
daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak dibandingkan yang kiri,
kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada kanan, dan efusi pleura.
- Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan dinding
vesika felea, dan dinding buli-buli.9

2.2 Wolbachia

2.2.1 Definisi Wolbachia


Wolbachia merupakan bakteri gram negatif intraseluler yang hidup sebagai
parasit pada hewan arthropoda dan secara alamiah dapat menularkan ke lebih dari
setengah spesies serangga. Wolbachia ditemukan pada 60 persen spesies serangga
seperti ngengat, lalat buah, capung, hingga nyamuk.10 Apabila wolbachia hidup di
dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti, maka wolbachia mampu mengintervensi masa
hidup nyamuk, mengganggu sistem reproduksi, dan menghambat replikasi virus
dengue dalam tubuh nyamuk sehingga dengan adanya bakteri wolbachia pada nyamuk
Aedes aegypti membuat nyamuk tidak bisa menyebarkan virus dengue.10 Selain itu,
bakteri Wolbachia sudah terbukti tidak berbahaya bagi kesehatan manusia.11

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia bakteri wolbachia ada di


60% serangga yang artinya bukan merupakan sebuah hasil rekayasa.Bakteri wolbachia
dan nyamuk Aedes aegypti secara alami ada di alam, tidak ada manipulasi
genetik.11Namun menurut penelitian tahun 2017, terdapat nyamuk laboratorium yang
sudah dimodifikasi dengan wolbachia strain wMel dan diharapkan dapat bersaing
dengan nyamuk lokal, sehingga keturunan dari perkawinan tersebut dapat mengurangi
transmisi DENV.12

Menurut dewan penasihat kontrol vektor WHO secara spesifik


merekomendasikan wolbachia sebagai kontrol mikrobiologi terhadap penyakit
manusia yang dibawa oleh nyamuk dewasa. Berdasarkan bukti-bukti bahwa simbiosis
wolbachia pada populasi Aedes aegypti mampu mengurangi kemampuan nyamuk
dalam mentransmisikan virus ke manusia.13

2.2.2 Morfologi Wolbachia

Wolbachia adalah bakteri endosimbiotik gram negatif, dan termasuk dalam


filum proteobacteria, ordo Rickettsia dan famili Anaplasma. Wolbachia pertama kali
terdeteksi sebagai organisme mirip Rickettsia dari nyamuk biasa Culex pipiens.
Wolbachia dianggap sebagai parasit reproduksi dan menyebabkan berbagai modifikasi
reproduksi pada inangnya termasuk partenogenesis dan ketidakcocokan sitoplasma. 14

2.2.3 Wolbachia Secara Natural Pada Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

Albopticus

Penelitian tentang wolbachia secara natural telah dilakukan di berbagai negara,


seperti yang dilaporkan pada penelitian di Kota Manila, Negara Filipina bahwa
wolbachia ditemukan secara natural di populasi Aedes aegypti yaitu 113 (16,8%).
Laporan lainnya dari negara Malaysia yaitu dimana sampel Aedes albopictus yang
berjumlah 73 dari 76 pooling (betina) dan 83 dari 87 pooling (jantan) ditemukan positif
terinfeksi bakteri wolbachia. Penelitian yang dilakukan di Sri Lanka melaporkan
bahwa dari 127 sampel 62 (48,8%) nyamuk Aedes albopictus terinfeksi bakteri
wolbachia, namun dalam penelitiannya tidak ditemukan pada Aedes aegypti dengan
jumlah sampel 40.15 Penelitian yang dilakukan di Indonesia tepatnya di Kota
Makassar pada tahun 2020 ditemukan hasil infeksi wolbachia secara natural
ditemukan pada nyamuk Aedes aegypti sebagaimana pada nyamuk Aedes albopictus.15

2.2.4 Cara Kerja Wolbachia Pada Nyamuk Aedes aegypti

Cara Kerja Wolbachia Pada Nyamuk Aedes aegypti11


2.2.5 Proses Perkawinan Nyamuk Ber-Wolbachia

Nyamuk jantan ber-wolbachia kawin


dengan nyamuk betina ber-
wolbachia: telur menetas dan
menghasilkan nyamuk ber-wolbchia

Nyamuk jantan tidak ber-wolbachia


kawin dengan nyamuk betina ber-
wolbachia: telur menetas dan
menghasilkan nyamuk ber-wolbchia

Nyamuk jantan ber-wolbachia kawin


dengan nyamuk betina tidak ber-
wolbachia: telur tidak akan
menetas.11
Wolbachia yang hidup di
dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti diturunkan dari seekor nyamuk betina yang mengandung
wolbachia, sedangkan pada nyamuk betina yang tidak terinfeksi wolbachia tidak dapat
diturunkan meskipun telah kawin dengan nyamuk jantan yang mengandung wolbachia karena
pola pewarisannya adalah bersifat maternal dan dapat menyebabkan ketidakcocokan
sitoplasama. Ketidakcocokan sitoplasma adalah salah satu karakteristik Wolbachia yang paling
penting yang mengakibatkan pengurangan dari keturunan yang layak. Ketidakcocokan
sitoplasma dapat terjadi secara searah ketika sperma yang terinfeksi Wolbachia membuahi sel
telur yang tidak terinfeksi, atau dua arah ketika sperma dan sel telur keduanya terinfeksi tetapi
dengan strain Wolbachia yang berbeda, yang mengakibatkan kegagalan penetasan sel telur dan
menyebabkan penekanan populasi inang.11,14

2.2.6 Pemanfaatan Bakteri Wolbachia di Indonesia

Penggunaan Wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti untuk mengendalikan


penyakit DBD di Indonesia masih menjadi hal baru yang sudah dilaksanakan di
Kabupaten Bantul dan Sleman Provinsi Yogyakarta. Kegiatan ini dipelopori oleh
Eliminate Dengue Project (EDP) Global bekerjasama dengan sebuah universitas di
Australia. Eliminate Dengue Indonesia dalah program penelitian bersama dipimpin
oleh Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada dan didanai oleh Yayasan Tahija
(Tahija Foundation).10

Kegiatan ini telah melepas nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia di beberapa


komunitas di Yogyakarta sejak Januari 2014 dengan tujuan untuk mengembangkan
metode Wolbachia di antara populasi nyamuk lokal sehingga memiliki kemampuan
untuk mengurangi penularan DBD. Dari hasil coba yang dilakukan ini, ditemukan
adanya penurunan kasus DBD berdarsarkan hasil studi aplikasi wolbachia untuk
Eliminasi Dengue (AWED) tahun 2017-2020 menunjukkan setelah nyamuk ber-
wolbachia dilepaskan, kasus dengue menurun hingga 77% serta menurunkan angka
pasien dirawat di rumah sakit sampai 86%.10,11

2.2.7 Penelitian Mengenai Peran Bakteri Wolbachia Terhadap Nyamuk Aedes


aegypti

Wolbachia khususnya strain dari populasi Drosophila melanogaster (strain w


Mel), menyebabkan fenomena 'bendy proboscis' pada Ae. aegypti. Sebuah penelitian
yang dilakukan pada tahun 2015 menunjukkan bahwa Wolbachia dapat mengurangi
potensi penularan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi demam berdarah. Penelitian
mereka menunjukkan bahwa kehadiran Wolbachia secara signifikan dapat menunda
waktu penularan air liur nyamuk , mengurangi frekuensi virus demam berdarah yang
dikeluarkan oleh nyamuk dan menurunkan titer virus dalam air liur nyamuk. Penelitian
mereka juga menunjukkan bahwa Wolbachia dapat mengurangi jumlah nyamuk
menular dalam suatu populasi sekaligus menunda masuknya virus ke dalam air liur
nyamuk.16 Adapun penelitian-penelitian lain yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Tabel Kumpulan Penelitian Mengenai Peran Wolbachia Terhadap Nyamuk


Aedes aegypti

Judul Metode Hasil


Application of w MelPop Hasil penelitian menunjukkan bahwa w
Eksperimental
Wolbachia Strain to Crash MelPop menyebabkan pemblokiran virus
Local Populations of Aedes dengue yang kuat, kematian dini baik telur
aegypti maupun nyamuk dewasa, mengurangi
waktu menghisap darah, perkembangan
larva tertunda, dan mengurangi kebugaran
secara keseluruhan. Secara signifikan telur
Aedes aegypti yang terinfeksi w MelPop
mati lebih tinggi dibandingkan telur yang
tidak terinfeksi.

constraints on the use of Hasil penelitian menunjukkan bahwa w


Eksperimental
lifespan-shortening MelPop Wolbachia berfungsi untuk
wolbachia to control dengue memperpendek umur sehingga dapat
fever menurunkan prevalensi demam berdarah
dengue dan nyamuk yang terinfeksi
memiliki kebugaran yang lebih rendah
daripada nyamuk tidak terinfeksi yang
berumur lebih lama. Wolbachia
menginduksi ketidakcocokan sitoplasma
pada jantan yang terinfeksi Wolbachia
kawin dengan betina yang tidak terinfeksi
dan menyebabkan kematian embrio

Dynamics of the "popcorn" Hasil penelitian menunjukkan bahwa invasi


Eksperimental
Wolbachia infection in populasi oleh Wolbachia bergantung pada
outbred Aedes tingkat ketidakcocokan sitoplasma yang
kuat dan tinggi, efek kebugaran, dan tingkat
penularan infeksi ke nyamuk betina. Infeksi
w MelPop
aegypti informs prospects Wolbachia mengurangi masa hidup dan
Eksperimental
for mosquito vector control mengganggu penularan virus saat masuk ke
dalam nyamuk Aedes aegypti

Wolbachia Reduces the Hasil penelitian menunjukkan bahwa w Mel


Eksperimental
Transmission Potential of memperpanjang EIP, mengurangi frekuensi
Dengue-Infected Aedes virus dengue dalam menularkan demam
aegypti berdarah dengue, dan menurunan titer virus
dalam saliva nyamuk Aedes aegypti.

2.2.8 Peran Bakteri Wolbachia Terhadap Nyamuk Aedes aegypti

Bakteri Wolbachia mampu menginduksi ketidakcocokan sitoplasma,


menyebabkan nyamuk jantan terinfeksi Wolbachia tidak mampu menghasilkan
keturunan jika kawin dengan nyamuk betina yang tidak terinfeksi. Peran bakteri
Wolbachia terhadap nyamuk Aedes aegypti mampu menginduksi ketidakcocokan
sitoplasma yang dapat mengakibatkan kematian embrio. Ketidakcocokan sitoplasma
efektif jika tingkat infeksi di patch lokal tinggi, sedangkan efek pemendekan umur dan
pengurangan fekunditas tidak tergantung pada frekuensi infeksi. w MelPop Wolbachia
berfungsi untuk memperpendek umur sehingga dapat menurunkan prevalensi demam
berdarah dengue dan nyamuk yang terinfeksi memiliki kebugaran yang lebih rendah
daripada nyamuk tidak terinfeksi yang berumur lebih lama. w MelPop dapat
menyebabkan pemblokiran virus dengue yang kuat, kematian dini baik telur maupun
nyamuk dewasa, mengurangi waktu menghisap darah, perkembangan larva tertunda,
dan mengurangi kebugaran secara keseluruhan.17

2.3 Tatalaksana DBD


Tatalaksana demam berdarah dengue (DBD) bersifat sesuai gejala (simptomatis) dan
suportif. Penanganan suportif dapat diberikan cairan pengganti yang merupakan
tatalaksana umum pasien dengan DBD.18

Asupan cairan penderita, terutama cairan oral, harus tetap dijaga. Jika asupan cairan
oral penderita tidak mencukupi maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena
untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi. Deteksi dini kebocoran plasma
sangat penting diketahui agar penatalaksanaan yang diberikan dapat adekuat sehingga
angka kematian pada infeksi dengue dapat diturunkan.18

Protokol penatalaksanaan DBD Pada tahun 2005 Departemen Kesehatan Republik


Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD pada penderita dewasa.
Namun seiring dengan kemajuan dan perkembangan ilmu kedokteran maka dirasakan
perlu merevisi pedoman penatalaksanaan infeksi dengue tersebut. Pedoman yang
dibuat ini tetap berdasarkan:

a. Tatalaksana dengan rencana tindakan sesuai indikasi;

b. Praktis dalam penatalaksannya; dan

c. Mempertimbangkan cost effectiveness.

Protokol penanganan DBD dewasa dibagi dalam 6 kategori yakni:

- Protokol 1. Penanganan tersangka (Probable) DBD


- Protokol 2. Pemberian cairan pada tersangka DBD di ruang rawat inap
- Protokol 3. Pemberian cairan pada kasus DBD dengan Tanda Peringatan
- Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD
- Protokol 5. Penatalaksanaan DBD dengan syok terkompensasi
- Protokol 6. Penatalaksanaan Sindroma Syok Dengue

a. Penatalaksanaan Tersangka Demam Dengue Tidak semua penderita tersangka


demam dengue atau demam dengue harus dirawat; sebagian lainnya dapat dipulangkan
atau berobat jalan. Untuk lebih lengkapnya bisa kita lihat pada protokol 1.18

Berikut Penatalaksanaan Demam Dengue :


Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama dan
juga dapat dipakai untuk memutuskan indikasi rawat inap pada penderita DD atau
yang diduga DD di sarana pelayanan kesehatan.18

berikut bagan Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat:

Di ruang rawat inap penderita DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan syok
diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini:

Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan

Sesuai rumus berikut 1500 + (20 x (BB dalam kg – 20))


Contoh volume rumatan untuk BB 55 kg: 1500 + (20 X (55 – 20)) = 2200 ml/24 jam
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:

1) Bila Ht meningkat 5-10% dan trombosit <100.000 jumlah pemberian cairan tetap
seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht trombo dilakukan tiap 12 jam.

2) Bila Ht meningkat ≥20% dan trombosit <100.000 maka


pemberian cairan sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD
dengan tanda peringatan.

Penatalaksanaan DBD dengan Tanda Peringatan Tanda peringatan (warning signs)


seperti muntah terus-menerus dan tidak dapat minum, nyeri perut hebat, letargi dan
atau gelisah, perdarahan, pusing atau lemas, akral pucat, dingin dan basah, dan oliguria
penting untuk diketahui karena keadaan tersebut dapat mendahului terjadinya syok.18

Penatalaksanaan DBD dengan Tanda Peringatan.

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 5-7 ml/kgBB/jam sudah dilakukan tetapi
keadaan tetap tidak membaik (ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat,
tekanan nadi menurun <20 mmHg, produksi urin menurun) maka jumlah cairan infus
ditingkatkan menjadi 5-10 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan
kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi
menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka
jumlah cairan infus ditingkatkan menjadi 15 ml/kgBB/jam. Bila kondisi penderita
memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka penderita ditangani sesuai dengan
protokol tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka
pemberian cairan dimulai lagi seperti alur pemberian cairan awal.19

Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa dapat berupa epistaksis
yang tidak terkendali (walaupun telah diberikan tampon hidung), perdarahan saluran
cerna seperti hematemesis, melena dan atau hematoskesia, perdarahan saluran kencing
yang nyata (gross hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan
jumlah perdarahan sebanyak 4-5 cc/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan
kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya.
Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering
mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit serta hemostasis harus segera
dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
berikut Penatalaksanaan perdarahan masif pada DBD dewasa :
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-
tanda Koagulasi Intravaskular Disseminata (KID). Transfusi komponen darah
diberikan sesuai indikasi. PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g%. FFP 10– 15
cc/kgBB/8 jam diberikan bila didapatkan defisiensi faktorfaktor pembekuan (aPTT
>1.5). Kriopresipitat 10 U/kgBB/8jam diberikan bila didapatkan nilai fibrinogen
kurang dari 100 mg/dL. Tranfusi trombosit hanya diberikan pada penderita DBD
dengan perdarahan spontan dan massif dengan jumlah trombosit <100.000/μl disertai
atau tanpa KID.20

Kriteria berikut harus dipenuhi sebelum penderita DBD/SSD

dipulangkan:

1. Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan obat antipiretik


2. Nafsu makan membaik
3. Perbaikan klinis yang nyata
4. Diuresis yang adekuat
5. Hematokrit stabil
6. Telah melewati masa paling tidak 2 hari setelah syok
7. Tidak ada gangguan pernafasan akibat efusi pleura atau asites
8. Jumlah trombosit lebih dari 50000 per mm3.

2.4 Edukasi dan pencegahan DBD

Melakukan pemberantasan sarang nyamuk dengan cara:


a. melakukan 3M (menutup,menguras dan mendaur ulang), barang-barang bekas
yang dapat menampung air hujan, menguras/membersihkan tempat
penampungan air 2 kali seminggu. pelaksanaan 3M dilaksanakan lebih sering
dari biasanya. selain dapat menaburkan larvasida pembasmi jentik,memelihara
ikan pemakan jentik dan mengganti air dalam pot/vas bunga.
b. untuk mencegah agar tidak terkena gigitan nyamuk dapat menggunakan
kelambu pada saat tidur,obat nyamuk,repplent,tidak menggantung
pakaian,menggunakan pakaian lengan panjang dan sebagainya, dapat juga
menanam tanaman pengusir nyamuk dilingkungan tempat tinggal seperti daun
nimba,daun pepaya,daun paria,daun gamal,daun anona,daun
sirsak,mengkudu,lengkuas,damar hutan,biji mahoni,biji anona,biji sirsak,biji
marungga/kelor.

BAB III

KESIMPULAN

Demam berdarah dengue masih menjadi masalah di berbagai belahan dunia.


Untuk itu diperlukan metode pengendalian vektor antara lain melalui penggunaan
insektisida meskipun dapat menyebabkan resistensi. Tindakan pemberantasan sarang
nyamuk (PSN) dan teknik serangga mandul (TSM), namun metode ini kurang efektif.
Hal tersebut mendorong dikembangkannya metode alternatif baru seperti penggunaan
bakteri Wolbachia.

Bakteri Wolbachia mampu menginduksi ketidakcocokan sitoplasma,


menyebabkan nyamuk jantan terinfeksi Wolbachia tidak mampu menghasilkan
keturunan jika kawin dengan nyamuk betina yang tidak terinfeksi. Peran bakteri
Wolbachia terhadap nyamuk Aedes aegypti menurut jurnal menjelaskan bahwa
Wolbachia mampu menginduksi ketidakcocokan sitoplasma yang dapat
mengakibatkan kematian embrio. Ketidakcocokan sitoplasma efektif jika tingkat
infeksi di patch lokal tinggi, sedangkan efek pemendekan umur dan pengurangan
fekunditas tidak tergantung pada frekuensi infeksi. Wolbachia berfungsi untuk
memperpendek umur sehingga dapat menurunkan prevalensi demam berdarah dengue
dan nyamuk yang terinfeksi memiliki kebugaran yang lebih rendah daripada nyamuk
tidak terinfeksi yang berumur lebih lama.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mentari SAFB. Faktor Risiko Demam Berdarah di Indonesia. J Manaj Kesehat


Yayasan RSDr Soetomo. 2023;9(1):22.
2. Susmaneli H. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian DBD di
RSUD Kabupaten Rokan Hulu. J Kesehat Komunitas. 2020;1(3):149–54.
3. Podung GCD, Tatura SNN, Mantik MFJ. Faktor Risiko Terjadinya Sindroma
Syok Dengue pada Demam Berdarah Dengue. J Biomedik. 2021;13(2):161.
4. Agustin I, Tarwotjo U, Rahadian R. Perilaku bertelur dan siklus hidup aedes
aegypti pada berbagai media air. J Biol. 2017;6(4):71–81.
5. Nugraheni E, Rizqoh D, Sundari M. Manifestasi Klinis Demam Berdarah
Dengue (Dbd). J Kedokt dan Kesehat Publ Ilm Fak Kedokt Univ Sriwij.
2023;10(3):267–74.
6. Susanti S, Suharyo S. Hubungan Lingkungan Fisik Dengan Keberadaan Jentik
Aedes Pada Area Bervegetasi Pohon Pisang. Unnes J Public Heal.
2017;6(4):271–6
7. Depkes RI. Demam Berdarah Dengue kota Semarang : Depkes Ri. UI. 2022;9–
50.
8. Sihombing Jr, Salim S. Karakteristik Hematologi Rutin Pada Pasien Diduga
Demam Berdarah Dengue Di Rsud Dr . Pirngadi Kota Medan. J Pandu Husada.
2023;4(1):1–8.
9. Suhaeri, Tundjungsari V, Qomariyah, Pamuji S. Sistem Pendukung Keputusan
Untuk Diagnosis Penyakit Dbd Menggunakan Metode Back Propagation
Jaringan Syaraf Tiruan. 2022;V(Snimed):28–37
10. Irfandi A. Kajian Pemanfaatan Wolbachia Terhadap Pengendalian DBD (Studi
Literatur Dan Studi Kasus Pemanfaatan Wolbachia Di Yogyakarta). Forum Ilmiah. Mei
2018
11. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
12. Putri DF. Perilaku Poligami Vektor Demam Berdarah Dengue Aedes Aegypti:
Korelasinya Dengan Fertilitas Telur Serta Penyebaran Virus Dengue. Jurnal Farmasi
Malahayati. Agustus 2018
13. World Health Organization. 2016
14. Shahbaz F, Jahan N, Sarwar Ms. Molecular Detection And Characterization Of
Wolbachia Pipientis From Culex Quinquefasciatus Collected From Lahore, Pakistan.
Am J Trop Med Hyg. 2017
15. Saputra FR, Wahidc I, Sjahrild R, Syafruddinc D, Ranie S, Baharf B. New Evidence Of
The Presence Of Wolbachia Sp. In Aedes Aegypti Alongside Aedes Albopictus From
Makassar. Jurnal Vektor Penyakit. 2020
16. Buchori D, Mawan A, Nurhayati I, Aryati , Kusnanto H, Hadi UK. Penilaian Risiko
Pelepasan Aedes aegypti Yang Terinfeksi Wolbachia Di Yogyakarta, Indonesia.
Multidisciplinary Scientific Journal. 2022
17. Firdausi RI, Bestari RS, Dewi LM, Nurhayani. Peran Bakteri Wolbachia Terhadap
Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD) Aedes aegypti. URECOL. 2021

18. Kementerian Kesehatan RI. Strategi Nasional Penanggulangan Dengue 2021-


2025;. Isbn 9786022358091.2019.
19. Indriyani, Gustawan LW. Manifestasi Klinis Dan Penanganan Demam
Berdarah Dengue. Intisari Sains Medis. 2020;11(3):1015-1019.
Doi:10.15562/Ism.V11i3.847.

20. Kularatne SA, Dalugama C. Dengue Infection: Global Importance,


Immunopathology And Management. Clin Med (Lond). 2022 Jan;22(1):9-13.
Doi: 10.7861/Clinmed.2021-0791. Pmid: 35078789; Pmcid: Pmc8813012.

Anda mungkin juga menyukai