Anda di halaman 1dari 4

1.

Jelaskan peran teori behavioristic, kognitif dan konstruktivistik dalam pengembangan multimedia
pembelajaran interaktif
2. Jelaskan pendapat anda terhadap proses pengembangan multimedia pembelajaran interaktif yang
mengabaikan prinsip-prinsip pembelajaran
3. Bagaimana implikasi prinsip-prinsip teori belajar dalam pengembangan multimedia pembelajaran
interaktif
Jawaban
1. a. teori behavioristic.
Teori behavioristik memandang belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya reaksi stimulus dan respon (Asri Budiningsih, 2005). Teori behavioristik merupakan teori
belajar yang tertua dan cukup lama dianut oleh dunia pendidikan di Indonesia. Teori behavioristik
ini mendominasi psikologi pembelajaran selama paruh pertama abad kedua puluh. Teori
behavioristik memiliki tokoh-tokoh pendukung, diantaranya Thorndike, Ivan Pavlov, Watson,
Skinner, Clark Hull dan Edwin R. Guthrie. Meskipun konsep teori dari masing-masing tokoh
memiliki pandangan yang berbeda-beda, namun pada prinsipnya teori-teori tersebut memandang
pembelajaran sebagai proses pembentukan asosiasi-asosiasi antara stimulus dan respon yang
mengakibatkan perubahan perilaku yang dapat diamati.
Teori belajar behavioristik, awalnya lahir dari aliran mazhab psikologi yang dipelopori
oleh John B. Watson (1878-1958). Watson menganggap bahwa objek perhatian psikologi yang
utama adalah pada perilaku dan bagaimana perilaku dapat bervaiasi berdasakan pada pengalaman
yang beragam. Aliran behavioristik mempercayai bahwa perilaku lah yang seharusnya dipelajari,
sebab perilaku dapat dikaji secara langsung. Seiring dengan perkembangan psikologi modern,
aliran berhavioristik Nr3berkembang menjadi teori belajar yang menganalisis proses belajar
melalui perubahan tingkah laku.

b. teori kognitif
Teori belajar kognitif, merupakan titik awal pemahaman bahwa proses belajar melibatkan
perubahan mental yang tidak hanya dinilai dari perubahan perilaku yang terlihat. Berawal dari
sebuah aliran psikologi, kognitif didefinisikan oleh Posner sebagai ilmu mengenai “intelligence
and intelligent systems, with particular reference to intelligent behaviour”.
Belajar menurut teori belajar kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang
tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak (Asri Budiningsih, 2005). Belajar
merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, persepsi, retensi, pengolahan informasi,
emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Dalam praktek pembelajaran, teori kognitif nampak
pada rumusan tahap-tahap perkembangan yang dikemukakan oleh J. Piaget, advance organizer
oleh Ausubel, pemahaman konsep oleh Bruner dan hierarki belajar oleh Gagne.

c. teori konstruktivistik
Paradigma konstruktivistik menempatkan pebelajar sebagai komponen penting (subjek)
dalam proses pembelajaran. Berdasarkan definisi dari Asri Budiningsih (2005), bahwa menurut
teori belajar konstruktivistik belajar adalah proses menginternalisasi, membentuk kembali, atau
membangun pengetahuan baru yang terjadi secara terus menerus dan mengalami reorganisasi
karena adanya pengetahuan baru. Kata kunci teori belajar konstruktivistik ialah belajar
merupakan proses membangun konstruksi (bangunan) pengetahuan. Belajar juga dapat dikatakan
sebagai proses mandiri yang dilakukan dalam diri peserta didik untuk memenuhi kebutuhan
belajarnya.

2. Menurut saya, perkembangan multimedia pembelajaran yang ada saat ini, ternyata belum
semuanya memenuhi kaidah pengembangan media yang baik, layak dan memenuhi kaidah
standar pengembangan multimedia pembelajaran. Masih banyak multimedia yang beredar
dipasaran tidak menerapkan prinsipprinsip pembelajaran dan prinsip-prinsip desain multimedia
pembelajaran. Banyak pengembang multimedia yang hanya mementingkan kemenarikan dari sisi
tampilan seperti animasi atau warna-warna yang ditonjolkan dengan tidak mengikuti kaidah
pembelajaran dan desain pesan pembelajaran secara benar. Multimedia pembelajaran dibuat
kurang didasarkan pada need assesment dan kurang memperhatikan aspek perkembangan peserda
didik yang akan menjadi pengguna media tersebut.

3. 1. Prinsip Multimedia.
Prinsip multimedia berbunyi murid bisa belajar lebih baik dari kata-kata dan gambar-
gambar daripada dari kata-kata saja (Mayer, 2009:93). Yang dimaksudkan dengan kata-kata
adalah teks tercetak di layar yang dibaca pengguna atau teks ternarasikan yang didengar
pengguna melalui speaker atau headset. Yang dimaksudkan dengan gambar adalah ilustrasi statis
seperti gambar, diagram, grafik, peta, foto, atau gambar dinamis seperti animasi dan video. Clark
& Mayer (2011:70) menggunakan istilah penyajian multimedia untuk menyebut segala penyajian
yang berisi kata-kata dan gambar.
Mayer (2009:93) beralasan bahwa saat kata-kata dan gambar-gambar disajikan secara
bersamaan, siswa punya kesempatan untuk mengkonstruksi model-model mental verbal dan
piktorial dan membangun hubungan di antara keduanya. Sedangkan jika hanya kata-kata yang
disajikan, maka siswa hanya mempunyai kesempatan kecil untuk membangun model mental
piktorial dan kecil pulalah kemungkinannya untuk membangun hubungan di antara model mental
verbal dan piktorial.

2. Prinsip Keterdekatan
Prinsip keterdekatan terbagi dua, yaitu keterdekatan ruang atau keterdekatan kata tercetak
dengan gambar yang terkait (Mayer, 2009:119; Clark & Mayer, 2011:92) dan keterdekatan waktu
atau keterdekatan kata-kata ternarasi dengan gambar yang terkait. Prinsip keterdekatan ruang
menyatakan bahwa siswa bisa belajar lebih baik saat kata-kata tercetak dan gambar-gambar yang
terkait disajikan saling berdekatan daripada disajikan saling berjauhan (Mayer, 2009:119).
Sedangkan prinsip keterdekatan waktu menyatakan bahwa siswa bisa belajar lebih baik jika kata-
kata ternarasikan dan gambar-gambar yang terkait (animasi atau video) disajikan pada waktu
yang sama (simultan).
Alasan Mayer (2009:119) berkaitan prinsip keterdekatan ruang adalah saat kata-kata dan
gambar terkait saling berdekatan di suatu layar, maka murid tidak harus menggunakan sumber-
sumber kognitif untuk secara visual mencari mereka di layar itu. Siswa akan lebih bisa
menangkap dan menyimpan mereka bersamaan di dalam memori kerja pada waktu yang sama.
Sedangkan untuk keterdekatan waktu, Mayer (2009:141) beralasan bahwa saat bagian narasi dan
bagian animasi terkait disajikan dalam waktu bersamaan, siswa lebih mungkin bisa membentuk
representasi mental atas keduanya dalam memori kerja pada waktu bersamaan. Hal ini lebih
memungkinkan siswa untuk membangun hubungan mental antara representasi verbal dan
representasi visual.
4. Prinsip Modalitas.
Prinsip modalitas menyatakan bahwa siswa bisa belajar lebih baik dari animasi dan narasi
(kata yang terucapkan) daripada dari animasi dan kata tercetak di layar. Berdasarkan teori
kognitif dan bukti riset, menyarankan untuk menarasikan teks daripada menyajikan teks tercetak
di layar saat gambar (statis maupun bergerak) menjadi fokus kata-kata dan saat keduanya
disajikan pada waktu yang bersamaan.

Mayer (2009:197) beralasan bahwa jika gambar-gambar dan kata-kata sama-sama disajikan
secara visual, maka saluran visual akan menderita kelebihan beban tapi saluran auditori tidak
termanfaatkan. Jika kata-kata disajikan secara auditori, mereka bisa diproses dalam saluran
auditor, sehingga saluran visual hanya memproses gambar.

4. Prinsip Koherensi.
Prinsip koherensi menyatakan bahwa siswa bisa belajar lebih baik jika hal-hal ekstra
disisihkan dari sajian multimedia (Mayer, 2009:167). Prinsip koherensi terbagi atas tiga versi,
yaitu pembelajaran siswa terganggu jika gambar-gambar menarik namun tidak relevan
ditambahkan (Mayer, 2009:170; Clark & Mayer, 2011:159), pembelajaran siswa terganggu jika
suara dan musik menarik namun tidak relevan ditambahkan (Mayer, 2009:181; Clark & Mayer,
2011:153), dan pembelajaran siswa akan meningkat jika kata-kata yang tidak dibutuhkan
disisihkan dari presentasi multimedia (Mayer 2009:188; Clark & Mayer, 2011:166).
Mayer (2009:167) mengemukakan alasan teoretis bahwa materi ekstra selalu bersaing
memperebutkan sumber-sumber kognitif dalam memori kerja sehingga bisa mengalihkan
perhatian siswa dari materi yang penting. Hal-hal ekstra juga bisa menganggu proses
penataanmateri dan bisa menggiring siswa untuk menata materi di atas landasan tema yang tidak
sesuai.

5. Prinsip Redundansi
Prinsip redundansi menyatakan bahwa siswa belajar lebih baik dari gambar dan narasi
daripada dari gambar, narasi, dan teks tercetak di layar (Mayer, 2009:215). Implikasi dari hal ini
adalah saran dari Clark & Mayer (2011:125) untuk tidak menambahkan teks tercetak di layar ke
gambar yang sedang dinarasikan.
Clark & Mayer (2011:135) mengemukakan alasan bahwa siswa akan lebih
memperhatikan teks tercetak di layar daripada ke gambar yang berkaitan. Saat mata mereka fokus
di kata-kata tercetak, siswa tidak bisa melihat ke gambar yang sedang dinarasikan. Juga, siswa
berusaha membandingkan teks tercetak dengan narasi yang diucapkan sehingga membebani
proses kognitif. Karena itulah, untuk gambar yang sedang dinarasikan, hendaknya tidak
ditambahkan teks tercetak di layar.

6. Prinsip Personalisasi
Prinsip personalisasi menyarankan agar pengembang multimedia menggunakan gaya
percakapan dalam narasi daripada gaya formal (Clark & Mayer, 2011:182). Gaya percakapan di
antaranya dicapai dengan menggunakan bahasa orang pertama dan orang kedua serta dengan
suara manusia yang ramah.
Clark & Mayer (2011:184) menyatakan bahwa riset dalam proses diskursus menunjukkan
bahwa manusia bekerja lebih keras untuk memahami materi saat mereka merasa berada dalam
percakapan dengan seorang teman, daripada sekadar menerima informasi. Mengekspresikan
informasi dalam gaya percakapan dapat merupakan cara untuk mempersiapkan proses kognitif
siswa. Clark & Mayer (2011:184) menambahkan pula bahwa instruksi yang mengandung
petunjuk sosial seperti gaya percakapan mengaktifkan perasaan kehadiran sosial, yaitu perasaan
sedang dalam percakapan dengan pengarang. Perasaan kehadiran sosial ini mengakibatkan
pembelajar terlibat dalam proses kognitif yang lebih dalam selama belajar dengan berusaha lebih
keras memahami apa yang pengarang ucapkan, yang hasilnya adalah hasil belajar yang lebihbaik.

7. Prinsip Segmentasi dan Pra Latihan


Prinsip segmentasi menyarankan untuk memecah materi pelajaran yang besar menjadi
segmen-segmen yang kecil (Clark & Mayer, 2011:207). Saat sebuah materi pembelajaran
kompleks, materi itu perlu dibuat menjadi sederhana dengan dibagi-bagi menjadi beberapa bagian
yang dapat diatur kemunculannya.

Anda mungkin juga menyukai