Anda di halaman 1dari 2

Tentang Dia

Waktu itu 8 Oktober 2022, Pusdiklatcab Wita Raga, Malang. Pertama kali aku bertemu dia, tentu juga
mengetahui namanya dan asal sekolahnya. Dia kelahiran 2005 asal Surabaya, bisa dibilang dia memang
tampan dengan tinggi badan 182 cm. Saat itu kita sedang berada di kegiatan yang sama, Pramuka. Seragam
pramuka hari itu jadi satu-satunya baju couple kami. Sejak hari itu, Pramuka menjadi organisasi yang paling
kusukai. Aku ingin jadi seperti dia yang tangguh, cerdas, berani, tak pantang menyerah, dan selalu ramah.
Mungkin kami ditakdirkan untuk bertemu, dan aku harap memang begitu.

Dulu aku berharap ingin sekolah di sekolah yang sama dengan dia karena cita-citaku. Tapi setelah
harapanku pupus aku tetap melanjutkan pendidikan di sekolah lain yang tak jauh dari sekolahnya. Disini pun
aku mengikuti ekskul Pramuka, awal dari cerita ini.

9 Oktober 2022, kami tak melewatkan kegiatan pengembaraan mulai pagi sampai siang. Tepat pukul
05.00 WIB kelompokku memulai perjalanan mendahului kelompoknya dia. Tapi semakin jauh perjalanan,
semakin cepat dia mendahuluiku. Setiap pos telah kami lewati, hingga sampailah kami di pos 2 tanpa waktu
istirahat. Disana kami diberi sedikit outbond, salah satunya jongkok sambil merangkul teman di sebelah
masing-masing. Dan waktu itu Si Dia yang di sebelahku.

“ rangkulan gak nih, kalo ngga nanti jatoh..” kata yang pertama kali dia ucapkan kepadaku.

“ ngga usah deh, makasih..” jawabanku tanpa pikir panjang.

Aku tahu tak seharusnya penawaran itu kutolak, karena akhirnya aku memang jatuh ke lumpur.
Mungkin itu yang buat aku menyesal, karena terlalu mengedepankan indivualisme-ku yang sebenernya tak
dianjurkan dalam berorganisasi.

Pertemuan kami mengajarkan banyak hal, terutama padaku. Setiap langkah yang kita ambil bisa
mengubah apa yang akan terjadi di masa yang akan datang, juga pentingnya kerjasama dan komunikasi yang
baik terutama dalam organisasi.

Ini memang perasaan sepihak, dan aku mengakuinya. Kalau saja kami bertemu lagi aku ingin
berterimakasih kepada dia yang belum sempat kuucapkan kala itu.
Sengketa Pulau Pasir antara Indonesia dan Australia

Beragam informasi tentang sengketa Pulau Pasir atau Ashmore Reef beredar di media sosial. Pulau
Pasir menjadi perbincangan setelah pemegang mandat hak ulayat masyarakat adat Laut Timor, Ferdi Tanoni,
berencana menggugat Australia beberapa waktu lalu. Mereka berencana menggugat karena Australia
dianggap mengeklaim sepihak Gugusan Pulau Pasir. Ferdi pun mengeklaim bahwa Pulau Pasir masuk wilayah
Nusa Tenggara Timur (NTT).

Faktanya, secara administratif Indonesia tidak pernah menguasai Pulau Pasir. Pemerintah Indonesia
pun telah menyatakan bahwa Pulau Pasir merupakan milik Australia. Status kepemilikan pulau ini ada di
tangan Australia sejak hampir satu abad lalu. Berdasarkan Ashmore and Cartier Acceptance Act tahun 1933,
Pulau Pasir merupakan milik Inggris yang kemudian diwariskan kepada Australia. Sejak zaman penjajahan,
Pulau Pasir bukanlah milik Hindia Belanda (Indonesia).

Kekeliruan ini telah menghebohkan warga media sosial di Indonesia, namun sayangnya banyak dari
mereka juga membenarkan bahwa Pulau Pasir adalah milik Indonesia tanpa tahu kebenarannya.

Dari permasalahan ini, sebaiknya masyarakat memperbanyak literasi sebelum bertindak. Dan jika kita
memang ingin mempertahankan pulau-pulau kecil yang berada di wilayah Indonesia maka mulailah dengan
senantiasa merawatnya, dan mengakui pulau-pulau tersebut sebagai wilayah kita agar tidak direbut oleh
bangsa lain.

Anda mungkin juga menyukai