Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Energi Nuklir


Pada awal tahun 1945 energi nuklir muncul dari negara Amerika pada
suatu proyek untuk keperluan perang dunia kedua. Proyek tersebut
mengembangkan dua material yang dapat menginisiasi reaksi berantai nuklir yang
mana akan melepaskan banyak energi panas secara instan. Kedua material tersebut
adalah isotope Uranium-235 dan Plutonium-239.
Pada tahun 1960, teknologi pembangkit listrik mulai berkembang pesat.
Energi nuklir juga turut ikut ambil bagian dalam hal ini. Sepuluh tahun kemudian
diketahui bahwa biaya untuk pembangkit listrik tenaga nuklir jauh diatas budget
(investasi besar). Selain itu adanya isu safety reactor pada tahun 1970 di Amerika
Serikat, Browns Ferry and Three Mile Island membuat energi nuklir cenderung
kurang layak untuk diterapkan pada saat itu.
Masih ditahun yang sama isu kelangkaan dan meningkatnya harga minyak
dikarenakan jumlahnya yang terbatas, memberi stigma baru pada masyarakat
bahwa bahan bakar fosil suatu saat nanti akan habis . Hal ini membuat para ilmuwan
mendorong pengembangan energi nuklir sebagai alternatif energi baru.
Pengembangan dimulai dengan membangun sebuah Fast Breeder Reactor (FBR)
yang dapat mengonversi Uranium-238 menjadi plutonium, yang mana bisa
memroduksi lebih banyak bahan bakar daripada yang dibakar.
Pada tahun 1980, teknologi pengembangan pembangkit listrik tenaga gas
mulai berkembang (combined cycle gas turbine power plant) ditambah tidak
adanya tanda-tanda kekurangan pasokan bahan bakar fossil. Hal ini membuat
pembangunan dan pengembangan teknologi pembangkit listrik tenaga nuklir
cenderung menurun. Selain itu dari segi sistem keamanan penanganan limbah
nuklir yang masih dalam tahap pengembangan dan adanya peristiwa Chernobyl
juga membuat beberapa negara seperti Jepang dan Perancis menjadi skeptis untuk
menerapkan teknologi ini.
Namun demikian, sat ini teknologi nuklir sudah semakin berkembang
pesat dan menyokong 7% dari total kebutuhan energi dunia. Pembangunan

3
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) meningkat di beberapa negara maju
seperti Jepang, Korea Selatan, Amerika dsb. Peningkatan terjadi karena adanya
peniltian dan pengembangan secara terus menerus dari teknologi energi nuklir yang
menjadi lebih aman dan efisien dibandingkan dengan pembangkit listrik berbahan
bakar fosil lainnya [2].
2.2. Jenis-jenis Energi Nuklir
Energi Nuklir terbagi menjadi dua yaitu nuklir fisi dan nuklir fusi. Berikut
penjelasan dari masing-masing jenis nuklir.
• Nuklir Fisi
Terjadi secara alami pada tingkat yang kecil, namun pada beberapa
unsur hal ini terjadi setelah menyerap neutron yang menyebabkan
ketidakstabilan dari keseimbangan antara gaya kuat dan gaya
elektrostatis. Kemudian nucleus terbelah dan fragmen fisi ditolak oleh
gaya elektrostatis. Pada beberapa nuklida ini mudah terjadi pada
berbagai energi neutron dan nuklida ini disebut dengan fisil. Pada
nuklida fisil tersebut sejumlah neutron juga dilepaskan sebagai
pecahan inti [3]. Neutron ini memungkinkan terjadinya reaksi fisi
nuklir lainnya dan reaksi tersebut bekerja secara terus menerus (reaksi
berantai) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1 Proses Nuclear Fisi Uranium -235


Sumber : Future Energy p.182

4
Fragment fisi (produk fisi) memiliki energi kinetic yang tinggi yang
mana menyebabkan material sekelilingnya menjadi panas pada saat
pecahan bertabrakan dengan atom-atom disekelilingnya.

• Nuklir Fusi
Nuklir fusi adalah proses kebalikannya, nucleus ringan dapat
melepaskan energi dalam jumlah besar jika digabungkan atau berfusi
menjadi nucleus yang lebih berat. Reaksi nuklir utama yang
dipertimbangkan untuk reaktor adalah reaksi isotop dari dua unsur
paling ringan yaitu hidrogen dan helium. Reaksi yang paling mudah
adalah sebagai berikut dimana ‘D’ merujuk kepada Deuterium sebuah
isotop dari hidrogen dengan satu proton dan dua neutron; ‘T’ merujuk
kepada Tritium sebuah isotop hidrogen dengan satu proton dan dua
neutron. ‘He’ adalah nukleus dari helium dengan dua proton dan satu
neutron; ‘n’ dan ‘p’ merujuk kepada neutron dan proton, dua barion
yang ditemukan di nukleus atomik [4]. Berikut adalah persamaannya.

Gambar 2.2 Persamaan Reaksi Nuklir Fusi


Sumber : Future Energy p.200
Hingga saat ini energi nuklir fusi masih dalam tahap penelitian dan
pengembangan untuk dapat dijadikan sebagai sumber energi
berkelanjutan di masa yang akan mendatang.

2.3. Penerapan Energi Nuklir di Bidang Pembangkit Listrik


Teknologi nuklir fisi yang menghasilkan energi panas diterapkan pada
sektor pembangkit listrik sebagai pemanas air yang mana nantinya akan berubah
wujud menjadi steam untuk dimanfaatkan memutar turbin. Turbin akan memutar
generator dan membangkitkan energi listrik (Gambar 2.3). Bahan bakar nuklir
disimpan dalam sebuah reaktor sebagai pemanas air proses (coolant). Reaktor
nuklir sendiri juga terbagi dalam beberapa macam sebagai berikut.

5
Gambar 2.3 Proses Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
Sumber : Energy Education

1. Pressurised Water Reactor (PWR)


Reaktor ini memompakan air kedalam vessel dengan tekanan yang tinggi untuk
mencegah air menguap atau memanas. Air tersebut kemudian disilangkan
dengan bahan bakar nuklir yang berada didalam selongsong dan dipompakan
menuju ke heat exchanger. Didalam heat exchanger, air tersebut kemudian
disilangkan lagi dengan feedwater (air proses) yang mana akan berubah fase
menjadi steam guna memutar turbin. Setelah itu air kembali diarahkan menuju
vessel untuk dipanaskan kembali dan siklus ini berlangsung berulang-ulang [6].

Gambar 2.4 Pressurised Water Reactor (PWR)


Sumber : US. Department of Energy

6
2. Boiling Water Reactor (BWR)
Pada reaktor BWR air dipompakan masuk kedalam reaktor dan bersilangan
langsung dengan selongsong bahan bakar nukli. Air kemudian berubah fasa
menjadi steam dan langsung digunakan untuk memutar turbin. Kondensat air
dari turbin kemudian dipompakan kembali kedalam reaktor dan siklus ini terjadi
secara berulang-ulang [6].

Gambar 2.5 Boiling Water Reactor (BWR)


Sumber : US Department of Energy

3. Supercritical Water Reactor (SWR)


Supercritical Water Reactor adalah generasi IV reaktor nuklir yang mana
bekerja pada titik kritikal air yaitu pada temperatur 374 Celcius, tekanan 22.1
Mpa. Padat titik ini fase air tidak diketahui berupa gas ataupun cair, namun
memiliki karakteristik yang unik. Penggunaan dari reaktor ini sukses menaikan
efisiensi mendekati 44% dibandingkan dengan reaktor lainnya. Kenaikan ini
membuat reaktor jenis berikut lebih baik daripada reaktor lainnya [7].

7
Gambar 2.6 Supercritical Water Reactor
Sumber : Energy Education

4. RBMK Reactor
RBMK reaktor adalah reaktor nuklir desain Soviet yang menggunakan
enrinched uranium sebagai bahan bakarnya. Reaktor ini sangat terkenal
dikarenakan membawa dampak buruk pada peristiwa Chernobyl. Reaktor ini
memiliki desain yang kurang aman (unsafe design). Salah satunya adalah pada
bagian control rods dan struktur penahan yang dinilai kurang aman dalam
pengoperasian. Pada Gambar 2.7 diperlihatkan diagram dari reaktor RBMK,
dimana control rods terbuat dari carbide boron yang mana berfungsi untuk
menyerap neutron. Hal ini mengontrol rate of fission di dalam reaktor. Semakin
lama control rods berada dalam inti, semakin banyak neutron yang akan
diserap, semakin lambat fisi terjadi. Penggunaan control rods inilah yang
menjadi kunci dari peristiwa Chernobyl, dimana pada saat terjadi musibah
tersebut hanya ada 6-8 control rods yang berada didalam inti sementara itu
berdasarkan perizinan tidak diperbolehkan beroperasi dengan control rods
dibawah 30 buah [8].

8
Gambar 2.7 Diagram RBMK Reaktor
Sumber : Energy Education

2.4. Energi Nuklir di Indonesia


Saat ini indonesia sedang dalam tahap pertimbangan jauh untuk
membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Di Indonesia ide pertama
pembangunan PLTN sudah dimulai sejak tahun 1956 dalam bentuk seminar-
seminar yang diselenggarakan oleh beberapa universitas. Pada tahun 1972
dibentuklah Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2PLTN) oleh Badan
Tenaga Atom Nasional (BATAN) dan Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga
Listrik. Hal ini berlanjut dengan dilakukannya studi kelayakan terkait lokasi PLTN
di Indonesia, dipilihlah Semenanjung Muria sebagai lokasi yang paling ideal. Pada
tahun 1985 dilakukan evaluasi dan pembaharuan studi oleh International Atomic
Energy Agency (IAEA) untuk perencanaan energi nuklir di indonesia khususnya di
lokasi Semenanjung Muria.
Pada bulan Agustus tahun 1991, sebuah perjanjian kerja tentang studi
kelayakan telah ditandatangani oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia dengan
Perusahaan Konsultan NEWJEC Inc. Perjanjian kerja ini berjangka waktu 4,5 tahun
dan meliputi pelaksanaan pekerjaan tentang pemilihan dan evaluasi tapak PLTN,
serta suatu studi kelayakan yang komprehensif tentang kemungkinan pembangunan
berbagai jenis PLTN dengan daya total yang dapat mencapai 7000 MWe. Sebagian

9
besar kontrak kerja ini digunakan untuk melakukan pekerjaan teknis tentang
penelitian pemilihan dan evaluasi tapak PLTN di lokasi Semenanjung Muria.
Pada 2 tahapan pekerjaan yang pertama (Step 1-2) sudah dilakukan dengan
baik pada tahun 1992 dan 1993. Pada fase ini 3 buah calon tapak yang spesifik
sudah berhasil dilakukan dengan studi perbandingan dan ditentukan rangkingnya.
Sebagai kesimpulan didapatkan bahwa calon tapak terbaik adalah tapak PLTN
Ujung Lemahabang. Kemudian tahapan kegiatan investigasi akhir (Step-3)
dilakukan dengan mengevaluasi calon tapak terbaik tersebut untuk melakukan
konfirmasi apakah calon tapak tersebut betul dapat diterima dan memenuhi standar
internasional. Studi tapak PLTN ini akhirnya dapat diselesaikan pada tahun 1995.
Secara keseluruhan, studi tapak PLTN di Semanjung Muria dapat diselesaikan pada
bulai Mei tahun 1996. Selain konfirmasi kelayakan calon tapak di Semanjung
Muria, hasil lain yang penting adalah bahwa PLTN jenis air ringan dengan kapasitas
antara 600 s/d 900 MWe dapat dibangun di Semenanjung Muria dan kemudian
dioperasikan sekitar tahun 2004 sebagai solusi optimal untuk mendukung sistem
kelistrikan Jawa-Bali.

Pada tahun-tahun selanjutnya masih dilakukan lagi beberapa studi tambahan


yang mendukung studi kelayakan yang sudah dlakukan, antara lain studi penyiapan
“Bid Invitation Specification” (BIS), studi pengembangan dan evaluasi tapak
PLTN, studi perencanaan energi dan kelistrikan nasional dan studi pendanaan
pembangunan PLTN. Selain itu juga dilakukan beberapa kegiatan yang mendukung
aktivitas desain dan pengoperasian PLTN dengan mengembangkan penelitian di
beberapa fasilitas penelitian BATAN, antara lain penelitian teknologi dan
keselamatan PLTN, proteksi radiasi, bahan bakar nuklir dan limbah radioaktif serta
menyelenggarakan kerjasama internasional dalam bentuk partisipasi desain PLTN.

Akibat krisis multidimensi yang terjadi pada tahun 1998, maka dipandang
layak dan perlu untuk melakukan evaluasi kembali tentang kebutuhan (demand)
dan penyediaan (supply) energi khususnya kelistrikan di Indonesia. Untuk itu suatu
studi perancanaan energi dan kelistrikan nasional jangka panjang “Comprehensive
Assessment of Different Energy Resources for Electricity Generation in Indonesia”
(CADES) yang dilakukan dan diselesaikan pada tahun 2002 oleh sebuah Tim

10
Nasional di bawah koordinasi BATAN dan BPPT (Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi) dengan dukungan IAEA.

Hasil studi ini menunjukkan bahwa kebutuhan energi di Indonesia


diproyeksikan meningkat di masa yang akan datang. Kebutuhan energi final (akhir)
akan meningkat dengan pertumbuhan 3,4% per tahun dan mencapai jumlah sekitar
8146 Peta Joules (PJ) pada tahun 2025. Jumlah ini adalah sekitar 2 kali lipat
dibandingkan dengan kebutuhan energi final di awal studi tahun 2000.
Pertumbuhan jenis energi yang paling besar adalah pertumbuhan kapasitas
pembangkitan energi listrik yang mencapai lebih dari 3 kali lipat dari kondisi
semula, yaitu dari 29 GWe di tahun 2000 menjadi sekitar 100 GWe di tahun 2025.
Jumlah kapasitas pembangkitan ini, sekitar 75% akan dibutuhkan di jaringan listrik
Jawa-Madura-Bali (Jamali). Dari berbagai jenis energi yang tersedia untuk
pembangkitan listrik dan dilihat dari sisi ketersediaan dan keekonomiannya, maka
energi gas akan mendominasi penyediaan energi guna pembangkitan energi listrik,
sekitar 40% untuk wilayah Jamali. Energi batubara akan muncul sebagai pensuplai
kedua setelah gas, yaitu sekitar 30% untuk wilayah Jamali. Sisanya sekitar 30%
untuk akan disuplai oleh jenis energi yang lain, yaitu hidro, mikrohidro, geothermal
dan energi baru dan terbarukan lainnya. Diharapkan energi nuklir dapat
menyumbang sekitar 5-6% pada tahun 2025.

Mengingat situasi penyediaan energi konvensional termasuk listrik nasional


di masa mendatang semakin tidak seimbang dengan kebutuhannya, maka opsi
nuklir dalam perencanaan sistem energi nasional jangka panjang merupakan suatu
solusi yang diharapkan dapat mengurangi tekanan dalam masalah penyediaan
energi khususnya listrik di Indonesia. Berdasarkan kajian yang sudah dilakukan
tersebut di atas maka diharapkan pernyataan dari semua pihak yang terkait dengan
pembangunan energi nasional bahwa penggunaan energi nuklir di Indonesia sudah
diperlukan, dan untuk itu perlu dimulai pembangunan pembangkit listrik tenaga
nuklir (PLTN) sekitar tahun 2010, sehingga sudah dapat dioperasikan secara
komersial pada sekitar tahun 2016.

Sampai saat ini Indonesia belum berhasil membangun Pembangkit Listrik


Tenaga Nuklir (PLTN), sehingga belum ada sebuahpun PLTN yang dapat

11
dioperasikan untuk mengurangi beban kebutuhan energi listrik yang saat ini
semakin meningkat di Indonesia. Padahal energi nuklir saat ini di dunia sudah
cukup berkembang dengan menguasai pangsa sekitar 16% listrik dunia. Hal ini
menunjukkan bahwa energi nuklir adalah sumber energi potensial, berteknologi
tinggi, berkeselamatan handal, ekonomis, dan berwawasan lingkungan, serta
merupakan sumber energi alternatif yang layak untuk dipertimbangkan dalam
Perencanaan Energi Jangka Panjang bagi Indonesia guna mendukung
pembangunan yang berkelanjutan.

12

Anda mungkin juga menyukai