Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL NABATI

PENGARUH LAMA RESTING DAN PENGKONDISIAN SUHU


TERHADAP NILAI % COOKING YIELD, RENDEMEN, DAN SOFAT
SENSORIS PADA SPAGHETTI

Oleh:
KELOMPOK C-2
Cherry Keiko A. 6103020019
Jennifer Tabita F. C. 6103020023
Chesia Daniella 6103020025
Eric Huggie I. 6103020035

Hari/Tanggal: Selasa, 8 November 2022

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2022
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL NABATI
(Selasa, 8 November 2022)
(Kelompok C, Regu 2, Cherry Keiko A_20019_Jennifer Tabita F.C._20023_Chesia
Daniella_20025_Eric Huggie I._20035)

Acara
Pengaruh Lama Resting dan Pengkondisian Suhu terhadap nilai % Cooking Yield, Rendemen, dan Sifat
Sensoris pada Spaghetti.

Capaian Pembelajaran
1. Memahami proses pengolahan pasta dan mampu mengendalikan faktor yang berpengaruh
dalam pengolahan untuk menghasilkan produk akhir yang berkualitas.
Indikator Hasil belajar
1. Dapat melakukan proses pembuatan pasta.
2. Dapat menjelaskan tujuan tahapan proses dan peranan masing-masing bahan yang
digunakan dalam proses pengolahan.
3. Dapat mengendalikan setiap faktor yang berpengaruh pada pembuatan pasta sehingga
dapat menghasilkan produk yang berkualitas.

Abstrak
Pasta merupakan jenis bahan pangan hasil produk ekstruksi yang terbuat dari campuran
semolina, minyak, air, garam, dan telur. Dalam praktikum ini adonan pasta diberi perlakuan
dengan pengondisian suhu dan waktu resting yang berbeda-beda, maka dari itu tujuan dari
pengujian ini adalah untuk menguji pengaruh perbedaan suhu dan durasi resting terhadap
rendemen, cooking yield, dan tingkat kesukaan panelis dengan metode uji hedonik terhadap
produk pasta. Persentase cooking yield terbesar ada pada sampel dengan resting pada suhu
refri dengan waktu 30 menit yakni sebesar 100%. Nilai rendemen spaghetti dengan perlakuan
resting pada suhu ruang selama 30 menit, resting pada refrigerator selama 15 menit, dan
resting pada refrigerator selama 30 menit secara berurutan adalah 275,76%; 210,19%; dan
163,24%. Tingkat kesukaan panelis terhadap kenampakan spaghetti dari yang tertinggi hingga
terendah berturut-turut yaitu perlakuan resting suhu refrigerator 30 menit (5,36%), resting
suhu refrigerator 15 menit (5,18%), dan suhu ruang 30 menit (4,54%). Tingkat kesukaan
panelis terhadap tekstur spaghetti dari yang tertinggi hingga terendah berturut-turut yaitu
perlakuan resting suhu refrigerator 15 menit (5,36%), resting suhu ruang 30 menit (5,18%),
dan resting suhu refrigerator 30 menit (4%).

Pendahuluan
Pasta dijadikan berbagai hidangan setelah dimasak dengan cara direbus. Di Indonesia,
jenis pasta yang populer misalnya spaghetti, makaroni, dan lasagna (Koeswara, 2007 dalam
Multazam, 2018). Pasta merupakan jenis bahan pangan hasil produk ekstruksi yang terbuat dari
campuran semolina, minyak, air, garam, dan telur. Produk pasta umumnya dibuat dari semolina
berasal dari gandum durum yang dihaluskan (Gisslen, 2013 dalam Wulandari et al., 2018).
Semolina mengandung gluten yang berperan dalam menentukan kekenyalan terhadap adonan
makanan sehingga semolina sangat cocok untuk membuat makanan seperti roti, mi, pasta, dan
lain-lain (Wulandari et al., 2018). Menurut SNI 01-2897-1992, mie/pasta tidak boleh
mengandung lebih dari 3% kadar abu, kandungan protein minimal 8% dan kadar air sebesar 20%
- 35%. Dalam pembuatan pasta, perlu dilakukan tahapan resting dengan tujuan untuk memberi
waktu bagi adonan untuk membentuk gluten. Dalam praktikum ini adonan pasta diberi perlakuan
dengan pengondisian suhu dan waktu resting yang berbeda-beda, maka dari itu tujuan dari
pengujian ini adalah untuk menguji pengaruh perbedaan suhu dan durasi resting terhadap
rendemen, cooking yield, dan tingkat kesukaan panelis dengan metode uji hedonik terhadap
produk pasta.

Metodologi Percobaan
Bahan dan Alat:
Bahan :
1. Tepung terigu protein tinggi
2. Tepung semolina
3. Telur
4. Saos Bolognese
Alat :
1. Penggiling
2. Baskom
3. Piring
4. Cup kemasan
5. Garpu plastik
6. Plastic wrap
7. Refrigerator
8. Mixer
9. Panci
10. Rolling pin
Tabel Formulasi
Berisi bahan dan jumlah atau persentase yang digunakan dalam praktikum
Bahan Jumlah / persentase yang digunakan
Tepung terigu protein tinggi 560 gram
Tepung semolina 140 gram
Telur 350 gram

Rancangan Percobaan
Rancangan acak lengkap dengan pola faktorial (2 Faktor, faktor 1 → lama resting 15 dan 30
menit. Faktor 2 → suhu ruang dan suhu rendah/refrigerator).
Diagram alir Proses Pengolahan
I. Diagram Alir Proses Pembuatan Spaghetti

Tepung terigu protein tinggi + tepung semolina

Pencampuran bahan kering

Pencampuran hingga adonan kalis (12-15


menit)

Resting pada suhu Resting pada Resting pada


ruang 30 menit refrigerator 15 refrigerator 30
menit menit

Penggilingan adonan menjadi bentuk spaghetti

Resting pada suhu ruang 15 menit

Perebusan selama 10 menit dalam 1L air setiap


perlakuan

Spaghetti

II. Diagram Alir Pengujian % Cooking Yield

Adonan spaghetti setiap perlakuan

Penimbangan @5 gram

Perebusan dalam 300 mL air setiap perlakuan

Penirisan

Penimbangan setelah perebusan

Perhitungan dan tabulasi data


III. Diagram Alir Pengujian Rendemen
Adonan spaghetti setiap perlakuan sebelum perebusan

Penimbangan seluruh adonan

Proses pembuatan spaghetti

Penimbangan spaghetti seluruh perlakuan setelah


perebusan

Perhitungan dan tabulasi data

IV. Diagram Alir Pengujian Organoleptik


Sampel spaghetti masing-masing perlakuan

Peletakan dalam wadah berlabel

Pemberian pada panelis

Pemberian kuesioner pada panelis

Pengujian tekstur dan kenampakan

Pengisian kuesioner oleh panelis

Analisa data

Hasil dan Pembahasan


1. % Cooking Yield
Tabel 1. Pengaruh pengkondisian resting terhadap %cooking yield spaghetti
Sampel Berat Awal (g) Berat Akhir (g) % Cooking Yield
Perlakuan I
(Resting, suhu ruang 30 5 10 100
menit)
Perlakuan II
(Resting, refrigerator 15 5 9 80
menit)
Perlakuan III
(Resting, refrigerator 30 5 8 60
menit)
Cooking yield merupakan salah satu parameter penting dalam menentukan kualitas dari
pasta (Mulyadi dkk., 2014). Perlakuan resting pada adonan pasta akan mempengaruhi hasil akhir
dari produk pasta itu sendiri. Ketika dilakukan resting juga terdapat proses pemampatan adonan
atau kompresi adonan dengan menggunakan plastic wrap. Pemampatan adonan bertujuan agar
air terdistribusi merata di dalam adonan sehingga hidrasi terjadi secara merata. Resting adonan
didiamkan sejenak (resting) setelah dikompresi. Proses resting akan menghasilkan lembaran
adonan yang lebih halus, lebih lembut, dan menjadi lebih ekstensibel. Cooking yield atau swelling
indeks pada pasta dipengaruhi oleh daya serap air dari pasta itu sendiri. Swelling power pada pati
dipengaruhi oleh daya serap air, semakin besar daya serap air menyebabkan swelling power
meningkat (Jading et al., 2011). Menurut Sasmitaloka et al. (2020), suhu dan lama pembekuan
menjadi salah satu tahapan kritis yang dapat mempengaruhi karakteristik akhir pada pasta.
Semakin lama dan rendah suhu resting akan menurunkan daya ikat air. Pada praktikum hasil pasta
dengan resting 30 menit pada suhu ruang mendapatkan nilai % cooking yield yang paling besar
dikarenakan daya serap air yang optimal dibandingkan perlakuan refrigerator 15 menit dan
refrigerator 30 menit. Dengan kadar protein pada terigu yang digunakan tinggi, maka akan
memiliki gluten yang cukup untuk menyerap dan mengikat air lebih optimal.

2. Rendemen

Tabel 2. Pengaruh pengkondisian resting terhadap rendemen spaghetti


Sebelum Perebusan
Perlakuan Setelah perebusan (g) Rendemen (%)
(g)
Resting pada
refrigerator selama 370 604 163,24
30 menit
Resting pada
refrigerator selama 373 784 210,19
15 menit
Resting pada suhu
ruang selama 30 264 728 275,76
menit

Berdasarkan hasil pengujian rendemen, urutan % rendemen yang dihasilkan berdasarkan


perlakuan resting pada refrigerator selama 30 menit, refrigerator selama 15 menit, dan suhu
ruang selama 30 menit secara berurutan adalah 163,24%, 210,19%, dan 275,76%. Rendemen
merupakan persentase produk yang didapatkan dari membandingkan berat awal bahan sebelum
mengalami proses dengan berat akhirnya setelah mengalami proses (Setiyoko & Slamet, 2018).
Resting dapat membuat air mengikat pati dan protein pada adonan (Liu et al., 2021). Liu et al.
(2021) juga menyatakan bahwa semakin lama waktu resting, maka gluten dan air akan semakin
terikat kuat oleh ikatan hidrogen dan pati yang mengabsorbsi air sehingga dapat menyebabkan
pembengkakan adonan. Resting pada refrigerator dapat merelaksasikan gluten serta dapat
memebentuk gluten menjadi semakin kuat dan adonan menjadi mudah dibentuk (Bittman, 2017;
Ruperti, 2010). Pada hasil pengujian, % rendemen tertinggi ialah spaghetti dengan perlakuan
resting pada suhu ruang selama 30 menit. Rendemen yang tinggi dipengaruhi oleh jumlah massa
adonan dan kemapuan suatu bahan dalam menyerap air (Setiyoko et al., 2018). Hal ini
menunjukkan bahwa spaghetti yang disimpan pada suhu ruang selama 30 menit memiliki
kemampuan menyerap air yang paling tinggi. Hal ini disebabkan oleh kelembaban pada suhu
ruang lebih rendah daripada suhu rendah pada refrigerator. Mohammadi & Nokeken (2013)
menyatakan bahwa semakin rendah tingkat kelembaban, maka kemampuan menyerap air akan
meningkat.
3. Sifat Sensoris (Organoleptik)

Pengujian Organoleptik Kenampakan


5,6

Rata-Rata Penilaian Responden (%)


5,363636364
5,4
5,181818182
5,2
5
4,8
4,545454545
4,6
4,4
4,2
4
935 439 924
Kode Sampel

Gambar 3.1. Pengaruh pengkondisian resting terhadap sifat sensoris (organoleptik)


kenampakan spaghetti

Pengujian Organoleptik Tekstur


6
5,363636364
Rata-Rata Penilaian Responden (%)

5,181818182
5
4
4

0
935 439 924
Kode Sampel

Gambar 3.2. Pengaruh pengkondisian resting terhadap sifat sensoris (organoleptik) tekstur
spaghetti
Keterangan : 935 : Perlakuan resting suhu ruang, 30 menit
439 : Perlakuan resting suhu refrigerator, 15 menit
924 : Perlakuan resting suhu refrigerator, 30 menit
Pengujian sensoris dilakukan oleh 10 panelis yang merupakan mahasiswa/i aktif semester
5 dan dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. 11 dari
11 panelis berumur 15-24 tahun dengan rincian jenis kelamin pria sebanyak 2 orang (18,2%) dan
wanita sebanyak 9 orang (81,8%). Pengujian sensoris dilakukan dalam laboratorium Teknologi
Pengolahan Pangan. Panelis diberikan kuesioner dan 3 sampel selai buah naga dengan kode yang
berbeda-beda. Panelis diminta untuk menilai rasa asam serta rasa manis selai buah naga dengan
cara skoring dari 1 (sangat tidak suka), 2 (agak tidak suka), 3 (tidak suka), 4 (netral), 5 (agak
suka), 6 (suka), dan 7 (sangat suka).
Pengujian organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terdapat
kenampakan dan tekstur spaghetti dengan berbagai perlakuan suhu dan waktu resting. Pengujian
tingkat kesukaan merupakan pengujian untuk mengetahui besarnya perbedaan kualitas beberapa
produk dengan memberi nilai antara 1 hingga 7 dimana semakin tinggi angka, maka semakin
disukai (Mayasti, Nur Kartika Indah, Mirwan Ushada, 2018). Resting bertujuan untuk
memastikan bahwa adonan memiliki struktur yang seragam sehingga terbentuk tekstur yang
lembut dan tidak alot. Pengujian kenampakan meliputi warna, bentuk, dan ukuran spaghetti.
Warna, bentuk, dan ukuran merupakan salah satu parameter penerimaan konsumen terhadap suatu
produk dimana hal tersebut yang dapat langsung dilihat oleh mata. Pada hasil pengujian
didapatkan kode sampel 935 yaitu perlakuan resting suhu ruang, 30 menit memiliki nilai yang
paling rendah, sehingga dapat dikatakan bahwa dengan perlakuan resting suhu ruang selama 30
menit adalah perlakuan yang menghasilkan kenampakan produk yang kurang diminati panelis.
Hasil terbaik ditunjukkan pada sampel 924 yaitu perlakuan resting pada suhu refrigerator selama
30 menit, sehingga dapat dikatakan bahwa suhu dan waktu resting mempengaruhi kenampakan
spaghetti. Pengujian tekstur berhubungan dengan tingkat kekerasan, keelastisan, dan kekenyalan.
Tekstur merupakan salah satu ciri yang dapat dilihat langsung oleh responden (Ruth, Hutagaol,
& Wahidah, 2020). Pada hasil pengujian, didapatkan kode sampel 924 yaitu perlakuan resting
pada suhu refrigerator selama 30 menit memiliki nilai paling rendah, sedangkan kode sampel 439
yaitu perlakuan resting pada suhu refrigerator selama 15 menit memiliki nilai paling tinggi. Hasil
pengujian menunjukkan sampel 439 yang paling disukai oleh panelis dimana memiliki tingkat
kekenyalan, keelastisitas dan kekerasan yang sesuai dengan kriteria panelis. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa suhu dan waktu resting mempengaruhi tekstur spaghetti.

Kesimpulan
1. Pengkondisian suhu dan waktu resting mempengaruhi %cooking yield spaghetti. Cooking
yield perlakuan I, II, dan III secara berurutan adalah sebsar 100%; 80%; 60%.
2. Suhu dan waktu resting mempengaruhi % rendemen spaghetti. Nilai rendemen spaghetti
dengan perlakuan resting pada suhu ruang selama 30 menit, resting pada refrigerator
selama 15 menit, dan resting pada refrigerator selama 30 menit secara berurutan adalah
275,76%; 210,19%; dan 163,24%.
3. Tingkat kesukaan panelis terhadap kenampakan spaghetti dari yang tertinggi hingga
terendah berturut-turut yaitu perlakuan resting suhu refrigerator 30 menit (5,36%), resting
suhu refrigerator 15 menit (5,18%), dan suhu ruang 30 menit (4,54%).
4. Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur spaghetti dari yang tertinggi hingga terendah
berturut-turut yaitu perlakuan resting suhu refrigerator 15 menit (5,36%), resting suhu
ruang 30 menit (5,18%), dan resting suhu refrigerator 30 menit (4%).

Daftar Pustaka
Bittman, M. (2017). How to Cook Everything Vegetarian: Completely Revised Tenth
Anniversary Edition. Britania Raya: Houghton Mifflin Harcourt.
Jading, A., Tethool, E. Payung., P. dan Gultom, S. (2011). Karakteristik Fisiko Kimia Pati Sagu
Hasil Pengeringan secara Fluidasi Menggunakan Alat Pengering Cross Flow Fluidized
Bed Bertenaga Surya dan Biomasa. Reaktor, 13(3), 155-164.
Liu, S., Liu, Q., Li, X., Obadi, M., Jiang, S., Li, S., & Xu, B. (2021). Effects of dough resting
time on the development of gluten network in different sheeting directions and the textural
properties of noodle dough. LWT-Food Science and Technology, 141(2021), 1-7.
Mayasti, Nur Kartika Indah, Mirwan Ushada, dan M. A. (2018). Analisa Mutu Produk Spageti
Berbasis Tepung Beras, Jagung, Mocaf, dan Kedelai. Jurnal Pangan Media Komunikasi
Dan Informasi, 27(2), 129–140.
Mohammadi, B., & Nokken, M. R. (2013). Influence of moisture content on water absorption in
concrete. Proceedings, Annual Conference - Canadian Society for Civil Engineering,
5(January), 4092–4100.
Multazam, Z. (2018). Pengaruh Penambahan Konsentrasi Bubur Sawi Hijau (Brassica Rapa I. Subsp.
Perviridis Bayley) Dan Bubur Kulit Buah Naga (Hylocereus Polyrhizus) Terhadap Kualitas
Makaroni. Undergraduate (S1) thesis, University of Muhammadiyah Malang.
Mulyadi, F.A., S. Wijana, A.I. Dewi, dan I.W. Putri. (2014). Karakteristik Organoleptik Produk
Mie Kering Ubi Jalar Kuning (Ipomoea batatas) (Kajian Penambahan Telur dan CMC).
Jurnal Teknologi Pertanian 15 (1), 25 – 36.
Ruperti, Y. (2010). The Complete Idiot's Guide to Easy Artisan Bread. Britania Raya: DK
Publishing.
Ruth, F., Hutagaol, C., & Wahidah, S. (2020). Analisis Tingkat Kesukaan Spaghetti Buah di
Politeknik Kesehatan Medan. Journal Of Nutrition And Culinary (JNC), 1(1), 1–7.
Sasmitaloka, K, -S., Banurea, I, R., 2020. Karakteristik fisikomia dan fungsional nasi instan..
Jurnal Pangan. 29(2), 87-104. https://doi.org/10.33964/jp.v29i2.
Setiyoko, A. & Slamet, A. (2018). Karakteristik heat moisture treatment tepung terigu dan
pengaruhnya terhadap kualitas mie basah. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 3(1),
64-73.
Setiyoko, A., Nugraeni, & Hartutik, S. Karakteristik mie basah dengan subtitusi tepung
bengkuang termodifikasi heat moisture treatment (HMT). Jurnal Teknologi Pertanian
Andalas, 22(2), 102-110.
Wulandari, N. K. N., Ekawati, I. G. A., dan Putra, I. N. K. (2019). Pengaruh Perbandingan Semolina Dan
Tepung Beras Hitam Terhadap Karakteristik Pasta Fettucine Basah. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Pangan, 8(1), 104-110.
Lampiran

Gambar 1. Penyiapan adonan kering Gambar 2. Penyiapan telur

Gambar 3. Pencampuran adonan kering dengan


Gambar 4. Penacmpuran adonan basah hingga
telur meggunakan mixer
kalis

Gambar 5. Pembagian adonan menjadi 3 Gambar 6. Penggilingan adonan dengan rolling


perlakuan pin
Gambar 7. Pencetakan spaghetti Gambar 8. Pencampuran pasta yang telah direbus
menggunakan saos bolognese

Gambar 9. Produk akhir spaghetti dengan


kemasan

Anda mungkin juga menyukai