Anda di halaman 1dari 6

PEMAHAMAN TENTANG PESERTA DIDIK DAN

PEMBELAJARANNYA : RUANG KOLABORASI

Kelas : IPA-001

Dosen Pengampu : Astuti Wijayanti, M.Pd.

Nama Kelompok : Moh. Hatta

Nama Lengkap :

Dengan Anggota :

1. Azizah Dwi Nursavitri


2. Berti Trisna Aster Setu
3. Noviani
4. Restuningrum Yeni P
5. Yesi Hikmahtika
6. Yuda Dwi Prasetya

Memberikan Tanggapan terhadap Kasus di Ruang Kelas

Kasus I : Bayangkan jika Anda adalah seorang guru IPA kelas VII. Saat Anda hendak
menyampaikan mengenai IPA terkait pengukuran, Anda mencoba membuat urutan dan
Langkah-langkah yang perlu diikuti oleh peserta didik agar dapat mencari cara mengukur
dengan menggunakan mikrometer sekrup pada sebuah soal. Anda meminta kepada peserta
didik untuk mengerjakan soal yang diberikan. Hasilnya peserta didik mampu mengerjakan
dengan benar sesuai dengan langkah yang disiapkan. Beberapa saat kemudian Anda meminta
kepada peserta didik untuk mengulangi soal yang sama tanpa melihat urutan pengerjaan soal
dan peserta didik mampu mengerjakannya dengan benar.
Jawab:
Jika kita sebagai guru yang akan melakukan kegiatan pembelajaran, hal pertama yang
harus kita lakukan yaitu, kita harus mengetahui tujuan pembelajaran yang akan dicapai di kelas.
menentukan metode apa yang akan kita gunakan. misalnya pada kasus 1 ini yaitu guru akan
menyampaikan materi IPA terkait pengukuran, maka metode yang dapat digunakan yaitu
metode demonstrasi dengan menggunakan alat peraga yaitu mikrometer sekrup, agar peserta
didik dapat lebih memahami dan mempraktekan secara langsung. Metode demonstrasi adalah
metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan menunjukkan kepada siswa tentang
suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekedar tiruan. Terlepas
dari metode penyajian tidak terlepas dari penjelasan guru. Walau dalam metode demonstrasi
siswa hanya sekedar memperhatikan (Ahmad Mujin, 2009). Selain itu proses pembelajaran
yang berlangsung di kelas dapat lebih menarik minat dan motivasi belajar siswa.
● Menurut Anda, apa yang membuat peserta didik mampu mengerjakan soal dengan baik
pada percobaan kedua (tanpa melihat urutan/langkah pengerjaan soal)?
Jawab :
Menurut hasil diskusi kami, yang membuat peserta didik mampu mengerjakan
soal tersebut adalah hasil dari respon peserta didik terhadap stimulus yang diberikan
oleh guru. Dimana guru menjelaskan materi tersebut serta mengerjakan soal sesuai
dengan langkah-langkah pada tahap pertama. Dengan adanya stimulus dari guru
tersebut maka siswa mampu mengerjakan soal pada percobaan kedua karena langkah-
langkah pada percobaan sebelumnya sangat jelas diajarkan oleh gurunya dan mudah
dimengerti. Sehingga siswa dapat menangkap atau memahami pembelajaran dengan
baik, tentang cara pengerjaan soal yang diberikan oleh gurunya selain itu siswa juga
juga sudah sering berlatih bersama guru dan sudah memiliki gambaran tentang langkah-
langkah pengerjaan soal bersama gurunya. Hal tersebut sesuai dengan teori behavior,
Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang berfokus pada perubahan perilaku
peserta didik sebagai hasil dari proses pembelajaran. Menurut teori ini, perubahan
perilaku peserta didik disebabkan oleh adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Stimulus tersebut berupa lingkungan belajar peserta didik, baik bersifat internal
maupun eksternal, sedangkan respon merupakan reaksi fisik terhadap
rangsangan/stimulus yang diterima tersebut.

● Sebagai seorang calon guru, dalam kegiatan belajar yang seperti apa metode di atas
dapat diterapkan? Elaborasi jawaban Anda dengan menyertakan teori yang
berkaitan.
Jawab :
Metode pembelajaran seperti ini dapat diterapkan pada saat kegiatan pengantar
materi sperti memberi penjelasan awal/gambaran materi. Pada dasarnya, stimulus atau
rangsangan yang diberikan kepada anak akan mempengaruhi bentuk respon yang akan
diberikan. Begitu pula dengan respon yang nantinya akan dimunculkan akan
mempunyai konsekuensi-konsekuensi. Pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan
stimulus-respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Penguatan ini bisa dalam
bentuk penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus
dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku seperti memberi hadiah,
perilaku, dan penghargaan sedangkan penguatan negatif sebagai stimulus dapat
mengakibatkan perilaku berkurang bahkan menghilang seperti menunjukkan perilaku
tidak senang, menunda memberi penghargaan, dan memberikan tugas tambahan
(Abidin, 2022).

Referensi :
Abidin, A. M. (2022). Penerapan Teori Belajar Behaviorisme dalam Pembelajaran
(Studi Pada Anak). AN-NISA: Jurnal Studi Gender dan Anak, 15(1), 1-8.
Nasih, A, M. Lilik, N, K. (2009). Metode dan Teknik Pembelajaran Agama Islam.
Bandung : PT Refika Aditama. hal.49

Kasus II : Bu Rina adalah seorang guru IPA. Sebagian besar peserta didiknya belum bisa
menggunakan rumus Fisika dengan benar. Bu Rina sedang memikirkan cara yang sesuai untuk
membantu setiap peserta didik menyelesaikan tentang belajarnya.
● Menurut Anda, apa yang dapat Rina lakukan untuk membantu peserta didiknya sesuai
dengan tahapan perkembangan usia?
Jawab :
Menurut hasil diskusi kami, yang membantu siswa untuk dapat menggunakan
rumus fisika dengan benar adalah dengan melakukan proses pembelajaran atau
pemaparan materi dengan bantuan media untuk meningkatkan pemikiran siswa seperti
menggunakan video pembelajaran, alat peraga, atau permainan. Hal tersebut berkaitan
dengan usia perkembangan kognitif peserta didik, dimana usia 11 - 15 tahun disebut
sebagai masa proportional thinking. Pada masa ini, anak sudah mampu berpikir tingkat
tinggi, seperti berpikir secara deduktif, induktif, menganalisis, mensintesis, mampu
berpikir secara abstrak dan secara reflektif, serta mampu memecahkan berbagai
masalah (Ormrod, 2008). Berdasarkan hal tersebut, kami merasa dapat menerapkan
pembelajaran sosial-kognitif dengan memberikan pembelajaran menggunakan media
interaktif berupa segitiga rumus.
Segitiga Rumus Segitiga Rumus Hukum Segitiga Rumus Massa Jenis Segitiga Rumus Energi
Kecepatan Ohm ( Hambatan) Potensial
Massa Benda (m) : Kg
Jarak (J) : m Tegangan Listrik (V) : Volt Massa Jenis Benda (ρ) : Kg/m3 Energi Potensial (Ep) : Joule
Kecepatan (K) : m/s Kuat Arus (I) : Ampere dan Volume Benda (V) : m3 Massa Benda (m) : Kg
dan Waktu (W) : s dan Hambatan (R) : Ω Percepatan Gravitasi (g) : m/s2
(dibaca ohm) dan Ketinggian (h) :

Referensi :
https://segitigarumus.wordpress.com/
Ormrod, E. J. (2008). Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan
Berkembang. Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga.

● Mengapa Anda menyarankan hal tersebut? Elaborasi jawaban Anda dengan


menyertakan teori yang berkaitan.
Jawab :
Hal tersebut sesuai dengan teori kognitif sosial dengan fokus utama
pembelajaran adalah pengamatan dan peniruan. Pada proses pembelajarannya siswa
akan memperhatikan video pembelajaran, alat peraga, atau permainan kemudian akan
berbekas dalam ingatan siswa sehingga siswa dapat menirukan sesuai yang dicontohkan
melalui media tersebut dan diakhiri dengan respon siswa dapat menggunakan rumus
fisika dengan benar.
Teori sosial-kognitif beranggapan bahwa peserta didik dapat meniru suatu
kemampuan atau perilaku dari kejadian yang dialami orang lain atau dari hal yang
diperagakan oleh guru sebagai model (Febriani, 2023). Pembelajaran berbasis teori
kognitif-sosial yang menerapkan 4 tahapan yaitu attention, rettention, production dan
motivation menjadi solusi yang tepat untuk dipakai dalam membentuk pemahaman
siswa dalam belajar, memahami dan menggunakan rumus fisika.
Referensi :
Febriani, A. Siti, S. (2023). Buku Ajar Pemahaman Tentang Peserta Didik dan
Pembelajaran. Cetakan II. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan
Teknologi : PPG Prajabatan 2023.

Kasus III : Pak Made adalah seorang guru IPA sekolah swasta Biak. Ia mengampu mapel IPA,
ia hendak mengajarkan materi Zat aditif kepada peserta didiknya. Pada buku cetak saat
mengajar, terdapat beberapa contoh fenomena terkait Zat aditif yang dihubungkan dengan
budaya di Bali. Dengan memperhatikan latar belakang setiap peserta didiknya. Pak Made pun
mencoba memberikan contoh berbeda. Ia memberikan contoh tentang zat aditif yang
dihubungkan dengan budaya di Yogyakarta.
● Menurut Anda, apakah pertimbangan dan keputusan Made sudah sesuai? Mengapa
demikian?
Jawab :
Menurut kami keputusan yang diambil oleh Pak Made kurang sesuai karena
beliau menggunakan pendekatan belajar kontekstual dimana mengaitkan materi
pelajaran dengan lingkungan sekitar. Akan tetapi, pada pembelajaran yang Pak Made
lakukan mengaitkan materi Zat Aditif dengan daerah lain, sehingga memungkinkan
terjadinya miskonsepsi saat memahami contoh tersebut.
Menurut Wina Sanjaya (2005: 109) pembelajaran kontekstual adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara
penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya pada
kehidupan mereka. Prosedur dalam menggunakan pembelajaran kontekstual yaitu
dengan relating (mengaitkan), experience (pengalaman), applying (menerapkan),
coorperating (bekerja sama), dan transferring (mentransfer). Pada pembelajaran pak
Made, beliau tidak mengaitkan dengan pengalaman peserta didiknya artinya Pak made
tidak memenuhi prosedur dalam menggunakan pembelaran kontekstual.

● Prinsip apa yang Made gunakan dalam kasus tersebut? Elaborasi jawaban dengan
menyertakan teori yang berkaitan.
Jawab :
Prinsip belajar merupakan petunjuk atau cara yang perlu diikuti untuk
melakukan kegiatan belajar. Prinsip-prinsip belajar yaitu prinsip kesiapan, prinsip
motivasi, prinsip persepsi dan aktifan, prinsip tujuan dan keterlibatan langsung,
pengulangan, prinsip tantangan dan dan prinsip perbedaan individu. Dari beberapa
prinsip belajar tersebut, Pak Made menggunakan prinsip belajar keterlibatan
langsung/pengalaman dimana prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa para peserta
didik dapat memperoleh lebih banyak pengalaman dengan cara keterlibatan secara aktif
dan proporsional, dibandingkan dengan bila mereka hanya melihat materi/konsep.
Pak Made menerapkan teori kontruktivistik kognitif karena Pak Made
menjelaskan materi Zat Aditif dengan mencontohkan dengan budaya yang ada sehingga
informasi yang di bangun peserta didik berasal dari lingkungan. Sesuai dengan teori
konstruktivisme kognitif bahwa pelajar harus secara kognitif dan aktif membangun
informasi yang mereka peroleh dari lingkungan mereka. Teori ini menekankan bahwa
pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita
sendiri. Peserta didik harus secara kognitif dan aktif membangun informasi yang
mereka peroleh dari lingkungan mereka. Pembelajaran akan lebih bermakna saat siswa
mampu berinteraksi dengan masalah dan konsep, sehingga menghasilkan pemahaman
dari peserta didik.

Referensi :
Ali, St. Hasniyati Gani. (2013). Prinsip-prinsip Pembelajaran dan Implikasinya
Terhadap Pendidik dan Peserta Didik. Jurnal Al-Ta’dib. Vol 6 (1) : 32-42.
Muis, Andi Abdul. (2013). Prinsip-prinsip Belajar dan Pembelajaran (Principles of
Teaching and Learning). ISTIQRA’.Vol 1(1): 29-38.

Anda mungkin juga menyukai