Anda di halaman 1dari 5

TOPIK 1

Tugas 1.1 MENGENAL PESERTA DIDIK


Ruang Kolaborasi

Disusun Oleh:
1. Anisah Nur Hanifah
2. Asna Lestari
3. Bagus Bhakti Cahya
4. Daniyati Rizki Tiara
5. Desi Emawati

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI GURU PRAJABATAN


PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2024
KASUS I

Bayangkan jika Anda adalah seorang guru matematika di kelas VII. Saat ini Anda
hendak menyampaikan materi mengenai matematika sosial yakni mencari nilai rata-
rata (mean). Untuk memudahkan peserta didik dalam memahami pembelajaran, Anda
mencoba untuk membuat urutan atau langkah-langkah yang perlu diikuti oleh peserta
didik agar dapat mencari nilai rata-rata pada sebuah soal. Anda meminta kepada
peserta didik untuk mengerjakan soal yang Anda berikan. Hasilnya, peserta didik
mampu mengerjakan dengan benar, sesuai dengan langkah yang telah Anda siapkan.
Beberapa saat kemudian, Anda meminta kepada peserta didik untuk mengulangi soal
yang sama tanpa melihat urutan pengerjaan soal, dan peserta didik mampu
mengerjakannya dengan benar.
 Menurut Anda, apa yang membuat peserta didik mampu mengerjakan soal dengan
baik pada percobaan kedua (tanpa melihat urutan/langkah pengerjaan soal)?
 Sebagai seorang calon guru, dalam kegiatan belajar yang seperti apa metode di atas
dapat diterapkan? Elaborasi jawaban Anda dengan menyertakan teori yang berkaitan.

JAWAB:

Siswa kelas VII, merupakan siswa yang sudah memiliki kemampuan operasional yang
lebih kompleks. Dengan kemampuan ini mereka sudah dapat menarik suatu
kesimpulan dari informasi yang didapat dan juga dapat memilih cara sendiri untuk
mengerjakan sesuatu. Jika kita lihat pada tahap perkembangan kognitif siswa kelas
VII sesuai dengan pandangan Piage (1954), maka mereka termasuk pada tahap
oprasional formal dengan kisaran usia 11 sampai 15 tahun. Sehingga dalam kasus 1
tidak mengherankan bahwa mereka dapat mengerjakan soal matematika dengan baik tanpa
mengikuti prosedur yang dicontohkan oleh guru sebelumnya. Menurut kami metode
pembelajaran pada kasus 1 menerapkan prinsip belajar dengan teori Behavioristik yaitu
mementingkan pembentukan kebiasaan melalui pelatihan dan pengulangan. Sehingga
metodenya hanya sesuai diterapkan pada kegiatan pembelajaran yang dilangsungkan
untuk anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, memerlukan
pengulangan dan pembiasaan, berada pada tahapan suka meniru, dan membutuhkan
bentuk-bentuk penghargaan langsung. Hal tersebut hanya untuk mengembangkan
keterampilan yang membutuhkan praktik dan pembiasan.
KASUS II

Rina adalah seorang guru di kelas 1 SD. Sebagian besar peserta didiknya belum bisa
berhitung dengan lancar. Rina sedang memikirkan cara yang sesuai untuk membantu setiap
peserta didik menyelesaikan tantang belajarnya.

 Menurut Anda, apa yang dapat Rina lakukan untuk membantu peserta didiknya sesuai
dengan tahapan perkembangan usia?
 Mengapa Anda menyarankan hal tersebut? Elaborasi jawaban Anda dengan
menyertakan teori yang berkaitan.

JAWAB:

Siswa di kelas 1 SD rata-rata berada pada rentang usia 6-7 tahun, termasuk kedalam tahap
perkembangan kognitif pra-operasional. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Jean
Piaget pada periode pra-operasional (2-7 tahun) dimana dalam periode ini anak bisa
melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau mengamati suatu model tingkah laku dan
mampu melakukan simbolisasi. Berdasarkan teori Piaget pembelajaran harus dilakukan
dengan menghadirkan media yang sesuai dengan tingkat kognitif siswa. Sehingga kami
menyarankan kepada Rina untuk membuat pembelajaran dengan penerapkan logika pada
objek fisik agar bisa mendorong kemampuan anak dalam berfikir. Caranya dengan
menggunakan media-media disekitar peserta didik , seperti pensil, penghapus, buku dan lain-
lain yang setiap hari dapat digunakan siswa untuk berhitung. Dengan mengaitkan
pelajaran berhitung dengan kehidupan sehari-hari peserta didik maka akan menjadi
salah satu cara belajar berhitung cepat dan mudah dipahami oleh peserta didik karena
peserta didik sudah mempraktikkannya secara langsung. Terdapat juga cara lain dengan
memberikan permainan yang dapat dikaitkan dengan pembelajaran berhitung seperti
permainan Ular tangga, dengan bermain ular tangga secara tidak langsung peserta didik ini
belajar berhitung.
KASUS III

Made adalah seorang guru yang mengajar di salah satu sekolah negeri wilayah Bali. Ia
mengampu mata pelajaran bahasa Indonesia. Ia hendak mengajarkan materi teks deskripsi
pada peserta didiknya. Pada buku cetak yang menjadi panduannya saat mengajar, terdapat
beberapa contoh teks deskripsi menceritakan tentang bangunan-bangunan pencakar langit
yang ada di Ibu Kota. Dengan memperhatikan latar belakang setiap peserta didiknya, Made
pun mencoba untuk memberikan contoh berbeda. Ia memberikan contoh teks deskripsi
tentang pantai dan makanan khas di Bali.

 Menurut Anda, apakah pertimbangan dan keputusan Made sudah sesuai? Mengapa
demikian?
 Prinsip apa yang Made gunakan dalam kasus tersebut? Elaborasi jawaban Anda
dengan menyertakan teori yang berkaitan.

JAWAB:

Menurut kelompok kami pertimbangan yang sudah dilakukan oleh Made sudah sesuai.
Pertimbangan itu dilakukan karena mereka berada di Bali dan bukan di daerah Ibu Kota
yang banyak terdapat gedung-gedung bertingkat. Made mengganti topik deskripsi
tentang pantai agar siswa bersemangat dalam berdiskusi karena di lingkungan mereka tinggal
banyak terdapat pantai dan membahas makanan khas Bali tentunya sudah tidak asing lagi
bagi mereka, itu semua dilakukan Made agar suasana kelas menjadi hidup dan siswa menjadi
aktif pada pelajaran tanpa meninggalkan penilaian dalam mata pelajaran tersebut. Dalam hal
ini Made mengambil teori belajar Behavioristik adalah teori belajar yang berfokus pada
perubahan perilaku peserta didik sebagai hasil dari proses pembelajaran. Menurut teori
ini, perubahan perilaku peserta didik disebabkan oleh adanya interaksi antara stimulus
dan respon. Stimulus tersebut berupa lingkungan belajar siswa, baik bersifat internal
maupun eksternal, sedangkan respon merupakan reaksi fisik terhadaprangsangan/stimulus
yang diterima tersebut.

Berdasarkan sudut pandang teori behavioristik, hal yang terjadi di antara stimulus dan respon
dianggap tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur.
Dengan kata lain, teori belajar ini menjelaskan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku
yang dapat diamati, diukur, dan dinilai secara jelas. Faktor lain yang dianggap penting oleh
aliran behavioristik adalah faktor penguatan reinforcement). Penguatan adalah beragam
hasil yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement)maka respon akan semakin kuat, begitu juga bila penguatan dikurangi
(negative reinforcement)respon pun akan tetap dikuatkan.

Dalam teori Behavioristik yang di gunakah oleh Made ini , ia sudah mampu menyesuaiakn
Kegiatan pemelajaran dengan mementingkan pengaruh lingkungan, Mementingkan
peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya melalui Teori behavioristik ini
maka akan menumbuhkan kebiasaan para guru untuk bersikap teliti dan peka terhadap
situasi dan kondisi belajar. Hal tersebut dikarenakan teori belajar behavioristik
mementingkan pengaruh lingkungan dalam proses pembelajaran Teori behavioristik
mampu membentuk suatu perilaku yang diinginkan dengan pengkondisian yang
dilakukan, Teori behavioristik mampu mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa
yang sudah terbentuk sebelumnya melalui kegiatan pengulangan dan pelatihan yang
berkesinambungan, Menurut teori belajar behavioristik, kegiatan pengulangan dan
pelatihan tersebut berfungsi sebagai proses penguatan untuk mengoptimalkan
kemampuan peserta didik agar semakin terampil.

Anda mungkin juga menyukai