Anda di halaman 1dari 29

SLIDE 1 : PEMBUKA

Saya akan mempresentasikan sebuah laporan kasus berjudul “ Kasus pertama infeksi
virus zika dalam perjalanan pulang seorang wisatawan kanada. Ditulis oleh Kevin Fonseca
dkk, penulis asal Kanada dan tulisan ini dipublish di The American Society of Tropical
medicine and hygiene tahun 2014.

SLIDE 2 : PRESENTASI KASUS


Seorang pasien berkunjung ke Thailand dengan tujuan menghadiri acara keluarga dan
pernikahan kawannya, dan mendapat konseling perjalanan sebelum penerbangannya. Dia
meninggalkan Kanada pada 20 Januari 2013 dan terbang ke Bangkok melalui Hong Kong
dimana dia tinggal selama 8 hari dan teringat digigit nyamuk beberapa kali. Dia bepergian ke
Pantai Kata, Phuket Island, tinggal selama 5 hari dan mencatat sejumlah gigitan nyamuk. Dia
lalu kembali ke hotel di Bangkok yang berlokasi di dekat sungai dimana dia tinggal selama 3
hari dan teringat terpapar nyamuk yang signifikan siang dan malam. Dia tidak minum obat
untuk malaria dan dia tidak menggunakan kelambu di malam hari. Dia terbang kembali ke
Kanada melalui Hong Kong, dan mencatat beberapa gigitan nyamuk selama tranasit. Selama
penerbangan, dia merasa mudah tersinggung, sakit punggung, tetapi tidak demam atau
menggigil. Dia mendeskrisikan daerah yang tergigit terasa gatal, untuk itu dia meminum obat
asetaminofen.
Saat dia kembali ke Kanada, dia kembali untuk bekerja keesokan harinya, dan
mencatat timbulnya periode intermitten demam dan menggigil (Hari pertama Sakit), 2 hari
kemudian, multunya terasa sakit dan melepuh. Pada hari ke 5 sakit, ruam papula berkembang,
yang mana menyebar ke ekstremitasnya termasuk di telapak tangannya. Ruam berlangsung
selama 4 hari dan sama dengan sakit kepala retro-orbita yang disertai demam dan
konjungtivitis ringan, hal inilah yang kemudian mendorongnya berkunjung ke IGD.
Pada hari ke7 sakit, nyeri sendi dan nyeri otot yang signifikan kemudian menjadi
episodik selama 4 hari berikutnya, diikuti oleh perbaikan bertahap kembali ke kesehatannya
yang normal, yang mana membutuhkan tambahan 3 hari. Waktu dari periode prodromal,
yang ditandai dengan demam dan menggigil yang intermitten, hingga gejalanya hilang kira-
kira 16 hari.

SLIDE 3: LAB TEST


Pada pasien ini, diambil 3 jenis specimen untuk pemeriksaan lab. Yakni sampel darah,
sampel swab nasofaring, dan urin. Diambil untuk pemeriksaan campak dan penyebab infeksi
lainnya sebagai pemeriksaan differensial untuk pathogen terkait perjalanan.

SLIDE 4: TEMUAN LAB


Pada pem. Lab awal menunjukkan:
- Kadar Hb 13,1 g/dL
- Leukosit 4,7 x 10^9 sel/L, dengan diferensiasi/hit.jenis leukosit normal.
- PLT rendah yakni 81.000
- Kadar kreatinin, elektrolit, ALT dan AST berada dalam batas normal
- Apusan darat tepi tebal dan tipis : menunjukkan hasil negative utk malaria dan parasit
darah lainnya.
- Kultur darah menunjukkan hasil negative untuk bakteri pathogen

SLIDE 5 :
Pada pasien ini juga dilakukan analisis serologis IgM dan IgG Dengue menggunakan kit
produk dari Focus Diagnostics (Cypress, CA) sebagaimana dispesifikasi oleh protocol pabrik.
Sejumlah sampel darah diambil pada bulan Februari dan Maret untuk menentukan apakah
orang ini menderita infeksi Dengue akut; sampel ini kemudian menunjukkan serokonversi
dengue.

Tabel 1 menunjukkan ringkasan sampel yang diambill dan pengujian dilakukan terhadap
timbulnya penyakit.

Hasil IgM dengue positif dan darah yang dikumpulkan pada hari ke 10 penyakitnya dianggap
sebagai indikasi infeksi akut, yang konsisten dengan gejala lainnya dan secara kolektif
compatible alias selaras dengan gambaran klinis DBD Akut (Tabel 1).

Namun, darah yang diperoleh pada hari ke 41, tidak menunjukkan serokonversi IgG, dan nilai
IgM untuk sampel serum sebelumnya (diperoleh pada hari ke 10) dan sampel ini cukup mirip
(Tabel 1). Ketidak konsistenan ini mendorong dokter untuk menyelidiki kemungkinan infeksi
flavivirus lain.

SLIDE 6 : HASIL RT-PCR dari Spesimen Darah, Urine, dan Swab nasofaring
Oleh karena ketidak konsistenan hasil IgM IgG tadi, keputusan untuk menggunakan RT-PCR
dilakukan berdasarkan pada onset penyakitnya dan ketersediaan sampel arsip serum dari
periode ini . PCR berbasis gel ini menargetkan wilayah gen protein NS 5 yang
dikonservasikan di banyak spesies genus ini, tetapii memungkinkan perbedaan berikutnya
diantara mereka karena variasi ciri sekuens dalam amplicon.

Hasil RT-PCR ditunjukkan pada gambar 1 untuk sampel darah, urin dan nasofaring.
Spesimen urin dan swab Nasofaring dimasukkan karena ekstrak asam nukleat tersedia dari uji
RT-PCR campak sebelumnya, yang menunjukkan hasil negative. Pita yang signidikan dapat
dilihat pada kisaran 800-800 pasang basa (bp) yang diharapkan untuk flavivirus untuk sampel
yang dikumpulkan pada fase akut penyakitnya. Amplikon dari amsing-masing pita ini
diurutkan dan ditemukan identik antara berbagai jenis specimen, dan sangat homolog dengan
virus Zika garis keturunan / galur Asia.

Hasilnya, pengujian serologi virus Zika dirujuk ke CDC di Colorado, dimana pengujian IgM
menggunakan enzim immunoassay in house dan uji PRNT dilakukan; hasil ini ditunjukkan
pada table 1. Serokonversi virus Zika ditunjukkan oleh enzim immunoassay CDC (dari
samar-samar menjadi positif) dan peningkatan titer PRNT dalam sampel fase akut dan fase
pemulihan, melengkapi temuan molekuler.

SLIDE 7: SEKUENS KOMPLIT VIRUS ZIKA


Lab mikrobiologi nasional di Winnipeg, Kanada berhasil mengisolasi virus zika dari sampel
urine dengan menggunakan garis sel vero E6. RNA virus yang cukup hadir dalam sampel
urin dan nasofaring untuk menentukan Sebagian besar genom, segmen-segmen yang
dilengkapi dengan template sekuensing dari virus yanf dikultur. Urutan virus zika lengkap
disimpan di GenBank dibawah akses no KF993678. Sebuah pohon filogenetik
membandingkan virus ini dengan flavivirus prototipe lainnya ditunjukkan pada gambar 2
berikut.

Kasus ini memiliki sejumlah fitur menarik, meskipun ini adalah deteksi virus zika pertama
yang dilaporkan di Kanada, dan laporan kedua, deteksi zika di Thailand. Selanjutnya kami
mengisolasi virus dalam kultur dan menentukan urutan genom lengkap.
SLIDE 8: PART DISKUSI
SLIDE 9: Introduction
-Virus zika merupakan virus yang ditularkan oleh antropoda/serangga (arbovirus)
- Anggota dari genus Flavivirus dalam Famili Flaviviridae.
- Virus ini memiliki hubungan filogenetik yang sangat erat dengan arbovirus lainnya seperti
Yellow fever, dengue, Japanese encephalitis virus, dan west nile virus

SLIDE 10: Timeline of emerging and re-emerging viral diseases


GAMBAR ini menunjukkan timeline penyakit virus yang muncul dan yang muncul kembali
dari tahun ke tahun. Titik hitam disini sbg penanda wabah/epidemi yang terjadi sedangkan
titik kuning menunjukkan penanda pandemi yang terjadi. Tahun pada timeline adalah tahun
kemunculan atau kemunculan kembali wabah epidemi virus yang dilaporkan secara skematis
dalam wilayah geografis tertentu; nilai CFR (case fatality rate) yang diberikan secara
keseluruhan mengacu pada "proporsi kasus dari kondisi tertentu yang fatal dalam waktu
tertentu," menurut Dictionary of Epidemiology (228).

- Rekor wabah Dengue yang belum pernah terjadi sebelumnya terjadi di Amerika pada
dekade 2000-2010, dengan keempat serotipe yang beredar, dan variabel CFR dari 2%
hingga 5%.
- Meningoensefalitis West Nile terbesar pertama yang pernah tercatat sebelumnya di
Amerika Serikat terjadi pada tahun 2002, dengan CFR berkisar antara 4% sampai
15%.
- SARS 2002-2003, yang disebabkan oleh SARS-CoV, berasal dari Cina, dengan CFR
~ 10%.
- Wabah demam berdarah besar pertama di Afrika Barat (Angola), yang disebabkan
oleh MARV, terjadi pada tahun 2004-2005, dengan CFR 90%.
- Pada 2005-2006, wabah demam Chikungunya melanda Kepulauan Samudera Hindia,
mempengaruhi Pulau Mauritius, dengan CFR ~ 4,5%.
- Influenza A H1N1 2009-2010 berasal dari Meksiko, dengan CFR berkisar antara
2,9% dan 9,1%.
- MERS 2012-2019, yang disebabkan oleh MERS-CoV, berasal dari Arab Saudi,
dengan CFR 34,4%
- 2013-2016 Penyakit virus Ebola Afrika Barat, severe hemoragik fever (DBD Parah),
yang disebabkan oleh strain Zaire, dimulai di Guinea, dengan CFR 75%.
- Penyakit virus Zika pertama kali muncul di Amerika Selatan (Brasil) pada 2015-
2016, dengan perkiraan variabel CFR mikrosefali dari 3,4% menjadi 19,0%.
- Wabah hemoragik yellow fever 2016-2017, yang disebabkan oleh YFV, terjadi di
Brasil, dengan CFR 35%.
- Wabah Lassa hemoragik fever terbesar yang tercatat disebabkan oleh LASV di
Nigeria terjadi pada tahun 2018, dengan CFR sebesar 25,1%.
- Penyakit Coronavirus 2019 yang sedang berlangsung, pneumonia SARS-CoV-2,
terjadi di Cina, dengan CFR 0,1% -15,2%.

SLIDE 11: Timeline of the zika spread and outbreak


Selama lebih dari 70 tahun, infeksi virus zika dikenal “tidak berbahaya”, sporadis, subklinis,
dan menunjukkan gejala seperti influenza ringan pada 20% kasus.
- Virus zika pertama kali diisolasi dari monyet rhesus yang sedang demam di hutan
Zika Uganda pada tahun 1947, tetapi virus ini dinamai nama hutan tsb pada tahun
19521. Virus zika kemudian diidentifikasi pada manusia pada tahun 1952 di Uganda
dan Tanzania. Studi serosurvei pada manusia menunjukkan penyebaran virus yang
luas di seluruh Afrika, Asia, dan Oseania.
- Tahun 1969 Selusin kasus yang dikonfirmasi di Nigeria.
- Lalu tahun 1966 kasus pertama tercatat tjd di Asia tenggara, dan di Malaysia.
- Akhir 1990-an, kasus didokumentasi di Pakistan, india, Malaysia dan Indonesia.
- Tahun 2007, wabah besar di Pulau Yap di Negara Federasi Mikronesia dengan 200
orang yang terkena dampak (di mana 73% populasi terinfeksi, dan 18% mengalami
gejala.)
- Tahun 2013 wabah kedua terjadi sekitar 35.000 kasus di Perancis, Polynesia dengan
kasus virus menyebabkan GBS, paralisis dan mikrosefali.
- Tahun 2014 virus menyebar ke Brazil menyebabkan tanda bahaya setahun kemudian
Ketika negara mencatat hampir 4000 kasus mikrosefali yang mungkin berhubungan
dengan zika.
- Tahun 2016, kasus tercatat di Kolombia, El Salvador, Perancis, dan beberapa area
benua amerika.

SLIDE 12: EPIDEMIOLOGY


 Warna Merah: untuk Negara atau wilayah dengan wabah Zika saat ini1
 Warna Ungu Tua: Negara atau wilayah yang pernah melaporkan kasus Zika2 (dulu
atau sekarang)
 Warna Ungu Muda : Daerah dengan kemungkinan rendah infeksi Zika karena
ketinggian (di atas 6.500 kaki/2.000 meter)
 Warna Kuning : Negara atau wilayah dengan nyamuk3 tetapi tidak ada kasus Zika
yang dilaporkan2
 Warna Hijau : Negara atau wilayah tanpa nyamuk3 yang menyebarkan Zika

1 Tidak ada daerah yang saat ini melaporkan wabah Zika

2 Kasus Zika yang ditularkan nyamuk secara lokal

3 Aedes aegypti

Ket:
 Area dengan wabah Zika (area merah):India
 Area dengan transmisi saat ini atau masa lalu tetapi tidak ada wabah Zika (area
ungu): American Samoa, Angola, Anguilla, Antigua and Barbuda, Argentina, Aruba,
Bahamas, Bangladesh, Barbados, Belize, Bolivia, Bonaire, Brazil, British Virgin
Islands, Burkina Faso, Burma, Burundi, Cambodia, Cameroon, Cape Verde, Cayman
Islands, Central African Republic, Colombia, Cook Islands, Costa Rica, Cuba,
Curacao, Dominica, Dominican Republic, Easter Island, Ecuador, El Salvador,
Ethiopia, Federated States of Micronesia, Fiji, France, French Guiana, French
Polynesia, Gabon, Grenada, Guadeloupe, Guatemala, Guinea-Bissau, Guyana, Haiti,
Honduras, Indonesia, Ivory Coast, Jamaica, Kenya, Kiribati, Laos, Malaysia,
Maldives, Marshall Islands, Martinique, Mexico, Montserrat, New Caledonia,
Nicaragua, Nigeria, Palau, Panama, Papua New Guinea, Paraguay, Peru, Philippines,
Puerto Rico, Saba, Saint Barthelemy, Saint Kitts and Nevis, Saint Lucia, Saint Martin,
Saint Vincent and the Grenadines, Samoa, Senegal, Singapore, Sint Eustatius, Sint
Maarten, Solomon Islands, Suriname, Thailand, Tonga, Trinidad and Tobago, Turks
and Caicos, Uganda, United States (Continental US), United States Virgin Islands,
Vanuatu, Venezuela, Vietnam
 Area dengan nyamuk tetapi tidak ada kasus Zika yang dilaporkan (daerah
kuning): Australia, Benin, Bhutan, Botswana, Brunei, Chad, China, Christmas Island,
Congo, Democratic Republic of Congo, Djibouti, East Timor, Egypt, Equatorial
Guinea, Eritrea, Georgia, Ghana, Guam, Guinea, Liberia, Madagascar, Madeira
Islands, Malawi, Mali, Mozambique, Namibia, Nauru, Nepal, Niger, Niue, Northern
Mariana Islands, Oman, Pakistan, Russia, Rwanda, Saudi Arabia, Sierra Leone,
Somalia, South Africa, South Sudan, Sri Lanka, Sudan, Taiwan, Tanzania, The
Gambia, Togo, Tokelau, Turkey, Tuvalu, Uruguay, Wallis and Futuna, Yemen,
Zambia, Zimbabwe
 Area yang tidak ada nyamuk yang menyebarkan Zika (daerah hijau):
Afghanistan, Albania, Algeria, Andorra, Armenia, Austria, Azerbaijan, Azores,
Bahrain, Belarus, Belgium, Bermuda, Bosnia and Herzegovina, British Indian Ocean
Territory, Bulgaria, Canada, Canary Islands, Chile, Cocos Islands, Comoros, Corsica,
Croatia, Crozet Islands, Cyprus, Czech Republic, Denmark, Estonia, Eswatini,
Falkland Islands, Faroe Islands, Finland, Germany, Gibraltar, Greece, Greenland,
Guernsey, Hong Kong, Hungary, Iceland, Iran, Iraq, Ireland, Isle of Man, Israel, Italy,
Japan, Jersey, Jordan, Kazakhstan, Kerguelen Islands, Kosovo, Kuwait, Kyrgyzstan,
Latvia, Lebanon, Lesotho, Libya, Liechtenstein, Lithuania, Luxembourg, Macau,
Malta, Mauritania, Mauritius, Mayotte, Moldova, Monaco, Mongolia, Montenegro,
Morocco, Netherlands, New Zealand, Norfolk Island, North Korea, North Macedonia,
Norway, Pitcairn Islands, Poland, Portugal, Qatar, Reunion, Romania, Saint Helena,
Saint Paul and New Amsterdam Islands, Saint Pierre and Miquelon, San Marino, São
Tomé and Principe, Serbia, Seychelles, Slovakia, Slovenia, South Georgia and the
South Sandwich Islands, South Korea, Spain, Sweden, Switzerland, Syria, Tajikistan,
Tunisia, Turkmenistan, Ukraine, United Arab Emirates, United Kingdom, Uzbekistan,
Vatican City, Wake Island, Western Sahara.

Tabel: Penyebaran virus Zika dan cara penularan menurut negara, 1947–2015

Menurut penelitian Olson, et al. Survei antibodi arboviral dalam serum manusia dan hewan
di Lombok, Republik Indonesia. Ann Trop Med Parasitol. 1983. Apr;77(2):131–7.

1969–1983 : Virus Zika terdeteksi pada nyamuk. Kasus sporadis manusia terjadi
tetapi tidak ada wabah. Info tambahan : Studi seroprevalensi di Indonesia menunjukkan
paparan populasi yang luas.

Menurut penelitian Kwong, et al. Infeksi virus Zika didapat selama perjalanan singkat ke
Indonesia. Am J Trop Med Hyg. 2013 Sep;89(3):516–7. Dan Perkasa dkk. Isolasi virus Zika
dari pasien demam, Indonesia. Emerg Infect Dis. 2016 Mei;22(5):924–5.

2010–2015 : Kasus sporadis infeksi virus Zika dilaporkan oleh para pelancong yang
kembali ke negara asalnya dari mengunjungi negara ini. Info tambahan: Penularan
virus Zika yang ditularkan nyamuk sedang berlangsung di tempat-tempat yang telah
dikunjungi para pelancong.
SLIDE 13 : Sixteen Zika virus infections reported in humans before the first outbreak
on a Pacific island in 2007

Berikut tabel yang menunjukkan 16 infeksi virus Zika dilaporkan pada manusia sebelum
wabah pertama di pulau Pasifik pada tahun 2007. Salah satunya ditemukan di Indonesia , dari
hasil penelitian Olson et al. Virus Zika, penyebab demam di Jawa Tengah, Indonesia. Trans
R Soc Trop Med Hyg. 1981;75(3):389–93.

Jumlah kasus 10-16 kasus, dimana Kasus terjadi pada tahun 1977 dan 1978; diterbitkan
1981.Tujuh kasus pada pasien rawat inap, laki-laki dan perempuan antara usia 12 dan 32
tahun. Semua kasus mengalami demam; tidak ada yang mengalami ruam.

SLIDE 14: Zika Virus Classification

Virus ini tergolong virus Grup IV berdasarkan klasifikasi Baltimore, dimana komposisi
genom virus ini yaitu positif sense single-stranded RNA, famili Flaviviridae, dgn genus
Flavivirus, Spesies virus zika.

Berikut merupakan gambaran skematis filogeni yang menggambarkan hubungan genetik


antara flavivirus terpilih yang merupakan patogen manusia. Dendrogram (145) didasarkan
pada urutan asam amino dari poliprotein lengkap.
ZIKV amplifying hostnya adalah primata tmsk manusia, vector penularnya adalah nyamuk
aedes. ZIKV adalah anggota kelompok virus Spondweni dalam clade flavivirus yang
ditularkan nyamuk (Gbr. 1) dan terkait erat dengan empat serotipe DENV, dengan sekitar
43% identitas asam amino di seluruh poliprotein virus serta di ektodomain dari E.

SLIDE 15: Zika virus Structure


 ZIKV termasuk dalam famili Flaviviridae, genus Flavivirus. Virus tersebut
merupakan virus yang ditularkan melalui artropoda atau arbovirus.
 Partikel infeksi virus disebut virion. Virion virus zika terbungkus, berbentuk
icosahedral, dengan diameter 18-45 nanometer. Genomenya berupa RNA positif
sense, untai tunggal, tidak tersegmentasi, diselubungi kapsida dan dikelilingi kapsida
(diameter nukleokapsidnya 25-30nm) dan dikelilingi membrane lipid yang terbungkus
oleh protein membrane (M) dan protein amplop (E). Genom RNA nya berupa
polyprotein yang terdiri atas 7 protein nonstruktural yaitu NS1, NS2A,NS2B, NS3,
NS4A,NS4B, NS5) dan 3 Protein structural (C, PrM, E) serta 2 noncoding region
yakni NCR 5’ dan 3’.
 Fungsi C: Pembentukan nukleokapsid
 Fungsi PrM: melindungi protein E selama pembentukan
 Fungsi E : menetralisir antibody
 Fungsi NS protein : berperan dalam replikasi dan jg melindungi dari respon imun
seluler
` C: Capsid, PrM: precursor membrane, E: envelope

SLIDE 16: Transmission of ZIKV


 Transmisi ZIKV menunjukkan tingkat varians yang tinggi. Ada 3 mode transmisi
yaitu sylvatic, urban, and human to human transmission.
1. ZIKV dapat disebarkan oleh nyamuk yang terinfeksi di habitat sylvatic ke monyet
rhesus dan begitupun sebaliknya, dalam siklus sylvatic /enzootic transmisi terjadi
antara primata non-manusia dgn bantuan nyamuk aedes hutan sbg vektor. Di
Afrika, virus telah mengadopsi mode siklus transmisi sylvatic, yang melibatkan
berbagai spesies nyamuk Aedes hutan (subgenus stegomyia dan diceromyia) dan
primata non-manusia (non human primate), seperti monyet rhesus (Gambar 1).
2. Sedangkan di Asia, siklus transmisi sylvatic ZIKV belum pernah dilaporkan
(Diallo et al., 2014) tetapi surveilans untuk arbovirus sylvatic kurang di wilayah
Asia. Di Asia ZIKV telah mengadopsi jalur transmisi dari nyamuk-manusia,
dan siklus penularan manusia-manusia. Vektor nyamuk yang terinfeksi ini
menginfeksi manusia setelah gigitan nyamuk aedes (A.aegypti, albopictus,
polynesienis) atau nyamuk penular dari habitat sylvatic (garis jingga putus-putus
tengah) ke daerah pedesaan atau perkotaan dalam siklus urban (epidemi). Setelah
itu, virus menyebar ke area reproduksi manusia dan karenanya, siklus berlanjut.
3. Siklus penularan manusia-manusia dapat terjadi melalui Hubungan seksual,
Ibu-Anak, dan melalui Transfusi darah.
a. Zika dapat ditularkan melalui hubungan seks dari seseorang yang memiliki
Zika kepada pasangannya. ZIKV dapat ditularkan dari seseorang dengan Zika
sebelum gejalanya mulai, saat mereka memiliki gejala, dan setelah gejalanya
berakhir, bahkan pada org yg tdk bergejala sekalipun. Ada lebih dari 30 kasus
penularan seksual dari laki-laki ke perempuan, satu kasus dari laki-laki ke
laki-laki, dan juga, satu kasus dari perempuan ke laki-laki telah dilaporkan
(Trew Deckard et al., 2016; Foy et al. al., 2011), dengan demikian, virus dapat
ditularkan antara kedua jenis kelamin, namun frekuensi penularan tertinggi
adalah dari laki-laki ke perempuan. Zika dapat bertahan dalam air mani lebih
lama daripada di cairan tubuh lainnya, termasuk cairan vagina, urin, dan
darah.
b. Vertical : Infeksi ZIKV pada ibu hamil dapat terjadi melalui gigitan nyamuk
atau kontak seksual dengan pasangan yang terinfeksi (Virus di semen).
Seorang wanita hamil yang sudah terinfeksi virus Zika dapat menularkan virus
ke janinnya selama kehamilan atau sekitar waktu kelahiran. Pun Virus Zika
telah ditemukan dalam ASI. Virus telah diisolasi dari cairan ketuban, otak
janin, dan dalam serum bayi empat hari setelahnya (Krauer et al., 2017;
Besnard et al., 2014; Song and Yun, 2017; Zanluca et al., 2015), oleh karena
itu, menunjukkan bahwa ZIKV dapat ditularkan dari ibu ke janinnya.
Penularan dari ibu ke anak dapat terjadi di dalam rahim (infeksi pada trimester
pertama kehamilan terkait dengan sindrom ZIKV Congenital [CZS]) melalui
sel plasenta dan cairan amnion yang terinfeksi åatau pada periode perinatal
melalui menyusui (ada virus di kolostrum). ZIKV menyajikan tropisme untuk
beberapa jaringan (plasenta dan cairan amnion) dan hadir dalam beberapa
cairan tubuh (darah, urine, saliva, CSF,Airmata, dan mucus serviks) yang
berkontribusi pada transmisi melalui rute yang berbeda. Namun, setelah
infeksi gestasional dengan keterlibatan kongenital anak, masih belum
diketahui apakah ZIKV membentuk reservoir pada ibu yang dapat
mempengaruhi perjalanan kehamilan kedua.
c. Transfusi darah: Kasus penularan ZIKV telah dilaporkan di Brasil (Magnus
et al., 2018), hal ini mempersulit penularan virus karena sebagian besar pasien
yang terinfeksi ZIKV tidak menunjukkan gejala (D Musso (dmusso@ilm.
pf)1, 2014). Donor darah tanpa gejala dapat dengan mudah menularkan ZIKV
ke penerima darah. Sekitar 3% dari donor darah dinyatakan positif terkena
virus. Situasi ini semakin diperburuk oleh fakta bahwa ZIKV dapat disimpan
dalam darah lengkap orang yang terinfeksi hampir dua bulan (Lustig dan
Mendelson, 2016). Berbagai cara penularan ZIKV ini membuat sangat sulit
untuk mengembangkan strategi pengendalian terhadap patogen.

SLIDE 17: ZIKV tropisme.


ZIKV menginfeksi banyak jaringan pada manusia. Berikut ini ilustrasi yang menggambarkan
jenis jaringan dan sel yang menjadi target ZIKV.
 ZIKV paling sering ditularkan dari gigitan nyamuk, di mana infeksi awal
kemungkinan besar terjadi pada sel kulit manusia yang secara langsung
mempengaruhi fibroblas dermal manusia yang permisif, keratinosit epidermal, dan sel
dendritik yang belum matang (Hamel et al., 2015; Olagnier et al., 2016 ; Kim et al.,
2018).
 Bukti eksperimental menunjukkan bahwa pada tikus, ZIKV menginfeksi sel plasenta
melalui rute trans-plasenta yang menghasilkan pertumbuhan intrauterin yang terbatas
(Miner et al., 2016; Weisblum et al., 2017). Rute ini diduga melibatkan penyebaran
virus ke vili korionik, membran amniokorionik, dari basal ke desidua parietal, sel
hofbauer, endometrial primer, sel stromal endometrium (Pagani et al., 2017). (Tabata
et al., 2016).
 Sebuah penelitian pada tikus melaporkan persistensi ZIKV di testis dan epididimis
yang menyebabkan kerusakan jaringan yang luas. Tikus jantan dilaporkan
menunjukkan oligospermia, penurunan kadar testosteron, dan inhibin B (Govero et
al., 2016). Sebuah studi yang lebih baru memperkuat pengamatan ini dan
mengungkapkan bahwa sel spermatogonium peritubular rentan terhadap infeksi
ZIKV (Ma et al., 2017). Satu studi klinis menemukan bahwa 14% sampel semen
simptomatik yang terinfeksi ZIKV positif untuk RNA ZIKV dan bertahan selama
lebih dari enam bulan (Mead et al., 2018).
 Juga menginfeksi Jaringan embrionik otak
-Bukti eksperimental menunjukkan bahwa pada tikus, ZIKVBR (strain Brasil)
melintasi plasenta dan menyebabkan mikrosefali dengan menginfeksi neural stem
cell, dan sel progenitor kortikal menyebabkan autophagy disregulasi yang
mengakibatkan apoptosis. Kebetulan peristiwa ini juga sangat merusak perkembangan
saraf (Cugola et al., 2016). RPC bertanggung jawab atas perkembangan korteks dan,
akibatnya, infeksinya secara nyata mengurangi jumlah sel penyusun korteks janin.
Tikus janin yang terinfeksi menunjukkan penurunan volume rongga ventrikel lateral
dan penurunan luas permukaan kortikal yang dapat dilihat. Secara keseluruhan, ada
kesimpulan yang dapat dibenarkan bahwa ZIKV secara selektif mempengaruhi
perkembangan otak janin (Brault et al., 2016; Wu et al., 2016).

- Juga ditunjukkan bahwa ekspresi Axl dalam glia radial dipertahankan dalam
korteks tikus dan musang yang sedang berkembang, dan dalam organoid serebral
yang diturunkan dari sel punca manusia. Dalam kesepakatan, Axl terbukti memediasi
infeksi produktif sel endotel manusia (Liu et al., 2016).

SLIDE 18: Siklus hidup ZIKV antara nyamuk Aedes dan inang manusia
 Patogenesis infeksi ZIKV sebagian besar masih belum diketahui, tetapi kebanyakan
arbovirus diperkirakan bereplikasi di dalam dendrit kulit di tempat inokulasi primer
sebelum menyebar ke kelenjar getah bening regional dan kemudian ke aliran darah
[8].
 Virus ini diklaim menghabiskan masa inkubasi intrinsik 4 hingga 5 hari di dalam
inang manusia, menginfeksi vektor lain selama pemberian darah di mana ia
menghabiskan masa inkubasi ekstrinsik 8 hingga 12 hari dan menyebar ke air liur
vektor untuk menginfeksi inang lain.

SLIDE 19: Langkah-langkah berurutan yang diperlukan nyamuk betina untuk


menularkan virus secara biologis.

1. Virus awalnya diserap oleh betina dewasa dari inang/ host yg viremia.

2. Rintangan utama yang dihadapi virus adalah penghalang infeksi usus tengah (Midgut
Infection Barrier), di mana virus menginfeksi sel-sel epitel usus tengah, setelah
mengatasi enzim proteolitik pencernaan, interferensi RNA (RNAi), efek mikrobiota
luminal dan terkadang microbiota internal, pembentukan matriks peritrofik, serta
barrier fisik yang diwakili oleh epitel usus tengah itu sendiri.

3. Virus lalu bereplikasi di sel epitel usus tengah, dikeluarkan dari aspek basolateralnya,
dan melintasi lamina basal ke hemolimfa dalam hemocoel untuk menyebarkan
infeksi.

4. Virus menyebar ke jaringan sekunder seperti lemak tubuh, hemosit, saraf dan otot.

5. Virus menginfeksi sel acinar kelenjar ludah dan sel acinar melepaskan virus ke rongga
apical (SIB)

6. Virus di transmisi ke host lainnya melalui air liur yang disuntikkan nyamuk saat
menghisap darah dari host tsb. (SEB)

SLIDE 20 : Proses Infeksi dan Replikasi Virus Zika


1. Studi tentang patogenesis virus Zika telah menunjukkan kesamaan dengan
patogenesis infeksi Flavivirus lainnya. Berikut gambaran Jalur imunopatogen dan
interaksi sel inang virus pada infeksi virus Zika. Vektor yang terinfeksi (Aedes
aegypti dan Aedes albopictus) memasukkan virus Zika ke dalam pejamu/host selama
makan darah mereka. Berbagai sel (keratinosit, fibroblas, dan sel dendritik yang
belum matang) dapat terinfeksi melalui endositosis yang diperantarai reseptor
menggunakan glikoprotein E flavivirus. Masuknya virus Zika ke dalam sel-sel
permisif ini dimediasi oleh beberapa reseptor termasuk DC-SIGN (CD209), TIM-1,
TIM 4 (Imunoglobulin sel T dan domain musin-1, 4), AXL dan Tyro3 (reseptor
permukaan sel tirosin kinase, bagian dari keluarga TAM).
Ket:
- DC SIGN ( Dendritic cell specific ICAM Grabbing Non-Integrin) adalah lektin tipe C
yang memiliki afinitas tinggi terhadap molekul ICAM3. Dimana ICAM3 ini
memediasi adhesi interseluler antar leukosit termasuk aktivasi limfosit. DC SIGN
terletak di permukaan makrofag dan sel dendritic berperan mengenali glikoprotein
yang mengandung manosa tinggi pada permukaan virus dan berfungsi sebagai co-
reseptor utk beberapa virus lain spt hiV, Hep.C, utk menginfeksi sel target.
- TIM 1 (T cell immunoglobulin mucin domain 1) merupakan salah satu dari
sejumlah reseptor Phosphatydilserine yang memediasi pembersihan badan apoptosis
dengan mengikat PS pada permukaan sel mati/sekarat. Virus beramplop meniru badan
apoptosis dengan mengekspos PS pada pembungkus luar dari membrane virus.
Lokasinya di permukaan epitel mukosa, trakea, kornea, konjungtiva.
- TIM 4 (T cell immunoglobulin mucin domain 4) merupakan salah satu dari
sejumlah reseptor Phosphatydilserine yang memediasi pembersihan badan apoptosis
dengan mengikat PS pada permukaan sel mati/sekarat. Juga mengenali LPS bakteri.
Virus beramplop meniru badan apoptosis dengan mengekspos PS pada pembungkus
luar dari membrane virus. Lokasinya di permukaan sel NK, Sel B< Macrophage, Sel
dendritic dan sel mast (Sel APC bukan sel T).
- AXL adalah reseptor permukaan sel tirosin kinase, bagian dari keluarga TAM kinase.
Fungsinya mentransduksi sinyal dari matriks extraseluler ke dlm sitoplasma dengan
mengikat factor pertumbuhan ke PS pada permukaan amplop virus. AXL
menghambat respon imun alami terdapat pada sel dendritic , makrofag, dan sel NK.
- Tyro3 adalah reseptor permukaan sel tirosin kinase, bagian dari keluarga TAM
kinase.

2. Gambar ini m/ Mekanisme yang terlibat dalam interaksi sel inang virus Zika.

 Tahap 1. Pengikatan glikoprotein structural ZIKV ke reseptor masuk ke dlm


sel memicu internalisasi virus melalui clathrin-dependent.
 Tahap 2. PH asam lumen endosom menginduksi perubahan konformasi
permukaan glikoprotein virus sehingga memungkinkan fusi amplop virus
dengan membran endosom, menyebabkan pelepasan RNA virus ke dalam
sitosol.
 Tahap 3. RNA virus kemudian diterjemahkan menjadi protein virus
 Tahap 4. Partikel virus yang belum matang berkumpul di dalam retikulum
endoplasma (ER)
 Tahap 5. Lalu lintas vesikel memungkinkan transisi ZIKV dari ER ke
jaringan Golgi
 Tahap 6. ZIKV kemudian melewati sisterna aparatus Golgi dan mendorong
pematangan virus.
 Tahap 7. Partikel ZIKV matang dikirim dan dibebaskan ke lingkungan
ekstraseluler
Pjlsn pjg
Penyerapan partikel virus terjadi terutama melalui endositosis yang bergantung
pada clathrin. Glikoprotein permukaan partikel virus yang terinternalisasi
mengalami perubahan konformasi karena lingkungan asam lumen endosomal,
yang mendorong fusi amplop virus dengan membran endosome. Ini melengkapi
proses entri, yang menyiratkan pengiriman RNA virus ke dalam sitoplasma sel
inang. RNA positif-sense diterjemahkan menjadi poliprotein, yang kemudian
dibelah untuk melepaskan protein struktural dan protein NS. Kompartemen seluler
seperti retikulum endoplasma (ER) dan aparatus Golgi, tampaknya penting untuk
untuk replikasi dan propagasi virus. Pertama, membran ER memunculkan vesikel
yang terlibat dalam fluks autophagic, mekanisme seluler dieksploitasi dan
dimanipulasi oleh Flavivirus untuk meningkatkan replikasinya sendiri dan
memulai infeksi. Kedua, partikel virus yang belum matang berkumpul di dalam
RE dan lalu lintas virion melalui jaringan Golgi untuk pematangan partikel
sebelum dilepaskan dari sel yang terinfeksi. Partikel matang kemudian dikirim ke
lingkungan ekstraseluler di mana mereka siap untuk memulai siklus hidup infeksi
baru.

SLIDE 21 : Mekanisme infeksi ZIKV & neuropatogenesis.


Nowakowski dkk. (2016) meneliti repertoar reseptor sel glia radial manusia di otak
janin yang terlibat dalam perlekatan dan entri ZIKV selama neurogenesis. Gen reseptor
masuk flavivirus yang berbeda, termasuk reseptor AXL, diperkaya dalam sel glia radial,
astrosit, sel endotel, dan mikroglia, menunjukkan bahwa populasi sel ini mungkin sangat
rentan terhadap infeksi ZIKV di otak yang sedang berkembang.

ZIKV ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi.


 (A) Baik fibroblast dermal dan sel keratinosit epidermal adalah target infeksi ZIKV,
berpotensi menularkan infeksi ke sel dendritik dermal (sel Langerhans), sehingga
memfasilitasi penyebaran ZIKV.
 (B) Pengiriman transplasental ZIKV ke janin dapat terjadi oleh infeksi sitotrofoblas
atau transmigrasi primary human placental macrophages yg terinfeksi (sel Hofbauer),
menunjukkan mekanisme baru untuk transmisi intrauterin. Pada infeksi ZIKV,
makrofag plasenta Hofbauer mensekresikan IFN tipe I dan meningkatkan regulasi
Interferon Stimulated Genes, meskipun sel tetap mengizinkan replikasi ZIKV.
 (C) Pada tahap akhir kehamilan, produksi IFNl1 dan ISGs oleh sinsitiotrofoblas
plasenta dapat memberikan efek perlindungan yang menghambat infeksi ZIKV.
 (D) ZIKV secara langsung menargetkan sel-sel progenitor saraf selama trimester
pertama dari perkembangan otak janin. TAM Reseptor AXL mungkin memiliki peran
penting dalam entri ZIKV dalam sel saraf. Aktivasi respons imun bergantung ZIKV
yang dimediasi TLR3 menyebabkan disregulasi gen yang terlibat dalam
perkembangan neuron dan apoptosis, yang mengakibatkan kerusakan parah pada otak
embrionik, termasuk mikrosefali.

SLIDE 22: Manifestasi klinis


Diperkirakan bahwa infeksi ZIKV dapat bergejala pada 18-57% kasus, yang menyebabkan
penyakit ringan yang sembuh sendiri dengan masa inkubasi hingga 10 hari (Duffy et al.,
2009; Aubry et al. ., 2017). Pasien yang bergejala dapat mengalami demam dan gejala mirip
influenza yang relatif umum pada infeksi arboviral, seperti ruam, nyeri sendi, konjungtivitis,
sakit kepala, dan mialgia (Ahmad et al., 2016). Gejala yang relatif ringan ini berlangsung
beberapa hari dan jarang mengakibatkan rawat inap (Duffy et al., 2009). Baru-baru ini,
bagaimanapun, infeksi ZIKV telah dikaitkan dengan komplikasi neurologis dan oftalmologis,
termasuk GBS pada orang dewasa dan mikrosefali pada janin dan bayi baru lahir.

SLIDE 23: Efek samping dari infeksi ZIKV kongenital dan postnatal.
Kongenital
Paparan ZIKV intrauterin dapat menyebabkan infeksi kongenital yang menyebabkan
mikrosefali janin, di antara efek terkait CZS lainnya. Pada kasus mikrosefali berat,
perkembangan klinis bayi terutama terdiri dari episode kejang berulang, perkembangan
neuropsikomotor yang tertunda, disfagia, gangguan penglihatan, dan hemiplegia spastik
ganda.
Bahkan pada bayi yang belum mengalami mikrosefali, infeksi ZIKV kongenital
dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan lokomotor dan kognitif, hambatan
pertumbuhan pasca kelahiran, keterlambatan adaptif dan motorik halus, serta keterlambatan
Bahasa.
Post natal
Infeksi ZIKV pada anak dapat sembuh sendiri dan biasanya menyebabkan penyakit
ringan dan bahkan tanpa gejala yang mirip dengan infeksi pada orang dewasa. *Kasus langka
Guillain-Barré terkait ZIKV.
Sebuah studi kohort dari 351 anak di bawah usia 18 tahun dengan infeksi ZIKV yang
dikonfirmasi menunjukkan bahwa selain demam, gejala lain yang sering adalah ruam
(79,8%), eritema wajah atau leher (69,2%), kelelahan (66,7%), sakit kepala (63,5). %),
menggigil (60,4%), pruritus (58,7%), dan hiperemia konjungtiva (58,1%) (172).
Sebagian besar studi kasus infeksi ZIKV pediatrik simtomatik telah menunjukkan
penyakit yang biasanya ringan (172-174), mirip dengan yang diamati pada infeksi orang
dewasa. Namun, komplikasi yang terkait dengan infeksi pada bayi baru lahir jarang
dilaporkan (18), serta sindrom Guillain-Barré terkait ZIKV pada remaja (175).

SLIDE 24: Fase Pre analitik

Karena manifestasi klinis infeksi ZIKV akut tidak spesifik, diagnosis definitif bergantung
pada pengujian asam nukleat atau pengujian serologis.
- Tes asam nukleat harus dilakukan pada sampel darah utuh atau serum yang diperoleh
selama hari-hari pertama sakit. Namun, pengujian sampel darah dan urin berpasangan
yang diperoleh dalam waktu 2 minggu setelah timbulnya penyakit direkomendasikan
mengingat durasi RNA ZIKV yang berpotensi berkepanjangan dalam cairan ini.
Meskipun deteksi RNA ZIKV memberikan bukti konklusif dari infeksi, hasil negatif
tidak mengesampingkan diagnosis. Tes asam nukleat positif menunjukkan adanya
RNA ZIKV tetapi tidak selalu menunjukkan adanya virus menular
- Serodiagnosis diperumit oleh hasil positif palsu karena reaktivitas silang pada orang
yang telah terpapar flavivirus lain. Skrining dengan deteksi ZIKV IgM dilakukan pada
sampel serum yang diperoleh 2 sampai 12 minggu setelah timbulnya penyakit.
Konfirmasi hasil IgM yang tidak meyakinkan dan positif memerlukan pengujian lebih
lanjut dengan plaque reduction neutralization test (PRNT), yang hanya dapat
dilakukan di laboratorium rujukan yang sangat khusus dan juga bergantung pada hasil
positif palsu. Oleh karena itu penting ketika menginterpretasikan hasil serologis untuk
mempertimbangkan pajanan flavivirus di masa lalu, termasuk pajanan yang dihasilkan
dari perjalanan di daerah di mana virus tersebut endemik dan dari vaksinasi.
- Diagnosis infeksi ZIKV pada ibu hamil dan bayi menimbulkan beberapa tantangan.
RNA zikv sering terdeteksi sementara pada ibu dan janin yang terinfeksi meskipun
pengamatan viremia berkepanjangan selama kehamilan. ZIKV RNA dapat dideteksi
dalam cairan ketuban, tetapi hasil negatif tidak mengesampingkan diagnosis. Dengan
demikian, amniosentesis tidak direkomendasikan secara rutin dan harus digunakan
terutama untuk menyingkirkan diagnosis lain pada janin dengan temuan prenatal yang
konsisten dengan infeksi ZIKV kongenital. Tujuan diagnostik adalah untuk
menentukan waktu infeksi asimtomatik maupun simtomatik, karena keduanya
menimbulkan risiko penularan vertikal. Namun, serodiagnosis terhambat oleh
persistensi IgM ZIKV hingga 12 minggu setelah timbulnya penyakit dan
ketidakmampuan PRNT untuk membedakan antara infeksi baru dan infeksi
sebelumnya.
- Mengingat keterbatasan diagnosis laboratorium, pemantauan ultrasonografi serial
janin selama kehamilan adalah kuncinya, tetapi efektivitasnya tergantung pada akses
dan keahlian ultrasonografer. Pencitraan resonansi magnetik janin dapat berkontribusi
untuk penilaian. Konfirmasi laboratorium infeksi ZIKV kongenital pada bayi baru
lahir sangat tidak sensitif. Ketika sindrom Zika kongenital dicurigai, penyebab lain
dari anomali janin (penyebab infeksi, seperti TORCHS [toksoplasmosis, rubella,
cytomegalovirus, herpes simpleks, dan sifilis], dan kelainan genetik, toksik, dan
metabolisme) juga harus diselidiki. Di daerah dengan transmisi ZIKV aktif atau masa
lalu, pemantauan ketat pertumbuhan bayi dan tonggak perkembangan sangat penting,
karena sebagian besar bayi mungkin telah terpapar ZIKV di dalam rahim tanpa
dokumentasi paparan pada ibu.

SLIDE 25 : Specimen Packaging & Transport

- Ditransfer sebagai zat Biologis Kategori B.

- Untuk spesimen dingin-> ditempatkan dalam wadah terisolasi dengan paket es


yang memadai.

- Untuk spesimen beku--> kirim di atas es kering yang cukup.

SLIDE 26:Storage
- Untuk pengujian isolasi virusdibekukan sesegera mungkin -≤20oC
- Untuk pengujian antibodi dan RNA NATtetap dingin (2–8 °C) atau beku (-≤ 20
°C).
- Simpan sisa sampel pada suhu -70 °C untuk penyimpanan jangka Panjang.

SLIDE 27: Fase analitik


- Persiapan ZIKV ditangani di bawah BSL 2
- Kewaspadaan standar
- Lakukan penilaian risiko, jika spesimen berpotensi aerosol (perlu menggunakan BSC)
memerlukan tindakan pencegahan BSL 3

SLIDE 28: Diagnostik Lab ZIKV


SLIDE 29: Tinjauan sementara tes laboratorium untuk diagnostik virus Zika
Laboratorium harus menerima informasi klinis dan epidemiologis untuk menetapkan strategi
penyelidikan mereka, termasuk tanggal timbulnya penyakit, riwayat perjalanan (tanggal dan
lokasi), catatan imunisasi flaviviral masa lalu dan status kehamilan.
1. Diagnosis virus langsung
Diagnosis virus Zika terutama didasarkan pada deteksi RNA virus dengan
reverse transcription polymerase chain reaction (PCR) dari sampel klinis. Tes spesifik
telah diterbitkan untuk strain virus Zika Asia dan Afrika yang menargetkan gen
amplop atau wilayah NS5 [5-7]. Ada beberapa tes komersial yang tersedia untuk
deteksi genom virus Zika. Pan-flavivirus dengan uji PCR dan analisis sekuensing
selanjutnya dapat digunakan sebagai skrining alternatif atau tes konfirmasi untuk
kemungkinan infeksi ZIKV.
Periode viremia dianggap singkat, memungkinkan deteksi virus molekuler
dalam sampel darah selama 5 hari pertama setelah timbulnya gejala (Gambar 2).
Waktu yang dibutuhkan untuk mendeteksi RNA virus dalam darah mungkin juga
bergantung pada viral load selama fase akut penyakit. Durasi dan tingkat viremia pada
pasien tanpa gejala masih belum diketahui. Karena viremia menurun dari waktu ke
waktu, tes PCR negatif dalam darah yang dikumpulkan 5-7 hari setelah timbulnya
gejala tidak menyingkirkan infeksi flavivirus dan oleh karena itu pengujian serologis
harus dipertimbangkan. Informasi tentang durasi viremia dapat berubah ketika tes
yang lebih sensitif tersedia.
Periode deteksi RNA virus Zika dalam air liur (hingga 6 hingga 8 hari setelah
timbulnya gejala) tidak lebih lama dari keberadaan RNA dalam darah dan meskipun
pengujian air liur memiliki keuntungan non-invasif itu tidak memperpanjang periode
di mana infeksi akut dapat didiagnosis dengan PCR. Namun, satu penelitian
menunjukkan bahwa itu meningkatkan sensitivitas dalam pengujian [8].
Penggunaan urin sebagai spesimen untuk deteksi RNA virus Zika tampaknya
menjadi metode diagnostik untuk dipertimbangkan seperti yang dilaporkan untuk
beberapa flavivirus lainnya [9,10]. Pada beberapa kesempatan RNA virus Zika telah
terdeteksi dalam urin lebih dari 10 hari setelah timbulnya penyakit [11-16]. Namun,
tidak ada data yang divalidasi pada saat ini untuk menyarankan penggantian darah
dengan tes urin untuk deteksi PCR setelah timbulnya penyakit [11-13].
Satu penelitian menunjukkan RNA virus Zika dalam air mani hingga 62 hari
setelah timbulnya gejala [17] dan satu penelitian menemukan virus Zika menular
dalam air mani lebih dari tiga minggu setelah timbulnya gejala Zika [18].
Deteksi virus Zika juga dapat dilakukan pada spesimen lain seperti cairan
ketuban, cairan serebrospinal (CSF), plasenta, atau biopsi dengan PCR dan
histoimunokimia. Persistensi jangka panjang virus dalam cairan dan jaringan janin
telah dicurigai [19,20].
Analisis sekuensing genom akan diperlukan untuk studi epidemiologi lebih
lanjut dan investigasi penelitian. Isolasi virus Zika pada kultur sel dilakukan terutama
untuk tujuan penelitian.
2. Diagnosis serologis
Tanda dan gejala klinis infeksi virus Zika tidak spesifik dan oleh karena itu
memerlukan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis banding. Antibodi IgM Zika
spesifik dapat dideteksi dengan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) atau
immunofluoresecence assay (IFA) dari hari ke 4 sampai 5 setelah timbulnya gejala.
IgM spesifik untuk flavivirus dapat dideteksi biasanya selama 2 sampai 3 bulan tetapi
kadang-kadang untuk jangka waktu yang lebih lama. Antibodi IgG spesifik muncul
kemudian, biasanya dari hari ke 8 hingga 10 dan tetap dapat dideteksi selama
berbulan-bulan. Saat ini tidak ada tes komersial yang divalidasi untuk diagnosis
serologis Zika. Oleh karena itu, konfirmasi serologis harus dilakukan di laboratorium
yang berpengalaman dalam membedakan serodiagnostik flavirus.
Investigasi serologis memerlukan pengumpulan setidaknya sepasang sampel darah
yang diambil dengan interval 2 hingga 3 minggu. Diagnosis infeksi baru-baru ini
dapat didukung oleh sero-konversi atau peningkatan empat kali lipat titer antibodi
virus Zika spesifik dalam sepasang sampel serum. Tergantung pada konteks dan
spesifisitas tes serologis awal, konfirmasi dengan uji netralisasi virus (NT), kadang-
kadang disebut sebagai uji netralisasi pengurangan plak (PRNT), diperlukan. Tes
netralisasi virus adalah tes yang paling spesifik untuk serologi flavivirus.
Di sebagian besar negara yang saat ini terkena, arbovirus lain dengan presentasi
klinis yang mirip sedang bersirkulasi, terutama dengue (4 serotipe), serta chikungunya
(alphavirus). Karena reaktivitas silang yang signifikan dari antibodi IgM/IgG di antara
flavivirus ada, seperti untuk virus dengue dan West Nile, pengujian tambahan untuk
konfirmasi laboratorium diperlukan.
Interpretasi hasil serologis harus secara sistematis mempertimbangkan status
individu (ibu hamil, bayi baru lahir, defisiensi imun), kemungkinan infeksi flaviviral
sebelumnya/bersamaan, status imunisasi terhadap flavirirus (misalnya vaksinasi
demam kuning) serta endemisitas flavivirus di wilayah paparan. Ini juga berlaku
untuk uji netralisasi yang mungkin memerlukan pengujian tambahan.

SLIDE 30: Fase Post analitik


• Hasil tes untuk pengujian yang dilakukan di CDC akan dilaporkan ke departemen kesehatan
negara bagian.
• Hasil tes untuk pengujian yang dilakukan di departemen kesehatan negara bagian atau lokal,
atau hasil yang mereka terima dari pengujian di CDC, akan didistribusikan dari departemen
kesehatan ke penyedia yang mengirimkan.
• Waktu penyelesaian akan tergantung pada volume pengujian, jenis pengujian yang
diperlukan, dan sistem pelaporan hasil yang telah ditetapkan.

SLIDE 31 Algoritma baca lurus

SLIDE 32: Terapi


Tidak ada obat atau vaksin khusus untuk virus Zika.
- Terapi gejalanya.
- Beristirahatlah yang banyak.
- Minumlah cairan untuk mencegah dehidrasi.
- Minum obat seperti acetaminophen (Tylenol®) untuk mengurangi demam dan nyeri.
- Jangan minum aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) lainnya sampai
demam berdarah dapat disingkirkan untuk mengurangi risiko perdarahan.
- Jika Anda minum obat untuk kondisi medis lain, bicarakan dengan penyedia layanan
kesehatan Anda sebelum minum obat tambahan.

SLIDE 33: Mekanisme penargetan obat-obatan dari infeksi virus Zika


Obat anti-ZIKV menargetkan langkah-langkah berbeda dalam siklus hidup virus.
- Emricasan menargetkan aktivitas caspase-3 untuk mencegah kematian sel yang
terinfeksi.
- Peptida Z2 menargetkan entri sel ZIKV. Obat ini mampu secara efisien menghambat
infeksi ZIKV dengan berinteraksi dengan protein permukaan ZIKV dan mengganggu
integritas membran virus (Li et al., 2017b). Peptida Z2 menghambat infeksi ZIKV
tidak hanya in vitro, tetapi juga in vivo, karena kemampuannya menembus sawar
plasenta dan mencegah transmisi vertikal ZIKV pada mencit bunting C57BL/6.
- 25-hidroksikolesterol dan klorokuin mengganggu homeostasis lipid dan autophagy
untuk mengganggu pelepasan partikel virus setelah endositosis. Karena klorokuin
terbatas tanpa efek samping pada wanita hamil, dan tersedia, serta terjangkau di
seluruh dunia, obat ini adalah kandidat alami untuk uji coba pada manusia untuk
pengobatan dan profilaksis ZIKV.
- Temoporfin, nitazoxanide, niclosamide, dan viperin memblokir aktivitas protease
NS2B/NS3 untuk mencegah replikasi virus.
- Sofosbuvir, meimepodib, N-(4-hydrophenyl) retinamide, 7-deaza-2′-C-
methyladenosine, NITD008, BCX4430, dan ribavarin memblokir aktivitas
polymerase NS5 ZIKV untuk mencegah replikasi virus.
- Ribavarin dan meimepodib memblokir IMPDH, yaitu enzim yang terlibat dalam
sintesis de novo nukleotida guanin.
- Niclosamide, EGCG, dan cavinafungin memblokir CDK dan mencegah replikasi
virus.

SLIDE 34: Perkembangan Vaksin


- Strategi utama yang dapat digunakan untuk pengendalian infeksi ZIKV yang efektif
adalah penggunaan vaksin, yang masih dalam tahap primitif tetapi mendapatkan
minat yang tinggi di antara para peneliti di seluruh dunia.

1. Vaksin tidak aktif (Inactive vaccine)

m/ vaksin yang mengandung partikel virus zika yang telah diinaktivasi dan
dipurifikasi, sehingga virus tidak dapat bereplikasi dan tidak dapat menyebabkan
penyakit pada manusia. Vaksin dibuat dari virus yang telah ditumbuhkan di media
kultur dan kemudian diinaktifkan dengan paparan agen kimia ataupun agek fisik ke
virus yang virulen, seperti formalin atau  propiolakton (untuk menghancurkan
inefektivitas sambal mempertahankan imunogenisitas).

Ket:
-Formalin berfungsi menginduksi perubahan ireversibel pada banyak antigen virus
-Propiolakton berfungsi menjaga agar protein tidak rusak dan sebagai agen inaktivasi
yang terhidrolisis sempurna dalam beberapa jam menjadi produk yang tidak toksik
bagi tubuh.

Kelebihan dan kelemahan:


- Vaksin yang tidak aktif dapat diberikan bahkan kepada individu dengan kekebalan
yang lemah / imunocompromize;
- Mungkin tidak selalu memicu respon imun dan respon imun yang tidak mungkin tidak
bertahan lama.
- Memerlukan imunisasi berulang (dosis vaksin berulang) untuk mencapai titer antibodi
protektif.

Beberapa contoh vaksin yang sedang dikembangkan:

Vaksin nonformalin lainnya bernama ZIKV purified inactivated virus (ZPIV),


ditambah dengan aluminium hidroksida, dikembangkan oleh Walter Reed Army
Institute, Amerika Serikat (AS) (menghasilkan tingkat serokonversi yang tinggi)
menampilkan kemanjuran perlindungan yang lebih baik pada monyet dan tikus, juga
dalam uji klinis fase I (Larocca et al., 2016).
Produsen vaksin yang berbasis di India, Bharat Biotechnologies, Hyderabad,
India telah memulai upaya untuk mengembangkan vaksin ZIKV yang tidak aktif pada
awal tahun 2013 sebelum penyakit ZIKV muncul ke Brasil sebagai epidemi dan saat
ini dalam uji klinis fase I (Sumathy et al., 2017). Ada proteksi monyet terhadap strain
ZIKV Asia yang sebelumnya terpapar prototipe garis keturunan Afrika ZIKV strain
MR766. Pengamatan ini mengeksplorasi kemungkinan pengembangan vaksin yang
dapat melindungi terhadap semua garis keturunan ZIKV (Dowd et al., 2016a; Dyer,
2016). Prototipe garis keturunan Afrika MR766 ini sedang dalam proses
pengembangan vaksin ZIKV yang tidak aktif.
Sebuah studi eksperimental vaksin ini dengan tikus AG 129 menunjukkan
bahwa ada perlindungan lengkap terhadap tantangan strain ZIKV homotipik dan juga
heterotipik.
Studi klinis fase I yang dilakukan pada 67 peserta yang menggunakan ZPIV
mengungkapkan serokonversi setelah pemberian 2 dosis vaksin dan efek sampingnya
minimal (Modjarrad et al., 2017). Studi lebih lanjut diperlukan untuk menggunakan
ajuvan vaksin generasi baru dan juga untuk meningkatkan imunogenisitas sebelum
vaksin ZIKV yang tidak aktif dapat memasuki pasar komersial.

2. Vaksin ZIKV hidup yang dilemahkan (Live attenuated ZIKV vaccine)


Vaksin hidup yang dilemahkan dibuat dengan melemahkan virus atau bakteri alami
menggunakan manipulasi panas, kimia atau genetik. Vaksin tersebut memodulasi
kedua sistem kekebalan humoral dan dimediasi sel, dan bahkan dengan dosis yang
lebih sedikit tingkat perlindungan yang cukup diperoleh.
Kandidat galur ZIKV Kamboja (FSS13025) dengan penghapusan 10
nukleotida di wilayah 3′ yang tidak diterjemahkan dikembangkan untuk membuat
vaksin ZIKV hidup yang dilemahkan. Sebuah penelitian pada tikus A129 (tikus
dengan defisiensi interferon tipe I) menunjukkan bahwa kandidat vaksin yang
dikembangkan benar-benar dilemahkan, menimbulkan kekebalan dan memberikan
perlindungan terhadap tantangan ZIKV (Shan et al., 2017a). Studi lain dengan uji
coba vaksin ZIKV hidup yang dilemahkan pada tikus hamil menunjukkan bahwa ada
tingkat minimal RNA ZIKV di plasenta, jaringan ibu dan janin pada 6 dan 13 hari
kehidupan embrio setelah vaksinasi. Demikian pula, vaksinasi mencit jantan juga
melindungi kerusakan testis dan oligospermia akibat ZIKV (Shan et al., 2017b). Baru-
baru ini, paten (WO2017156511A1) telah diberikan untuk pengembangan vaksin
ZIKV hidup yang dilemahkan (Whitehead et al., 2017). Codagenix, New York, AS,
melaporkan pengembangan vaksin ZIKV (CDX-ZKV) menggunakan teknologi
deoptimasi kodon. Vaksin ZIKV chimeric yang menggunakan gen ZIKV pra-
membran (prM) dan Envelope (E) di tulang punggung DENV2 yang dilemahkan
sedang dibangun untuk melawan infeksi ZIKV (Morabito dan Graham, 2017).

3. Vaksin berbasis DNA


Perancangan vaksin asam nukleat adalah platform yang menjanjikan yang menjadi
pusat perhatian selama beberapa tahun terakhir untuk pengembangan progresif vaksin
ZIKV yang efektif. Vaksin DNA yang mengkode gen protein prM-E ZIKV telah
dikembangkan dan sedang dalam uji klinis. Inovio Pharmaceuticals, Pennsylvania,
AS, telah mengembangkan vaksin DNA, GLS-5700, yang merupakan vaksin ZIKV
pertama yang memasuki uji klinis. Vaccine Research Center (VRC), National Institute
of Allergy and Infectious Diseases, National Institutes of Health, USA juga telah
mengembangkan dua vaksin DNA ZIKV, yaitu VRC5288 (Vaksin chimeric ZIKV
dan Japanese Encephalitis) dan VRC5283 (vaksin ZIKV prM-E), yang sedang dalam
studi klinis fase I (Morabito dan Graham, 2017). Studi fase I yang dilakukan dengan
80 peserta untuk VRC5288 dan 45 peserta untuk VRC5283 mengungkapkan bahwa
vaksin ini aman dengan efek samping minimal. Para peserta (14 nos.) yang menerima
vaksin dosis split VRC5283 memiliki respon antibodi 100% dan berdasarkan hasil
yang menggembirakan tersebut VRC5283 disarankan untuk uji klinis tingkat
berikutnya (Gaudinski et al., 2017). Sebagai laporan terbaru, VRC5283 kini telah
memasuki uji klinis fase IIb. Kedua vaksin DNA ini memberikan kekebalan yang
lebih baik dan viremia terkontrol pada 17 dari 18 monyet rhesus ketika diuji bersama
dengan kandidat vaksin lain VRC8400 (Dowd et al., 2016b). Meskipun, strategi
vaksin DNA tampak menarik, beberapa keterbatasan juga terkait dengannya seperti
kebutuhan DNA dalam jumlah besar untuk diimunisasi dan selanjutnya mungkin ada
risiko integrasinya ke dalam genom inang.

4. vaksin berbasis mRNA


Vaksin mRNA adalah jenis lain dari vaksin berbasis asam nukleat yang akan
diterjemahkan segera setelah masuk ke dalam sel, tidak seperti vaksin DNA yang
perlu masuk ke nukleus untuk transkripsi awal diikuti dengan terjemahan. Vaksin
mRNA telah muncul sebagai alternatif yang lebih baik untuk vaksin DNA, karena ini
tidak berintegrasi dengan genom inang dan dengan demikian menawarkan keamanan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin DNA. Vaksin tersebut dapat langsung
ditransfusikan ke sitoplasma sehingga dapat menghindari masalah yang terkait dengan
pengiriman nuklir. Vaksin berbasis mRNA memiliki beberapa keunggulan lain seperti
pengiriman mudah dengan liposom, polimer kationik (Fotin-Mleczek et al., 2011),
senjata gen dan elektroporasi (Cu et al., 2013), dan ini mengikat reseptor pengenalan
pola dan dapat bertindak sebagai self-adjuvant (Fotin-Mleczek et al., 2011).
Nukleosida-modifikasi mRNA yang mencakup glikoprotein ZIKV (preM-E) yang
diselimuti nanopartikel lipid telah terbukti menginduksi respons humoral yang kuat
dan memulai kekebalan sel-T pada tikus dan kera dengan imunisasi tunggal
menggunakan 30 g konstruksi ZIKV prM–E mRNA–LNP (Richner et al., 2017).
Penggunaan nanopartikel di sini memastikan pengiriman mRNA intraseluler,
persyaratan penting untuk kandidat vaksin potensial. Teknologi replikasi-diri berbasis
mRNA juga dapat dikembangkan, tetapi keterbatasannya bahwa vaksin itu sendiri
dapat menghasilkan respon imun bawaan dan toksisitas harus diatasi sebelum
digunakan. Epitop tunggal IGVSNRDFV dari protein ZIKV E baru-baru ini
diidentifikasi, yang dilestarikan di semua clades ZIKV dan di mana respons sel T
CD8+ yang kuat ditemukan diinduksi pada tikus C57BL/6 yang diimunisasi (Chahal
et al., 2017) . Pendekatan ini memberikan mekanisme yang sangat baik untuk
mengembangkan vaksin tanpa memerlukan glikoprotein rekombinan atau stok virus
referensi dan mungkin juga berpotensi untuk dibuat dengan mudah pada saat wabah
dalam situasi darurat. Baru-baru ini, kekebalan jangka panjang telah dilaporkan
tersedia pada primata non-manusia dengan menggunakan mRNA-LNP (lipid
nanoparticle-encapsulated nucleoside modified mRNA) sehingga muncul menjadi
kandidat vaksin yang diduga di tahun-tahun mendatang (Pardi et al. , 2017; Richner et
al., 2017).
5. Vectored vaccine
Vaksin vektor adalah pendekatan lain untuk pengembangan vaksin ZIKV. Baru-baru
ini, vaksin ZIKV berbasis vektor campak telah dikembangkan oleh Themis
Biosciences yang mengekspresikan protein ZIKV prM-E. Dalam kondisi percobaan,
dosis tunggal vaksin vektor ini melindungi monyet dari dua galur ZIKV yang berbeda
dan vaksin tersebut saat ini sedang dalam studi praklinis. Karena kekhawatiran yang
mengkhawatirkan tentang antibody dependent enhancement (ADE) Dengue/ZIKV
sebagai akibat dari penggunaan imunogen amplop ZIKV sebagai kandidat vaksin, ada
pencarian untuk strategi vaksin alternatif. Dengan demikian, vaksin vektor virus yang
mengekspresikan ZIKV NS1 dapat menjadi alternatif yang menjanjikan untuk
mencegah ADE (Brault et al., 2017). Vaccinia yang dimodifikasi oleh Ankara dengan
vektor ZIKV yang mengekspresikan NS1 dan Vesicular Stomatitis Virus dengan
vektor ZIKV yang mengekspresikan prM-E telah dikembangkan oleh Geovax dan
Harvard, masing-masing. Perlindungan jangka panjang yang efektif dan tahan lama
yang diberikan oleh vaksin tersebut sangat penting untuk melawan infeksi ZIKV.
Karena, sebagian besar studi tantangan dilakukan setelah vaksin ZIKV selama status
kekebalan puncak; oleh karena itu, gambaran yang jelas mengenai daya tahan vaksin
tidak diketahui. Imunisasi monyet rhesus dengan vaksin ZIKV bervektor adeno
diikuti dengan imunisasi ganda dengan vaksin ZIKV inaktif murni memberikan
respon imun protektif bahkan pada 1 tahun vaksinasi (Abbink et al., 2017). Dengan
demikian, pendekatan ini dapat memberikan kekebalan terhadap ZIKV minimal
selama 1 tahun, yang dapat dipelajari lebih lanjut untuk mengetahui jangka waktu
perlindungan yang tepat. Vaksin 5-vektor serotipe adenovirus- Ad5.ZIKV-Efl (vektor
virus) juga baru-baru ini dikembangkan yang sedang dalam pertimbangan klinis
(Kennedy, 2016; Kim et al., 2016). Pendekatan lain seperti vaksin subunit juga sedang
dievaluasi untuk pengembangan vaksin ZIKV oleh berbagai perusahaan seperti
PaxVax, VBI Vaccines, dan NewLink Genetics (Morabito dan Graham, 2017).

6. Vaksin limfosit T sitotoksik by peptide vaccine


Vaksin peptide disebut juga vaksin epitope merupakan vaksin subunit yang
terbuat dari peptide. Peptida meniru epitope epitope antigen yang emicu respon imun
langsung atau kuat. Seluruh vaksin peptide meniru epitope antigen.
Vaksin tradisional dibuat daei seluruh patogen hidup atau terfiksasi. Generasi
kedua vaksin terutama protein yang dimurnikan dari patogen. Vaksin generasi ketiga
adalah DNA atau plasmid yang dapat mengekspresikan protein patogen. Vaksin
peptida adalah langkah terbaru dalam evolusi vaksin.
Dibandingkan dengan vaksin tradisional seperti patogen utuh atau molekul
protein, vaksin peptida memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan.

Keuntungan:
- Vaksin sepenuhnya disintesis oleh sintesis kimia dan dapat diperlakukan
sebagai entitas kimia.
- Dengan sintesis peptida fase padat (SPPS) yang lebih maju menggunakan
teknik otomatisasi dan gelombang mikro, produksi peptida menjadi lebih
efisien.
- Vaksin tidak memiliki kontaminasi biologis karena disintesis secara kimia.
- Vaksin larut dalam air dan dapat disimpan stabil dalam kondisi sederhana.
- Peptida dapat dirancang khusus untuk kekhususan. Vaksin peptida tunggal
dapat dirancang untuk memiliki beberapa epitop untuk menghasilkan respons
imun untuk beberapa penyakit.
- Vaksin hanya mengandung rantai peptida pendek, sehingga tidak
menyebabkan reaksi alergi atau auto-imun.
Kekurangan:
- Imunogenisitas yang buruk.
- Tidak stabil dalam sel.
- Kurangnya konformasi asli.
- Hanya efektif untuk populasi terbatas.

Sebaiknya memperhatikan:
- Memilih epitope yang no dominan
- Pertimbangkan epitope yang tidak merangsang hipersensitivitas (IgE)
- Epitop peptide pendekmudah distabilkan utk mempertahankan konformasi
yg tepat.
- Gunakan adjuvant yang terkait dgn epitope utk menginduksi respon imun.

Respons limfosit T sitotoksik (CTL) merupakan bagian penting dari sistem


pertahanan pejamu untuk memberikan perlindungan terhadap salah satu patogen
infeksius. Vaksin DNA berbasis epitop sel-T CD4 telah ditemukan sangat imunogenik
dan untuk memperoleh respon protektif yang signifikan. Human Leukocyte Antigen
—antigen D Related (HLA-DR) adalah reseptor permukaan sel histokompatibilitas
utama kelas II (MHC II), yang bersama dengan peptida/epitop asam 9-asam panjang
membentuk ligan untuk reseptor sel-T (TCR) . Urutan peptida tersebut dapat
diprediksi menggunakan algoritma yang berbeda seperti TEPITOPE dan ProPred.
Dengan pendekatan ini, epitop sel T CD4+ “promiscuous” dari protein E dan M
ZIKV yang terkonservasi dapat diprediksi yang mampu mengikat beberapa molekul
HLA-DR, dan karenanya dapat membuka jalan untuk mengembangkan vaksin
berbasis CTL melawan virus ini ( Cunha-Neto et al., 2017).

7. Vaksin protein membran terkait lisosom


Domain terminal karboksil dari protein yang terkait dengan protein membran terkait
lisosom (LAMP) digunakan untuk mengarahkan antigen ke kompartemen vesikular
MHC II dari sel penyaji antigen. LAMP1 dan LAMP2 adalah protein lisosom yang
paling melimpah. Ini penting untuk menjaga integritas membran lisosom dan
pelepasan enzim hidrolitik (Jiang et al., 2015). Ekor sitoplasma LAMP-1 terdiri dari
11 asam amino (RKRSHAGYQTI), dan khususnya 4 residu asam amino terakhir
(YQTI), merupakan penentu untuk penargetan lisosom protein (Lu, 2003). Konstruksi
DNA chimera yang memiliki virus West Nile preM-E dan LAMP ketika digunakan
untuk mengimunisasi tikus, menghasilkan antibodi yang signifikan dan titer
netralisasi jangka panjang dibandingkan dengan tikus yang diimunisasi dengan
konstruksi yang mengekspresikan antigen yang tidak ditargetkan (Anwar et al., 2005).
Imunisasi dengan konstruksi DNA yang memiliki matriks virus demam kuning (YFV)
dan protein selubung yang menyatu dengan urutan LAMP menunjukkan titer
netralisasi yang lebih tinggi, yang melindungi tikus dari tantangan intraserebral
dengan virus YFV (Dhalia et al., 2009). Meskipun, belum ada upaya yang dilakukan
untuk mengembangkan vaksin berbasis LAMP untuk ZIKV, dalam waktu dekat
vaksin tersebut dapat dikembangkan dengan verifikasi kemanjuran vaksin yang tepat.

8. Perancangan vaksin berbantuan komputer


Ini adalah platform lain yang mengarah pada identifikasi berbagai target kandidat
ZIKV seperti protein E, NS3 dan NS5 yang dapat digunakan untuk pengembangan
vaksin peptida (Usman Mirza et al., 2016). Analisis in silico yang dilakukan pada gen
ZIKV NS1 mengungkapkan bahwa gen tersebut dilestarikan dan didistribusikan di
antara semua isolat ZIKV yang berbeda. Sebagai catatan, penelitian ini menghasilkan
identifikasi NS1 ZIKV yang berpotensi menimbulkan respon imun sehingga
mencegah infeksi ZIKV (Dos Santos Franco et al., 2017). Dengan demikian, ada
harapan untuk vaksin Zika yang efektif secara komersial dalam waktu dekat untuk
mencegah infeksi ZIKV di antara populasi manusia. Namun demikian, studi dinamika
molekuler diperlukan untuk menganalisis epitop CTL imunogenik untuk presentasi
antigen MHC serta untuk mengevaluasi stabilitasnya. Docking sekitar 15 epitop CTL
(konformasi) dengan beberapa protein MHCI telah dilakukan baru-baru ini. Simulasi
kondisi secara berdampingan juga dilakukan untuk tujuan interaksi mereka (Usman
Mirza et al., 2016). Hasilnya akan sangat membantu untuk merancang vaksin berbasis
peptida karena data dapat menyediakan kelompok awal peptida. Di antara epitop sel T
ZIKV peptida tertentu yaitu, QTLTPVGRL dan IRCIGVSNRDFV ditemukan sangat
antigenik di alam (Ashfaq dan Ahmed, 2016).

SLIDE 35: Pencegahan lainnya


Penularan melalui vektor bukanlah satu-satunya cara penyebaran ZIKV. Ada beberapa jalur
lain (non-vector borne) yang harus diperhatikan dalam merancang strategi pengendalian
penyebaran virus ini. Terkait dengan masalah kesehatan yang berkaitan dengan komplikasi
harus ada kesadaran umum di kalangan masyarakat sehingga langkah-langkah kebersihan
dasar dapat disesuaikan untuk memastikan penghapusan ruang perkembangbiakan larva
vektor (Grischott et al., 2016). ZIKV dilaporkan menular secara seksual, oleh karena itu
kontak seksual yang aman merupakan prasyarat untuk pencegahan infeksi virus dan juga
hubungan seksual tidak disarankan selama 6 bulan dari saat timbulnya tanda pada pasangan
pria atau dari saat diagnosis (Musso et al., 2015; Mead dkk., 2017). Praktik seks aman di
daerah berisiko tinggi harus dipertimbangkan sebagai tindakan pencegahan yang penting.
Disarankan untuk menghindari hubungan seksual jika bepergian di daerah tersebut atau jika
salah satu pasangan terinfeksi ZIKV (Rather et al., 2017). Mereka yang berencana untuk
hamil setelah kunjungan mereka ke daerah endemik harus menunggu setidaknya 28 hari
untuk memungkinkan masa inkubasi 2 minggu dan 2 minggu lagi untuk masa viremia
berakhir. Pengunjung dari daerah tersebut harus tetap di bawah pengawasan untuk gejala
setidaknya selama 1 bulan (Maharajan et al., 2016; Singh et al., 2016; Krow-Lucal et al.,
2017). Perawatan orang tua dan penggunaan kontrasepsi harus disediakan di negara-negara
endemik ZIKV untuk meminimalkan kejadian mikrosefali terkait ZIKV (Sharma dan Lal,
2017). Karena ZIKV diketahui ada dalam air mani (Mansuy et al., 2016) dan air liur
(D'Ortenzio et al., 2016), oleh karena itu, penggunaan alat kontrasepsi ditekankan (Atkinson
et al., 2016; D'Ortenzio et al. al., 2016; Mansuy dkk., 2016). Tes yang dilakukan untuk
persistensi ZIKV dalam cairan biologis mengungkapkan bahwa hanya air mani yang tetap
positif untuk ZIKV-RNA setelah 27 dan 62 hari (Atkinson et al., 2016). Namun, penelitian
selanjutnya menunjukkan adanya ZIKV yang berkepanjangan dalam air mani selama 144 hari
setelah timbulnya gejala klinis (Huits et al., 2017). Demikian pula, penelitian lain
menunjukkan persistensi ZIKV dalam air mani bahkan pada 188 hari setelah timbulnya gejala
pada seorang pelancong Italia yang kembali dari Haitii (Nicastri et al., 2016).
Meskipun, keberadaan partikel ZIKV infektif telah dilaporkan dalam ASI (Dupont-
Rouzeyrole et al., 2016), ada tidak ada laporan penularannya ke neonatus. Karena dianggap
bahwa keuntungan menyusui lebih besar daripada kemungkinan risiko penularan ZIKV dan
oleh karena itu, CDC merekomendasikan ibu yang terinfeksi dan ibu yang tinggal di daerah
endemik untuk terus menyusui bayinya. Transfusi darah juga dapat menyebarkan ZIKV jika
tindakan pencegahan belum dilakukan tepat waktu (Vasquez et al., 2016). Dengan demikian,
inaktivasi virus dengan cara pasteurisasi dan pengobatan pelarut/deterjen bersama dengan
penghapusan virus menggunakan filter dengan ukuran pori 40 nm, dapat secara efektif
mengurangi viral load dalam produk obat yang diturunkan dari plasma (Blümel et al., 2016;
Farcet dan Kreil, 2017; Kühnel et al., 2017). Amotosalen yang dikombinasikan dengan sinar
UV juga terbukti menonaktifkan ZIKV dalam plasma segar atau beku (Aubry et al., 2016;
Santa Maria et al., 2017). ZIKV telah dilaporkan dinonaktifkan untuk partikel infeksius
sebesar 6,57 log10 TICD50/mL dan untuk RNA virus sebesar 10,25 log10 kopi/mL dalam
plasma beku dengan menggunakan kombinasi amotosalen dan sinar UV (Aubry et al., 2016;
Musso et al. , 2017). Baru-baru ini, amustaline (S-303) dan glutathione (GSH) telah
diidentifikasi untuk menonaktifkan ZIKV dalam sel darah merah (Laughhunn et al., 2017).
Kelompok risiko tinggi ZIKV termasuk petugas kesehatan, oleh karena itu praktik higienis
harus diterapkan untuk meminimalkan risiko penyebaran ZIKV di antara penghuni rumah
sakit (Rather et al., 2017).
Pada minggu pertama setelah infeksi ZIKV, gigitan nyamuk Aedes harus dihindari.
Pada saat yang sama, dianjurkan bagi pasien untuk tetap berada di bawah kelambu. Tenaga
kesehatan harus melakukan tindakan pencegahan untuk menghindari infeksi pasien rawat
inap dari tenaga kesehatan tersebut. Penggunaan penolak serangga seperti N, N -dietil-3-
metilbenzamid, 3-(N -butil-N - asetil) asam amino propionat etil-ester (icaridin) harus
didorong (Sikka et al., 2016; Agak et al. , 2017). Orang yang bepergian ke daerah endemik
harus dididik dengan baik tentang penggunaan obat nyamuk dan kelambu selama perjalanan
mereka. Wanita hamil harus menghindari mengunjungi daerah tersebut karena risiko
malformasi otak janin. Jika mereka telah bepergian ke daerah endemik, mereka harus dijaga
di bawah pengawasan medis yang tepat. Pengawasan dan pemantauan harus dilakukan pada
tingkat tertinggi di bandara, pelabuhan, dan pelabuhan masuk lainnya untuk mencegah
masuknya ZIKV dari negara endemik (Marano et al., 2016). Program pengendalian nyamuk
yang dikombinasikan dengan studi surveilans dalam jarak 200 meter dari orang yang
terinfeksi ZIKV di Korea Selatan mengungkapkan bahwa tidak ada kasus ZIKV setelah
tindakan pengendalian vektor. Oleh karena itu, pemantauan dan pengawasan sangat penting
untuk pencegahan dan pengendalian penyakit Zika (Chang et al., 2017).
Last but not least, terutama masyarakat yang rentan terhadap ancaman yang muncul
dari infeksi ZIKV harus ditangani dengan tepat oleh pembuat kebijakan di tingkat
pemerintah. Tren perubahan iklim global saat ini yang mempengaruhi kerapatan vektor tidak
dapat diabaikan saat ini. Di negara berkembang, langkah-langkah penting tertentu yaitu,
perencanaan dan pengembangan infrastruktur sebelum wabah penyakit sering diabaikan
sehingga membuat situasi menjadi parah. Jadi, prioritas tersebut harus ditetapkan tepat waktu
dalam hal ini untuk pencegahan dan pengendalian infeksi ZIKV yang efisien dan membatasi
penyebarannya yang masif. Namun demikian, rasa tanggung jawab dan upaya kolektif baik di
tingkat pemerintah maupun masyarakat sangat dibutuhkan (Dasti, 2016; Mourya et al., 2016).

SLIDE 36: Pencegahan pada petugas kesehatan


Ambil langkah-langkah untuk melindungi diri Anda dari paparan darah dan cairan tubuh
orang tersebut (urin, tinja, muntah). Jika Anda hamil, Anda dapat merawat seseorang dengan
Zika jika Anda mengikuti langkah-langkah ini.
- Jangan menyentuh darah atau cairan tubuh atau permukaan yang terkena cairan ini
dengan kulit yang terbuka.
- Cuci tangan dengan sabun dan air segera setelah memberikan perawatan.
- Segera lepaskan dan cuci pakaian jika terkena darah atau cairan tubuh. Gunakan
deterjen dan suhu air yang ditentukan pada label pakaian. Menggunakan pemutih
tidak perlu.
- Bersihkan lingkungan orang sakit setiap hari menggunakan pembersih rumah tangga
sesuai petunjuk label.
- Segera bersihkan permukaan yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya
menggunakan pembersih rumah tangga dan disinfektan sesuai petunjuk label.
- Jika Anda mengunjungi anggota keluarga atau teman penderita Zika di rumah sakit,
Anda harus menghindari kontak dengan darah dan cairan tubuh orang tersebut serta
permukaan yang terkena cairan tersebut. Membantu orang tersebut duduk atau
berjalan seharusnya tidak membuat Anda terekspos. Pastikan untuk mencuci tangan
sebelum dan sesudah menyentuh orang tersebut.

SLIDE 37 : Pengendalian Vektor Nyamuk untuk mencegah penularan virus Zika


- Mencegah selalu dianggap lebih baik daripada mengobati. Strategi pengendalian
vektor nyamuk yang berbeda untuk mencegah penularan virus Zika. Metode
pengendalian meliputi kimiawi (penggunaan repellent), biologis (penggunaan bakteri,
ikan, dll), herbal dan teknik jantan steril.
1. Tindakan Kontrol Mekanik
Tindakan pengendalian mekanis adalah teknik lama, yang telah diadopsi dan
dipraktikkan di beberapa negara; karena ini adalah metode yang mudah dan hemat
biaya untuk mengendalikan populasi nyamuk. Langkah-langkah pengendalian
mekanis termasuk menghilangkan semua benda yang menyimpan air yang tidak
diinginkan, karena ini menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk. Jalan-jalan harus
dibersihkan dengan baik dan gedung-gedung serta unit-unit perumahan harus dirawat
dengan baik. Kebersihan pribadi dan masyarakat juga merupakan bagian utama dari
teknik ini yang dapat mengurangi tempat perkembangbiakan nyamuk. Penggunaan
kelambu di jendela dan pilihan penyimpanan air anti nyamuk harus didorong (Sikka et
al., 2016). Ovitrap lebih murah dan bebas perawatan, yang dapat digunakan untuk
mengurangi populasi nyamuk (Barrera et al., 2014). Vektor utama ZIKA perkotaan,
yaitu Ae. aegypti dan Ae. albopictus menunjukkan tingkat perilaku domisili yang kuat
dan ditemukan berkembang biak di berbagai jenis wadah buatan yang ditempatkan di
area pribadi. Oleh karena itu, kesadaran warga sangat penting untuk menghindari
potensi tempat berkembang biak di domisili dan tindakan pengendalian mekanis ini
dapat dengan mudah diterapkan bahkan oleh pribadi yang tidak memenuhi syarat.
Mengikuti gaya hidup higienis yang lebih baik, gigitan nyamuk / tempat berkembang
biak dapat dihilangkan dan dengan demikian ancaman utama penyakit yang ditularkan
melalui vektor seperti ZIKV dapat dicegah.
2. Tindakan Pengendalian Kimia
Perawatan kimia termasuk penggunaan piretroid, organoklorida, dan
organofosfor, yang terutama bekerja pada sistem saraf vektor (van den Berg et al.,
2012). Imidacloprid, thiacloprid, dan thiamethoxam memiliki khasiat larvasida dan
dewasa pada spesies nyamuk yang berbeda. Penggunaan fogging dengan insektisida
diadopsi di lingkungan luar untuk mengendalikan populasi vektor meskipun hal ini
dapat menyebabkan perkembangan resistensi di antara populasi vektor (Maciel-de-
Freitas et al., 2014; von Seidlein et al., 2017). Perkembangan resistensi dan
bioakumulasi merupakan masalah utama yang terkait dengan penggunaan bahan
kimia untuk mengendalikan nyamuk (Uragayala et al., 2015). Selain itu, sebagian
besar produk kimia ini memiliki masalah lingkungan lainnya karena jangkauan aksi
toksiknya yang luas untuk beberapa organisme, seperti insektisida non-spesifik dan
dalam beberapa kasus berdampak negatif pada semua artropoda atau bahkan fauna
akuatik lainnya serta mamalia. dan burung. Akibatnya, meskipun bahan kimia ini saat
ini diperlukan untuk mengurangi populasi nyamuk dewasa dalam skenario
epidemiologi konkret, namun analisis mendalam tentang keseimbangan manfaat-biaya
harus ditangani sebelum menerapkan penggunaan skala besar insektisida ini untuk
pengendalian nyamuk. Penolak nyamuk dapat digunakan di rumah tangga untuk
mencegah gangguan nyamuk di rumah sehingga mencegah penyakit utama yang
dibawa nyamuk seperti ZIKV. Baru-baru ini, sebuah penelitian membandingkan
kemanjuran semprotan repellet dengan perangkat yang mengusir nyamuk, di mana
N,N-Diethyl-meta-toluamide (DEET) dan p-menthane-3,8-diol ditemukan pengusir
nyamuk yang lebih efektif di antara 11 obat nyamuk yang berbeda. semprotan yang
digunakan (Rodriguez et al., 2017). Demikian pula, perangkat dengan metofluthrin
ditemukan lebih efektif dalam menarik nyamuk di antara lima perangkat
dibandingkan (Rodriguez et al., 2017). Sebagai catatan, penolak serangga yang
mengandung DEET dan picaridin telah ditemukan aman untuk wanita hamil (Kline
dan Schutze, 2016). Pakaian pengusir nyamuk yang diberi permetrin tersedia untuk
mencegah gigitan nyamuk (Richards et al., 2017). Untuk diketahui lebih lanjut,
pakaian yang tidak dicuci dan yang tidak terkena cahaya menunjukkan aktivitas
tolakan yang paling tinggi (Richards et al., 2017).
Regulator pertumbuhan serangga (Insect Growth RegulatorS) adalah alternatif
yang menjanjikan dengan tingkat kemanjuran insektisida yang tinggi dan aman bagi
lingkungan dibandingkan dengan larvasida kimia konvensional (Mulla et al., 1986;
Organisasi Kesehatan Dunia, 1997). Analoginya remaja hormon seperti methoprene
atau pyriproxyfen, dan inhibitor sintesis kitin seperti diflubenzuron dan triflumuron
adalah beberapa contoh larvasida nyamuk yang efisien. Beberapa IGR ini seperti
pyriproxyfen adalah kandidat yang baik untuk strategi autodiseminasi, memiliki hasil
positif dalam uji coba terbaru yang dilakukan terhadap vektor ZIKV (Unlu et al.,
2017; von Seidlein et al., 2017). Karena jalur endokrin penting untuk aktivitas
pyriproxyfen kurang pada manusia, tidak ada efek negatif pada populasi manusia
(Hirano et al., 1998). Perlu dicatat, penggunaan bahan kimia yang tepat secara
bijaksana dapat mencegah pertumbuhan populasi nyamuk dan penyebaran beberapa
penyakit termasuk infeksi ZIKV.
3. Tindakan Pengendalian Hayati/biologis
Alternatif penggunaan bahan kimia, beberapa tindakan biologis terhadap
nyamuk telah dieksploitasi dengan sedikit yang memiliki kemanjuran tinggi untuk
memerangi populasi nyamuk pada umumnya. Berbagai tindakan biologis, seperti
penggunaan bakteri, jamur, tanaman, dan ikan digunakan untuk mengendalikan
pertumbuhan dan perkembangbiakan populasi nyamuk.
A. Tindakan biokontrol menggunakan bakteri
Bakteri yang dapat menginfeksi nyamuk dapat dimanfaatkan untuk
memanipulasi populasi nyamuk. Pada tahun 1976, bakteri Bacillus thuringiensis
subsp. israelensis (Bti) diisolasi dan ditemukan beracun bagi jentik nyamuk (Goldberg
dan Margalit, 1977), dan sejak awal 1980-an, insektisida berbasis Bti telah tersedia
secara komersial. Bti adalah insektisida target-spesifik yang pada saat sporulasi
menghasilkan delta-endotoksin yang sangat spesifik, yang hanya beracun bagi larva
nyamuk, lalat hitam dan lalat yang berkerabat dekat saat tertelan. Bacillus sphaericus
(Bs) adalah bakteri lain yang biasa digunakan untuk melawan nyamuk dengan
karakteristik yang mirip dengan Bti. Namun, Bs yang telah terbukti bertahan lebih
lama dari Bti di habitat yang tercemar dan, dalam keadaan tertentu, dapat mendaur
ulang dalam larva kadaver meningkatkan residu (Lacey, 2007). Kedua jenis
biolarvisida bakteri ini telah menjadi sarana non-kimiawi utama yang digunakan
dalam beberapa tahun terakhir untuk mengendalikan jentik nyamuk di beberapa
wilayah di Amerika Serikat dan banyak negara di Eropa.
Strategi lain yang digunakan adalah penggunaan bakteri intraseluler
Wolbachia, yang telah digunakan sebagai biopestisida untuk mengendalikan populasi
nyamuk. Metode penggunaan Wolbachia untuk menekan populasi nyamuk disebut
sebagai Incompatible Insect Technique (Lees et al., 2015). Bakteri Wolbachia transfer
maternal intraseluler dapat secara efektif mengurangi kompetensi vektor untuk ZIKV
dengan mengurangi umur nyamuk betina dan menginduksi ketidakcocokan sitoplasma
(Nguyen et al., 2015; Aliota et al., 2016). Meskipun Wolbachia ditemukan di
beberapa nematoda dan artropoda, mereka tidak ditemukan secara alami pada Ae.
aegypti (Werren, 1997; Walker et al., 2011). Ketika nyamuk betina yang terinfeksi
Wolbachia kawin dengan nyamuk normal atau jantan yang terinfeksi Wolbachia, akan
dihasilkan keturunan dengan Wolbachia. Demikian pula, ketika betina normal kawin
dengan jantan yang terinfeksi Wolbachia, keturunan tidak akan dihasilkan karena
ketidakcocokan sitoplasma (Caragata et al., 2016). Nyamuk yang terinfeksi
Wolbachia dilepaskan di daerah Rio de Janeiro selama episode ZIKV baru-baru ini
untuk mengendalikan nyamuk dan penularan virus (Callaway, 2016). Ae. aegypti
yang terinfeksi Wolbachia, strain Drosophila, secara efisien memblokir transmisi
ZIKV. Nyamuk jantan yang pernah terinfeksi Wolbachia sebelum kawin
menghasilkan telur yang steril (Dutra et al., 2015). Alpha-proteobacteria dari genus
Asaia adalah simbion asam asetat yang ada di usus betina dan saluran reproduksi
jantan Ae dewasa. nyamuk aegypti dan anopheles. Bakteri ditransmisikan secara
horizontal dan vertikal dan dapat direkayasa untuk mengurangi umur serangga.
Wolbachia sp. dan Asaia sp. dapat berinteraksi secara negatif dan saling eksklusif
(Favia et al., 2008; Lambrechts et al., 2015; Rossi et al., 2015). Bakteri mudah
tumbuh, dipelihara, dan dimanipulasi untuk mempertahankan kualitas yang
diinginkan; dan pada media kultur yang sesuai, jumlah massal dapat dihasilkan
dengan relatif mudah. Dengan demikian, pemanfaatan pendekatan predator-mangsa
dapat membantu mencegah penularan ZIKV.
B. Tindakan biokontrol menggunakan jamur
Jamur Metarhizium anisopliae dan Beauveria bassiana juga dapat digunakan
sebagai tindakan biokontrol terhadap nyamuk. Konidianya dapat menempel dan
berkecambah pada kutikula dan menembus ke dalam tubuh nyamuk Aedes. Hifa
menebal dan mengganggu integumen dan hemocoel. Hal ini diikuti oleh invasi organ
internal lainnya dan kematian inang, yang menyebabkan penyebaran konidia lebih
lanjut untuk menginfeksi serangga lain (Darbro dan Thomas, 2009; Tiago et al.,
2014). Jamur, Beauveria bassiana, telah disetujui oleh Badan Perlindungan
Lingkungan Amerika Serikat untuk digunakan sebagai tindakan pengendalian nyamuk
biologis. Jaber dkk. (2016) mengisolasi 42 galur jamur dari 17 kadaver artropoda
yang membusuk. Dari 42 isolat ini, 8 isolat menunjukkan patogenisitas tinggi dalam
model melanogaster Drosophila. Hanya satu strain, Aspergillus nomius, yang
menunjukkan sifat yang mirip dengan Beauveria bassiana dan membunuh 100%
Aedes dewasa. Oleh karena itu, disarankan agar A. nomius juga dapat digunakan
untuk pengendalian nyamuk. B. bassiana telah menunjukkan aktivitas dewasa yang
lebih baik dan karenanya dapat digunakan dalam perangkap nyamuk untuk
pengendalian vektor yang efektif (Snetselaar et al., 2014). Kutikula serangga adalah
penghalang utama yang terutama mencegah masuknya patogen; tetapi kutikula
biasanya dilanggar oleh spora jamur yang berkecambah, dan secara nyata, jamur
tampaknya merupakan entomopatogen sejati, namun, untuk mencapai kesimpulan apa
pun, perlu diuji dalam pengaturan infeksi alami. Ini dapat diperoleh hanya dengan
menyemprotkan spora jamur dan kemudian mengevaluasi kemanjuran jamur untuk
digunakan sebagai tindakan biokontrol.
C. Tindakan biokontrol menggunakan nyamuk terhadap nyamuk
Nyamuk tertentu mendahului jentik nyamuk lain bahkan nyamuk dewasa,
sehingga spesies ini dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan Aedes sp. nyamuk
yang menyebarkan ZIKV. Toxorhynchites splendens adalah spesies nyamuk yang
tidak memakan darah. Larvanya memakan larva spesies nyamuk lain, sedangkan
nyamuk dewasa memakan embun madu, buah, dan nektar (Benelli et al., 2016a).
Dalam penelitian skala kecil, Mesocyclops aspericornis dan Toxorhynchites speciosus
bersama-sama ditemukan mengandung Aedes sp. populasi dan bersama-sama mereka
membentuk pasangan predator yang kompatibel, dengan satu tidak mempengaruhi
kelangsungan hidup yang lain (Brown et al.,1996). Toxorhynchites dewasa sering
disebut nyamuk gajah karena lebih besar dari nyamuk Aedes. Mereka dianggap tidak
berbahaya bagi manusia karena sifatnya yang non-hematofag. Nanopartikel perak
buatan Berberis tinctoria menunjukkan toksisitas akut terhadap Ae. albopictus,
sekaligus menghindarkan nyamuk predator T. splendens dan M. thermocyclopoides
(Kumar et al., 2016). Oleh karena itu, nanopartikel hijau tersebut dapat memainkan
peran yang efektif sebagai nanopestisida ramah lingkungan. Namun, efek pada fauna
air lainnya perlu dievaluasi. Zuhara dkk. (2015) menunjukkan preferensi mangsa T.
speciosus terhadap Ae. aegypti, ketika Ae. aegypti, Ae. albopictus, dan An. sinensis
hadir dalam wadah yang sama (Zuharah et al., 2015). Predator nyamuk merupakan
strategi yang menguntungkan in-situ dan setelah diperkenalkan di badan air, predator
ini menyediakan sistem yang berkelanjutan untuk pembersihan nyamuk dan
karenanya predator nyamuk dapat digunakan untuk mengendalikan Aedes sp. nyamuk
sehingga mencegah penyebaran ZIKV. Berbagai strategi pengendalian vektor nyamuk
telah disajikan pada Gambar 2.
D. Pengukuran biokontrol menggunakan copepoda
Mesocyclops dan Macrocyclops adalah Copepoda utama yang digunakan
sebagai tindakan biokontrol nyamuk. Ini memakan larva instar pertama. Mesocyclops
thermocyclopoides adalah predator Ae. aegypti dan efisiensi predatornya meningkat
sebesar 8,7% dengan adanya ekstrak buah Solanum xanthocarpum (Mahesh Kumar et
al., 2012). Protokol sederhana telah dikembangkan untuk pemuliaan spesies
Copepoda untuk pemeliharaan dan perbanyakan massal sebelum pelepasan mereka
sebagai tindakan biokontrol (Suarez et al., 1992).
Mikroskop elektron perilaku predasi Mesocyclops sp. menunjukkan bahwa
serangan pertama terjadi pada segmen anal, diikuti oleh siphon dan perut. Segmen
kepala adalah tempat serangan yang paling tidak disukai (Schaper dan Hernández-
Chavarría, 2006). Pengobatan dengan Mesocyclops, mengurangi kejadian wabah
virus dengue (DENV) di Vietnam dalam program selama tahun 2002 dan 2003 (Vu et
al., 2005). Hasil ini bertahan selama beberapa tahun, dengan kelimpahan Mesocyclops
dan pengurangan jumlah Ae. larva aegypti (Kay et al., 2010). Efikasi pemangsaan M.
formosanus lebih tinggi pada larva pada instar pertama dan kedua dibandingkan pada
instar ketiga dan keempat. Beberapa copepoda predator lainnya termasuk Cyclops
vernalis, Mesocyclops aspericornis, Mesocyclops edax, Mesocyclops guangxiensis,
Mesocyclops longisetus (Mahesh Kumar et al., 2012; Anbu et al., 2016; Kumar et al.,
2016). Secara praktis, pemeliharaan kopepoda lebih ekonomis dan mudah karena
memerlukan sedikit bantuan untuk memelihara koloni. Oleh karena itu, copepoda
seperti Mesocyclops dapat digunakan untuk mengendalikan nyamuk yang
menyebarkan ZIKV.
E. Tindakan biokontrol menggunakan tanaman
Banyak produk yang berasal dari tumbuhan sedang diuji efektivitasnya terhadap
nyamuk. Untuk tujuan lavacidal telah ada pekerjaan dari beberapa tanaman untuk
mensintesis nanomosquitocides. Ekstrak biji metanol dari tanaman Brasil,
Myracrodruon urundeuva Fr. Allemao, ditemukan sangat beracun bagi Ae. larva
aegypti pada konsentrasi 1.000μg/ml. Karena ekstrak tumbuhan juga menunjukkan
efek toksik terhadap predator non-nyamuk, Artemia salina (LC50 dari 1.500 ppm),
perhatian harus diberikan ketika mempertimbangkan ekstrak tumbuhan ini dalam
program pengendalian nyamuk (Souza et al., 2011). Reegan dkk. (2015) menguji
ekstrak dari lima tanaman obat, Aegle marmelos (Linn.), Limonia acidissima (Linn.),
Sphaeranthus indicus (Linn.), Sphaeranthus amaranthoides (Burm. f), dan
Chromolaena odorata (Linn.), untuk aktivitas ovisidal terhadap Culex
quinquefasciatus dan Ae. aegypti. Ekstrak heksana L. acidissima memberikan
aktivitas ovisidal tertinggi (79,2 dan 60% terhadap Cx. quinquefasciatus dan Ae.
Aegypti, masing-masing) pada konsentrasi 500 ppm dan ditemukan efektif untuk
digunakan dalam program pengendalian nyamuk terpadu (Reegan dkk., 2015).
Pengujian insektisida nabati yang diekstraksi dari tanaman lain, termasuk Apium
graveolens (minyak biji adalah penolak yang baik terhadap nyamuk Aedes),
Callistemon rigidus, dan Persea americana mengungkapkan A. graveolens memiliki
aktivitas larvasida terhadap Ae. aegypti (LC50 dan LC90 masing-masing sebesar
16,10 dan 29,08 ppm). Laporan sampai sekarang mengkonfirmasi bahwa ekstrak
minyak dari tanaman ini memiliki efek pengusir 100% terhadap nyamuk dewasa
hingga 3 jam (Kumar et al., 2014; Ramkumar dan Karthi, 2015).
Secara keseluruhan, penggunaan ekstrak herbal tampaknya menjadi area yang
menjanjikan untuk pemberantasan nyamuk tanpa masalah bio-akumulasi. Namun,
sebelum digunakan, ekstrak ini harus diuji untuk aktivitas toksik akut atau kronis
terhadap serangga lain atau organisme yang lebih tinggi.
F. Tindakan biokontrol menggunakan ikan
Ikan, Gambusia affinis, adalah salah satu tindakan pengendalian biologis yang
paling berhasil untuk nyamuk, yang secara historis telah diperkenalkan di banyak
wilayah di dunia dalam memerangi malaria dengan hasil yang menonjol dalam hal
pengurangan vektor. Ikan memiliki tingkat predasi 100-300 larva per hari. Segera
setelah digunakan untuk pemangsaan nyamuk, ikan ini ternyata invasif karena tidak
hanya mendahului jentik nyamuk tetapi juga mendahului ikan asli dan berudu
(Mischke et al., 2016).
Sebuah penelitian baru-baru ini mengungkapkan bahwa kombinasi ikan
larvivorus dengan bahan kimia larvasida memberikan hasil yang lebih baik jika
dibandingkan dengan penggunaan ikan predator saja (Anogwih et al., 2015); namun,
ancaman gangguan terhadap flora dan fauna asli masih diragukan. Oleh karena itu,
identifikasi awal ikan larvivorus asli dan penyisiran dengan agen larvasida dapat
mencegah nyamuk pada tahap instar mereka. Oleh karena itu, perlu hati-hati memilih
ikan predator dari spesies asli yang tidak akan merusak flora dan fauna yang sudah
ada.
G. Tindakan biokontrol menggunakan berudu
Kecebong katak ditemukan mendahului larva spesies nyamuk yang berbeda.
Kecebong dari lima spesies katak yaitu Bufo, Euphlyctis, Hoplobatrachus,
Polypedates, dan Ramanella dipelajari untuk aktivitas predator Ae. telur aegypti.
Khususnya, Ae. Telur aegypti yang ditemukan di dalam perut semua kecebong
menunjukkan aktivitas predator untuk telur nyamuk (Bowatte et al., 2013). Oleh
karena itu, sebuah penelitian mengungkapkan bahwa sifat larva kecebong
Hoplobobatrachus tigerinus terhadap Ae. aegypti meningkat dengan penggunaan
nanopartikel perak sintesis dan daun Artemisia vulgaris (Murugan et al., 2015b).
Dianggap bahwa sebagian besar berudu adalah herbivora, yang merupakan temuan
kontradiksi dengan fakta sebelumnya. Lebih lanjut, telah dikonfirmasi bahwa
kecebong dan larva nyamuk memakan puing-puing di lingkungan akuatik (Weterings,
2015) dan bahkan nyamuk tertentu menganalisis lingkungan akuatik untuk
keberadaan berudu sebelum bertelur, sehingga beradaptasi dengan lingkungan akuatik
untuk kelangsungan hidupnya. (Wetering, 2015). Studi lebih lanjut diperlukan ke arah
ini sehingga berudu yang berbagi lingkungan mikro dengan larva nyamuk dapat
dimanfaatkan untuk mengendalikan populasi nyamuk.
H. Genetic tailoring
Nyamuk secara genetik dirancang untuk mengirimkan gen mematikan kepada
keturunannya yang disimpan di bawah kendali genetik gen tetrasiklin. Oleh karena
itu, keturunan nyamuk yang disesuaikan secara genetik membutuhkan tetrasiklin
dalam air untuk kelangsungan hidup mereka; yang biasanya tidak ada di air
lingkungan, sehingga menyebabkan kematian larva (Specter, 2012; von Seidlein et al.,
2017). Studi lapangan di Brasil dan Kepulauan Cayman masing-masing menunjukkan
penurunan populasi vektor sebesar 85 dan 80% (Harris et al., 2012; Achee et al.,
2015). Persetujuan sebelumnya juga diperlukan dari badan pengatur yang sesuai
sebelum melepaskan nyamuk hasil rekayasa genetika ini ke lingkungan (Vythilingam
et al., 2016). Nyamuk dapat dimodifikasi secara genetik, sehingga menghasilkan
pengembangan populasi nyamuk yang keturunannya tidak mampu bertahan hidup.
Penurunan populasi nyamuk melalui modifikasi genetik juga akan menyebabkan
pengurangan gigitan nyamuk pada manusia dan primata yang rentan. Strain rekayasa
genetika, Ae. aegypti OX513A, sebelumnya telah digunakan untuk mengendalikan
penyebaran DENV dan diharapkan juga efektif dalam mengendalikan penyebaran
ZIKV (Phuc et al., 2007; Alphey dan Alphey, 2014). Padahal, Ae. Nyamuk aegypti
yang dikembangkan oleh perusahaan Inggris Oxitec telah disetujui oleh FDA untuk
memerangi ZIKV, dengan harapan nyamuk ini tidak memiliki lingkungan yang
signifikan. Nyamuk hasil rekayasa genetika ini akan mampu membatasi populasi
nyamuk sendiri. Meskipun strain yang dimodifikasi secara genetik, Ae. aegypti
OX513A, dimaksudkan untuk mengekang penyakit yang ditularkan melalui vektor
nyamuk, nyamuk yang dimodifikasi hadir dengan sifat-sifat yang tidak diinginkan,
seperti harapan hidup yang berkurang, kepompong yang tertunda, dewasa berukuran
kecil, dan kinerja yang berkurang dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang
tidak dimodifikasi (Bargielowski et al., 2011). ). Kerugian dari metode ini adalah
biaya yang digunakan untuk rekayasa nyamuk skala besar (Vythilingam et al., 2016).
Pendekatan tersebut akan meningkatkan komunikasi antara masyarakat dan praktisi
kesehatan serta pembuat kebijakan untuk berpotensi menggunakan nyamuk rekayasa
genetika untuk memerangi infeksi yang disebabkan oleh ZIKV (Adalja et al., 2016).
I. Teknik Serangga Steril
Teknik serangga steril (SIT) juga dapat digunakan untuk mengendalikan
populasi vektor. Beberapa serangga hama penting pertanian disterilkan menggunakan
radiasi pengion dari isotop radioaktif seperti 60Co. Namun, vektor ini buruk dalam
kesehatan dan kurang efektif dalam bersaing dengan jantan tipe liar. Oleh karena itu,
tujuan pengendalian penduduk yang dimaksudkan tidak tercapai. Teknik ini terutama
digunakan untuk mengendalikan Anopheles sp. tetapi dapat juga digunakan untuk
pengendalian Aedes sp. jika informasi dasar tentang ekologi kawin mereka ditentukan
(Benelli, 2016). Strategi menggunakan jantan mandul untuk menginduksi kemandulan
pada betina subur liar dapat digunakan untuk mengurangi populasi serangga selama
periode waktu tertentu. Menggunakan teknik hibridisasi subtraktif supresi, 37 gen
telah diidentifikasi yang sebagian besar diekspresikan dalam testis Ae. aegypti. Subset
dari 10 gen dipilih untuk knockdown yang dimediasi RNAi untuk menginduksi
kemandulan pria. Diamati bahwa 9/10 knockdown menyebabkan kemandulan jantan
pada lebih dari 50% jantan, dengan penurunan fekunditas pada serangga yang tersisa
(Whyard et al., 2015; Singh et al., 2016). Di Ae. aegypti betina, perubahan fisiologis
dan perilaku terjadi setelah kawin. Sebuah subset gen diaktifkan untuk menginduksi
makan darah dan ovigenesis. Oleh karena itu, perkawinan secara langsung
mempengaruhi kapasitas vektor Ae. aegypti dengan mengarahkannya untuk
menghisap darah dan bertelur. Informasi mengenai perubahan pasca-kawin dalam
profil ekspresi gen mungkin berguna dalam mengembangkan strategi melawan
serangga (Alfonso-Parra et al., 2016). Sterilisasi melalui -iradiasi membutuhkan
radio-isotop dan oleh karena itu menimbulkan risiko kesehatan saat menanganinya.
Sterilisasi jantan melalui RNAi tampaknya merupakan strategi yang menjanjikan,
kemunduran utama dari pendekatan ini adalah kendala keuangan yang dihadapi
selama penerapan teknik ini dalam skala besar. Selain itu, validasi metodologi yang
diadopsi di lapangan sangat penting (Alphey et al., 2010; Weaver et al., 2016).

Anda mungkin juga menyukai