Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM BIODIVERSITAS

PRAKTIKUM 3
IDENTIFIKASI KEANEKARAGAMAN ORGANISME LAUT (LAMUN)

OLEH

NAMA : CRASILIA YANTI PADANG


STAMBUK : F1E117003
KELOMPOK : II ( DUA )
ASISTEN : WAHYU TRI PAMUNGKAS

PROGRAM STUDI BIOTEKNOLOGI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai perairan laut

yang lebih luas daripada daratan. Oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai

negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai biota laut baik flora

maupun fauna. Banyak daerah di laut dangkal yang di liputi oleh tumbuhan air

yang lebat, yang secara umum di sebut rumput rumputan laut (lamun).

Keanekaragaman hayati laut terfokus pada variasi bentuk kehidupan, seperti jenis

tanaman laut dan hewan laut yang beraneka ragam, struktuk genetis yang

terkandung dalam masing-masing individu, serta interaksi antar spesies. Tanaman

yang berbeda-beda, hewan dan mikroorganisme, serta gen-gen inilah yang

membentuk sebuah ekosistem.

Lamun (seagrass) adalah satu-satunya kelompok tumbu-tumbuhan

berbunga yang terdapat di lingkungan laut dan hidup di perairan pantai yang

dangkal. Seperti halnya rumput di darat, mereka mempunyai tunas berdaun tegak

dan bertangkai-tangkai yang merayap dan efektif untuk berkembangbiak. Lamun

berbunga, berbuah, dan menghsilkan biji. Mereka juga mempunyai akar dan

sistem internal untuk mngangkut gas dan zat-zat hara. Secara ekologis lamun

mempunyai beberapa fungsi penting di daerah pesisir. Lamun merupakan sumber

utama produktivitas primer di peraiaran dangkal di seluruh dunia dan merupakan

sumber makanan penting bagi banyak organisme.


Perairan Tanjung Tiram merupakan salah satu habitat tumbuhan lamun

yang ada di sulawesi tenggara. Kualitas suatu ekosistem lamun yang baik dapat

diketahui dari produktifitas dan pertumbuhan lamun di perairan itu sendiri.

Berdasarkan uraian di atas sehingga di lakukan praktikum identifikasi terhadap

keanekaragaman lamun yang ada di Tanjung Tiram

B. Rumusan Masalah

Masalah pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keanekaragaman flora dan fauna ekosistem lamun di daerah

Tanjung Tiram?

2. Bagaimana cara untuk mengetahui keanekaragaman lamun di daerah Tanjung

Tiram?

C. Tujuan Praktikum

Tujua yang ingin dicapai pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengenal keanekaragaman flora dan fauna ekosistem lamun di Tanjung

Tiram.

2. Untuk mengetahui keanekaragaman lamun yang terdapat di daerah Tanjung

Tiram

D. Manfaat Praktikum

Manfaat yang diperoleh dari praktikum ini adalh sebagai berikut:

1. Dapat mengetahui metode identifikasi flora dan fauna ekosistem lamun di

Tanjung Tiram.

2. Dapat mengetahui keanekaragaman lamun di daerah Tanjung Tiram.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Keanekaragaman Lamun

Lamun (Seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang sudah

sepenuhnya menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut. Tumbuhan ini

mempunyai beberapa sifat yang memungkinkan hidup di air di lingkungan laut,

yaitu mampu hidup di media air asin, mampu berfungsi normal dalam keaadaan

terbenam, mempunyai sistem perakaran jangkar yang berkembang baik, mampu

melaksanakan penyebrbukan dan daur generatif dalam keadaan terbenam. Secara

struktural lamun memiliki batang yang terbenam dalam tanah yang di sebut

rimpang. Rimpang dan akar lamun terbenam di dalam substrat yang membuat

lamun dapat berdiri dengan kuat menghadapi arus dan ombak

( Rahman, dkk.,2016 ).

B. Zonasi Lamun

Pertumbuhan lamun dibatasi oleh suplai nutrien antara lain partikulat

nitrogen dan fosfor yang berfungsi sebagai energi untuk melangsungkan

fotosintesis. Kedalaman air dan pengaruh pasang surut, serta struktur substrat

mempengaruhi zonasi sebaran jenis-jenis lamun dan bentuk pertumbuhannya.

Jenis lamun yang sama dapat tumbuh pada habitat yang berbeda dengan

menunjukkan bentuk pertumbuhan yang berbeda dan kelompok kelompok jenis

lamun membentuk zonasi tegakan yang jelas, baik murni ataupun asosiasi dari

beberapa jenis (Gosari, B. A. J dan Hari, A., 2012).


C. Morfologi Lamun

Kebanyakan spesies lamun mempunyai morfologimluar yang kasar hampir

serupa karna memiliki rhizoma, daun dan akar. Perbedaanya dalam hal pemisahan

struktur morfologi daun, tangkai, akar dan struktur reproduksi (bunga dan buah).

Lamun memiliki daun-daun panjang, tipis dan mirip pita yang mempunyai

saluran-saluran air serta bentuk pertumbuhannya monopodial. Bagian lamun yang

tumbuh menjalar di bawah permukaan dasar laut disebut rhizoma. Semua lamun

mempunyai rhizoma yang mirip silinder dan sebagian besar tidak berkayu, kecuali

pada Thalassodendron ciliatum. Lamun ini memiliki rhizoma tumbuh pula akar

dan beberapa cabang pendek yang tumbuh tegak untuk menahan daun-daunnya

(Kepel, R. C dan Baulu, S.,2011).

D. Vegetasi Lamun

Pola hidup lamun sering berupa hamparan, maka dikenal juga dengan

istilah padang lamun (seagrass bads) yaitu hamparan vegetasi lamun yang

menutup suatu area pesisir atau laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih

dengan kerapatan padat atau jarang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi

padang lamun yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut Ekosistem

Lamun (Seagrass ecosystem). Lamun atau disebut juga ilalang laut atau yar

merupakan tumbuhan berbunga (Angiospermae; monokotil), memiliki rhizome,

berbuah, berdaun dan berakar sejati yang tumbuh pada substrat berlumpur,

berpasir sampai berbatu yang hidup terendam di dalam air laut dangkal dan jernih

(Sombo, I. T., dkk., 2016).


E. Faktor yang Mempengaruhi Kerapatan Jenis Lamun

Beberapa faktor yang mempengaruhi kerapatan jenis lamun diantaranya

kedalaman, kecerahan, arus, air dan tipe substrat. Morfologi lamun juga

berpengaruh terhadap kerapatan jenis lamun. Ekosistem padang lamun dibatasi

oleh beberapa faktor lingkungan yaitu suhu, cahaya, salinitas, kedalaman, substrat

dasar, nutrien dan pergerakan air laut (ombak, arus, pasang surut). Faktor

lingkungan tersebut juga mempengaruhi kelimpahan dan kerapatan lamun pada

suatu daerah, sehingga jumlah dan kelimpahan lamun akan berbeda-beda pada

setiap daerah padang lamun (Minerva, A., dkk., 2014).

F. Fungsi Lamun

Lamun adalah produsen primer dalam ekosistem padang lamun, sehingga

merupakan komponen yang penting di wilayah perairan laut karena menghasilkan

oksigen dan materi organik dari hasil fotosintesis. Oleh karena itu, padang lamun

digunakan oleh biota laut sebagai tempat mencari makan (feeding ground),

pemijahan (spawning ground), dan asuhan (nursery ground). Padang lamun juga

berfungsi sebagai penyaring nutrient yang berasal dari sungai atau laut, pemecah

gelombang dan arus, serta meningkatkan kualitas air laut dengan membantu

pengendapan substrat dan menstabilkan sedimen (Purnomo, H. K., 2017).


III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum ini di laksanakan pada hari Minggu, 3 Desember 2017 pukul

08:00-selesai dan bertempat di perairan Tanjung Tiram, Kendari, provinsi

Sulawesi Tenggara.

B. Bahan Praktikum

Bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel. 1: Bahan dan Kegunaan


No Nama Bahan Satuan Kegunaan
1 2 3 4
1. Air laut 1 Sebagai media penyimpanan sampel
dalam toples.
2. Spesies sampel Sebagai bahan percobaan praktikum.

C. Alat Praktikum

Alat yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel. 2: Alat dan Kegunaan


No Nama Alat Jumlah Kegunaan
1 2 3 4
1. Alat tulis (pensil 2B & 1 Sebagai Alat Untuk Menulis
Pulpen)
2. Papan ujian berbahan 1 Sebagai pengalas saat menulis data
mika ( slate) hasil pengamatan
3. Plastik sampel 5 Untuk menyimpan sampel yang
yelah di dapatkan
4. Penggaris stainless 30 cm 1 Untuk mengukur diameter sampel

5. Buku identifikasi flora 1 Untuk membantu mengidentifikasi


dan fauna sampel yang ditemukan
6. Kamera tahan air 1 Untuk memotret sampel
D. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan

2. Mengisi lembar kerja lapangan yang terdiri dari nama pengamat lokasi, kode

stasiun, tanggal dan waktu pengamatan, nomor transek, serta informasi umum

(kedalaman air, kejernihan air, ada/tidaknya pelabuahan, ada/tidaknya

penduduk) dan informasi lain yang bermanfaat.

3. Melakukan dokumentasi kondisi stasiun dengan menggunakan kamera.

Dalam memotret sampel tumbuhan, harus difoto secara utuh da setiap

bagiannya yaitu akar, batang, daun, biji, bunga dan habitat.

4. Pada saat melakukan pengamatan, harus memfokuskan perhatiannya pada

perbedaan daun karena adanya beberapa spesies dalam genus yang memiliki

kemiripan satu sama lain.

5. Jika waktu pengamatan terbatas, mengambil beberapa sampel dari spesies

yang diamati kemudian memberi keterangan nomor sampel kode stasiun

untuk setiap sampel yang di ambil pada plastik/toples sampel dengan

menggunakan kertas label.

6. Mencatat keterangan serupa pada lembar kerja pengamatan.

7. Mengulangi prosedur serupa untuk stasiun lainnya.

8. Mengidentifikasi sampel yang di ambil dengan mengunakan buku identifikasi

ataupun menggunaksan data dan informasi taksonomi spesies yang tersedia

dalam bentuk media elektronik/internet. Sebaliknya sampel di identifikasi

sesegera mungkin setelah di koleksi dari lapangan.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum

1. Keanekaragaman jenis lamun ekosistem laut

Hasil pengamatan jenis lamun pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil pengamatan


No Jenis Lamun Gambar Klasifikasi
1 2 3 4

Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
1. Enhalus Kelas : Angiospermae
acoroides Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Enhalus
Species : Enhalus acoroides

Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
2. Thalassia Kelas : Mocotyledonia
hemprichii Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Thalassia
Species : Thalassia hemprichii

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Liliopsida
3. Cymodocea Order : Alismatales
Serullata Family : Potamogetonaceae
Genus : Cymodocea
Spesies : Cymodocea serullata

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
4. Halodule Class : Liliopsida
pinifolia Order : Alismatales
Family : Cymodoceaceae
Genus : Halodule
Spesies : Halodule pinifolia
2. Keanekaragaman jenis Invertebrata laut

Hasil pengamatan invertebrata laut pada praktikum ini dapat dilihat pada

tabel 4.

Tabel 4. Hasil pengamatan


No Jenis Gambar Klasifikasi
Invertebrata
1 2 3 4
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Bintang laut Kelas : Asteriodea
1 coklat Ordo : Paxillosida
(Protoreater Famili : Ophidiasteridae
nodosus) Genus : Protoreaster
Spesies : Protoreaster
nodosus

2 Bintang Laut Kingdom : Animalia


Biru (Linckia Filum : Echinodermata
laevigata) Class : Asteroidea
Ordo : Valvatida
Family : Ophidiasteridae
Genus : Linckia
Species : Linckia laevigata

Kingdom : Animalia
3 Ikan buntal Filum : Chordata
(Colomesus Class : Actinopterygji
psittacus) Ordo : Tetraodontiformes
Family : Tetraodontidae
Genus : Colomesus
Species : Colomesus
psittacus

Kingdom : Animalia
4 Ikan selar Filum : Chordata
kuning Class : Actinopterygji
(Selaroides Ordo : Perciformes
Family : Carangidae
leptolepis)
Genus : Selaroides
Species : Selaroides leptolepis
2. Pembahasan

Lamun adalah satu-satunya tumbuhan berbunga yang terdapat di

lingkungan laut. Seperti halnya rumput di darat, mereka mempunyai tunas

berdaun yang tegak dan tangkai-tangkai yang merayap efektifuntuk

berkembangbiak dan mempunyai akar dan sistem internal untuk mengangkut gas

dan zat-zat hara. Lamun hidup terendam di perairan laut. Lamun hidup di lautan

yang dangkal dan biasanya menempel pada substrat yang berlumpur, thalusnya

tegak berdiri dengan panjang bisa mencapai 1 meter. Dari hasil praktikum yang

telah dilakukan di kawasan tanjung tiram, ada ada 3 lamun yang berhasil di

Identifikasi diantaranya yaitu jenis Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, dan

Cymodocea Serullata.

a). Enhalus acoroides

Enhalus acoroides merupakan spesies lamun yang menyumbang sebagian

besar biomasa total tumbuhan pada ekosistem lamun perairan dangkal. Enhalus acoroides

sebagai salh satu komponen keanekaragaman hayati daerah padang lamun, berkaitan erat

dengan produktivitas biomassa serta produktivitas primer yang akan berpengaruh

terhadap rantai makanan. Kondisi perairan akan mempengaruhi jumlah, sebaran dan

biomassa lamun tersebut. Bentuk daun Enhalus acoroides yang seperti memudahakan

untuk dijadikan objek pengamatan pertumbuhan. Pengukuran pertumbuhan lamun

Enhalus acoroides dilakukan pada bagian daun lamun yang didasarkan atas fungsi daun

sebagai penerima cahaya dan alat fotosintesis (Christon., dkk., 2012).


(Enhalus acoroides)

Lamun jenis Enhalus acoroides memiliki rhizoma yang ditumbuhi oleh

rambut-rambut padat dan kaku dengan lebar lebih dari 1,5 cm, memiliki akar yang

banyak dan bercabang dengan panjang antara 10 – 20 cm dan lebar 3 – 5 mm. Daun dari

tumbuhan ini dapat mencapai 30 – 150 cm dengan lebar 1,25 – 1,75 cm. Enhalus

acoroides ini hidup pada perairan yang terlindungi dengan substrat pasir atau lumpur

(Febriyanto., dkk., 2013).

b). Thalassia hemprichii

Thalassia hemprichii adalah lamun yang sangat umum dan

penyebarannya luas di kawasan IndoPasifik. Spesies T. hemprichii ini biasanya

ditemukan di zona sublittoral di kedalaman sampai 5 meter. Lamun ini berada

dalam kepadatan tinggi yang membentuk padang lamun monospesifik dan

merupakan jenis lamun yang dominan pada rataan karang mati dengan sedimen

yang terdiri dari pasir karang dan pecahan karang. Spesies ini juga telah diamati

tumbuh pada substrat pasir berlumpur dan lumpur lunak, serta lumpur tertutup

karang (Sakey, W. F., 2105).


(Thalassia hemprichii)

Ciri morfologi dari Thalassia hemprichii adalah rhizomanya berbuku-

buku, memiliki sisik rhizoma yang berdekatan. Dipermukaan akar tidak ditutupi

oleh jaringan hitam, batangnya tertutupi oleh serat-serat halus berwarna coklat,

ujung daun bulat dan kadang-kadang sedikit. Jenis ini paling banyak ditemukan,

biasanya berasosiasi dengan jenis lain dan tumbuh baik sampai kedalaman 25

meter, pada umumnya tumbuh pada substrat yang berpasir

(Kurnia, M., dkk., 2015).

c). Cymodocea Serullata

Morfologi dari Cymodocea serrulata yaitu tepi dau halus atau licin, tidak

bergerigi. Akar pada tiap nodus terdiri dari 2 -3 helai. Akar tidak bercabang dan

tidak mempunyai rambut akar . tulang daun sejajar, jumlah tulang daun pada

selembar daun adalah 9-15 buah. Tiapa nodus hanya ada satu tegakan. Tiap

tegakan terdiri dari 2-4 helai daun.


(Cymodocea serrulata)

Salah satu peran utama lamun Cymodocea serrulata yaitu sebagai

penyimpanan karbon di lautan atau dikenal dengan istilah blue karbon untuk

proses fotosintesis. Kontruksi vegetasi lamun terhadap penyimpanan karbo dimuai

dari proses fotosintesis dan disimpan sebagai biomassa. Kandungan biomassa

yang terdapat pada lamun ini yaitu C-organik dan karbon (Putra, I. A., 2017).

d). Halodule pinifolia


E.

Halodule pinifolia merupakan spesies pionir yang dominan dalam

lingkungan mengalami gangguan atau di lingkungan yang dianggap tidak

menguntungkan bagi spesies lamun lainnya. Halodule pinifolia tergantung pada

substrat, asosiasi dengan jenis lamun yang berbeda. Pada dasar berpasir lembut,

Halodule pinifolia biasanya dikaitkan dengan Halophila ovalis dan kadangkadang

Halophila Ovata. Pada dasar lumpur, biasanya disertai dengan Cymodocea

rotundata.
panjang pisau daun sempit berukuran 5-20 cm panjang dan 0,61.2 mm

lebar. Ujung daun bulat dan bergerigi luas. Selubung daun kira-kira 1-4 cm

panjang. Halodule pinifolia memiliki rimpang merayap dengan 2-3 akar di setiap

node. Sebuah menonjol batang pendek dari setiap node juga.

e). Bintang laut coklat (Protoreater nodosus)

Protoreaster nodosus merupakan spesies yang memiliki kelimpahan tertinggi di

perairan Sulawesi Tenggara. Penelitian tentang aktivitas Protoreaster nodosus terhadap

bakteri dan fungi belum pernah dilakukan, hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan

penelitian tentang aktivitas antibakteri dan antifungal spesies Protoreaster nodosus

terhadap bakteri Streptococcus sp dan Candida albicans. Protoreaster nodosus

mengandung 3 komponen yang diuji yaitu steroid, flavonoid, dan tanin

(Hafizah, I dan Salastriana, 2015).

(Protoreaster nodosus)
Protoreaster nodulosus yang memiliki ciri-ciri morfologi secara umum yaitu

mempunyai lengan sebanyak 5 buah dan tergolong besar, bentuk tubuh keras, warna

tubuh ada yang berwarna putih kehitaman, cokelat kehitaman dan orange kehitaman serta

memiliki tonjolan-tonjolan berwarna hitam. Tonjolan-tonjolan tersebut merupakan duri

yang dimiliki oleh Protoreaster nodulosus di kelima lenganya dan ujung setiap lengan

berwarna hitam. Jenis Bintang Laut ini kebanyakan terdapat di area padang lamun dan

rumput laut dengan substrat pasir, makanan utama untuk jenis Protoreaster nodulosus ini

adalah lamun, detritus dan rumput laut.

f). Bintang Laut Biru (Linckia laevigata)

Bintang Laut Biru (Linckia laevigata) merupakan salah satu Asteroidea yang

termasuk dalam famili Ophidiasteridae. Bintang laut ini memiliki lima buah lengan

berbentuk silindris dan tumpul pada ujungnya. Pada bagian aboral, L.laevigata memiliki

madreporit sedangkan bukaan ambulaklar dan mulut terdapat di bagian oral. Bintang laut

ini memiliki granul-granul kecil yang menutupi cakramnya. Pada umumnya L.laevigata

memiliki warna biru pada bagian aboral (Triana, R., 2015).

Linckia laevigata berwarna biru cerah, tangan-tangannya yang cenderung

silindris dan ujungnya tumpul. Bintang laut ini dijumpai di sekitar daerah berkarang.

Mulut bintang laut terletak di tengah cakram di bawah tubuhnya. Mulut tersebut
terletak di sebelah kerongkongan pendek yang berhubungan dengan lambung

besar. Lambungnya memiliki lima cabang. Makanan yang masuk dicerna oleh

getah lambung, lalu dikirimkan kelima cabang usus yang kemudian sisanya akan

dibuang melalui anus.

g). Ikan buntal) (Colomesus psittacus)

Ikan buntal adalah sejenis ikan yang bisa hidup di air tawar dan air laut

jenis. Hewan air ini tergolong dari spesies karnivora atau (pemakan daging),

penyebaran ikan buntal ini adalah di perairan tropis seluruh dunia. Ikan Buntal ini

adalah predator malam hari, biasanya bersembunyi di celah-celah karang di siang

hari dan baru akan berakasi mencari makan pada malam hari. Gigi yang menyatu

bersama menjadi satu kesatuan, menciptakan mulut yang kuat dan dapat

meretakan kulit kerang siput, landak laut, dan kepiting. Ikan buntal termasuk

predator perenang lambat, untuk mempertahakan dirinya dari predator ikan ini

mengembungkan tubuhnya seperti balon, perutnya yang elastis dengan air

berjumlah banyak sehingga membuatnya nampak lebih besar dan nyaris bulat.
Ikan buntal isaat menggelembungkan tubuhnya duri-duri yang berada di

dalam tubuh ikan buntal juga akan nampak bermunculan, ini merupakan sistem

pertahanan dirinya dari para musuh. Predator yang mengabaikan peringatan dari

ikan buntal, kemungkinan akan mati tersedak duri, bentuk pertahanan mereka

yaitu racun. Beberapa jenis tertentu dari ikan buntal mengandung racun saraf

tetrodoksin, kebanyakan terdapat di bagian hati, kelenjar kelamin, dan kulit.

Meski racun ini termasuk tangguh (termasuk membunuh manusia). spesies

semacam hiu bisa tahan terhadap racunnya dan tidak menghasilkan dampak sama

sekali. Ikan buntal disamping bisa mengembung seperti balon ada keunikan lain

yang terdapat yaitu bentuknya, dan warnanya (Farihin, M., 2015).

h). Ikan selar kuning (Selaroides leptolepis)

ikan selar kuning memiliki bentuk tubuh yang jorong memanjang dan pipih tegak

atau yang biasa disebut fusiform, pangkal ekor kecil. Bentuk mulut ikan ini adalh

subterminal. Mempunyai sisik-sisik kecil tipis jenis sikloid. Terdapat bintik hitam besar

dibagian atas tutup insang. Sisi tubuh dan perut berwarna keperakan. Bagian punggung

ikan berwarna biru dan terdapat garis kuning di bagian punggung. Punggung ikan

berwarna biru metalik dengan pita kuning terang yang lebar dari sisi atas mata hingga ke

batang ekor (Nalurita, Y., 2014).


Ikan ini bertubuh kecil, mencapai panjang tubuh maksimal 22 cm, namun

umumnya kurang dari 15 cm. Bentuk jorong memanjang dan pipih tegak; kurang

lebih simetris pada lengkung punggung dan perutnya. Garis tengah mata

sebanding atau lebih pendek daripada panjang moncong, dengan pelupuk mata

berlemak setengah penuh pada separuh bagian belakang mata. Rahang atas tak

bergigi, dan rahang bawah dengan sederet gigi kecil-kecil. Sisir saring insang

pada lengkung insang yang pertama berjumlah 10-14 buah pada lengan (bagian)

sebelah atas, dan 27-32 pada lengan bawah. Cleithrum (gelangan bahu) halus pada

tepiannya, tanpa tonjolan-tonjolan.


BAB V. PENUTUP

A. Simpulan

Simpulan pada praktikum ini yaitu

1. Keanekaragaman flora dan fauna yang terdapat di ekosistem pesisir

khususnya wilayah Tanjung Tiram, ada 3 jenis lamun yang berhasil di

identifikasi yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea Serullata

Halodule pinifolia. Dan beberapa jenis biota asosiasi yaitu Bintang laut coklat

(Protoreater nodosus), Bintang Laut Biru (Linckia laevigata), Ikan buntal

(Colomesus psittacus), dan Ikan selar kuning (Selaroides leptolepis) Jenis spesies

lamun tersebut tumbuh pada perairan yang relatif dangkal, dan tinggi

kerapatannya disebabkan karena sustrat yang cocok untuk habitatnya yaitu

subtidal dangkal.

2. Metode identifikasi yang di lakukan yaitu dengan cara mencatat dan

mencocokkan sampel yang didapatkan dengan searching di internet dan buku

atau literatur tentang lamun.

B. Saran

Saran yang dapat saya berikan pada praktikum ini yaitu pada saat

melakukan praktikum di harapkan kepada praktikan agar lebih teliti dalam

melakukan identifikasi jenis – jenis lamun, dan untuk asisten pembimbing terima

kasih atas bimbinganya dalam praktikum dan tetap mempertahankan sikap

keramahanya.
DAFTAR PUSTAKA

Christon., Djunaedi, O. S., Purba, N. P., 2012., Pengaruh Tinggi Pasang Surut
Terhadap Pertumbuhan dan Biomassa Daun Lamun, Jurnal Perikanan
dan Kelautan, 3(3) : 287-294
Farihin, M., 2015, Ikan Buntal Sebagai Ide Dasar Pencintaan Keramik Teko
Pasutri, Skripsi, Universitas Negeri Yogyakarta.

Febriyanto, Riniatsih, I., Endrawati, H., 2013, Rekayasa Teknologi Transplantasi


Lamun, Jurnal Penelitian Kelautan, 1(1) : 1-10

Gosari, B. A. J dan Haris, A., 2012, Studi Kerapatan dan Penutupan Jenis Lamun,
Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan, 22(3) : 156-162.
Hafizah, H., Sulastriana., 2015, Uji Daya Hambat Etanol Bintang Laut
Bertanduk, Medula, 3(1) : 192-196.

Kepel, R. C dan Baulu, S., 2011, Komunitas Lamun di Pearairan Pesisir, Jurnal
Perikanan dan Kelautan Tropis, 7(1) : 27-31.

Kurnia, M., Pharmawati, M., Yusup, D. S., 2015, Jenis – jenis Lamun, Jurnal
Simbiosis 3(1) : 330-333.

Minerva, A., Purwati, F., Suryanto, A., 2014, Analisis Hubungan Keberadaan dan
Kelimpahan Lamun dengan Kualitas Air, Management Of Aquatic
Resources, 3(3) : 88-94.
Naturalita, Y., 2014, Inventarisasi Ikan Hasil Tangkapan, Skripsi, Universitas
Tanjungpura : Pontianak

Purnomo, H. K., Yusniawati, Y., Putrika, A., Handayani, W., 2017,


Keanekaragaman Spesies Lamun pada Beberapa Ekosistem Padang
Lamun, Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon. 3(2) : 236-240
Putra, I. A., 2017, Potensi Penyimpanan Karbon Lamun (Cymodocea serrulata),
Skripsi, Universitas Riau : Pekanbaru

Rahman, A. A., Nur. A. I., Ramli, M., 2O16, Studi Lanjut Pertumbuhan Lamun,
Jurnal Sapa Laut, 1(1) : 10-16

Sakey, W. F., Wagey, B. T., Gerung, G. S., 2015, Variasi Morfometrik pada
Bebearapa Lamun, Jurnal Pesisir dan Laut Tropis, 1(1) : 1-3
Sombo, I. T., Wiryanto., Sunarto., 2016, Karakteristik dan Struktr Komunitas
Lamun, Jurnal Ekosains, 11(2) : 33-44.
Triana, R.., Elfidasari, D., Vimono, I. B., 2015, Identifikasi Echinodermata, Pro
Sem Nas Masy Biodiv Indon, 1(3) : 455-459.

Anda mungkin juga menyukai