Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

Y GANGGUAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN OKSIGENISASI DENGAN DIAGNOSA TUBERKULOSIS PARU
DI RUANGAN TULIP DI RUMAH SAKIT UMUM
IMELDA PEKERJA INDONESIA MEDAN

DISUSUN OLEH:

RUT MESRA
ZEBUA 1714201026

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS IMELDA
MEDAN

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus Asuhan Keperawatan Pada Tn. M pada
penyakit tuberculosis paru dengan masalah keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif di
ruangan anggrek Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan. Laporan kasus ini
dibuat untuk memenuhi tugas dari Keperawatan Dasar Profesi.
Dalam penyusunan Makalah ini penulis mengucapkan Terimakasih kepada Bapak/Ibu:
1. dr. H. Raja Imron Ritonga., M.Sc., selaku Ketua Yayasan Imelda.
2. Dr. dr. Imelda L. Ritonga S.Kp.,M.pd., MN., selaku Rektor Universitas Imelda Medan.
3. dr. Hedy Tan, MARs., MOG., Sp. OG selaku Direktur Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja
Indonesia Medan.
4. Edisyah Putra Ritonga, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Ketua Prodi Ners Universitas Imelda
Medan.
5. Hamonangan Damanik, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Sekretaris Prodi Ners Universitas
Imelda Medan sekaligus dosen pembimbing akademik.
6. Satriani, S.Kep., Ns selaku pembimbing klinik Praktik Keperawatan Dasar Profesi.
7. Teman-teman yang ikut dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah ini dan semoga bermanfaat.

Medan, 26 November 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1. Latar Belakang...................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..............................................................................2
1.3. Tujuan Penelitian...............................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum...........................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus..........................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................4
2.1 Konsep TB Paru.................................................................................4
2.1.1 Definisi......................................................................................4
2.1.2 Etiologi.....................................................................................4
2.1.3 Manifestasi Klinis.....................................................................5
2.1.4 Klasifikasi.................................................................................6
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang............................................................7
2.1.6 Patofisiologi..............................................................................9
2.1.7 Penularan TB Paru....................................................................9
2.1.8 Komplikasi..............................................................................10
2.1.9 Penatalaksanaan......................................................................10
2.2 Konsep Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif....................................12
2.2.1 Defenisi...................................................................................12
2.2.2 Penyebab.................................................................................13
2.2.3 Tanda dan Gejala....................................................................13
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan..........................................................14
2.3.1 Pengkajian...............................................................................14
2.3.2 Diagnosa Keperawatan...........................................................15
2.3.3 Intervensi Keperawatan..........................................................15
BAB III LAPORAN KASUS.............................................................................21
3.1. Pengkajian........................................................................................21
3.2. Analisa Data.....................................................................................22
3.3. Diagnosa Keperawatan.....................................................................23
3.4. Perencanaan Keperawatan................................................................24
3.5. Implementasi dan Evaluasi...............................................................27
BAB IV PENUTUP.............................................................................................29
4.1. Kesimpulan.....................................................................................................29
4.2. Saran.................................................................................................29

i
i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis atau Tuberculosis (TBC) merupakan suatu jenis penyakit menuler yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyerang berbagai organ,
terutama paru-paru. Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC (CI
8,8 juta – 12, juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima negara dengan
insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan.
Sebagian besar estimasi insiden TBC pada tahun 2016 terjadi di Kawasan Asia Tenggara
(45%) dimana Indonesia merupakan salah satu di dalamnya dan 25% nya terjadi di kawasan
Afrika. Badan kesehatan dunia mendefinisikan negara dengan beban tinggi/high burden
countries(HBC) untuk TBC berdasarkan 3 indikator yaitu TBC, TBC/HIV, dan MDR-TBC.
Terdapat 48 negara yang masuk dalam daftar tersebut.Satu negara dapat masuk dalam salah
satu daftar tersebut, atau keduanya, bahkan bisa masuk dalam ketiganya. Indonesia bersama
13 negara lain, masuk dalam daftar HBC untuk ke 3 indikator tersebut (Kemenkes, 2018).
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019,
Indonesia tetap memakai prevalensi TB paru, yaitu 272 per 100.000 penduduk secara absolut
(680.000 penderita) dan hasil survey prevalensi TBC 2013-2014 yang bertujuan untuk
menghitung prevalensi TB paru dengan konfirmasi bakteriologipada populasi yang berusia 15
tahun ke atas di Indonesia.
Jumlah penderita TB Paru Klinis (suspek ditemukan) di Provinsi DKI Jakarta pada tahun
2016 sebanyak 55.503 penderita. Dari jumlah tersebut 7.302 diantaranya merupakan pasien
baru TB positif, terjadi peningkatan penderita TB dibanding tahun 2015 sebesar 5.574 orang.
Jakarta Timur, Barat dan Selatan merupakan wilayah dengan jumlah TB Paru BTA+ terbesar
di Provinsi DKI Jakarta, yaitu rata-rata sebanyak 2.000 penderita. Pada tahun 2016 setelah
dilakukan upaya pengobatan terhadap 7.302 penderita TB Paru BTA+, 80,59% diantaranya
dinyatakan sembuh.
Pasien tuberkulosis paru akan mengalami sesak nafas. Otot bantu nafas pada pasien yang
mengalami sesak nafas dapat bekerja saat terjadi kelainan pada respirasi. Hal ini bertujuan
untuk dapat mengoptimalkan ventilasi nafas.
Sesak nafas terjadi karena kondisi pengembangan paru yang tidak sempurna akibat
bagian paru yang terserang tidak mengandung udara atau kolaps. Bentuk dadadan gerakan
pernapasan pada klien dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya

1
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter
lateral.
Apabila ada penyulit dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang masif maka terlihat
adanya ketidaksimetrisan rongga dada, pelebaran intercostal space(ICS) pada sisi yang sakit.
TB paru yang disertai atelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak simetris yang
membuat penderitanya mengalami penyempitan ICS pada sisi yang sakit (Mutaqin, 2008).
Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan pernapasan
tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat komplikasi yang
memperlihatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya klien akan terlihat mengalami
sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan dan penggunaan alat bantu nafas (Mutaqin,
2008).
Salah satu diagnosa pada pada pasien TB paru adalah ganggguan bersihan jalan nafas
tidak efektif. Sesak nafas menyebabkan saturasi oksigen turun di bawah level normal. Jika
kadar oksigen dalam darah rendah, oksigen tidak mampu menembus dinding sel darah merah.
Sehingga jumlah oksigen dalam sel darah merah yang dibawa hemoglobin menuju jantung
kiri dan dialirkan menuju kapiler perifer sedikit. Sehingga suplai oksigen terganggu, darah
dalam arteri kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan penurunan saturasi oksigen
(Yasmara, 2016).
Intervensi yang bisa dilakukan untuk mengurangi sesak pada pasien TB paru adalah
demonstrasikan dan dorong pernafasan dengan mendorong bibir selama ekhalasi, berikan
klien posisi semi fowler dan kolaborasikan dalam pemberian oksigen (Yasmara, 2016). Salah
satu intervensi keperawatan yang bisa dilakukan adalah pemberian posisi semi fowler. Posisi
semi fowler mengandalkan gaya gravitasi untuk membantu melancarkan jalan nafas menuju
ke paru sehingga oksigen akan mudah masuk. Hal ini dapat meningkatkan oksigen yang
diinspirasi atau dihirup pasien. Dengan meningkatnya oksigen dalam tubuh, meningkat pula
oksigen yang dibawa sel darah merah dan hemoglobin, sehingga saturasi oksigen juga ikut
meningkat (Muttaqin, 2008).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah asuhan keperawatan terhadap pasien Tuberkulosis Paru dengan prioritas
masalah bersihan jalan nafas tidak efektif?

2
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur
keperawatan gawat darurat dan untuk memberikan wawasan kepada mahasiswa/i tentang
Tuberkulosis Paru dan tindakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Tuberkulosis Paru.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk melakukan pengkajian pada Tn.M dengan prioritas masalah keperawatan
bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Untuk merumuskan diagnosa utama keperawatan pada Tn.M dengan diagnosa medis
Tuberkulosis Paru
3. Untuk merumuskan intervensi keperawatan terhadap Tn.M dengan prioritas masalah
bersihan jalan nafass tidak efektif
4. Untuk melakukan implementasi keperawatan terhadap Tn.M dengan prioritas masalah
bersihan jalan nafass tidak efektif
5. Untuk melakukan evaluasi keperawatan terhadap Tn.M dengan prioritas masalah
bersihan jalan nafass tidak efektif

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep TB paru


2.1.1 Definisi
TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman TB
(mycobacterium tuberculosis). Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara
ke dalam paru-paru,dan menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui peredaran
darah seperti kelenjar limfe, saluran pernapasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh
lainnya (Febrian, 2015).
TB merupakan penyakit infeksi kronis yang sering terjadi atau ditemukan di tempat
tinggal dengan lingkungan padat penduduk atau daerah urban, yang kemungkinan besar telah
mempermudah proses penularan dan berperan terhadap peningkatan jumlah kasus TB (Ganis
indriati, 2015).

2.1.2 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak berspora
sehingga mudah dibasmi dengan sinar matahari, pemanasan dan sinar ultraviolet. Terdapat 2
macam mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan bovin. Basil tipe human berada di
bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TB paru dan orang yang rentan
terinfeksi bila menghirup bercak ludah ini (Nurrarif & Kusuma, 2015).
Menurut (Puspasari, 2019) Faktor resiko TB paru sebagai berikut:
1. Kontak dekat dengan seseorang yang memiliki TB aktif.
2. Status imunocompromized (penurunan imunitas) misalnya kanker, lansia, HIV.
3. Penggunaan narkoba suntikan dan alkoholisme.
4. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, termasuk diabetes, kekurangan gizi,
gagal ginjal kronis.
5. Imigran dari negara-negara dengan tingkat tuberkulosis yang tinggi misal Asia
Tenggara, Haiti.
6. Tingkat di perumahan yang padat dan tidak sesuai standart.
7. Pekerjaan misalnya petugas pelayanan kesehatan.
8. Orang yang kurang mendapat perawatan kesehatan yang memadai misalnya
tunawisma atau miskin.

4
2.1.3 Manifestasi klinis
Tanda dan gejala pada TB paru yaitu batuk >3 minggu, nyeri dada, malaise, sesak
nafas, batuk darah, demam. Tanda dan gejala pada TB paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu
gejala sistemik dan respiratorik (Padila,2013).
1. Gejala sistemik yaitu :
a. Demam
Adanya proses peradangan akibat dari infeksi bakteri sehingga timbul gejala
demam. Ketika mycobacterium tuberculosis terhirup oleh udara ke paru dan
menempel pada bronkus atau alveolus untuk memperbanyak diri, maka terjadi
peradangan (inflamasi) ,dan metabolisme meningkat sehingga suhu tubuh
meningkat dan terjadilah demam.
b. Malaise
Malaise adalah rasa tidak enak badan, penurunan nafsu makan, pegal-pegal,
penurunan berat badan dan mudah lelah.
2. Gejala respiratorik yaitu :
a. Batuk
Batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian muncul peradangan
menjadi produktif atau menghasilkan sputum yang terjadi lebih dari 3 minggu
(Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
b. Batuk darah
Batuk darah atau hemoptisis merupakan batuk yang terjadi akibat dari pecahnya
pembuluh darah. Darah yang dikeluarkan bisa bervariasi, berupa garis atau bercak
darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah yang banyak.
(Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
c. Sesak nafas
Pada awal TB sesak nafas tidak ditemukan. Sesak nafas ditemukan jika penyakit
berkelanjutan dengan kerusakan paru yang meluas atau karena adanya hal lain
seperti efusi pleura, pneumothorax dan lain-lain (Suprapto,Abd.Wahid &
Imam,2013).
d. Nyeri dada
Gejala nyeri dada dapat bersifat bersifat lokal apabila yang dirasakan berada
pada tempat patologi yang terjadi, tapi dapat beralih ke tempat lain seperti
leher,abdomen dan punggung. Bersifat pluritik apabila nyeri yang dirasakan akibat

5
iritasi pleura parietalis yang terasa tajam seperti ditusuk-tusuk pisau (Smeltzer &
Bare,2013).

2.1.4 Klasifikasi
1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit : (Puspasari, 2019).
a. Tuberkulosis paru
TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap sebagai TB
paru karena adanya lesi pada jaringan paru.
b. Tuberkulosis ekstra paru TB yang terjadi pada organ selain paru misalnya kelenjar
limfe, pleura, abdomen, saluran kencing, kulit, selaput otak, sendi dan tulang.
2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:
a. Klien baru TB: klien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB paru
sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari satu bulan (< 28
dosis).
b. Klien yang pernah diobati TB: klien yang sebelumnya pernah menelan OAT
selama satu bulan atau lebih (≥ 28 hari).
c. Klien berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:
1) Klien kambuh: klien TB paru yang pernah dinayatakn sembuh dan saat ini
didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologi.
2) Klien yang diobati kembali setelah gagal: klien TB paru yang pernah diobati
dan gagal pada pengobatan terakhir.
3) Klien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up): klien TB
paru yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow-up (dikenal sebagai
pengobatan klien setelah putus berobat).
4) Lain-lain: klien TB paru yang pernah diobati tetapi hasil akhir pengobatan
sebelumnya tidak diketahui.
3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat:
Pengelompokkan penderita TB berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari
mycobacterium tuberculosis terhadap OAT:
a. Mono resisten (TB MR): resisten terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja.
b. Poli resisten (TB PR): resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama
selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
c. Multidrug resisten (TB MDR): resisten terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin (R)
secara bersamaan.

6
d. Extensive drug resistan (TB XDR): TB MDR sekaligus resisten terhadap salah
satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini kedua
jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin, Amikasin).
e. Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap Rifampisin dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi.
4. Klasifikasi penderita TB berdasarkan status HIV:
a. Klien TB dengan HIV positif.
b. Klien TB dengan HIV negative.
c. Klien TB dengan status HIV tidak diketahui

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Kemenkes (2014) pemeriksaan pada penderita TB paru yang perlu
diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung .
a. Untuk diagnosis dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis langsung, penderita
TB diperiksa contoh uji dahak SPS (sewaktupagi-sewaktu).
b. Ditetapkan sebagai penderita TB apabila minimal satu dari pemeriksaan
hasilnya BTA positif.
2. Pemeriksaan dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) :
S (sewaktu) : Dahak ditampung saat pasien TB datang berkunjung pertama kali
ke pelayanan kesehatan. Saat pulang pasien membawa sebuah pot dahak untuk
menampung dahak pagi pada hari kedua.
P (pagi) : Dahak ditampung pasien pada hari kedua,setelah bangun tidur. Pot
dibawa dan diserahkan kepada petugas pelayanan kesehatan.
S (sewaktu) : Dahak ditampung pada hari kedua setelah saat menyerahkan dahak
pagi.
b. Pemeriksaan biakan Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi
mycbacterium tuberculosis.
3. Pemeriksaan uji kepekaan obat Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan ada
tidaknya resistensi mycobacterium tuberculosis terhadap OAT. Pemeriksaan uji

7
kepekaan obat harus dilakukan oleh laboratorium yang telah lulus uji pemantapan
mutu atau quality assurance. (Kemenkes,2014).
4. Sedangkan menurut Nurafif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang pada TB
paru meliputi :
a. Laboratorium darah rutin LED normal/meningkat, limfositosis
b. Pemeriksaan sputum BTA Untuk memastikan diagnostik paru, pemeriksaan ini
spesifikasi karena klien dapat didiagnosis TB paru berdasarkan pemeriksaan ini.
c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
d. Tes Mantoux/Tuberkulin Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai alat
histogen staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
e. Teknik Polymerase Chain Reaction Deteksi DNA kuman melalui amplifikasi
dalam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam spesimen dapat mendeteksi
adanya resistensi.
f. Becton Dikinson Diagnostic Instrument Sintem (BACTEC) Deteksi Growth
Indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh
kuman TB. g. Pemeriksaan Radiologi Gambaran foto thorak yang menunjang
didiagnostis TB paru yaitu :
1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas satu segmen apical lobus
bawah.
2) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak nodular.
3) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru.
4) Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
5) Bayangan millie.

8
2.1.6 Patofisiologi

Mycobacterium Tuberculosis Tertiup melalui udara Mycobacterium bovis

Menempel pada bronchiole dan Alveolus

Proliferasi sel epitel disekeliling basil


dan membentuk dinding antara basil
dan organ yang terinfeksi

Lesi primer menyebabkan kerusakan jaringan dan menjadi inflamasi/infeksi

Kerusakan
Produksi secret meningkat, membran
pecahnya alveolar-kapiler
pembuluh darah merusakPerubahan
pleura,atelaktasis
cairan intrapleura
Reaksi sistematis
Ketidakefektifan pola nafas

Batuk produktif, batuk darah


Sesak nafas, ekspansi toraks
Sesak nafas, sianosis,gangguan otot bantu nafas
Intoleransi aktifitas
2.1.7 Penularan bersihan
Ketidakefektifan TB jalan nafas
Daya penularan dari seorang TBGangguan pertukaran
paru ditentukan oleh: gas
(Notoatmodjo,2011).
1. Banyak nya kuman yang terdapat dalam paru penderita.
2. Penyebaran kuman di udara.
3. Penyebaran kuman bersama dahak berupa droplet yang berada disekitar TB paru.
Kuman pada penderita TB paru dapat terlihat oleh mikroskop pada sediaan dahaknya
lemah
(BTA positif) dan infeksius. Sedangkan penderita TB paru yang kumannya tidak dapat dilihat
langsung oleh mikroskop pada sediaan (BTA negatif) dan kurang menular. Pada penderita
TB ekstra paru tidak menular kecuali pada penderita TB paru. Penderita TB BTA positif

9
mengeluarkan kuman di udara dalam bentuk droplet pada saat batuk atau bersin. Droplet ini
mengandung kuman TB dan dapat bertahan di udara selama beberapa jam. Jika droplet ini
terhirup oleh orang lain dan menetap dalam paru yang menghirupnya maka kuman ini akan
berkembang biak dan terjadi infeksi. Orang yang serumah dengan penderita TB paru BTA
positif adalah orang yang kemungkinan besar terpapar kuman TB.

2.1.8 Komplikasi

Menurut Wahid&Imam (2013), komplikasi yang muncul pada TB paru yaitu :


1. Pneumothorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
2. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) di paru.
3. Penyebaran infeksi keorgan lainnya seperti otak,tulang, persendian, ginjal dan
sebagainya.
4. Insufisiensi kardiopulmonal (Chardio Pulmonary Insufficiency).
5. Hemoptisis berat (pendarahan pada saluran nafas bawah) yang mengakibatkan
kematian karena terjadinya syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan pernafasan.

2.1.9 Penatalaksanaan
1. Pengobatan TB paru menurut Kemenkes RI (2014):
a. Tujuan pengobatan Pengobatan TB paru untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kekambuhan, mencegah kematian, memutuskan rantai penularan serta mencegah
resistensi mycobacterium tuberculosis terhadap OAT.
b. Prinsip pengobatan Pengobatan yang dilakukan harus memenuhi prinsip sebagai
berikut: OAT yang diberikan mengandung minimal 4 macam obat untuk
mencegah resistensi, diberikan dalam dosis yang tepat, obat ditelan secara teratur
dan diawasi oleh PMO sampai selesai.
c. Tahapan pengobatan pengobatan TB diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal
(intensif) dan tahap lanjutan.
1) Tahap awal Pada tahap awal, penderita mendapatkan obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung guna mencegah terjadinya resisten obat.
2) Tahap lanjutan Pada tahap lanjutan, penderita mendapatkan jenis obat yang
lebih sedikit tetapi dalam jangka waktu lebih lama.

1
d. Obat anti tuberculosis
1) Isoniazid (H)
Isoniazid diberikan melalui oral atau intramuskular. Obat ini memiliki dua
pengaruh toksik utama yaitu neuritis perifer dan hepatotoksik. Tanda dari
neuritis perifer yaitu mati rasa dan rasa gatal pada tangan dan kaki. Sedangkan
hepatotoksik jarang terjadi, mungkin terjadi pada anak dengan TB berat dan
remaja (Astuti,2010).
2) Rifampisin (R)
Efek samping obat ini yaitu terjadi perubahan warna orange pada urine dan air
mata dan gangguan saluran pencernaan.
3) Etambutol (E) Etambutol bertujuan untuk mencegah resistensi terhadap obat
yang lain.
4) Pirazinamid (Z) Obat ini bersifat bakterisid dan memiliki efek samping rasa
mual yang disertai nyeri ulu hati dan muntah.
5) Streptomisin Efek samping dari obat streptomisin yaitu rasa kesemutan
didaerah mulut dan muka setelah obat disuntikan.
2. Panduan OAT di Indonesia
a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4H3R3
Obat diberikan selama dua bulan 2 (HRZE). Kemudian dilanjutkan pada tahap
lanjutan yang diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).
b. Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 Obat ini diberikan pada pasien BTA
positif yang pernah diobat sebelumnya.
c. Obat sisipan (HRZE) Paket sisipan KDT merupakan paduan paket tahap intensif
atau kategori 1 yang diberikan selama 28 hari (Kemenkes,2011).
3. Hasil pengobatan TB paru.
a. Sembuh
Penderita telah menyelesaikan pengobatan dan pemeriksaan dahak ulang hasilnya
negatif pada AP ( akhir pengobatan ) dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.
b. Pengobatan lengkap
Penderita yang menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tapi tidak ada hasil
pada pemeriksaan dahak ulang di akhir pengobatan.
c. Meninggal
Penderita yang meninggal saat masa pengobatan.
d. Pindah

1
Penderita yang dipindah ke unit pencatatan & pelaporan lain dan hasil
pengobatannya tidak diketahui.
e. Putus berobat
Penderita TB yang tidak berobat selama 2 bulan atau lebih sebelum masa
pengobatan selesai.
f. Gagal
Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak positif atau kembali menjadi positif
pada bulan ke lima atau lebih saat masa pengobatan.
g. Keberhasilan pengobatan (Treatment succes)
Penderita yang sembuh dan sudah menyelesaikan pengobatan lengkap.
4. Penatalaksanaan Non Farmakologi
a. Fisioterapi Dada
Fisioterapi dada terdiri atas drainase postural,perkusi,dan vibrasi dada. Tujuannya
yaitu untuk memudahkan dalam pembuangan sekresi bronkhial, memperbaiki fungsi
ventilasi, dan meningkatkan efisiensi dari otot-otot sistem pernafasan agar berfungsi
secara normal (Smeltzer & Bare,2013). Drainase postural adalah posisi yang spesifik
dengan gaya gravitasi untuk memudahkan proses pengeluaran sekresi bronkial.
Perkusi adalah suatu prosedur membentuk mangkuk pada telapak tangan dengan
menepuk ringan pada dinding dada dalam. Gerakan menepuk dilakukan berirama
diatas segmen paru yang akan dialirkan (Smeltzer & Bare,2013). Vibrasi dada adalah
tindakan meletakkan tangan berdampingan dengan jari-jari tangan dalam posisi
ekstensi diatas area dada (Somantri,2012).
b. Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif yaitu tindakan yang dilakukan agar mudah membuang
sekresi dengan metode batuk efektif sehingga dapat mempertahankan jalan nafas yang
paten (Smeltzer & Bare,2013).
c. Penghisapan Lendir
Penghisapan lendir atau suction merupakan tindakan yang dilakukan untuk
mengeluarkan sekret yang tertahan pada jalan nafas. Penghisapan lendir bertujuan
untuk me mpertahankan jalan nafas tetap paten.

2.2 Konsep Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif


2.2.1 Defenisi
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk

1
mempertahankan jalan nafas tetap paten (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan untuk membersihkan
sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas (Nic,
Noc,2013).
2.2.2 Penyebab
Fisiologis
a. Spasme jalan napas
b. Hipersekresi jalan napas
c. Disfungsi neuromuskuler
d. Benda asing dalam jalan napas
e. Adanya jalan napas buatan
f. Sekresi yang tertahan
g. Hyperplasia dinding jalan napas
h. Proses infeksi
i. Respon alergi
j. Efek agen farmakologis (mis. Anastesi)
Situasional
a. Merokok aktif
b. Merokok pasif
c. Terpajan polutan

2.2.3 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dibagi atas dua yaitu:
1. Tanda dan gejala mayor
a. Subjectif
(tidak tersedia)
b. Objektif
- Batuk tidak efektif
- Tidak mampu batuk
- Sputum berlebihan
- Wheezing dan atau ronkhi kering
- Meconium di jalan napas (pada neonatus)
2. Tanda dan gejala minor

1
a. Subjektif
- Dyspnea
- Sulit bicara
- Ortopnea
b. Objektif
- Gelisah
- Sianosis
- Bunyi napas menurun
- Frekuensi napas berubah
- Pola napas berubah

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian
1. Anamnesis
1) Identitas Diri Pasien Yang terdiri dari nama pasien, umur, jenis kelamin, agama dan
lain-lain
2) Keluhan Utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB Paru meminta pertolongan pada
tenaga medis dibagi menjadi 4 keluhan, yaitu :
a. Batuk
Keluhan batuk timbul paling awal dan paling sering dikeluhkan, apakah betuk
bersifat produktif/nonproduktif, sputum bercampur darah
b. Batuk berdahak
Seberapa banyak darah yang keluar atau hanya blood streak, berupa garis atau
bercak-bercak darah
c. Sesak nafas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada
hal-hal menyertai seperti efusi pleura, pneumotoraks, anemia, dll.
d. Nyeri dada
Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleural terkena TB
3) Keluhan Sistematis
a. Demam

1
keluhan ini sering dijumpai yang biasanya timbul pada sore hari atau pada malam
hari mirip dengan influenza.
b. Keluhan Sistematis Lain
Keluhan yang timbul antara lain : keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan dan malaise.
a. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang :
a. Keadaan pernapasan (napas pendek)
b. Nyeri dada
c. Batuk, dan
d. Sputum
2. Kesehatan Dahulu :
Jenis gangguan kesehatan yang baru saja dialami, cedera dan pembedahan
3. Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita empisema, asma, alergi dan TB
b. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum dan tanda – tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital klien biasanya didapatkan peningkatan suhu
tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat disertai sesak napas, denyut nadi
meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan dan
tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi.
2. Breathing
Inspeksi :
a. Bentuk dada dan gerakan pernapasan klien dengan TB Paru biasanya terlihat
kurus sehingga pada bentuk dada terlihat adanya penurunan proporsi anterior-
posterior bading proporsi diameter lateral
b. Batuk dan sputum
Batuk produktif disertai adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum
yang purulen
Palpasi :
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB Paru tanpa komplikasi
pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada biasanya normal dan seimbang bagian kiri
dan kanan. Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada
klien TB Paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.

1
Perkusi :
Pada klien TB Paru tanpa komplikasi biasanya ditemukan resonan atau sonor pada
seluruh lapang paru. pada klien dengan komplikasi efusi pleura didapatkan bunyi
redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai dengan akumulasi cairan.
Aukultasi :
Pada klien TB Paru bunyi napas tambahan ronki pada sisi yang sakit
1) Brain
Kesadaran biasanya komposmentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif, klien tampak wajah
meringis, menangis, merintih. Pada saat dilakukan pengkajian pada mata,
biasanya didapatkan konjungtiva anemis pada TB Paru yang hemaptu, dan ikterik
pada pasien TB Paru dengan gangguan fungsi hati.
2) Bledder
Pengukuran volume output urin berhubungan dengan intake cairan. Memonitor
adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal syok.
3) Bowel
Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan dan penurunan
berat badan
4) Bone
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien TB Paru. gejala yang muncul
antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap.
5) Pemeriksaan Fisik Head To Toe
a) Kepala
Kaji keadaan Kulit kepala bersih/tidak, ada benjolan/tidak, simetris/tidak
b) Rambut
Kaji pertumbuhan rata/tidak, rontok, warna rambut
c) Wajah
Kaji warna kulit, struktur wajah simetris/tidak
d) Sistem Penglihatan
Kaji kesimetrisan mata, conjungtiva anemia/tidak, sclera ikterik/tidak )
e) Wicara dan THT
1. Wicara
Kaji fungsi wicara, perubahan suara,afasia, dysfonia
2. THT

1
- Inspeksi hidung : kaji adanya obtruksi/tidak, simetris/tidak,ada secret/tidak
- Telinga : Kaji Telinga Luar bersih/tidak, membran tympani, ada secret/tidak
- Palpasi : Kaji THT ada/tidak nyeri tekan lokasi dan penjalaran
-

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola Nafas Tidak Efektif
3. Gangguan Pertukaran Gas

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan


keperawatan (SLKI)
Bersihan jalan Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen Jalan Nafas
nafas tidak keperawatan selama 3 x 24 Observasi
efektif jam, diharapkan bersihan jalan a. Monitor pola napas (frekuensi,
napas meningkat dengan kedalaman, usaha nafas)
kriteria hasil: b. Monitor bunyi napas tambahan
a. Batuk efektif meningkat (mis. Gurgling, mengi, wheezing,
b. Produksi spuntum ronkhi kering)
menurun c. Monitor sputum (jumlah, warna,
c. Mengi menurun aroma)
d. Wheezing menurun Terapeutik
e. Dispnea menurun a. Pertahankan kepatenan jalan
f. Ortopnea menurun napas dengan head-tilt dan
g. Sulit bicara menurun chinlift (jawthrust jika curiga
h. Sianosis menurun trauma servikal)
i. Gelisah menurun b. Posisikan semi-fowler atau
j. Frekuensi napas mebaik fowler
k. Pola napas membaik c. Berikan minum hangat
d. Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
e. Lakukan penghisapan lendir

1
kurang dari 15 detik
f. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
g. Keluarkan benda padat dengan
forsep McGill\
h. Anjurkan asupan cairan 2000
ml/hari sesuai toleransi jantung
i. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
a. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
b. Pemantauan Respirasi
Observasi
c. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya nafas
d. Monitor adanya sumbatan jalan
nafas
e. Auskultasi bunyi nafas
f. Monitor saturasi oksigen
g. Monitor hasil x-ray thoraks
2. Latihan Batuk Efektif
Observasi
a. Identifikasi kemampuan batuk
b. Monitor adanya retensi sputum
c. Monitor tanda dan gejala
infeksi saluran nafas
d. Monitor input dan output cairan
(mis. Jumlah dan karakteristik)
Terapeutik
a. Atur posisi semi fowler atau

1
fowler
b. Pasang perlak dan bengkok di
pangkuan pasien
c. Buang sekret pada tempat
sputum
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
b. Anjurkan tarik nafas dalam
melalui hidung selama 4
detik ,ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu
( dibulatkan) 8 detik.
a. Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
b. Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas
dalam yang ke - 3
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran, jika
perlu

Pola Napas Pola napas Manajemen jalan napas


Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan Observai
Definisi : keperawatan selama 1x3 jam a. Monitor pola napas
Inspirasi diharapkan inspirasi dan atau b. Monitor
dan/atau ekspirasi yang memberikan c. bunyi napas
ekspirasi yang ventilasi adekuat membaik d. Monito
tidak dengan kriteria hasil : Terapeutik
memberikan a. Disspnea menurun a. Pertahankan kepatenan jalan
ventilasi adekuat b. Penggunaan otot bantu napas
napas menurun b. Posisikan semi-fowler

1
c. Pemanjangan fase c. Berikan minum hangat
ekspirasi menurun d. Lakukan fisioterafi dada
d. Ortopnea menurun e. Lakukan penghisapan lender
e. Pernapasanpursed-lip f. Lakukan hiperoksigenasi
menurun g. Keluarkan sumbatan benda
f. Pernapasan cuping hidung padat dengan forsep
menurun h. Berikan oksigen jika perlu
g. Ventilasi semenit Edukasi
meningkat a. Anjurkan asupan cairan 2000
h. Kapasitas vital meningkat ml/hari
i. Diameter thorax anterior b. Ajarkan Teknik batuk efektif
posterior meningkat Kolaborasi
j. Tekanan ekspirasi a. Kolaborasi pemberian
meningkat bronkodilator
k. Tekanan inspirasi
meningkat
l. Frekuensinapas membaik
m. Kedalaman napas
membaik
n. Ekskursi dada membaik

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Tn. M, berusia 26 tahun, agama islam, suku jawa, pendidikan terakir SLTA, pekerjaan

2
wiraswasta, status pernikahan sudah menikah, alamat alamat jl Tanjung Raya NO 19 Medan ,
Helvetia Tengah,Mean Helvetia,Kota Medan. Yang bertanggung jawab Tn. M yaitu Ny. D
pekerjaan ibu rumah tangga, hubungan dengan keluarga yaitu istri klien.
Pasien masuk dari IGD Umum RSU IPI Medan pada tanggal masuk 04 Oktober 2021
pada pukul 18: 30 wib dengan diagnose medis TB Paru. Alasan klien masuk rumah sakit,
klien mengatakan batuk campur darah dialami 1-2 hari dan darah berwarna merah
segar,demam,sesak nafas,pasien sudah mengalami batuk hampir 1 tahun ini tapi belum
pernah berobat kerumah sakit, pasien tampak lemas dan kurus. Berdasarkan pemeriksaan
yang dilakukan, TD: 110/80 mmHg, HR: 90 x/i, RR: 26x/i, Temp: 380 C. Terapi yang
diberikan terapi cairan IVFD RL 18 tetes/l, paracetamol 2 tab, neb ventolin pulmicort.
Tindak lanjut pelayanan konsul DPJP dengan dr. Andika Sp.P.
Pada pukul 20:45 pasien dipindahkan ke ruangan Anggrek. Saat dilakukan pengkajian
tanggal 04 November 2021 klien mengatakan sesak nafas, batuk berdarah dialami 1-2 hari
ini, demam dan lemas. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, TD: 110/70 mmHg, HR:
84x/i, RR: 24x/i, Temp: 380C.
Pemeriksaan penunjang
Jenis pemeriksaan Hasil Unit/satuan Angka normal Metode
Elektrolit
Elektrolit lengkap
Natrium 132 mmoL/L 135-150 ISE
Kalium 3.6 mmoL/L 3.6-5.5
Chlorida 103 mmoL/L 96-108

HASIL PEMERIKSAAN RADIOLOGI

FOTO THORAX: TB Paru

3.2 Analisa data


No Analisa data Etiologi Masalah
1 Ds: Mycobacterium Bersihan jalan
tubercle
- Klien mengatakan sesak nafas nafas tidak efektif

- Klien mengatakan batuk Menempel pada
bronchiole dan
bercampur darah Alveolus
Do: ↓

2
- Klien tampak sesak nafas dan Proliferasi sel epitel
disekeliling basil dan
lemas
membentuk dinding
- Irama pernafasan klien tidak antara basil dan organ
yang terinfeksi
teratur dengan frekuensi ↓
pernafasan yang cepat RR : Lesi primer
menyebabkan
24x/i, Nadi : 84x/i
kerusakan
jaringan dan
menjadi
inflamasi/infeksi

Produksi secret
meningkat, pecahnya
pembuluh darah

Perubahan cairan
intrapleura

Batuk
produktif, batuk
darah

Bersihan jalan nafas
tidak efektif
2 Ds: Mycobacterium Pola nafas tifdak
tubercle
- Klien mengatakan sesak nafas efektif

- Klien mengatakan batuk Menempel pada
bronchiole dan
bercampur darah
Alveolus
Do: ↓
Proliferasi sel epitel
- Keadaan umum pasien lemas
disekeliling basil dan
- Tanda-tanda vital : membentuk dinding
antara basil dan organ
- TD : 110/70 mmhg yang terinfeksi
- HR : 82x/i ↓
Lesi primer
- RR : 23x/i menyebabkan
- Temp : 36,8oC kerusakan
jaringan dan
menjadi
inflamasi/infeksi

Sesak nafas,
sianosis,gangguan
otot bantu nafas

Pola nafas tidak
2
efektif

2
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya batuk di sertai dengan
darah
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sesak nafas dengan frekuensi RR
24x/i
Diagnosa prioritas keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungna dengan adanya batuk disertai dengan
darah dan sesak nafas.

2
ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN DASAR DENGAN BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF PADA
TN.M DI RUANGAN ANGGREK
3.4 Perencanaan Keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Rencana Tindakan
Bersihan jalan nafas tidak Jum’at, 05 November 2021 Jum’at, 05 November 2021
efektif berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Latihan batuk efektif
klien mengalami batuk selama 3 x 24 jam, diharapkan bersihan Observasi
disertai dengan adanya jalan napas meningkat dengan kriteria a. Identifikasi kemampuan batuk
darah hasil: b. Monitor adanya retensi spuntum
l. Batuk efektif meningkat c. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
m. Produksi spuntum menurun Terapeutik
n. Mengi menurun a. Atur posisi semi-fowler atau fowler
o. Wheezing menurun b. Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
p. Dispnea menurun pasien
q. Ortopnea menurun c. Buang sekret pada tempat spuntum
r. Sulit bicara menurun Edukasi
s. Sianosis menurun a. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
t. Gelisah menurun b. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung
u. Frekuensi napas mebaik selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
v. Pola napas membaik kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan) selama 8 detik.
c. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam
hingga 3 kali

2
d. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
tarik napas dalam yang ke-3.
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu Manajemen jalan
napas Observasi.
b. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
usaha napas).
c. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling,
mengi, wheezing, ronkhi kering)
d. Monitor spuntum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
a. Berikan minum hangat
b. Lakukan fisioterapi dada
c. Berikan oksigen, jika perlu
Manajemen jalan nafas
Observasi :
a. Monitor pola nafas
b. Monitor bunyi nafas tambahan
c. Monitor sputum
Terapeutik
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas

2
b. Posisikan semi fowler
c. Berikan minuman hangat
Edukasi
a. Ajarkan teknik batuk efektif
b. Ajarkan teknik pursed lips
breathing Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspetoran,mukolitik, jika perlu

3.5 Implementasi dan Evaluasi


Tanggal dan waktu Implementasi Evaluasi
04 November 2021 a. Memonitor status respirasi: ventilasi S : klien mengatakan batuk disertai dengan adanya
b. Mengatur Posisi Semi Fowler darah
c. Mengajarkan tehnik batuk efektif O:
d. Memberikan terapi Oksigenasi TD : 110/70 mmhg
e. Menganjurkan tarik napas dalam HR : 84x/i
melalui hidung selama 4 detik, ditahan RR : 24x/i
selama 2 detik, kemudian keluarkan Temp : 37oC
dari mulut dengan bibir mencucu A : Bersihan jalan nafas tidak efektif
(dibulatkan) selama 8 detik P:
f. Menganjurkan mengulangi tarik napas - Beri posisi semi fowler
dalam hingga 3 kali - Ajarkan tehnik batuk efektif
g. Menganjurkan batuk dengan kuat - Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

2
langsung setelah tarik napas dalam terapi
yang ke-3
05 November 2021 a. Mengatur kembali Posisi Semi Fowler S:
b. Mengajarkan tehnik batuk efektif - Mengeluh batuk bercampur darah dan sesak
c. Memberikan terapi Oksigenasi nafas
d. Menganjurkan tarik napas dalam O:
melalui hidung selama 4 detik, ditahan - TD : 110/70 mmhg
selama 2 detik, kemudian keluarkan - HR : 82x/i
dari mulut dengan bibir mencucu - RR : 22x/i
(dibulatkan) selama 8 detik - Temp : 36,8oC
e. Menganjurkan mengulangi tarik napas A : Bersihan jalan nafas tidak efektif
dalam hingga 3 kali P:
Menganjurkan batuk dengan kuat - Ajarkan pasien batuk efektif
langsung setelah tarik napas dalam
- Pantau pola nafas target RR : 20x/i
yang ke-3
06 November 2021 a. Mengatur kembali Posisi Semi Fowler S:
b. Mengajarkan tehnik batuk efektif dan - Klien mengatakan batuk sekali- sekali
menganjurkan pasien minum air hangat O:
c. Memberikan terapi Oksigenasi - TD : 110/70 mmhg
d. Menganjurkan tarik napas dalam - HR : 82x/i
melalui hidung selama 4 detik, ditahan - RR : 20x/i
selama 2 detik, kemudian keluarkan
- Temp : 36oC
dari mulut dengan bibir mencucu A: bersihan jalan nafas tidak efektif

2
(dibulatkan) selama 8 detik P : intervensi dilanjutkan
e. Menganjurkan mengulangi tarik napas
dalam hingga 3 kali
f. Menganjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas dalam
yang ke-3

2
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit
parenkim paru. Nama Tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan keras
yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru. Tb
paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Tb paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan
Tb aktif pada paru batuk, bersin atau bicara.
Oksigenasi adalah proses penambahan O2 kedalam sistem (kimia atau fisika). Oksigen (O2)
merupakan gas tidak bewarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses
metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi,
penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup
bermakna terhadap aktivitas sel (Wahit & Nurul ).
4.2 Saran
Diharapkan keluarga selalu mendampingi dan memantau keadaan klien dan
mengingatkan untuk tidak merokok dan dan menjaga. Agar keluarga berperan aktif untuk
membantu proses penyembuhan klien, dan mengurangi penularan tuberkulosis paru.
Diharapkan perawat lebih dioptimalkan dalam memberikan pelayanan terhadap
kebutuhan dasar oksigenasi, sehingga dapat mencegah masalah pernafasan/oksigenasi
yang lebih buruk lagi.
Hasil laporan kasus dapat digunakan sebagai bahan memperdalam informasi ilmu
pengetahuan dan juga dapat digunakan sebagai referensi yang berkaitan dengan asuhan
keperawatan yang berkaitan dengan klien yang mengalami Tuberkulosis dengan masalah
bersihan jalan nafas tidak efektif.

3
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mutaqin (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System
Pernafasan. Jakarta: Salembia Medika
Febrian, M A. (2015) . Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian TB Paru Anak Di
Wilayah Puskesmas Garuda Kota Bandung: Jurnal Ilmu Keperawatan . Volume III. (2).
Hal. 64-78.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator Diagnosis, Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Mubarak,Wahid Iqbal dan Chayatin, Nurul.2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Yasmara, D., Nursiswati, & Arafat, R. (2017). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah .
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai