Keadilan Rawi
Menurut al-Razi keadilan ialah jiwa yang mendorong untuk selalu bertindak
taqwa, menjauhi dosa-dosa besar, menjauhi kebiasaan melakukan dosa-dosa
kecil dan meninggalkan perbuatan-perbuatan mubah yang bisa menodai
muru’ah, seperti makan sambil berdiri di pinggir jalan, buang air kecil di
tempat yang bukan semetinya dan bergurau secara berlebihan.
Menurut Muhyi al-Din ‘Abd al-Hamid, syarat keadilan rowi juga sebagai
berikut : Islam, periwayatan orang yang kafir tidak diterima
Mukallaf, periwayatan anak yang belum dewasa menurut pendapat
yang lebih shahih, tidak diterima.
Selamat dari sebab-sebab yang menjadikan seseorang menjadi fasik
dan cacat pribadi.
2) Kedhabitan Rawi
Yang dimaksud dengan dhabit ialah orang yang terpelihara, kuat ingatannya.
Ingatannya lebih kuat daripada kesalahannya. Dhabit ada dua macam :
Dhabit al-Shadri : yaitu seseorang yag mempunyai daya hafal dan
ingatan yang kuat, serta daya faham yang tinggi. Ingatannya tersebut
sanggup dikeluarkanya kapan dan dimana saja dikehendakinya.
Dhabit al-Kitab : Yaitu orang yang dhabit atau cermat memelihara
catatan atau buku yang ia terima.
3) Musnad
Musnad yaitu bersambungnya sanad dan marfu’nya matan. Dan yang
dimaksud dengan atau bersambung atau tidak putusnya sanad, yakni selamat
dari keguguran , tiap-tiap rawi saling bertemu dan menerima langsung dari
guru yang memberinya (mengajarinya). Matan yang marfu’ artinya idhafah
kepada Nabi SAW.
4) Tanpa ‘Illat
‘Illat hadits ialah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai
kashahihan hadits, misalnya ; meriwayatkan hadits secara muttashil terhadap
hadits mursal atau hadits munqathi’, atau berupa sisipan yang terhadap
matan hadits.
5) Tidak ada kejanggalan
Kejanggalan hadits terletak pada adanya perlawanan antara suatu hadits
yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul (yang dapat diterima
periwayatannya) dengan hadits yang diriwayatkan oleh hadits yang lebih kuat
(rajih) daripadanya, disebabkan dengan kelebihan jumlah sanad dalam
kedhabitan atau adanya segi-segi tarjih yang lain.