Anda di halaman 1dari 32

TUGAS MAKALAH

KEPERAWATAN KESEHATAN REPRODUKSI


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PERSALINAN BERESIKO DISTOSIA

DISUSUN OLEH:
Elly Arnovi Ibrahim Mandjaw
NIM. 1130022075
Kelas 4A

DOSEN FASILITATOR:
Nurul Kamariyah, S.Kep.Ns., M.Kes.

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Keperawatan
Kesehatan Reproduksi yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Persalinan
Berisiko Distosia” dapat selesai seperti waktu yang telah direncanakan.

Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari peran berbagai pihak
yang memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik secara langsung atau
tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dosen fasilitator mata kuliah Keperawatan Kesehatan Reproduksi, Ibu Nurul
Kamariyah, S.Kep.Ns., M.Kes.
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada kami sehingga
laporan ini dapat terselesaikan.
3. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan dorongan semangat agar
makalah ini dapat kami selesaikan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik yang tulus dan ikhlas
kepada semua pihak yang kami sebutkan di atas. Tak ada gading yang tak patah,
untuk itu kami pun menyadari bahwa makalah yang telah penulis susun masih
memiliki banyak kelemahan serta kekeliruan baik dari segi teknis maupun non
teknis.

Untuk itu penulis membuka pintu yang selebar-lebarnya kepada seluruh


pihak, agar dapat memberikan saran dan kritik yang membangun demi
penyempurnaan penulisan-penulisan mendatang. Apabila dalam makalah ini
terdapat hal-hal yang kurang berkenan di hati pembaca, mohon dimaafkan.
Penyusun sangat berharap agar makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi
mahasiswa.

Surabaya, 16 Februari 2024

Penyusun
Elly Arnovi Ibrahim Mandjaw

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. v
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 6
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 6
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 6
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 6
1.4 Manfaat ........................................................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 8
2.1 Konsep Dasar Distosia pada Persalinan ....................................................... 8
2.1.1 Definisi .................................................................................................. 8
2.1.2 Etiologi .................................................................................................. 8
2.1.3 Klasifikasi ............................................................................................. 9
2.1.4 Patofisiologi ........................................................................................ 12
2.1.5 Pathway ............................................................................................... 13
2.1.6 Manifestasi Klinis ............................................................................... 13
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 14
2.1.8 Penatalaksanaan .................................................................................. 14
2.1.9 Komplikasi .......................................................................................... 16
2.1.10 Pencegahan ........................................................................................ 17
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Distosia pada Persalinan.................. 18
2.2.1 Pengkajian ........................................................................................... 18
2.2.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................ 24
2.2.3 Intervensi ............................................................................................. 25
2.2.4 Implementasi ....................................................................................... 30
2.2.5 Evaluasi ............................................................................................... 30
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 31
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 31
3.2 Saran........................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 32

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Pathway Distosia .................................................................................. 13


Gambar 2 Palpasi Leopold I.................................................................................. 21
Gambar 3 Palpasi Leopold II ................................................................................ 21
Gambar 4 Palpasi Leopold III ............................................................................... 22
Gambar 5 Palpasi Leopold IV ............................................................................... 23

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Intervensi Keperawatan............................................................................ 25

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan merupakan sesuatu peristiwa yang sangat penting dalam
kehidupan wanita. Proses persalinan memiliki arti yang berbeda disetiap wanita,
dengan belum adanya pengalaman akan memunculkan kecemasan dan ketakutan
yang berlebih selama proses persalinan. Keadaan ini sering terjadi pada wanita yang
pertama kali melahirkan. Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran hasil
konsepsi (janin dan plasenta) yang cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan ataupun tanpa bantuan
(kekuatan diri sendiri) (Sulistyowati & Nugraheny, 2013 dalam Nurhayati, 2020).
Kelancaran persalinan tergantung pada 3 faktor ”P” utama yaitu kekuatan
ibu (power), keadaan jalan lahir (passage away) dan keadaan janin (passanger).
Faktor lainnya adalah psikologi ibu (respon ibu ), penolong saat bersalin, dan posisi
ibu saat persalinan. Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-
faktor “P” tersebut, persalinan normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada
gangguan pada satu atau lebih faktor “P” ini, dapat terjadi kesulitan atau gangguan
pada jalannya persalinan. Kelambatan atau kesulitan persalinan ini disebut distosia
(Yulizawati et al., 2019).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, diangkat beberapa
masalah :
1. Bagaimana konsep dasar distosia pada persalinan?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan distosia pada persalinan?

1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum
Untuk memahami asuhan keperawatan pada persalinan beresiko distosia.
Dan untuk melaksanakan tugas mata kuliah Keperawatan Kesehatan
Reproduksi.

6
B. Tujuan Khusus
1. Dapat memahami dan menjelaskan kembali mengenai konsep dasar dari
distosia pada persalinan (definisi, etiologi, manifestasi klinis,
patofisiologi, pathway, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan,
komplikasi, pencegahan, dan prognosis).
2. Dapat memahami dan menjelaskan kembali mengenai konsep dasar
asuhan keperawatan distosia pada persalinan.

1.4 Manfaat
1. Bermanfaat bagi mahasiswa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
yang dimiliki khususnya mengenai asuhan keperawatan pada persalinan
berisiko distosia.
2. Dapat dijadikan sarana untuk menambah pengetahuan bagi pembaca.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Distosia pada Persalinan


2.1.1 Definisi
Dystocia, yang juga dikenal sebagai distosia, adalah kondisi di mana proses
kelahiran bayi terhambat atau mengalami kesulitan. Istilah ini berasal dari bahasa
Yunani, di mana "dys" berarti sulit dan "tokos" berarti kelahiran. Dengan kata lain,
dystocia merujuk pada situasi di mana proses persalinan tidak berlangsung lancar
atau terhambat karena berbagai faktor. Distosia terjadi ketika kemajuan persalinan
terlalu lambat, sehingga bayi tidak keluar dari rahim dengan cepat seperti yang
diharapkan. Faktor penyebab distosia meliputi perlambatan kecepatan dilatasi
serviks, penurunan, dan pengerluaran janin uterus, serta posisi janin yang tidak
optimal, kontraksi rahim yang tidak efektif, atau ketidakseimbangan antara ukuran
panggul ibu dan ukuran kepala janin. Dengan kata lain, distosia dapat dijelaskan
sebagai persalinan yang tidak berjalan lancar karena terjadi kemacetan, tidak
adanya kemajuan, atau penyimpangan dari proses persalinan yang normal.
(Cunningham, et al., 2018 dalam Yulizawati & Afrah, 2022).

2.1.2 Etiologi
Penyebab distosia terkait dengan 3P yang juga merupakan faktor yang
mempengaruhi kelancaran persalinan, yaitu Power (tenaga), Passage (jalan lahir),
dan Passenger (bayi) yang diuraikan sebagai berikut (Yulizawati & Afrah, 2022) :
1. Power (Tenaga)
Power adalah kekuatan yang digunakan oleh ibu untuk mendorong bayi keluar
selama persalinan. Kekuatan yang cukup dari ibu dapat membuat persalinan
berlangsung lancar. Sebaliknya, jika kekuatan ibu kurang, proses persalinan
dapat menjadi sulit.
2. Passage (Jalan Lahir)
Passage adalah kondisi jalan lahir yang terdiri dari mulut rahim dan juga ukuran
panggul ibu. Apabila kondisi panggul ibu tidak baik, dan pembukaan tidak
lengkap maka bisa mengalami distosia.

8
3. Passenger (Bayi)
Passenger adalah bayi. Dalam persalinan, ukuran bayi sangat penting untuk
diperhatikan. Ukuran bayi yang besar (di atas 4 kg) bisa menyebabkan ibu
mengalami distosia saat keluarnya kepala dan macet saat melahirkan bahu.
Batas atas berat bayi saat dilahirkan adalah 3,5 kg atau 3.500 gram.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tadesse Gudina, (2016) yang


dilakukan di adama hospital medical college, dari 384 persalinan sebanyak 9,6%
terjadi partus macet. Adapun penyebab partus macet tersebut yaitu sebanyak 54,1%
disebabkan karena CPD (Cephalo Pelvic Dispropostional), 29,7% karena malposisi
dan 16,2% karena malpresentasi.
1. Cephalo Pelvic Dispropostional (CPD)
Chepalo Pelvic Disproportion (CPD) adalah adalah ukuran lingkar panggul ibu
tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin, sehingga bayi sulit untuk lahir
secara normal (Mardliyaini et al., 2022).
2. Malposisi dan Malpresentasi
Persalinan normal terjadi ketika bagian kepala janin terletak di bagian bawah
panggul. Kelainan posisi atau malposisi dapat menyebabkan distosia contohnya
karena janin letak lintang yang dapat terjadi pada bayi besar, terlilit tali pusat,
dan kelainan panggul.
Kelainan bagian terbawah janin atau malpresentasi terjadi pada bayi sungsang.
Bayi sungsang atau bagian terbawah janin adalah bokong dapat menyebabkan
persalinan tiga kali lebih sulit dari persalinan dengan posisi bayi normal. Bayi
sungsang dapat terjadi pada keadaan posisi plasenta berada di bawah (dekat
jalan lahir), bayi berukuran besar, dan adanya tumor atau kista.

2.1.3 Klasifikasi
Distosia adalah kondisi ketika proses persalinan menjadi sulit atau
terhambat. Klasifikasi distosia dapat dibagi dalam 3 golongan besar yaitu
(Nurhayati, 2020) :
1. Distosia karena kelainan kekuatan terbagi menjadi 3, yaitu:
a. Kelainan his merupakan penyebab utama dan paling umum dari distosia.

9
a) His Hipotonik (Inersia Uteri)
His hipotonik disebut juga inersia uteri yaitu his yang tidak normal.
Fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu daripada bagian lain.
Kelainan terletak pada kontraksinya yang singkat dan jarang, selama
ketuban masih utuh umumnya tidak berbahaya bagi ibu maupun bagi
janin. Inersia uteri, dibagi 2 yaitu:
1) Inersia uteri primer: jika persalinan berlangsung lama, terjadi pada
kala 1 fase laten.
2) Inersia uteri sekunder: timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk
waktu yang lama, terjadi pada kala 1 fase aktif.
b) His Hipertonik (Tetania Uteri)
His hipertonik adalah His yang terlalu kuat atau his yang terlampau kuat
dan terlalu sering sehingga tidak ada relaksasi rahim. Sifat Hisnya
normal, tonus otot diluar His yang biasa, kelainan terletak pada kekuatan
His. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan
berlangsung cepat. Bahayanya bagi ibu adalah terjadinya perlukaan
yang luas pada jalan lahir, khususnya vagina dan perenium. Bahayanya
bagi bayi adalah dapat terjadi pendarahan dalam tengkorak karena
mengalami tekanan kuat dalam waktu singkat.
c) His yang tidak terkordinasi/aksi uterus inkoordinasi (Incoordinate
Uterine Action)
Incoordinate uterine action adalah his yang sifatnya berubah-ubah.
Tonus otot uterus meningkat juga di luar dan kontraksinya tidak
berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi.
Tidak adanya kordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan bawah
menyebabkan His tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
b. Kekuatan mengejan kurang kuat, seperti kelainan pada dinding perut atau
kondisi umum ibu seperti sesak napas, juga dapat menyebabkan distosia.
2. Distosia karena adanya kelainan letak janin atau kelainan bentuk janin, yaitu:
a. Kelainan letak, presentasi, atau posisi
a) Posisi Oksipitalis Posterior Persistens: Kepala janin turun melalui pintu
atas panggul dengan sutura sagittalis melintang atau miring sehingga

10
ubun-ubun kecil dapat berada di kiri melintang, kanan melintang, kiri
depan, kanan depan, kiri belakang atau kanan belakang. Penyebab
terjadinya posisi oksipitalis posterior persisten ialah usaha penyesuaian
kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul.
b) Letak Sungsang: Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin
terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada
dibawah cavum uteri.
c) Letak Lintang: Letak lintang ialah suatu keadaan dimana janin
melintang di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan
bokong berada pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada
sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada
pintu atas panggul.
b. Kelainan bentuk janin
a) Pertumbuhan janin berlebih: Berat neonatus pada umumnya < 4000
gram dan jarang melebihi 5000 gram. Yang dinamakan bayi besar ialah
berat janin > 4000 gram.
b) Hidrosefalus: Hidrosefalus ialah keadaan terjadinya penimbunan cairan
serebrospinal dalam ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar serta
terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun.
3. Distosia karena adanya kelainan jalan lahir, yaitu:
a. Kesempitan pada Pintu Atas Panggul (PAP): Kontraktur pintu atas panggul
terdiagnosis jika diagonal konjugata kurang dari 11,5 cm atau jika diameter
transversa kurang dari 12 cm.
b. Kesempitan panggul tengah: Pada panggul tengah yang sempit, lebih sering
ditemukan posisi oksipitalis posterior persisten atau posisi kepala dalam
posisi lintang tetap.
c. Kesempitan Pintu Bawah Panggul (PBP): Agar kepala janin dapat lahir,
diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian belakang pintu bawah
panggul. Dengan distansi tuberum bersama dengan diameter sagittalis
posterior kurang dari 15 cm, timbul kemacetan pada kelahiran janin ukuran
normal.

11
2.1.4 Patofisiologi
His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri yang
kemudian menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan adanya dominasi
kekuatan pada fundus uteri di mana lapisan otot uterus paling dominan, kemudian
mengadakan relaksasi secara merata dan menyeluruh hingga tekanan dalam ruang
amnion balik ke asalnya ± 10 mmHg.
Incoordinate uterine action yaitu sifat His yang berubah. Tonus otot uterus
meningkat, juga di luar His dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena
tidak ada sinkronasi kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara
kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah menyebabkan His tidak efisien dalam
mengadakan pembukaan. Disamping itu, tonus otot uterus yang menaik
menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula
menyebabkan hipoksia pada janin. His ini juga di sebut sebagai Incoordinate
hypertonic uterine contraction. Kadang-kadang pada persalinan lama dengan
ketuban yang sudah lama pecah, kelainan His ini menyebabkan spasmus sirkuler
setempat, sehingga terjadi penyempitan kavum uteri. Ini dinamakan lingkaran
kontraksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi dimana-mana, tetapi biasanya
ditemukan pada batas antara bagian atas dengan segmen bawah uterus. Lingkaran
kontraksi tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam, kecuali jika pembukaan
sudah lengkap sehingga tangan dapat dimasukkan kedalam kavum uteri.
Pada mekanisme persalinan normal, ketika dilahirkan, maka bahu
memasuki panggul dalam posisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul lebih
dahulu sebelum bahu anterior. Ketika kepala memasuki paksi luar, bahu posterior
berada pada cekungan tulang sarum atau disekitar spina ischiadika, dan
memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk memasuki panggul melalui
belakang tulang pubis atau berotasi dari foramen oburator. Apa bila bahu berada
dalam posisi antero-posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka
bahu posterior akan tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang pubis.
Dalam keadaan demikian kepala yang sudah dilahirkan tidak dapat melakukan
putaran paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi pada bahu
posterior dengan kepala (turtle sign) (Nurhayati, 2020).

12
2.1.5 Pathway

Gambar 1 Pathway Distosia

2.1.6 Manifestasi Klinis


Menurut Purwaningsih & Fatmawati (2010) dalam Nurhayati (2020)
manifestasi klinik partus tak maju yaitu:
1. Pada ibu
a. Gelisah, letih, suhu badan meningkat, nadi cepat, pernafasan cepat,
meteorismus.
b. Di daerah lokal sering dijumpai edema vulva, edema serviks, cairan ketuban
berbau, terdapat mekonium.
2. Pada janin
a. Denyut jantung janin cepat/tidak teratur, bahkan negatif, air ketuban
terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
b. Kaput suksadenum yang membesar.
c. Moulage kepala yang hebat.
d. Kematian janin dalam kandungan.

13
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan panggul (luar dan dalam): Dilakukan untuk menilai ukuran
dan bentuk panggul serta posisi janin.
2. Pemeriksaan radiologi (pelvimetri): Pelvimetri menggunakan sinar-X
untuk mengambil gambar pintu atas panggul dan gambar lateral guna
mengevaluasi dimensi panggul. Tujuannya adalah untuk mengetahui
apakah panggul memiliki dimensi yang memadai untuk melahirkan
janin secara normal.
3. Palpasi dan balotemen (leopold I): Pemeriksaan Leopold I dilakukan
dengan palpasi pada perut ibu hamil untuk menentukan posisi janin
dalam rahim. Ini membantu menentukan posisi, presentasi, dan keadaan
janin serta memperkirakan ukuran janin.
4. Vaginal toucher: Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan jari
ke dalam vagina untuk menilai keadaan serviks, posisi dan presentasi
janin, serta kemungkinan ada tidaknya kelainan.
5. X-ray: Digunakan untuk membedakan presentasi kepala dan menilai
jenis presentasi sungsang serta menentukan jumlah kehamilan.
Pemeriksaan ini juga membantu dalam mendeteksi kelainan kongenital
lain yang mungkin ada.
6. Untrasonografi: Melibatkan penggunaan gelombang suara untuk
menghasilkan gambar janin dan struktur di dalam rahim. Ultrasonografi
digunakan untuk menilai presentasi janin, ukuran janin, jumlah
kehamilan, lokasi plasenta, jumlah cairan amnion, dan mendeteksi
adanya malformasi jaringan lunak atau tulang pada janin.

2.1.8 Penatalaksanaan
Menurut WHO dalam Yulizawati & Afrah (2022) , penanganan yang dapat
dilakukan pada ibu bersalin dengan partus macet yaitu :
1. Rehidrasi pasien
Bertujuan untuk mempertahankan volume plasma dan mencegah atau
mengobati hidrasi dan keton.
a. Memasang IV kateter, menggunakan nidle ukuran besar (no.18).

14
b. Jika ibu mengalami syok, berikan larutan salin atau ringer laktat hingga 1
liter, kemudian ulangi 1 liter dengan tetesan 20 tetes per menit sampai nadi
lebih dari 90 kali per menit, tekanan darah sistolik 100 mmHg atau lebih
tinggi. Namun jika muncul masalah pernafasan, turunkan 1 liter untuk 4-6
jam.
c. Jika ibu tidak mengalami syok tetapi ada dehidrasi dan ketonik, beri 1 liter
cepat dan ulangi jika masih dehidrasi dan ketonik. Kemudian turunkan 1
liter untuk 4-6 jam.
d. Catat dengan tepat pemberian cairan intravena dan pengeluaran urin.
2. Beri antibiotik
Jika terdapat tanda-tanda infeksi atau membran telah pecah lebih dari 18 jam,
umur kehamilan 37 minggu atau lebih berikan antibiotik seberti dibawah ini :
a. Ampicilin 2 g tiap 6 jam dan
b. Gentamisin 5 mg/BB/IV tiap 24 jam
Jika ibu akan melahirkan secara sesarea, lanjutkan pemberian antibiotik dan
berikan mitronidazol 500 mg/IV tiap 8 jam sampai demam turun selama 48
jam.
3. Berikan dukungan
Pasien yang akan melahirkan pervaginam didampingi untuk memberikan
kenyamanan dan dukungan. Jelaskan semua prosedur kepada pasien, minta izin
kepadanya untuk melakukan tindakan, dengarkan dan peka terhadap perasaan
saat akan bersalin.
4. Kelahiran bayi
a. Jika pasti cephalopelvic disproportional, bayi harus dilahirkan secara sectio
sesarea.
b. Jika bayi meninggal, harus dilahirkan secara embriotomi atau jika tidak
mungkin lahirkan dengan seksio sesarea.
c. Jika bayi masih hidup, servik telah berdilatasi maksimal dan kepala berada
distasi 0 atau dibawahnya, lahirkan dengan ekstasi vavum.
d. Jika bayi masih hidup dan servik telah berdilatasi maksimal dan ada indikasi
untuk melakukan simpisiotomi untuk meringankan kemacetan (jika seksio

15
sesarea tidak memungkinkan) dan kepala bayi berada di stasi 2, maka
lahirkan dengan simpisiotomi dan ekstaksi vakum.
e. Jika terjadi kemacetan, sedangkan janin hidup tetapi pembukaan serviks
lengkap dan kepala janin terlalu tinggi untuk dilakukan tindakan vakum
segera lahirkan janin dengan tindakan seksio sesarea.

2.1.9 Komplikasi
Persalinan dengan distosia dapat menyebakan timbulnya komplikasi, baik
pada ibu maupun perinatal. Komplikasi yang ditimbulkan adalah sebagai berikut
(Prawirohardjo, 2016) dalam (Yulizawati & Afrah, 2022) :
1. Komplikasi bagi Ibu
a. Infeksi intrapartum: Terjadi ketika ketuban pecah, mengakibatkan bakteri
menembus amnion dan menyebabkan bakteremia serta sepsis pada ibu dan
janin. Pneumonia pada janin juga bisa terjadi akibat aspirasi cairan amnion
yang terinfeksi.
b. Ruptur uteri: Terjadi ketika terdapat ketidakproporsian antara kepala janin
dan panggul, menyebabkan segmen bawah uterus terlalu teregang dan dapat
menyebabkan ruptur.
c. Pembentukan fistula: Terjadi jika bagian bawah janin menekan kuat ke
pintu atas panggul, mengakibatkan tekanan berlebihan pada jalan lahir dan
dinding panggul, menyebabkan nekrosis dan pembentukan fistula
vesikovaginal, vesikoservikal, atau rektovaginal.
d. Cedera dasar panggul: Tekanan yang diterima dasar panggul dari kepala
janin dan tekanan saat ibu mendorong dapat menyebabkan perubahan
fungsional dan anatomis yang berpotensi mengakibatkan inkontinensia urin
dan alvi serta prolaps organ panggul.
2. Komplikasi bagi Bayi
a. Kaput suksadanium: Apabila panggul sempit sewaktu persalinan sering
terjadi kaput suksedaneum yang besar di bagian terbawah kepala janin.
b. Moulase kepala janin: Lempeng-lempeng tulang tengkorak saling
bertumpang tindih, yang dalam beberapa kasus dapat mengakibatkan

16
robekan tentorium, laserasi pembuluh darah janin, dan perdarahan
intrakranial.

2.1.10 Pencegahan
Distosia bisa dicegah sejak kehamilan. Itu sebabnya, sangat penting
melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan agar bisa mengontrol berat badan
janin secar rutin. Serta diatur beberapa hal berikut ini :
1. Makanan ibu hamil
Pertumbuhan bayi yang berukuran besar sering kali terkait dengan pola makan
ibu selama masa kehamilan. Konsumsi makanan berlebihan oleh ibu hamil
dapat mengakibatkan bayi memiliki ukuran yang besar. Pengendalian konsumsi
makanan, khususnya karbohidrat, menjadi penting untuk mencegah bayi
memiliki berat badan yang berlebih. Disarankan agar ibu hamil memilih
camilan berupa buah, dan memilih susu kehamilan rendah gula jika ingin
mengonsumsi susu. Selain itu, perlu diperhatikan asupan nasi, roti, tepung-
tepungan, dan makanan ringan berbahan dasar kentang untuk mencegah
pertumbuhan bayi yang berlebihan. Pada trimester ketiga kehamilan, penting
untuk memperhatikan kembali asupan gizi ibu hamil, termasuk asupan tinggi
kalori dan protein, karena protein memiliki peran penting dalam memberikan
kekuatan bagi ibu untuk proses persalinan.
2. Istirahat cukup sebelum persalinan
Kekuatan ibu saat mengejan bisa dipengaruhi oleh kondisi fisik ibu sebelum
melahirkan. Misalnya, ibu kelelahan karena tidak istirahat yang cukup. Itu
pentingnya, mempersiapkan fisik jelang melahirkan. Bisa didukung dengan
olahraga maupun dengan istirahat yang cukup.
3. Rutin kontrol kehamilan
Kontrol hamil itu penting, dari trimester pertama, kedua, dan ketiga. Selama
kontrol kehamilan, ibu hamil akan diukur berat badannya, tinggi fundus
uterinya, dan berat bayinya. Sebagai panduan, berat bayi normal di 28 minggu
sekitar 1.000 gram. Sementara, berat bayi normal di usia 36 minggu itu antara
2.500 gram hingga 3.000 gram (2,5 kg-3 kg). Berat bayi di usia 38 minggu itu
antara 3.200 gram hingga 3.500 gram. Berat bayi mulai dipantau jika usia

17
kehamilan mencapai 34 minggu. Tiga hal tadi diukur apakah sesuai dengan usia
kehamilan atau tidak. Apabila tidak rajin kontrol, dan bayi dalam kondisi besar,
maka kemungkinan akan operasi caesar.
4. Kontrol diabetes
Ibu hamil yang mengalami diabetes dan tidak dikontrol, maka bisa
menyebabkan bayi berukuran besar. Untuk itu, jika ibu hamil mengalami
diabetes atau memiliki riwayat diabetes maka harus dikontrol agar berat badan
bayi normal.
5. Senam kehamilan
Menjelang persalinan, ibu hamil sudah bisa melakukan senam kehamilan di usia
34 minggu. Boleh melakukan senam atau yoga yang bisa melancarkan
kehamilan dan bisa membalikkan posisi bayi yang sungsang.
6. Pijat perineum
Pijat perineum juga bisa menjadi salah satu pencegahan distosia. Di usia 36
minggu, ibu hamil sudah boleh melakukan pijat perineum. Ibu hamil bisa
melakukan pijat perineum tiga kali dalam sehari dengan durasi 5 menit.
7. Periksa ke dokter mata
Ibu hamil yang memiliki minus tinggi, minus di atas 5 maka lebih baik
diperiksakan dahulu ke dokter spesialis mata. Karena, risikonya jika mengejan
retinanya bisa lepas (abrasio retina). Jadi periksakan dahulu ke dokter dari usia
36 minggu untuk menghindari risiko kebutaan.

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Distosia pada Persalinan


2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengadakan kegiatan mengumpulkan data-data atau mendapatkan data yang akurat
dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada. Untuk
melakukan langkah pertama ini diperlukan berbagai pengetahuan dan kemampuan
yang harus dimiliki oleh perawat diantaranya pengetahuan tentang kebutuhan atau
sistem biopsikososial dan spiritual bagi manusia yang memandang manusia dari
aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Kemudian pengetahuan akan
kebutuhan perkembangan manusia (tumbuh kembang dari kebutuhan dasarnya),

18
pengetahuan tentang konsep sehat dan sakit, pengetahuan tentang patofisiologi dari
penyakit yang dialami, pengetahuan tentang sistem keluarga dan kultur budaya,
serta nilai-nilai keyakinan yang dimiliki klien (Hidayat, 2021).
1. Identitas Klien
Meliputi nama, usia (usia ibu dalam kategori subur yakni 15-49 tahun. Bila
didapatkan terlalu muda <20 tahun atau terlalu tua >35 tahun merupakan
kelompok resiko tinggi), alamat, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan (Oktavina, 2020).
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : berisi keluhan ibu sekarang saat pengkajian dilakukan.
Pada umumnya, proses persalinan yang lama menyebabkan adanya keluhan
nyeri, letih, dan cemas.
b. Riwayat kesehatan sekarang : biasanya dalam kehamilan sekarang ada
kelainan seperti letak janin melintang atau sungsang, dsb.
c. Riwayat kesehatan dahulu : riwayat kesehatan yang lalu dikaji untuk
mengetahui apakah ibu mempunyai riwayat penyakit seperti riwayat
distosia sebelumnya, hipertensi, anemia, panggul sempit, DM, hamil
kembar, dsb.
d. Riwayat kesehatan keluarga : riwayat penyakit keluarga dikaji untuk
mengetahui adakah riwayat penyakit menurun atau menular, adakah riwayat
keturunan kembar atau tidak.
3. Keadaan Umum dan Tingkat Kesadaran
Keadaan umum menunjukkan kondisi pasien secara umum baik, sedang, atau
jelek akibat penyakit atau keadaan yang dirasakan pasien. Dilihat secara
langsung oleh pemeriksa dan dilakukan penilaian yang dapat dilakukan saat
kontak pertama, saat wawancara atau selama melakukan pemeriksaan yang lain.
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kesadaran
pasien composmentis, apatis, somnolen, delirium, semi koma, atau koma.
4. Tanda-Tanda Vital
a. Tekanan darah dapat meningkat, mungkin menerima magnesium sulfat
untuk hipertensi karena kehamilan.

19
b. Denyut nadi mungkin meningkat sebagai respons terhadap stres dan
ketegangan.
c. Pernapasan ibu mungkin menjadi lebih cepat atau dalam karena upaya yang
dilakukan selama persalinan.
d. Suhu tubuh dapat naik karena peradangan atau infeksi.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Langkah pertama pada pemeriksaan fisik adalah inspeksi, yaitu melihat dan
mengevaluasi pasien secara visual dan merupakan metode yang digunakan
untuk mengkaji/menilai pasien.
a) Inspeksi dilakukan untuk menilai ada tidaknya cloasma gravidarum
pada muka atau wajah. Pucat atau tidak pada selaput mata, dan ada
tidaknya edema. Biasanya pada kasus distosia konjungtiva klien anemis,
selaput mata pucat (anemia) karena proses persalinan yang mengalami
perdarahan.
b) Pemeriksaan selanjutnya adalah pemeriksaan leher untuk menilai ada
tidaknya pembesaran kelenjar gondok atau kelenjar tiroid.
c) Pemeriksaan dada untuk menilai bentuk buah dada dan pigmentasi
putting susu. Selain itu meginspeksi pernafasan yang mencakup
rekuensi, kedalaman, dan jenis pernafasan.
d) Pemeriksaan abdomen untuk menilai apakah perut membesar ke depan
atau ke samping, keadaan pusat, pigmentasi linea alba, serta ada
tidaknya striae gravidarum. Kaji juga his (kekuatan, frekuensi, lama),
biasanya his kurang semenjak awal persalinan atau menurun saat
persalinan.
e) Pemeriksaan vulva untuk menilai keadaan perineum, ada tidaknya tanda
chadwick, dan adanya fluor.
f) Pemeriksaan ekstremitas untuk menilai ada tidaknya varises.
b. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk menentukan besarnya rahim dengan menentukan
usia kehamilan serta menentukan letak anak dalam rahim. Pemeriksaan
secara palpasi dikakukan dengan menggunakan metode leopold yakni :

20
a) Leopold I digunakan untuk menentukan usia kehamilan dan bagian apa
yang ada dalam fundus, dengan cara pemeriksa berdiri sebelah kanan
dan menghadap ke muka ibu, kemudian kaki ibu di bengkokkan pada
lutut dan lipat paha, lengkungkan jari-jari kedua tangan untuk
mengelilingi bagian atas fundus, lalu tentukan apa yang ada di dalam
fundus. Bila kepala sifatnya keras, bundar, dan melenting. Sedangkan
bokong akan lunak, kurang bundar, dan kurang melenting.

Gambar 2 Palpasi Leopold I


b) Leopold II digunakan untuk menentukan letak punggung dan letak
bagian kecil janin. Caranya :
1) Kedua tangan pemeriksa berada disebelah kanan dan kiri perut ibu.
2) Ketika memeriksa sebelah kanan, maka tangan kanan menahan perut
sebelah kiri kearah kanan.
3) Raba perut sebelah kanan menggunakan tangan kiri dan rasakan
bagian apa yang ada di sebelah kanan (jika teraba benda yang rata,
atau tidak teraba bagian kecil, terasa ada tahanan, maka itu adalah
punggung bayi, namun jika teraba bagian-bagian yang kecil dan
menonjol maka itu adalah bagian kecil janin)

Gambar 3 Palpasi Leopold II

21
c) Leopold III digunakan untuk menentukan bagian apa yang terdapat di
bagian bawah dan apakah bagian bawah anak sudah atau belum
terpegang oleh pintu atas panggul. Caranya :
1) Tangan kiri menahan fundus uteri.
2) Tangan kanan meraba bagian yang ada di bagian bawah uterus. Jika
teraba bagian tang bulat, melenting keras, dan dapat digoyangkan
maka itu adalah kepala. Namun jika teraba bagian yang bulat, besar,
lunak, dan sulit digerakkan, maka itu adalah bokong. Jika dibagian
bawah tidak ditemukan kedua bagian seperti yang diatas, maka
pertimbangan apakah janin dalam letak melintang.
3) Pada letak sungsang (melintang) dapat dirasakan ketika tangan
kanan menggoyangkan bagian bawah, tangan kiri akan merasakan
ballottement (pantulan dari kepala janin, terutama ini ditemukan
pada usia kehamilan 5-7 bulan).
4) Tangan kanan meraba bagian bawah (jika teraba kepala, goyangkan,
jika masih mudah digoyangkan, berarti kepala belum masuk
panggul, namun jika tidak dapat digoyangkan, berarti kepala sudah
masuk panggul). Lalu lanjutkan pada pemeriksaan Leopold VI
untuk mengetahui seberapa jauh kepala sudah masuk panggul.

Gambar 4 Palpasi Leopold III


d) Leopold IV digunakan untuk menentukan apa yang menjadi bagian
bawah dan seberapa masuknya bagian bawah tersebut ke dalam rongga
panggul. Caramya :
1) Pemeriksa menghadap ke kaki pasien.
2) Kedua tangan meraba bagian janin yang ada dibawah.

22
3) Jika teraba kepala, tempatkan kedua tangan di dua belah pihak yang
berlawanan di bagian bawah.
4) Jika kedua tangan konvergen (dapat saling bertemu) berarti kepala
belum masuk ke panggul.
5) Jika kedua tangan divergen (tidak saling bertemu) berarti kepala
sudah masuk ke panggul.

Gambar 5 Palpasi Leopold IV


c. Perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendegarkan bunyi
getaran/gelombang suara yang di hantarkan kepermukaan tubuh dari bagian
tubuh yang di periksa. Pemeriksaan di lakukan dengan ketokan jari atau
tangan pada permukaan tubuh. Perjalanan getaran/gelombang suara
tergantung oleh kepadatan media yang dilalui. Derajat bunyi di sebut
dengan resonansi. Karakter bunyi yang di hasilkan dapat menentukan
lokasi, ukuran, bentuk, dan kepadatan struktur di bawah kulit. Sifat
gelombang suara yaitu semakin banyak jaringan, semakin lemah
hantarannya dan udara/gas paling resonan.
d. Auskultasi
Auskultasi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi
yang terbentuk dalam organ tubuh. Hal ini dimaksudkan untuk mendeteksi
adanya kelainan dengan cara membandingkan dengan bunyi normal.
Auskultasi, dilakukan umumnya dengan stetoskop untuk mendengarkan
bunyi jantung anak, bising tali pusat, gerakan anak, bising rahim, bunyi
aorta, serta bising usus. Bunyi jantung anak dapat di dengar pada akhir bulan
ke-5, walaupun dengan ultrasonografi dapat diketahui pada akhir bulan ke-

23
3. Bunyi jantung pada anak dapat terdengar di kiri dan kanan di bawah tali
pusat bila presentasi kepala. Bila terdengar setinggi tali pusat, maka
presentasi di daerah bokong. Bila terdengar pada pihak berlawanan dengan
bagian kecil, maka anak fleksi dan bila sepihak maka defleksi.
Dalam keadaan sehat, bunyi jantung antara 120-140 kali per menit. Bunyi
jantung dihitung dengan menedengarknnya selama 1 menit penuh. Bila
kurang dari 120 kali per menit atau lebih dari 140 per menit, kemungkinan
janin dalam keadaan gawat janin. Selain bunyi jantung anak, dapat
didengarkan bising tali pusat seperti denyut nadi ibu, bunyi aorta
frekuensinya sama seperti denyut nadi dan bising usus yang sifatnya tidak
teratur.
e. Pemeriksaan Panggul
Persalinan dapat berlangsung dengan baik atau tidak antara lain tergantung
pada luasnya jalan lahir yang terutama ditentukan oleh bentuk dan ukuran-
ukuran panggul. Pada kasus distosia biasanya ada kelainan bentuk panggul
dan kelainan tulang belakang.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


1. Risiko cedera pada janin b.d. persalinan lama.
2. Risiko ketidakseimbangan cairan b.d. perdarahan.
3. Risiko infeksi b.d. efek prosedur invasif.
4. Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis d.d. mengeluh nyeri, tampak
meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat,
dan pola napas berubah.
5. Ansietas b.d. kekhawatiran mengalami kegagalan d.d. merasa khawatir
dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, tampak
tegang, palpitasi, frekuensi napas dan nadi meningkat, tekanan darah
meningkat, muka tampak pucat, dan suara bergetar.

(SDKI, 2017)

24
2.2.3 Intervensi
Tabel 1 Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Risiko Cedera pada Janin Luaran Utama: Intervensi Utama:
(D.0138) Tingkat Cedera (L.14136) Pemantauan Denyut Jantung Janin (8.02056)

Risiko cedera janin b.d. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
persalinan lama. 3x24 jam diharapkan tingkat cedera menurun 1) Identifikasi status obstetrik.
dengan kriteria hasil: 2) Identifikasi riwayat obstetrik.
1) Kejadian cedera menurun. 3) Periksa denyut jantung janin selama 1
2) Luka/lecet menurun. menit.
3) Ketegangan otot menurun. 4) Monitor denyut jantung janin.
4) Perdarahan menurun. 5) Monitor tanda vital ibu.
5) Ekspresi wajah kesakitan menurun.
6) Tekanan darah membaik. Terapeutik
7) Frekuensi nadi membaik. 1) Atur posisi pasien.
8) Frekuensi napas membaik. 2) Lakukan manuver leopold untuk
menentukan posisi janin.

Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan.
2) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
2. Risiko Ketidakseimbangan Luaran Utama: Intervensi Utama:
Cairan (D.0036) Keseimbangan Cairan (L.03020) Manajemen Cairan (I.03098)

Risiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi


cairan b.d. perdarahan. 3x24 jam diharapkan keseimbangan cairan 1) Monitor status hidrasi.
meningkat dengan kriteria hasil: 2) Monitor berat badan harian.

25
1) Asupan cairan meningkat. Terapeutik
2) Haluaran urin meningkat. 1. Catat intake-output dan hitung balance
3) Kelembaban membrane mukosa meningkat. cairan 24jam.
4) Dehidrasi menurun. 2. Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan.
5) Tekanan Darah membaik. 3. Berikan cairan intravena, jika perlu.
6) Membran mukosa membaik.
7) Turgor kulit membaik. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretic, jika perlu.
3. Risiko Infeksi (D.0142) Luaran Utama: Intervensi Utama:
Tingkat Infeksi (L.14136) Pencegahan Infeksi (I.14540)

Risiko infeksi b.d. efek Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
prosedur invasif. 2x24 jam diharapkan tingkat infeksi menurun 1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
dengan kriteria hasil: sistemik.
1) Demam menurun.
2) Kemerahan menurun. Terapeutik
3) Nyeri menurun. 1) Berikan perawatan kulit pada area edema.
4) Bengkak menurun. 2) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
5) Periode malaise menurun. dengan pasien dan lingkunga pasien.
6) Gangguan kognitif menurun. 3) Pertahankan teknik aseptik pada pasien
berisiko tinggi.

Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
2) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi.
3) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
4) Anjurkan meningkatkan asupan cairan.

26
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu.
4. Nyeri Akut (D.0077) Luaran Utama: Intervensi Utama:
Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)

Nyeri akut b.d. agen pencedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
fisiologis d.d. mengeluh nyeri, 3x24 jam diharapkan tingkat nyeri menurun 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
tampak meringis, gelisah, dengan kriteria hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
frekuensi nadi meningkat, 1) Keluhan nyeri menurun. 2) Identifikasi skala nyeri.
tekanan darah meningkat, dan 2) Meringis menurun. 3) Identifikasi respon nyeri non verbal.
pola napas berubah 3) Gelisah menurun. 4) Identifikasi faktor yang memperberat dan
4) Frekuensi nadi membaik. memperingan nyeri.
5) Tekanan darah membaik. 5) Monitor efek samping penggunaan
6) Pola nafas membaik. analgetik.

Terapeutik
1) Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri.
3) Fasilitasi istirahat dan tidur.
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri.

Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri.
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri.

27
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
4) Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu.
5. Ansietas (D.0080) Luaran Utama: Intervensi Utama:
Tingkat Ansietas (L.09093) Reduksi Ansietas (I.09314)

Ansietas b.d. kekhawatiran Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi


mengalami kegagalan d.d. 3x24 jam diharapkan tingkat ansietas menurun 1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah.
merasa khawatir dengan akibat dengan kriteria hasil: 2) Identifikasi kemampuan mengambil
dari kondisi yang dihadapi, 1) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang keputsan.
tampak gelisah, tampak tegang, dhadapi menurun. 3) Monitor tanda-tanda ansietas.
palpitasi, frekuensi napas dan 2) Perilaku gelisah menurun.
nadi meningkat, tekanan darah 3) Perilaku tegang menurun. Terapeutik
meningkat, dan muka tampak 4) Palpitasi menurun. 1) Temani pasien untuk mengurangi
pucat. 5) Frekuensi pernapasan menurun. kecemasan, jika memungkinkan.
6) Frekuensi nadi menurun. 2) Pahami situasi yang membuat ansietas.
7) Tekanan darah menurun. 3) Dengarkan dengan penuh perhatian.
8) Pucat menurun. 4) Tempatkan barang pribadi yang
memberikan kenyamanan.
5) Motivasi mengidentifikasi situasi yang
memicu kecemasan.

Edukasi
1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang
mungkin dialami.

28
2) Informasikan secara faktual mengenai
diagnosis, pengobatan, dan prognosis.
3) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
pasien, jika perlu.
4) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
persepsi.
5) Latih teknik relaksasi.

Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika
perlu.

(SLKI, 2019)
(SIKI, 2018)

29
2.2.4 Implementasi
Implementasi merupakan tahap proses keperawatan dimana perawat
memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien.
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Pada saat implementasi perawat harus melaksanakan hasil dari rencana
keperawatan yang di lihat dari diagnosa keperawatan. Di mana perawat membantu
klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih
baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Tujuan dari
pelaksanaan/implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan, penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Melaksanakan hasil dari rencana
keperawatan untuk selanjutnya di evaluasi untukmengetahui kondisi kesehatan
pasien dalam periode yang singkat, untuk mempertahankan daya tahan tubuh, untuk
mencegah komplikasi, untuk menemukan perubahan system tubuh, untuk
memberikan lingkungan yang nyaman bagi klien, dan untuk mengimplementasi
pesan dokter (Safitri, 2019).

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan dan perbaikan. Dalam
evaluasi, perawat menilai reaksi klien terhadap intervensi yang telah diberikan dan
menetapkan apa yang menjadi sasaran dari rencana keperawatan dapat diterima.
Perawat menetapkan kembali informasi baru yang diberikan kepada klien
untuk mengganti atau menghapus diagnosa keperawatan, tujuan atau intervensi
keperawatan. Evaluasi juga membantu perawat dalam menentukan target dari suatu
hasil yang ingin dicapai berdasarkan keputusan bersama antara perawat dan klien.
Evaluasi berfokus pada individu klien dan kelompok dari klien itu sendiri.
Kemampuan dalam pengetahuan standar asuhan keperawatan, respon klien yang
normal terhadap tindakan keperawatan (Hadinata, Dian & Abdillah, 2018).

30
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Distosia adalah kondisi di mana proses kelahiran bayi terhambat atau
mengalami kesulitan, berasal dari bahasa Yunani yang berarti sulit dan kelahiran.
Distosia dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk kekuatan tenaga ibu
(Power), kondisi jalan lahir (Passage), dan bayi (Passenger). Penelitian
menunjukkan bahwa partus macet dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti
CPD, malposisi, dan malpresentasi. Klasifikasi distosia dibagi menjadi tiga
golongan besar, yaitu distosia karena kelainan kekuatan, kelainan letak janin atau
kelainan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir. Patofisiologi distosia melibatkan
perubahan dalam kontraksi rahim dan posisi janin yang salah. Manifestasi klinis
dari partus tak maju meliputi gejala pada ibu dan janin. Pemeriksaan penunjang
yang dilakukan mencakup pemeriksaan panggul, radiologi, palpasi, dan
ultrasonografi. Penatalaksanaan distosia melibatkan berbagai tindakan seperti
rehidrasi, pemberian antibiotik, dukungan pada ibu, dan prosedur kelahiran bayi
yang sesuai dengan kondisi. Komplikasi bagi ibu dan bayi bisa terjadi akibat
distosia, termasuk infeksi intrapartum, ruptur uteri, pembentukan fistula, kaput
suksadanium, dan moulage kepala janin. Pencegahan distosia bisa dilakukan
dengan mengatur makanan ibu hamil, istirahat cukup sebelum persalinan, rutin
kontrol kehamilan, kontrol diabetes, senam kehamilan, pijat perineum, dan
pemeriksaan ke dokter mata.

3.2 Saran
Dalam menyusun makalah ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi
makalah ini belumlah sempurna dan masih kurang baik mengenai materi maupun
cara penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
para pembaca dibutuhkan untuk dapat menyempurnakan makalah berikutnya.

31
DAFTAR PUSTAKA

Hadinata, Dian & Abdillah, A. J. (2018). Metodologi Keperawatan. Paper


Knowledge . Toward a Media History of Documents, 3(April), 49–58.

Hidayat, A. A. (2021). Proses Keperawatan; Pendekatan NANDA, NIC, NOC dan


SDKI (A. Aziz (red)). Health Books Publishing.

Mardliyaini, A. S., Eka, N., Dewi, C., Profesi, P., Keperawatan, N., Kesehatan, F.,
Nurul, U., & Paiton, J. (2022). Asuhan Keperawatan Maternitas Gangguan
Ansietas Pada Ibu Hamil Primigravida (Cephalo Pelvic Dispropotion)
Maternity Nursing Care Anxiety Disorders in Pregnant Women With
Primigravida (Cephaloc Pelvic Dispropotion). Jurnal Keperawatan Malang,
7(2), 2022.

Nurhayati, E. (2020). Persalinan Beresiko. In Universitas Esa Unggul. Universitas


Esa Unggul.

Oktavina, S. M. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Ny. M Dengan Diagnosa Medis


Persalinan Normal Di Ruang Vk Rsud Bangil Pasuruan. Karya Tulis Ilmiah
Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo, 123.

Safitri, R. (2019). Implementasi Keperawatan Sebagai Wujud Dari Perencanaan


Keperawatan Guna Meningkatkan Status Kesehatan Klien. Journal
Keperawatan, 3(42), 23–26.

Tadesse Gudina, A. (2016). Magnitude of Obstructed Labor and Associated Risk


Factors among Mothers Come for Delivery Service in Adama Hospital
Medical College, Oromia Regional State, Central Ethiopia. Journal of
Gynecology and Obstetrics, 4(3), 12.
https://doi.org/10.11648/j.jgo.20160403.11

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (E. 1
(red); E). Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Yulizawati, & Afrah, R. (2022). Distosia pada Persalinan (1st ed). Indomedia
Pustaka.

Yulizawati, Sinta, L. El, Insani, A. A., & Andriani, F. (2019). Buku Ajar Asuhan
Kebidanan pada Persalinan (1st ed). Indomedia Pustaka.

32

Anda mungkin juga menyukai