Om Swastyastu, Om Swastyastu,
Terima kasih atas doanya, majalah Giri Terimakasih atas dukungannya, edisi
Pustaka edisi perdana ini akhirnya perdana majalah Giri Pustaka akhirnya
berhasil diterbitkan. Majalah Giri Pustaka sampai ke tangan pembaca. Kami sangat
ini memang bertemakan “oleh Bogor membuka kesempatan bagi penulis dari
untuk Bogor”. Akan tetapi, bilamana luar Banjar Bogor yang berkeinginan
dipandang bermanfaat bagi masyarakat di menyumbangkan tulisannya dalam agama
luar Banjar Bogor, silahkan dibagikan dan Hindu. Silahkan dikirimkan ke redaksi
dipakai dengan bijak. Terima kasih. melalui email yang disediakan. Namun
harap diketahui bahwa kami tidak
Om Shanti Shanti Shanti Om.
menyediakan honorarium kepada para
penulis yang artikelnya dimuat di majalah
Giri Pustaka ini, karena konsep majalah
Redaksi majalah Giri Pustaka Yth. ini adalah “ngaturang ayah” (bekerja
sebagai persembahan). Kami akan
Om swastyastu,
memuat tulisannya apabila kami
Saya menyambut baik rencana memandang isinya relevan dengan agama
penerbitan majalah Giri Pustaka oleh Hindu. Redaksi juga akan melakukan
Banjar Bogor. Saya yakin banyak penulis revisi terhadap naskah yang masuk,
dalam bidang agama Hindu yang memiliki apabila dipandang perlu.
kompetensi di Banjar Bogor. Yang ingin
saya tanyakan, jika ada penulis dari luar Om Shanti Shanti Shanti Om.
Bogor yang berkeinginan menyumbang-
kan tulisannya / artikel nya, apakah
redaksi akan memuatnya di majalah Giri
Pustaka? Terima kasih.
Om santi santi santi om.
Gede B. Darmika.
VEDA
Kitab Suci Maha Sempurna
Penulis: Nyoman Jaya Wistara
Penganut agama Hindu tidak dibelenggu oleh kitab-kitab sucinya. Kitab suci agama
Hindu, Veda, adalah kitab suci yang sangat lengkap, terdiri dari banyak kitab, yang
merupakan hasil eksplorasi yang dilakukan oleh para mahaṛṣi terhadap setiap sudut
kehidupan. Veda menjadi tuntunan sempurna bagi manusia dalam menemukan
kesejatian diri. Tulisan ini hanya sebagai pengenalan awal terhadap kitab suci Veda, tidak
bertujuan untuk mengupas dengan detail seluruh kitab Veda.
disajikan secara tertulis dalam bentuk simbol-simbol mistis dari ritual Veda.
buku. Sampai lebih dari 5.000 tahun yang Sedangkan Upaniṣad tidak banyak mem-
lalu, Veda merupakan satu kesatuan kitab bahas upacara, dan lebih banyak men-
suci. Mahaṛṣi Vyāsa kemudian membagi- jelaskan filosofi atau tatwa bagaimana
nya menjadi empat cabang utama, yaitu: Ātmān berhubungan dengan Brahman.
Ṛg Veda, Atharva Veda, Sāma Veda, dan Buku-buku seperti Bṛhadāraṇyaka dan
Yajur Veda. Mantra-mantra isi dari Chāndogya Upaniṣad mungkin merupa-
masing-masing Veda dari empat Veda kan kitab suci pertama di dunia yang
Bhāṣya
Di zaman dahulu, masyarakat Hindu tidak terlalu membedakan antara
spiritual dan sekuler, keduanya dilihat sama dan menjadi satu kesatuan.
Pengetahuan duniawi dianggap sebagai pelengkap dan tidak bertentangan
dalam menemukan Tuhan. Penting untuk mengatakan bahwa di samping
terdapatnya beragam kitab suci, pada umumnya sumber utama otoritas
terletak pada penjelasan (bhāṣya) orang-orang suci. Banyak para bijak menulis
/mengajarkan ajaran baru dengan tetap berlandaskan Puraṇa dan Veda.
PENGETAHUAN
Untuk Kesejahteraan Duniawi, Surgawi, dan
Untuk Pembebasan
Penulis: Nyoman Jaya Wistara
Setiap insan, menurut agama Hindu, memiliki kesempatan untuk mencapai empat tujuan
hidup yang disebut dengan Catur Puruṣārtha. Pada mulanya, Catur Puruṣārtha ini
dipisahkan menjadi trivarga dan mokṣa. Kitab Saṁhitā, Brāhmaṇa, dan Āraṇyaka
menjelaskan trivarga itu sebagai dharma, artha, dan kāma. Sedangkan Upaniṣad
menjelaskan tentang mokṣa. Penggabungan mokṣa dan trivarga mulai ditemukan di
dalam Dharmaśāstra dan Itihāsa (Rāmāyaṇa dan Mahābhārata). Pengetahuan adalah
dasar pelaksanaan trivarga dan pencapaian mokṣa, seperti Bhagavad-Gītā
mengajarkannya, bahwa tindakan yang benar adalah tindakan yang dituntun oleh
pengetahuan. Menurut Swami Krishnananda, pengetahuan adalah sistem berpikir secara
benar. Lalu, pengetahuan apakah yang diperlukan untuk mencapai trivarga dan mokṣa
ini?
Suatu saat, Raja Janamejaya melakukan upacara Sarpa Yaga, sebuah yajña persembahan (yaga) untuk
melawan ular (sarpa), dilakukannya untuk memulihkan nama baik ayahnya Parikesit (Parīkṣit), yang
meninggal karena gigitan (dipatuk) ular. Kemarahan Janamejaya atas gigitan ular tersebut sedemikian rupa
sehingga dia bertekad untuk memusnahkan spesies ular tersebut sepenuhnya, dan melakukan yajña yang
disebut Sarpa Yaga, yang pada akhirnya tidak berhasil karena beberapa gangguan. Saat itu Bhagavān Vyasa
hadir, dan ia menyuruh muridnya untuk menceritakan seluruh kisah Mahābhārata kepada Raja Janamejaya,
yang ingin mengetahui secara pasti apa yang terjadi pada nenek moyangnya, para Paṇḍava, yang
keturunannya adalah Parikesit, ayahnya. Dalam pertemuan tersebut juga hadir mendengarkan adalah
Śaunaka dan guru sucinya (Mahaṛṣi Aṅgirasa). Śaunaka dikenal sebagai orang yang melakukan yajña-yajña
besar di tempat yang sangat luas. Oleh karena itu, ia disebut Śaunaka Mahāśāla. Śāla artinya tempat yajña,
dan mahāśala berarti tanah (tempat pelaksanaan yajña) yang luas.
ganya kepada anak laki-lakinya dan dalam beberapa mantra dari Muṇḍaka
mendekati seorang guru, Mahaṛṣi Upaniṣad berikut:
Aṅgirasa. Mahaṛṣi Aṇgirasa memperoleh śaunako ha vai mahāśālo'ṅgirasaṁ
Brahma Vidyā (pengetahuan tentang vidhivad upasannaḥ papraccha,
Brahman) dari Mahaṛṣi Satyavāhā, putra kasmin nu bhagavo vijñāte sarvam
Mahaṛṣi Bhāradvājā. Mahaṛṣi Aṅgirasa idaṁ vijñātam bhavati iti (1.1.3)
menerima Śaunaka sebagai murid beliau.
Om swastyastu,
Made Pramestiwidyaswari
Pembaca dapat mengirimkan pertanyaan kepada redaksi Giri Pustaka yang bersifat konsultasi di
bidang agama Hindu, ke alamat email Giri Pustaka yang disediakan.
Jawaban:
Oleh: JM I Wayan Gelgel Sartana. Ketua Bidang IV Upakara dan Upacara Yadnya PSN Pusat,
Ketua seksi Sosial dan Budaya PSN Korwil Provinsi Jawa Barat, Pengajar di Politeknik AKA
Bogor, sedang menempuh pendiddikan di STAH.
Microsoft Bing AI generated images. Microsoft Bing AI generated images. Microsoft Bing AI generated images.
Īśa Upaniṣad, yang dikenal juga dengan sebutan Īśāvāsya Upaniṣad, adalah Upaniṣad
terkecil dan terpendek. Upaniṣad ini hanya memiliki 18 mantram. Īṣa, yang berarti Tuhan
atau Brahman, tentu saja lebih fokus membicarakan Tuhan. Upaniṣad ini memuat intisari
pemikiran Upaniṣad dengan semua kemurnian dan kesederhanaannya. Pemikiran yang
mengantarkan manusia menuju kebahagiaan abadi.
P da tulisan ini, akan dibahas dua Tuhan. Setelah paham politheisme dan
mantram dari Īśa Upaniṣad. monotheisme barulah dikenal paham
Mantram pertama yang berkai- pantheisme. Padahal, paham ini sudah
tan dengan paham pantheisme, keterle- disebutkan dalam Upaniṣad.
pasan dan kekayaan. Mantram kedua Politheisme menyebut dan menyem-
berkaitan dengan karma dan jñāna. Kedua bah banyak dewa. Muncullah sekte-sekte
mantram yang saya pilih ini adalah yang mengagungkan dewanya masing-
mantram-mantram yang menuntun masing. Lalu muncul persaingan bahkan
manusia menuju kebahagiaan abadi. pertikaian. (Ingat Empu Kuturan dengan
Mantram pertama dari Īśāvāsya yang Rong Tiga-nya).
sangat terkenal mempunyai arti sbb: Monotheisme hanya menyembah satu
Ketahuilah semuanya ini, apapun yang Tuhan yang tunggal (Ingat Dahyang
bergerak dan tidak bergerak di dunia yang Nirartha dengan padmasana/ padmasari-
bergerak, semuanya diliputi oleh Isa nya). Paham ini ada dampak negatifnya,
(Tuhan). Karena itu, temukanlah kebaha- yaitu adanya klaim bahwa hanya Tuhan-
giaanmu pada keterlepasan, janganlah nya yang paling baik, paling benar. Tuhan
menginginkan kekayaan orang lain. orang lain tidak baik. Hal ini sungguh
Ada tiga hal yang dapat kita lihat dari membahayakan. Bisa menimbulkan
mantram di atas. Paham pantheisme, kekerasan.
ketidakterikatan dan kekayaan itu milik
Paham pantheisme menyatakan bahwa
Dalam bhakti, terkandung sifat-sifat baik yang akan mengantarkan manusia pada
kedamaian, sebagai komponen penting dalam mencapai kebahagiaan. Tingkatan bhakti
seseorang berbeda-beda, sangat dipengaruhi oleh kekuatan triguṇa yang menguasai yang
bersangkutan, yang menyebabkan jenis kedamaian yang diperoleh juga berbeda.
O
tersebut agar selalu tetap berada pada
ṃ śāntiḥ śāntiḥ śāntiḥ Oṃ,
esensinya. Dengan mengucapkan
demi-kian selalu kita dengar
mantram yang sangat penting tersebut
akhir sebuah doa umat Hindu.
dapat diartikan bahwa umat Hindu selalu
Mantra yang diawali dan diakhiri dengan
berharap agar dalam perjalanan hidup ini
bījākṣara pastilah merupakan sebuah
senantiasa merasakan kedamaian (śāntiḥ
mantra yang sangat penting. Di dalam
diucapkan: shaantih) di hati, di samping
Śiva Purāṇa dan Mānava-Dhārmaśāstra
adanya damai di angkasa dan di seluruh
dijelaskan bahwa praṇava (suara suci) OṂ
dunia /di alam semesta. Dengan
yang di depan diibaratkan sebagai anak
perkataan lain kedamaian merupakan
panah berbahan baja sangat tajam yang
sasaran antara dalam menjalani
akan mengantarkan mantram tersebut
kehidupan sebelum mampu mencapai
menembus sasarannya. Juga dikiaskan
sasaran tertinggi yaitu pembebasan atau
sebagai perahu sucinya Sādāśiva untuk
mokṣa. Perasaan damailah yang
menyeberangkan manusia (ātman) dari
merupakan landasan untuk mencapai
kehidupan duniawi menuju kehidupan
Manusia hendaknya tidak seperti buah mentimun tersebut, sampai usia tua masih terikat dengan
duniawi. Jika dia sebuah mentimun, cepat-cepatlah minta pertolongan agar bisa lepas dari keterikatan.
Kitab suci, merupakan panduan bagi manusia untuk mencari pertolongan.
Seluruh umat manusia pasti menginginkan hidup yang damai karena kedamaian adalah
syarat utama tercipatnya kebahagiaan. Tidak hanya damai di dalam diri sendiri,
melainkan damai pula pada lingkungan sekitar. Cara mencapainya tentu beragam. Umat
Hindu memiliki cara yang khas, di mana śraddhā merupakan syarat awal.
mantra tersebut agar selalu tetap berada makna keadaan yang sangat menyenang-
pada lintasannya. kan dan menyejukan hati, karena
kedamaian juga mempunyai arti aman,
Adapun kata yang kedua yaitu Śānti
keadaan tidak bermusuhan dan rukun,
(diucapkan: Shaanti) artinya damai. Selain
tidak ada konflik internal (di dalam diri,
itu, śānti juga mengandung arti adanya
konflik batin), dan konflik eksternal (diri
keadilan, hukum dan ketertiban. Ketika
kita dengan yang lingkungan atau orang
kata damai tersebut diimbuhi awalan “ke”
lain). Konflik tersebut muncul karena ada
dan akhiran “an”, akan menghasilkan kata
pikiran, ucapan, maupun tindakan yang
“kedamaian” yang dalam Kamus Besar
tidak selaras dengan hukum alam semesta
Bahasa Indonesia bermakna: “keadaan
atau tidak selaras dengan ajaran agama,
damai, kehidupan yang aman dan
atau ajaran dharma.
tenteram.” Kata kedamaian mengandung
Istilah tapa, brata, yoga, samadhi, bukan merupakan istilah yang asing bagi sebagian
besar umat Hindu. Tiga hal yang pertama, merupakan bagian dari praktik sādhana yang
umum dilakukan oleh mereka yang tekun di jalan spiritual, untuk memperoleh keadaan
samadhi atau bersenyawa dengan alam atau Sang Hyang Ishwara. Sādhana seperti ini
pada umumnya dilakukan di hari raya tertentu seperti Hari Raya Saraswati, Hari Raya
Nyepi maupun dalam rangkaian Hari Raya Galungan. Namun demikian, sādhana seperti
ini sebaiknya dilakukan lebih sering, tidak hanya pada hari-hari suci tersebut, untuk
melatih disiplin diri ke dalam diri.
K
ketaatan sebagai bentuk disiplin diri. Kata
ita sering mendapatkan kata
“brata” memiliki makna yang sama
tapa yang biasanya disusul oleh
dengan kata “vrata” yaitu mengandung
kata brata, dan yoga. Kata-kata
makna pengekangan dan ketaatan. Dalam
tersebut memang saling terkait dan tidak
Yajurveda XIX.30 dinyatakan mengenai
terpisahkan. Kata “tapa” berasal dari
vrata (vratena) sebagai berikut:
bahasa Sansekerta “tap” yang artinya
membakar, memanaskan, membuat vratena dīkṣāmāpnoti
disiplin. Tapa berarti memanaskan diri dīkṣayāpnoti dakṣiṇām,
melalui praktik-praktik disiplin ke dalam dakṣiṇā śraddhāmāpnoti
diri demi pematangan fisik, mental, dan śraddhayā satyamāpyate
spiritual. Jadi di dalam “tapa” sudah pasti
Sādhana
Istilah sādhana mengacu kepada metoda praktik disiplin secara teratur untuk mencapai pengetahuan
atau tujuan yang diinginkan. Sādhana juga dilakukan dengan tujuan untuk mencapai tujuan tertentu di
jalan spiritual, seperti pelepasan dari keterikatan duniawi, adalah untuk mencapai tingkat realisasi
spiritual tertentu, yang dapat berupa pencerahan, bhakti kepada Tuhan, pembebasan (mokṣa) dari
siklus kelahiran dan kematian (saṃsāra), atau tujuan tertentu seperti memperoleh berkah tertentu dari
Dewa tertentu. Seseorang yang melakukan praktik semacam itu dikenal dalam bahasa Sanskerta sebagai
sādhu (sādhvī untuk wanita), atau sādhaka (sādhakā untuk perempuan). Praktik sādhanā dapat berupa
satu atau gabungan dari kegiatan berikut: meditasi, berjapa, sembahyang, puasa, pranayama, dan
lainnnya.
dahsyat, seperti dikatakan dalam Cāṇakya apapun yang sangat sulit dicapai,
Nīti Darpaṇa (17.3) berikut ini: seberapapun jauh/tingginya dari
tempat kita, semua itu dapat dicapai
Yad-dūraṃ yad-dura-ārādhyaṃ
melalui pertapaan. Karena tapa itu
Yac-ca-dūre vyavasthitam,
mempunyai kekuatan yang sangat
Tat-sarvaṃ tapasā sādhyaṃ
hebat.
Tapo hi durati-kramam.
Sesuai dengan yang dijelaskan dalam
yat (apapun) – dūraṃ (jauh) – yat
Cāṇakya Nīti Darpaṇa di atas: “tapo hi
(apapun) – dura (sangat sulit) -
duratikramam”, bahwa “tapa”
ār̄adhyam (dicapai) – yat (apapun) –
Bila ditanya, tidak ada seorangpun yang mau menderita. Semua orang ingin bahagia.
Sayangnya hidup semacam itu hanya sebuah mimpi. Fakta hidup tanpa penderitaan tidak
pernah ada. Jika diibaratkan sebuah gulma (tanaman pengganggu), melenyapkan gulma
penderitaan perlu mencabut hingga ke akar-akarnya agar tidak tumbuh lagi.
Keluarga yang sukinah dan anak yang suputra menjadi dambaan semua umat Hindu.
Untuk menuju ke sana, pernikahan yang berlandaskan hukum agama dan negara mesti
menjadi titik awalnya. Cara pernikahan yang baik juga harus menjadi pilihannya.
Brahmacari adalah tahapan kehidupan awal, yang tugasnya untuk menuntut ilmu, sejak tingkatan
taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, yakni pada kisaran umur antara umur antara 5 - 30 tahun.
Namun, bukan berarti ketika sudah memasuki Grhastha proses belajar harus terhenti. Proses belajar
tetap dapat dilanjutkan sesuai kemampuan bahkan sampai ajal menjemput.
Grehastha adalah masa berumahtangga. Pada masa ini seseorang akan mencari kekayaan (artha)
untuk memenuhi keinginannya (kama) dan menikmati kehidupan, berdasarkan dharma. Memperoleh
kekayaan harus dengan cara yang baik dan benar (berdasarkan dharma), selanjutnya menuju
kebebasan/kelepasan (moksa).
Wanaprastha adalah tahapan seseorang mulai mengurangi keinginan secara bertahap, mencari
ketenangan yang nantinya setelah mengalami kehidupan berulang-ulang, sehingga akhirnya dapat
mencapai kelepasan (moksa).
Biksuka adalah tingkat kehidupan dimana seseorang tidak terikat dengan hawa nafsu, tidak terikat
dengan materi keduniawian, selalu mengabdi kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dan seluruh ciptaan-
Nya, tanpa memiliki harta benda yang bersifat keduniawian. Makan pun seadanya dan ditanggung oleh
umat. Pada umumnya seseorang memasuki kehidupan pada tahapan ini pada usia lanjut.
Swāmi Vivekānanda
(Biografi bagian – 1)
Seorang sanyāsī muda, dengan perpaduan kecerdasan sains dan kecerdasan spiritual serta
kepribadian yang menyenangkan, dari India menyeberangi samudera ke Amerika,
mempromosikan spiritualitas Timur (advaita vedānta) yang rasional namun humanis
(universal) ke dunia/spiritualitas Barat (budaya modern), dengan piawai dan tata kata
yang menyejukkan menyebarkan ajaran dan menyerukan (terutama kepada para
misionaris yang mengkonversi umat Hindu di India) bahwa kemanusiaan (tanpa
memandang sekat identitas) adalah ke-Tuhan-an tertinggi. Pelayanan kepada manusia
dengan cinta kasih spiritual, adalah bhakti yang sesungguhnya. Hal ini menjawab
kebutuhan negaranya (India) saat itu, yang membutuhkan pertolongan (dari dunia Barat)
untuk mengentaskan kemiskinan, bukan membawa agama baru ke India (karena mereka
sudah punya agama).
K
isah kehidupan (biografi) Nikhilānanda (Ramakrishna-Vivekānanda
Swāmi Vivekānanda ini ditulis Center, New York), dan yang ditulis serta
berdasarkan dua sumber yaitu diterbitkan oleh Vivekānanda
biografi yang ditulis oleh Swāmi International Foundation of New Delhi.
CALONARANG
Penulis: I G. Putu Gede
Banyak kisah tentang Calonarang, sebuah cerita tentang kesaktian dan ilmu hitam yang
awalnya sangat mungkin dimaksudkan untuk pendidikan dan meningkatkan kesadaran.
Banyak versi dan penyesuaian/perubahan yang telah dilakukan, untuk kepentingan yang
lebih spesifik. Di Bali cerita Calonarang (versi tertentu), populer dipentaskan dalam seni
wayang dan seni tari yang penuh nuansa magis. Naskah asli cerita Calonarang ditulis oleh
Mpu Bharadah (adik Mpu Kuturan) berkaitan dengan janda Dirah (istri Mpu Kuturan).
Saat ini banyak terdapat variasi versi-versi lain mengenai kisah Calonarang ini.
A
lkisah karena ditinggalkan oleh dengan cerita sebagai berikut (versi di
suaminya, janda Dirah sangat Bali). Di kerajaan Padegelan terlahir dua
kecewa, kemudian dia mempe- anak kembar buncing (laki-perempuan)
lajari ilmu hitam dan mengancam rakyat berbentuk tidak normal. Karena dianggap
Daha. Raja Airlangga waktu itu mengutus dapat mencemarkan lingkungan
Mpu Bharadah untuk menemuinya dan (ngeletehing gumi), kedua bayi itu dibuang
menasihati Rondo Dirah. Setelah bertemu ke kuburan, diserahkan untuk hidup di
dan berbincang dengan Rondo Dirah, sana. Di tempat itu mereka dipelihara oleh
Mpu Bharadah kemudian menulis cerita makhluk-makhluk yang ada di sana. Yang
tentang Calonarang. Inti cerita dari kisah perempuan bernama Tanting Mas dan
Calonarang ini adalah: Orang yang men- yang laki-laki bernama Tanting Rat.
dalami kehidupan spiritual, tidak boleh
Tanting Mas bertapa di Pura
melupakan ada hal duniawi. Sebaliknya,
Kahyangan dan mendapat kesaktian ilmu
orang yang mendalami kehidupan
hitam dari Bhatari Durga. Ia kemudian
duniawi, tidak boleh melupakan ada hal
dikenal sebagai Calonarang. Tanting Rat
yang bersifat spiritual.
bersembahyang di pura Dalem, dan
Ada kisah yang menghubungkannya mendapat ilmu kependetaan (ilmu putih)
SARINGAN TEPUNG
Penulis: I G. Putu Gede
Sekarang mungkin sudah tidak ada orang yang mengenal saringan tepung (sidi). Dulu
biasanya orang membuat tepung sendiri, sekarang kalau perlu tepung tinggal dibeli di
toko. Ini ceritera tentang saringan tepung.
S
eorang siswa dipanggil gurunya, an itu adalah dirimu. Sedangkan sungai itu
kemudian diberikan sebuah adalah alam semesta (Ishwara) yang dipe-
saringan tepung sambil berkata: nuhi oleh energi. Tubuhmu berada dalam
“Coba kamu penuhi saringan ini dengan lautan energi. Jenis energi apa yang dihi-
air.” Lalu dia berpikir bahwa mungkin sap oleh tubuhmu, tergantung dari dirimu
gurunya sudah pikun atau dia sengaja sendiri. Kamu bisa menghisap energi yang
mencoba dirinya apakah dia berpikir baik dan positif, juga bisa hanya sampah-
lurus. Dia berkata kepada gurunya: “Guru, sampah yang ada di air. Yang kamu hada-
saringan ini tidak mungkin diisi air hingga pi adalah “dunia perebutan energi” , orang
penuh karena saringannya ada lubang- menyebutnya “energy competitive world.”
lubangnya.” Niatkan mengambil energi hanya dari
Sang guru menoleh kepadanya dan ATAS, dari sumber energi yang tak
berkata: “Pikiranmu telah dipenuhi oleh terbatas, lalu saling memberi. Drama
berbagai pembatasan-pembatasan yang perebutan energi menjadi mencair. Yang
tidak perlu. Sekarang pergilah bersamaku, pertama-tama perlu dilakukan adalah
akan kutunjukkan bagaimana memenuhi mengirimkan “energi penuh kasih” dan
saringan ini dengan air.” Lalu mereka memusatkan perhatian kepada-Nya.
pergi ke sungai yang dalam, dekat tempat Apakah energi kita tidak akan tersedot
itu. Sampai di pinggir sungai, lalu saringan atau berkurang? Hukum dari energi suci
itu dilemparkan oleh gurunya ke dalam ini adalah: “Semakin sering dan banyak
sungai, saringan itu tenggelam dan guru- energi ini dipakai, semakin besar dan
nya berkata: “Nah, sekarang saringan itu cepat ia mengisi kembali. Semakin jarang
sudah penuh dengan air.” dan sedikit dipakai, semakin ditahan-
tahan, semakin sempit saluran lewat mana
Selanjutnya dalam perjalanan pulang,
ia mengalir.” --- ॐ ---
guru itu berkata pada muridnya: “Saring-