Anda di halaman 1dari 10

QIRAAT DAN SEBAB AN-NUZUL

Dinda Salsabila
UIN Imam Bonjol Padang
dindasalsabila0804@gmail.com

Raisa Nadhratun Na’im


UIN Imam Bonjol Padang
raisanadhratunnaim@gmail.com

Atis Atun Ramadhani Berutu


UIN Imam Bonjol Padang
atisatun4@gmail.com

Fadli Novel
UIN Imam Bonjol Padang
Fadli.novel02@gmail.com

Muhammad AlFarizi
UIN Imam Bonjol Padang
muhammadalfarizi@gmail.com

ABSTRAK
Seiring berkembangnya Islam di seluruh penjuru dunia, bacaan al-quran juga tersebar dan beragam cara
bacanya sesuai dialek kabilah masing-masing sehingga menimbulkan kekhawatiran akan terpecah
belahnya agama Islam. qiraat masih saja menjadi perhatian ulama dalam mengkajinya karena beberapa
pendapat yang dikemukakan para ulama dalam memahami qiraat tersebut. Begitu pula dengan sebab
nuzul yang menjadi acuan para mufasir untuk menafsirkan suatu ayat yang tersirat maknanya sehingga
pentingnya pengetahuan sebab nuzul agar pemahaman tentang suatu ayat tidak salah artikan.
Kata kunci: Qiraat dan Sebab Nuzul

1
PENDAHULUAN
Ilmu qiraat bisa dibilang merupakan salah satu jajaran ilmu quran yang tidak banyak
diketahui oleh orang bukan hanya kalangan awam bahkan dikalangan ulama dan tokoh islam
lainnya masih meraba-raba tentang ilmu qiraat. Sehingga banyak dari umat islam yang agak
kesulitan memahami konsep qiraat dalam alquran dan perbedaannya bahkan tak sedikit orang
yang tidak mengetahui ilmu ini, mungkin mereka mengira bahwa semua bacaan alquran sama
sejak zaman nabi hingga hari kiamat. Padahal ilmu ini sudah ada sejak zaman kenabian dan juga
sahabat seperti pada masa khalifah Utsman Bin Affan RA dikarenakan perbedaan qiraat ummat
muslim saling berbunuhan.
Ada juga yang berpendapat bahwa perbedaan qiraat itu adalah perbedaan lahjah atau
dialek orang orang arab dimasa kenabian hal ini disebabkan karena kasihan terhadap suku-suku
di arab zaman nabi SAW yang tidak mampu melafazkan ayat tertentu sehingga diberikan
keringanan boleh membaca alquran sesuai dialek masing-masing kabilah. Namun perbedaan
qiraat tidak hanya berhenti pada ragam dialek saja, ada juga yang berpendapat bahwa qiraat juga
perbedaan dari diksi dan kosa kata yang digunakan dalam alquran sehingga hal ini tidak bisa
dianggap remeh bahkan ada juga yang berpendapat bahwa qiraat terkait dengan mad, imalah,
takhfif, tashil, tahqiq, jahr, hams, dan ghunnah. Biasanya tidak berpengaruh pada perubahan
makna dan hukum. Dan yang terpenting qiraat itu adalah riwayat yang shahih bahkan sampai
derajat mutawattir yang kita terima dari Rasulullah SAW.
Al-qur’an diturunkan untuk membimbing manusia kepada tujuan yang terang dan lurus.
Sebagian besar ayat-ayat al-qur’an umumnya diturunkan untuk tujuan. Seperti halnya asbabun
nuzul yang menjadi perhatian besar untuk menafsirkan al-qur’an. Untuk mengetahui asbabun
nuzul secara shahih, para ulama berpegang kepada riwayat shahih yang berasal dari Rasulullah
SAW dan sahabat. Karena ia mempunyai hukum yang bersandar pada Rasulullah SAW. Inilah
metodologi yang digunakan para ulama untuk mengetahui lebih jelas tentang suatu ayat.
Para ulama juga berhati-hati mengenai asbabun nuzul. Muhammad ibnu Sirin pernah
mengatakan bahwa ketika beliau bertanya kepada Ubaidah mengenai suatu ayat al-qur’an, maka
Ubaidah mengatakan kepada Ibn Sirin untuk bertakwa kepada Allah dan berkata benar. Karena
orang yang mengetahui tentang al-qur’an telah meninggal semua.

2
PEMBAHASAN
QIRAAT
A. Pengertian Qiraat
Qiraat adalah jamak dari qiraah yang merupakan masdar dari kata qaraa-yaqrau-qiraatan berarti
bacaan, menggabungkan, atau mengumpulkan1. Istilah qiraat ini tentunya berkaitan dengan bacaan al-
qur’an yang kemudian berkembang menjadi salah satu cabang ilmu yang dikenal dengan ilmu qiraat.
Secara istilah para ulama berpendapat bahwa2:

a. Abu Hayyan al-Andalusi: ilmu yang membahas tentang teknis melafaskan lafazh-lafazh al-
qur’an.
b. Badruddin az-Zarkasyi dalam Al-Burhan Fii Ulumil Quran: ikhtilaf lafazh-lafazh wahyu dalam
penulisan huruf-huruf atau teknik membunyikan yang terdiri dari takhfif, tasqil, dan lainnya.
c. Ibnu Jazari: ilmu tentang bagaimana membunyikan kata dalam al-qur’an dan perbedaan-
perbedaannya dengan menyebutkan pembawanya.
d. Abdul Fattah al-Qadhi: ilmu untuk mengetahui bagaimana mengucapkan kata-kata quraniyyah,
teknik melakukannya baik yang disepakati atau yang tidak disepakati dengan menunjukkan setiap
wajah kepada pembawanya.
e. Imam As-Shabuni yang senada dengan Manna’ Al-Qhattan dalam kitab MAbahits Fii Ulumil
Quran: Qiraat adalah suatu madzhab tertentu tentang cara pengucapan Al-Quran dianut seorang
Imam Qiraat yang berbeda dengan madzhab lainnya berdasarkan sanad yang bersambung pada
Nabi SAW.

Dari defenisi diatas disimpulkan bahwa qiraat adalah bagian dalam ilmu-ilmu al-qur’an yang
berkaitan dengan:
1. Teknik melafazkan bacaan al-qur’an
2. Teknik penulisan bacaan al-qur’an
3. Hal-hal yang disepakati periwayatannya dan yang tidak disepakati.

Qiraat ini berdasarkan dengan sanad yang bersambung pada rasulullah saw. pada periode ini para
qurra yang mengajarkan bacaan alquran kepada alquran yang berpedoman pada masa sahabat. Diantara
para sahabat yang terkenal dalam mengajarkan qiraat adalah Ubay, Ali, Zaid bin tsabit, Ibnu Masud, Abu
Musa Al Asy’ari dan lainnya.

1
Ahmad Sarwat, Ilmu Qiraat Hlm 11
2
Ibid Hlm 12

3
Menurut adz-Dzhabi dalam thabaqat alqurra disebutkan bahwa sahabat yang terkenal sebagai ahli
qiraat ada tujuh orang yaitu Utsman, Ali, Ubay, Zaid Bin Tsabit, Abu Darda, dan Abu Musa Al-Asy’ari.
Dari merekalah sebagian besar sahabat dan tabiin di berbagai negeri belajar qiraat diantaranya sebagai
berikut:
Madinah: Ibnu Musayyab, Urwah, Umar Bin Abdul Aziz, Muadz Bin Harits dan Sulaiman Bin Yasar.
Mekkah: Ubait Bin Umair, Atha’ Bin Abi Rabah, Thawus, Mujahid, Ikrimah dan Ibnu Abi Mulaikah.
Kufah: Alqama, Al-Aswad, Masruq, Ubaidah dan Amr Bin Syurahbil.
Bashrah: Abu Aliyah, Abu Raja’, Nashar Bin ‘Ashim, Yahya Bin Ya’mar dan Qatadah.
Syam: Al-Mughirah Bin Abi Syihab Al-Makhzumi (murid Utsman) dan Khalifah Bin Sa’ad (murid Abu
darda’).
B. Kualifikasi Qiraat
Para ulama membuat sejumlah syarat qiraat yang baku dan dapat diterima untuk membedakan
qiraat yang benar dan qiraat yang salah, yaitu:
1. Sesuai dengan bahasa arab baik dari segi nahwu
2. Sesuai dengan mushaf utsmani
3. Sanadnya mutawatir

C. Macam-Macam Qiraat
Para ulama mengemukakan bahwa qiraat memiliki tingkatan-tingkatn sebagai berikut:
a. Qiraat Mutawatir: diriwayatkan oleh beberapa perawi dan mustahil mereka berdusta dan
sanadnya bersambung kepada Nabi Muhammad SAW.
b. Qiraat Masyhur: qiraat ini tidak mencapai derajat mutawatir namun, sanadnya shahih dimana
perawinya adil dan dhabit, dan sesuai kaidah bahasa arab ataupun mushaf Utsmani.
c. Qiraat Ahad: qiraat ini shahih sanadnya tetapi menyalahi Rasm Utsmani dan kaidah bahasa
arab ataupun sesuai dengan Rasm Utsmani dan kaedah bahasa arab namun tidak terkenal
seperti halnya qiraat masyhur.
d. Qiraat Syaz: qiraat ini tidak shahih sanadnya.
e. Qiraat Maudhu’: qiraat ini tidak ada asalnya.
f. Qiraat mudraj: qiraat yang menambahkan kalimat penafsiran dalam ayat-ayat al-qur’an. Dan
dianggap tidah sah bacaannya.

4
Dari tingkatan diatas menjadi acuan dalam pembagian macam-macam qiraat yang secara umum
terbagi menjadi 3 macam yaitu3:
1. Qiraat mutawatir adalah qiraat ini diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi sehingga mustahil
mereka berdusta dan sanadnya bersambung kepada Nabi Muhammad SAW. atau yang biasa disebut
dengan qiraah sab’ah penisbatan atas tujuh imam yaitu:
a. Nafi’/ Nafi’ bin Abdurrahman bin Abi Nu’aim
Lahir di Ishafan dan wafat di Madinah 169 H, perawi dari Nafi’ adalah Qalun/ Isa bin Mina
Al- Madani Al-Zuraqi (w 220 H) dan Warasy/ Usman bin Said Al-Misri (w 197 H)
b. Ibnu Katsir Al-Makki/ Abdullah nin katsir Ad-Dari
Wafat pada 120 H di Mekkah. Perawinya adalah Qunbul/ Muhammad bin Abdurrahman Said
Al-Jurjah Al-Makhzumi (w 280 H) dan Bazzi/ Ahmad bin Muhammad Abdullah bin Qasim
bin Nafi’ bin Abi Bazzah (w 240 H)
c. Ibnu Amir Al-Syami/ Abdullah bin Amir Al-Yahsabi
Ia merupakan hakim di Damaskus pada era khalifah Walidbin Abdul Malik. Wafat disana
pada 18 H. perawinya adalah Ibnu Zakwan/ Abdullah bin Ahmad bin Basyir bin Zakwan
(w 242 H) dan Hisyam bin ‘Ammar bin Nasir bin Aban bin Maisarah Al-Salami (w 245 H)
d. Abu Amr Al-Bashri/ Abu Amr bin ‘Ala bin ‘Ammar bin Abdullah bin Husain bin Harits
Wafat Kyfah pada tahun 154 H. perawinya adalah Ad-Duri/ Abu ‘Amr hafz bin Umar bin
Abdul Aziz bin Subhan Al- Azdi Al- Duri (w 250 H) dan Abu Syu’aib/ Shalih bin Ziad bin
Abdullah bin Ismail Al-Rustubi Al-Susi (w 261 H)
e. ‘Ashim Al-Kufi/ ‘Ashim bin Abi Al-Najdud
Wafat di Kufah 127 H. perawinya adalah Abu Bakar/ Syu’bah bin ‘Iyasy bin Salim Al-Kufi
Al-Asadi (w 194 H) dan Hafs/ Hafs bin Sulaiman bin Maghirah Al-Asadi (w 190 H)
f. Hamzah Al-Kufi/ Hamzah bin Habib bin Ummmarh bin Ismail Al-Zayyat Al-Faradi
Wafat di Halwan pada masa khlifah Abi Ja’far Al-Mansur pada tahun 156 H. perawinya yaitu
Khalaf/ Khalaf bin Hisyam Al-Bazzar (w 219 H) dan Khalad/ Khalad bin Khalid Al-Sayrafi
(w 210 H)
g. Kisa’I Al-Kufi/ Ali bin hamzah Al-Nahwi
Wafat di Baranbuyah dekat Kufah paad 189 H. perawinya adalah Abu Umar/ Hafz Al-Duri
Al-Nahwi dan Abu Al-Hars/ Al-Lais bin Khalid Al-Baghdadi (w 240H)

2. Qiraat Ahad atau yang disebut dengan Qiraat Asyara karena menggenapkan yang tujuh menjadi
sepuluh. Qiraat ini juga tidak sampai pada tinkat mutawatir. Imamnya sebagai berikut:

3
Khairunnas Jamal, Afriadi Putra, Pengantar Ilmu Qiraat, Hlm 8

5
a. Abu Ja’far Yazid bin Qa’Qa Al-Makhzumi Al-Madani wafat pada 130 H di Madinah.
Warinya adalah Ibnu Wardan dan Ibnu Jammaz
b. Abu Muhammad Ya’qub Bin Ishaq bin Yazid bin Abdillah bin Abi Ishaq Al-Hudarami
Al-Basri wafat di Bashrah tahun 205 H. rawinya adalah Rawuh dan Ruwais
c. Abu Muhammmad Khalaf bin Hisyam Al-Bazar Al-Baghdadi wafat tahun 229 H.
rawinya adalah Ishaq dan Idris
D. Pengaruh Qiraat Terhadap Penafsiran

1. Takhyīr, dengan adanya perbedaan qiraat pada suatu ayat, maka kaum muslimin dapat memilih
qiraat
yang tafsirnya mereka anggap sesuai dengan keadaan dan kondisi keimanan seperti perbedaan
qiraat dalam membaca.
2. Bayān lafẓ al-garīb aw al-mubham, adanya perbedaan qiraat pada suatu ayat dapat membantu
menjelaskan arti lafadz yang maknanya masih samar-samar.
3. Sabab wa musabbab, dengan adanya perbedaan qiraat pada suatu ayat, dapat mengetahui
adanya
hubungan sebab-akibat antara suatu perkara dengan perkara lainnya dalam Alquran.
4. Isyārah laṭīfah, dengan adanya perbedaan qiraat pada suatu ayat, maka ditemukanlah isyarat
yang halus di dalam sebuah ayat.
5. Amm wa khash, dengan adanya perbedaan qiraat pada suatu ayat, maka dapat diketahui
hubungan
atau pengaruh umum-khusus antara kedua qiraat yang berbeda tersebut.
6. Tanawwu al-ibādah, dengan adanya perbedaan qiraat pada suatu ayat, maka umat Islam dapat
mengetahui keberagaman cara melaksanakan ibadah.
7. Tanawwu al-syarṭ, dengan adanya perbedaan qiraat pada suatu ayat, maka dapat diketahui
perbedaan
syarat beribadah.
8. Tanawwu al-ḥāl, dengan adanya perbedaan qiraat pada suatu ayat, maka dapat dipahami
memahami perbedaan konteks yang diceritakan oleh suatu ayat.
9. Tafsīr baḍuhu ala baḍ, dengan adanya perbedaan qiraat kedua lafal yang berbeda dapat saling
melengkapi (complementary) dan saling menjelaskan antara satu dengan yang lain.
10. Ikhtilaf fi mas`alat al-kalām, dengan adanya perbedaan qiraat, timbullah perbedaan
pandangan antara Ahl Sunnah wa al-Jamāah dan Mutazilah.

6
E. Hikmah adanya Qiraat
Adapun beragam bentuk qiraat mengandung hikmah di dalamnya4:
1. Menunjukkan betapa terjaganya dan terpeliharanya kitab Allah dari perubahan dan
penyimpangan, padahal kitab ini mempunyai sekian banyak segi bacaan yang berbeda-beda.
2. Meringankan dan memudahkan umat Islam untuk membaca al-qur’an. Sehingga membuktikan
bahwa Al-Quran ditujukan secara umum bukan kelompok
3. Bukti kemukjizatan al-qur’an dari segi kepadatan makna (I’jaz)nya karena setiap qiraat
menunjukkan sesuatu hukum syara’ tertentu tanpa perlu pengulangan lafazh.
4. Penjelasan terhadap apa yang mungkin masih global dalam qiraat lain.
5. Dengan keragaman qiraat memancarkan makna al-qur’an semakin luas dan mendalam. Walaupun
dikaji dari berbagai sudut pandang tidak pernah habis, justru semakin nyata kebenarannya dan
kemukjizatannya.
6. Dapat membantu menafsirkan ayat-ayat Al-Quran

SEBAB AN-NUZUL

A. Pengertian Sebab An-Nuzul


Asbabun-nuzul merupakan gabungan dari dua kata yaitu asbab yang merupakan jamak dari kata
sebab berarti sebab atau pun latar belakang suatu kejadian dan nuzul berarti turun. Sehingga secara
etimologi asbabun-nuzul berarti sebab-sebab yang melatar-belakangi turunnya suatu ayat5.
Sementara secara terminologi para ulama berpendapat sebagai berikut:
1. Az-Zarqani: asbabun-nuzul adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi serta hubungan
dengan turunnya ayat Al-Quran yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa
itu terjadi
2. Ash-Shabuni: peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu ayat atau beberapa
ayat baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada nabi maupun peristiwa yang terjadi
3. Subhi Shalih: suatu yang menjadi sebab suatu ayat turun yang menyiratkan suatu peristiwa
sebagai respon atau penjelas terhadap hukum peristiwa yang terjadi.
4. Manna’ Al-Qhattan: suatu yang menjadi alasannya diturunkan suatu ayat Al-Quran sebagai
penjelas terhadap peristiwa yang terjadi baik dari segi pertanyaan maupun kejadian.

4
Manna’ Qatthan, Pengantar Studi Ilmu Al-Quran Hlm 221
5
Amroeni Drajat, Ulumul Quran Hlm 49

7
Dari definisi-definisi diatas kesimpulannya adalah asbabun-nuzul merupakan bahan sejarah
untuk memberikan keterangan terhadap turunnya ayat Al-Quran baik dari segi pertanyaan
maupun kejadian.
B. Cara Mengetahui Dan Redaksi Asbabun-Nuzul
Untuk menytahui asbabun-nuzul harus berpegang pada riwayat yang shahih dan pemberitaan
tentang asbabun-nuzul harus berasal dari rasulullah SAW atau dari sahabat. Pemberitaan ini harus jelas
marfu’ (berasal dari rasulullah SAW) bukan berdasarkan pendapat. Menurut Al-Wahidi “ tidak boleh
main akal-akalan dalam asbabun-nuzul kecuali berdasarkan pada riwayat atau menyaksikan turunnya,
mengetahui dan membahas sebab-sebab turunnya serta bersungguh-sungguh dalam mencari
pengertiannya.
Redaksi dn makna ungkapan asbabun-nuzul dikategorikan dalam dua garis beras yaitu :
1. Sarih (jelas)
Ungkapan riwayat asbabun-nuzul haruslah jelas dengan indikasi menggunakan lafaz pendahuluan
sebab turun ayat ini adalah…. Atau rasulullah pernah ditanya tentang…. Maka turunlah ayat…..6
Seperti contoh dalam QS Al-Maidah ayat 2 asbabun-nuzul dari ayat ini adalah Ibnu Jarir
mentengah sebuah hadits dari Ikrimah yang telah bercerita bahwa Hatham bin Hindun Al-Bakri datang ke
Madinah beserta kafilahnya membawa bahan makanan kemudian ia menjualnya lalu ia masuk ke
Madinah menemui Nabi SAW setelah itu ia membaiatnya masuk Islam.
Tatkala ia pamit untu keluar pulang, nabi memandangnya dari belakang kemudian beliau
bersabda kepada orang-orang yang ada di sekitarnya ‘sesungguhnya ia telah menghadap kepadaku dengan
muka yang bertampang durhaka dan ia pamit dariku dengan langkah yang khianat. Tatkala Al-bakri
sampai di Yamamah ia kembali murtad dari agama Islam. kemudian pada bulan Dzulqaidah ia kembali
keluar dengan kafilahnya tujuan Mekkah. Mendengar beritanya maka segolongan sahabat nabi dari
golongan kaum muhajirin dan kaum anshor bersiap-siap keluar Madinah untuk mencegat yang berada
dalam kafilahnya itu kemuadian Allah SWT menurunkan ayat ini ( QS. Al-Maidah ayat 2)
2. Muhtamilah (masih kemungkinan atau belum pasti)
Riwayat ini masih terdapat keraguan di dalamnya atau menunjukkan hal lain hal tersebut dapat
berupa ungkapan sebaagi berikut: ayat ini diturunkan berkenaan dengan….. atau saya kira ayat ini
diturunkan berekenaan dengan….
Seperti contoh QS. Al-Baqarah ayat 223

6
Zainal Arifin, Pengantar Ulumul Quran Hlm 47

8
C. Urgensi Mengetahui Asbabun-Nuzul

1. Mengetahui rahasia hikmah pemberlakuan suatu hukum syariat


2. Pemahaman yang benar, dengan mengetahui asbabun-nuzul umat muslim terbantu untuk
memahami Al-Quran secara benar
3. Mencegah pemahaman pengkhususan
4. Memudahkan umat muslim menghafal Al-Quran, dengan mengetahui asbabun-nuzul umat
muslim mudah mengingat apa yang hendak dihafalnya
5. Memberi batasan hukum yang diturunkan dengan sebaba yang terjadi

D. Kemungkinan Perkembangan Makna Sebab An-Nuzul

Menurut Bassam al-Jamal dari tulisan Mu’ammar Zayn Qadafi, ia membagi sejarah
perkembangan ilmu asbab an-nuzul menjadi tiga periode. Periode pertama berlangsung dari
abad pertama hingga pertengahan abad kedua Hijriyah. Pada periode ini ‘ilmu asbab an-
nuzul belum menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Di masa Nabi, mayoritas
informasi asbab an-nuzul yang dicari adalah seputar sirah dan magazi Nabi saw.
Sedangkan periode kedua (dimulai dari pertengahan abad kedua hingga abad keemmpat
Hijriyah), riwayat-riwayat asbab an-nuzul mendapat perhatian serius dari para ulama. Bahkan
dianggap sebagai pengantar utama dalam memahami Al-Qur’an. Kemudian pada
periode ketiga, ilmu asbab an-nuzul mulai menjadi disiplin ilmu tersendiri.
Masih menurut Bassam al-Jamal, secara formal, peletak dasar ilmu asbabun
nuzul adalah Al-Wahidi. Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan,
ilmu asbabun nuzul semakin mendapat perhatian lebih dari para ulama. Karya-karya
terkait asbabun nuzul pun terus bermunculan.
Melihat perkembangan ‘ilmu asbab an-nuzul dari era klasik sampai kontemporer,
menunjukan bahwa ilmu ini masih terbuka untuk dikaji dan disempurnakan. Tujuan
pengembangan ‘ilmu asbab an-nuzul, tidak lain adalah untuk memenuhi kebutuhan akan tafsir
Al-Qur’an yang pembahasannya makin kompleks

9
Daftar Pustaka
Qatthan, Manna’, 2015 Pengantar Studi Ilmu Al-Quran, Kairo: Maktabah Wahbah
Drajat, Amroeni, 2017 Ulumul Quran, Depok: Kencana
Arifin, Zainal, 2018 Pengantar Ulumul Quran, Medan: Duta Azhar
Sarwat, Ahmad, Ilmu Qiraat, Jakarta Selatan: Rumah Fiqh Publishing
Jamal, Khairunnas dan Putra, Afriadi, 2020 Pengantar Ilmu Qiraat, Yogyakarta: Kalimedia
Suaidi, Pan, 2016 Asbabun Nuzul, Medan: Almufida Vol 1 No 1

10

Anda mungkin juga menyukai