Anda di halaman 1dari 73

PROPOSAL TUGAS AKHIR

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN


MELIBATKAN KELUARGA DAN SUAMI UNTUK
MENCEGAH TERJADINYA GANGGUAN
PSIKOLOGIS

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Proposal Ujian


Akhir Program Pendidikan Diploma III Kebidanan

Disusun oleh :

SITTI MUTMAINNAH
PO713211211041

PROGRAM STUDI D-III JURUSAN KEBIDANAN POLITEKNIK


KESEHATAN MAKASSAR
2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah

Subhanahu Wata‟ala atas segala rezekinya, rahmatnya dan karunia yang

telah diberikan kepada penulis berupa kesehatan, kekuatan serta

kesempatan untuk dapat menyelesaikan Proposal Tugas Akhir yang

dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Pr;ogram

Studi D3 Kebidanan Poltekkes Kemenkes Makassar dengan judul

“Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas Dengan Melibatkan Suami Untuk

Mencegah Terjadinya Gangguan Psikologis”.

Dalam menyusun proposal ini penulis dibantu dengan arahan

bimbingan dari pembimbing I sekaligus pembimbing akademik penulis

yakni ibu Ibu Maria Sonda, S,SiT, M.Kes dan pembimbing II yakni Ibu Hj.

Ros Rahmawati, SKM., M.Sc telah memberikan banyak motivasi serta

saran yang sangat membangun untuk penulis.

Proposal ini sulit dikerjakan penulis tanpa adanya kerja sama dan

keterlibatan dari berbagai pihak oleh karena itu penulis berterima kasih

kepada:

1. Direktur Poltekkes Kemenkes Makassar yakni bapak Dr. Drs. Rusli,

Apt., Sp.FRS

2. Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes

Makassar yakni ibu Hj. Sitti Mukarramah, S.ST., M.Keb

i
3. Ketua Prodi D3 Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes

Makassar yakni ibu Andi Syintha Ida, S.ST., M.Kes

4. Seluruh dosen beserta staf Jurusan Kebidanan Politeknik

Kesehatan Kemenkes Makassar yang telah memberikan motivasi

dan ilmu selama menjadi mahasiswa

5. Terima kasih banyak diucapkan pada Rusli Betta dan Santi

Hermawati sebagai kedua orangtua penulis yang telah memberikan

dukungan banyak kepada penulis secara fisik dan psikologis

selama proses penyusunan

Saya menyadari bahwa penyusunan Proposal Tugas Akhir ini

masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang

membangun dari pembaca senantiasa penulis harapkan demi

kemajuan penulis dalam mengembangkan diri.

Semoga Allah Subhanahu Wata‟ala selalu meridhoi kita dengan

rahmat-Nya dan memberi kita kemudahan dan kesehatan dan semoga

proposal yang penulis buat memberikan manfaat.

Makassar, 25 Januari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………I

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................iii
BAB I ............................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 3
C. Tujuan ............................................................................................. 3
D. Manfaat ........................................................................................... 5
BAB II ........................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 6
A. Konsep Dasar Nifas ....................................................................... 6
B. Gangguan Psikologis Ibu Nifas .................................................... 47
C. Dukungan Suami Untuk Pencegahan Gangguan Psikologis dalam
Masa Nifas .......................................................................................... 54
D. Standar Asuhan Kebidanan ......................................................... 58
F. Kerangka Konsep................................................................................ 65
BAB III ........................................................................................................ 66
METODOLOGI LAPORAN KASUS ....................................................... 66
A. Desain Laporan Kasus ................................................................. 66
B. Lokasi dan Waktu ......................................................................... 66
C. Subyek Laporan Kasus ................................................................ 66
D. Instrumen Laporan Kasus ............................................................ 67
E. Tehnik Pengumpulan Data ........................................................... 67
F. Triangulasi Data ........................................................................... 67
G. Alat dan Bahan ............................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 69

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (2019), angka kejadian

gangguan psikologis di Asia berkisar antara 17 sampai 29%, dan

angka kejadian baby blues sindrome di Indonesia sendiri berkisar

antara 40 sampai 70%. Dapat disimpulkan bahwa angka kejadian

baby blues sindrome di Indonesia adalah 1 sampai 2 per 1.000

kelahiran hidup.

Postpartum blues terjadi pada sekitar 50% wanita dalam

waktu 4 sampai 5 hari setelah melahirkan. Postpartum blues pada

ibu setelah melahirkan bersifat sementara dan terjadi pada minggu

pertama setelah melahirkan. 34% ibu pasca melahirkan menderita

depresi pasca melahirkan dan 1% menderita psikosis pasca

melahirkan (Kemenkes RI, 2023).

Hasil penelitian Ernawati (2020) menyatakan bahwa ibu

yang mengalami postpartum blues sebanyak 25,9% di Makassar

dan sebagian besar ibu sebanyak 74,1% tidak mengalami

postpartum blues dengan faktor pemicu adanya pendampingan

suami.

1
2

Penelitian Namirah dkk (2023) menunjukkan hasil dimana

38% ibu nifas mengalami baby blues syndrome dengan faktor umur

dibawah 20 tahun sebanyak 78%, faktor paritas pertama sebanyak

46%, faktor tidak memiliki pekerjaan sebanyak 86% dan faktor

persalinan pervaginam sebanyak 90%. Ibu nifas memiliki

perubahan-perubahan terkait dengan rasa nyeri persalinan, kondisi

ekonomi yang tidak mendukung, pengalaman yang dapat menekan

rasa percaya dirinya. Tingkat sensitif pada ibu nifas meningkat

sehingga mudah memicu terjadinya gangguan psikologis.

Sahrir dan Febiyanti (2021) meneliti ibu postpartum 30 orang

dengan hasil yang didapatkan 83,33% ibu nifas memiliki

pengetahuan yang kurang mengenai baby blues syndrome.

Sehingga diperlukan untuk melakukan pengedukasian terhadap

ibu, keluarga dan suami mengenai pentingnya edukasi mengenali

gangguan psikologis pada ibu nifas.

Dukungan suami dan keluarga sangatlah penting dalam

mencegah terjadinya postpartum blues karena suami menjadi

tempat bagi ibu dalam berbagi peran, mencurahkan perasaannya

serta teman dalam berkomunikasi yang dapat mengurangi beban

ibu. Kelahiran anggota keluarga baru sering membuat fokus

perhatian beralih dari ibu ke bayi sehingga ibu sering merasa

terabaikan dan kurang mendapatkan perhatian.


3

Berdasarkan permasalahan dan data di atas dapat

disimpulkan bahwa peran dan dukungan suami dalam masa nifas

sangat dibutuhkan dalam menciptakan rasa kesejahteraan pada ibu

nifas sehingga gangguan psikologis yang dapat mengganggu masa

nifas ibu dapat dicegah maka dari itu penulis ingin mengangkat

judul “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas dengan Melibatkan

Keluarga Dan Suami Untuk Mencegah Terjadinya Gangguan

Psikologis.” sebagai laporan tulis akhir penulis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari data-data latar belakang maka dirumuskan

masalah yaitu: “Bagaimanakah Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas

dengan melibatkan keluarga dan suami untuk mencegah gangguan

psikologis?”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari asuhan ini yaitu untuk memberikan

pelayanan kepada ibu nifas dalam mencegah gangguan

psikologis dengan melibatkan peran keluarga dan suami karena

perannya yang sangat berdampak besar untuk ibu sehingga

kesejahteraan ibu dapat dicapai dan ibu nifas bisa menjalani

masa postpartum-nya dengan sejahtera.


4

2. Tujuan Khusus

a. Mengumpulkan data informasi yang akurat, relevan dan

lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi

klien mengenai ibu nifas

b. Menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian,

menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk

menegakkan diagnosa dan masalah kebidanan yang tepat

mengenai ibu nifas

c. Merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan diagnosa

dan masalah yang ditegakkan mengenai ibu nifas.

d. Melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara

komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan

evidance based kepada klien/pasien, dalam bentuk upaya

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dilaksanakan

secara mandiri, kolaborasi dan rujukan mengenai ibu nifas.

e. Melakukan evaluasi secara sistematis dan

berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan

yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan

perkembangan kondisi ibu nifas.

f. Melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat dan

jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan

dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu

nifas.
5

D. Manfaat

1. Bagi tenaga kesehatan

Menjadi bahan masukan khususnya untuk bidan dalam

peningkatan pemberian asuhan kebidanan yang komprehensif.

2. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk menambah

referensi

3. Bagi penulis

Diharapkan dapat memberikan wawasan dan keterampilan

dalam penerapan asuhan kebidanan pada ibu nifas, suami, dan

keluarga mengenai pencegahan gangguan psikologis ibu nifas.

4. Bagi pasien

Diharapkan dapat mengetahui tentang pentingnya peran suami

dan dukungan suami dalam menjaga kesejahteraan ibu nifas

sehingga keluarga dan suami dapat memberikan perhatian pada

ibu nifas.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Nifas

1. Pengertian Nifas

a. Masa nifas dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir

ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum

hamil dan berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari

(S.Prawirohardjo, 2020)

b. Masa nifas periode di mana rahim melepaskan darah dan

sisa jaringan setelah bayi lahir. Darah atau Lochea keluar

berbeda warna dan konsistensinya seiring dengan

berjalannya pemulihan rahim (Kemenkes RI, 2022).

2. Tahapan Masa Nifas

a. Puerperium Dini

Pemulihan dengan ibu dibolehkan untuk berdiri atau

berjalan, melakukan mobilisasi dini. Ini terjadi pada 0-24 jam

postpartum.

b. Puerperium Intermedial

Pemulihan secara keseluruhan alat-alat genitalia ibu nifas,

terjadi selama 6-8 minggu.

6
7

c. Remote Puerperium

Kondisi dimana ibu memerlukan waktu untuk pulih dan sehat

secara sempurna, terutama apabila selama hamil atau waktu

persalinan ibu mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat

sempurna diperlukan beberapa minggu, bulan dan bahkan

tahun.

3. Perubahan Sistem Reproduksi Pada Masa Nifas

Perubahan fisiologis tubuh ibu nifas menurut Mc Donald (2012)

meliputi:

a. Uterus

Uterus pada saat plasenta lahir berkontraksi untuk

menutup bekas implantasi plasenta, retraksi otot-ototnya

menutup pembuluh darah besar yang menempati bekas

implantasi plasenta. Otot ini terdiri dari 3 lapis membentuk

anyaman (perimetrium, miometrium, endometrium) sehingga

dapat menutupi pembuluh darah sehingga ibu terhindar dari

perdarahan postpartum.

Kadar estrogen dan progesteron meningkat terhadap

pertumbuhan pasif uterus pada masa hamil sehingga ketika

terjadi penurunan hormon mengakibatkan terjadinya

autolysis. Autolysis adalah perusakan secara langsung

jaringan hipertrofi yang berlebihan, enzim proteolitik akan


8

memendekan jaringan otot yang mengendur. Aktifitas otot

terbagi menjadi 2 bagian yaitu:

1) Kontraksi otot oleh ion

Kamodulin menggantikan troponin di dalam sel-sel

otot polos. Kontraksi diawali dengan ion kalsium yang

berkaitan dengan kalmoduli. Ion kalsium berkombinasi

dengan kamodulin dan sekaligus mengaktifkan

myosin kinase yaitu enzim yang melakukan fosforilase

(penggunaan energi yang dilepaskan oleh oksidasi

nutrient). Jika rantai ini tidak melakukan fosforilase

maka perlekatan kepala myosin dan filament aktin

tidak akan terjadi. Tetapi jika terjadi maka kepala

myosin dapat berikatan pada filament aktin sehingga

dapat bekerja melalui proses tarikan berkala sehingga

terjadilah kontraksi otot uterus.

2) Kontraksi yang disebabkan oleh hormone

Hormon yang mempengaruhi yaitu epinefrin,

norepinefrinm angiotensinm endhothelin, vasoperin,

oksitonin serotonin dan histamine. Depolarisasi

membran ditimbulkan oleh kanal ion kalsium dan

natrium yang membuka reseptor hormon pada

membran otot polos sehingga terjadi kontraksi.


9

Faktor-Faktor yang mempengaruhi involusi

Berikut faktor yang mempengaruhi proses involusi

menurut yaitu:

a) Mobilisasi Dini

Dengan adanya aktivitas otot-otot maka uterus

berkontraksi dan beretraksi yang terus menerus

menyebabkan pembuluh darah di jaringan otot

kekurangan zat yang diperlukan sehingga jaringan

otot mengecil.

b) Status Gizi

Status gizi jika tidak terpenuhi maka pertahanan pada

ligamentum latum yang terdiri dari sel-sel bulat

infiltrasi tidak memasang pertahanan terhadap

penyembuhan. Ibu dengan gizi yang baik terhindar

dari kuman sehingga tidak terjadi infeksi dan

mempercepat proses involusi uterus.

c) Menyusui

Refleks let down dari isapan bayi merangsang

hipofise posterior untuk mengeluarkan hormon

oksitosin sehingga dapat membantu uterus

berkontraksi.
10

d) Usia

Pada ibu dengan umur yang lebih tua dipengaruhi

oleh peningkatan jumlah lemak yang dimana dapat

menurunkan elastisitas otot dan penurunan

penyerapan lemak, protein, serta karbohidrat.

e) Paritas

Semakin sering bersalin maka otot-otot uamg selalu

terenggang akan memerlukan waktu yang lama.

b. Lokhea

Lokhea berasal dari luka rahim yang sifatnya berubah-

berubah menurut tingkat penyembuhan luka. Aliran yang

keluar harus semakin lama semakin sedikit jumlahnya

Terdapat 6 jenis lokhea yaitu:

1) Lokhea Rubra

Warnanya merah kehitaman segar terdiri dari darah

segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak

lanugo, dan sisa meconium. Waktunya 1-3 hari.

2) Lokhea Sanginolenta

Terdiri dari sisa darah bercampur lender dan berwarna

merah kecoklatan dan berlendir. Waktu munculnya 4-7

hari.
11

3) Lokhea Serosa

Darah keluar lebih sedikit dan lebih banyak serum, terdiri

dari leukosit dan robekan atau laserasi plasenta. Lokhea

serosa dan alba yang berlanjut bisa menandakan adanya

endometris terutama ketika disertai demam dan nyeri

tekan abdomen. Waktunya 7-14 hari dan berwarna kuning

kecoklatan.

4) Lokhea Alba

Terdapat leukosit, sel desidua dan sel epitel, selaput

lendir serviks serta serabut jaringan mati. Lokhea

berwarna putih dan waktunya lebih dari 14 hari.

5) Lokhea Purulenta

Lokhea ini terjadi karena infeksi, cairannya seperti nanah

berbau busuk.

6) Lokheastasis

Lokhea yang tidak lancar keluarnya.

c. Serviks

Serviks berbentuk seperti corong yang disebabkan oleh

korpus uteri yang mengadakan kontraksi, sedangkan serviks

tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan

korpus dan uteri berbentuk semacam cincin. Warna serviks

merah kehitam-hitaman karena pembuluh darah yang penuh

pada serviks. Osteum externum beberapa hari setelah


12

persalinan dapat dilalui oleh 2 jari, pinggirnya tidak rata tetapi

retak karena adanya robekan dalam persalinan. Pada akhir

minggu pertama dapat dilalui oleh 1 jari melalui lingkaran

bagian atas dari kanalis cervikalis

Terbentuk sel-sel otot baru pada serviks yang membuat

serviks memanjang seperti celah. Karena hyper palpasi dan

karena retraksi dari serviks, robekan persalinan sembuh,

setelah 6 minggu persalinan serviks menutup. Setelah

involusi selesai ostium externum tidak serupa dengan

keadaannya sebelum hamil, pada umumnya akan menjadi

lebih besar dan tetap ada retakan dan robekan.

d. Vagina dan Vulva

Mengalami penekanan serta peregangan yang besar

selama proses persalinan dan dalam hari pertama dalam

keadaan kendur. 3 minggu postpartum vulva dan vagina

kembali pada keadaan tidak hamil dan rugae pada vagina

secara bertahap akan kembali dan labia akan lebih menonjol

dan ukuran vagina agak sedikit lebih besar dari sebelum

persalinan.

e. Perineum

Setelah melahirkan perineum kendur karena tekanan

kepala bayi yang menekan bergerak maju pada perineum.


13

Postnatal hari ke-5 perineum akan kembali sekalipun lebih

kendur daripada keadaan sebelum melahirkan.

Progesteron mempengaruhi otot pada panggul,

perineum, dan vagina. Proses ini membantu pemulihan

ligamentum untuk secara berangsur-angsur

mengembalikan ukuran uterus seperti semula.

Progesteron juga membuat tekanan darah menjadi

meningkat sehingga terdapat hematoma dan edema

pada perineum.

f. Payudara

Pada hari kedua atau ketiga hormone estrogen dan

progesterone mengalami penurunan sehingga hormone

prolaktin akan lebih dominan dan sekresi ASI menjadi

lancar. Air susu disimpan di alveoli dan dikeluarkan

secara efektif melalui isapan bayi. Pelepasan oksitosin

dari kelenjar hipofisis distimulasi oleh isapan bayi dapat

menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitel dan kontraksi

myometrium pada uterus yang biasanya dilaporkan

sebagai afterpain.

4. Perubahan Sistem Kardiovaskular

Denyut, volume dan curah jantung meningkat karena aliran

darah ke plasenta terhenti menyebabkan beban jantung

meningkat yang dapat diatasi dengan haemokonsentrasi sampai


14

volume darah kembali normal dan pembuluh darah kembali ke

ukuran semula.

a. Volume darah

Perubahan volume darah tergantung dengan kehilangan

darah saat persalinan dan pengeluaran cairan

ekstravaskular. Dalam 2 sampai 3 minggu setelah persalinan

volume darah akan sering menurun sampai pada nilai

sebelum kehamilan.

b. Cardiac Output

Cardiac Output terus meningkat dari kala I hingga kala II

dan puncaknya adalah pada masa nifas. Cardiac Output

tetap tinggi dalam waktu 48 jam postpartum, bradikardi akan

terlihat saat ini. Cardiac Output kembali pada keadaan

semula seperti sebelum hamil pada 2-3 minggu setelahnya.

5. Perubahan Sistem Haematologi

a. Hari pertama kadar fibrinogen dan plasma sedikit menurun,

tetapi darah lebih kental dengan peningkatan viskositas

sehingga meningkatkan pembekuan darah. Masa nifas tidak

menghancurkan sel darah merah namun menghilangkan

secara perlahan tambahan-tambahan sesuai dengan waktu

hidup sel darah merah. Pada keadaan ibu tidak mengalami

komplikasi maka keadaan haematokrit dan haemoglobin

akan kembali dalam keadaan sebelum hamil 4-5 minggu.


15

b. Leukosit meningkat selama 10-12 hari setelah persalinan

yang umumnya berjumkah 20000-25000/mm3.

c. Aktivasi pembekuan darah terjadi setelah persalinan

bersamaan ketika tidak adanya pergerakan, sepsis atau

trauma yang mendorong terjadinya tromboemboli. Keadaan

produksi tertinggi dari pemecahan fibrin akibat pengeluaran

dari plasenta.

d. Kaki ibu diperiksa setiap hari untuk mengetahui adanya

tanda thrombosis (nyeri, hangat, lemas dan vena bengkak

kemerahan yang dirasakan keras atau padat ketika

disentuh). Mungkin terdapat doso fleksi kaki dimana

menyebabkan otot-otot mengompresi vena tibia dan nyeri

jika thrombosis.

e. Varises pada kaki dan sekitar anus (haemoroid) juga

terdapat pada vulva dan akan kembali kebentuk semula.

6. Kebutuhan Dasar Ibu Masa Nifas

a. Nutrisi dan Cairan

Nutrisi ibu nifas tidak lepas dari fokus penyembuhan fisik

dan stabilitas setelah kelahiran persiapan laktasi. Gizi yang

terpenuhi mempengaruhi ASI dan produksi ASI yang sangat

dibutuhkan untuk perkembangan dan pertumbuhan bayi. Bila

pemberian ASI berhasil maka bayi akan mengalami

peningkatan berat badan, integritas kulit, kebiasaan makan


16

yang baik dan tonus otot baik. Kebutuhan nutrisi yang

diperlukan ibu ialah kalori, protein, cairan, mineral, zat besi

(fe), Vit A, Vit D, Vit C, asam folat, zinc, iodium, dan lemak.

b. Ambulansi dan Mobilisasi Dini

Ambulansi adalah kebijaksanaan untuk secepat mungkin

membimbing ibu bersalin beranjak dari tempat tidur dan

membimbing ibu secepat mungkin untuk berjalan.

Keuntungan dari ambulansi ini adalah melancarkan

pengeluaran lokhea, mengurangi infeksi puerperium,

mempercepat involusi uterus, melancarkan fungsi alat

gastrointestinal dan alat kelamin, meningkatkan kelancaran

peredaran darah sehingga mempercepat fungsi ASI dan

pengeluaran sisa metabolisme, ibu akan merasa lebih sehat

dan kuat, faal usus dan kandung kemih menjadi lebih baik

c. Eliminasi

Buang air kecil akan terasa sulit nyeri dan panas saat

buang air kecil di waktu 1-2 hari terutama ibu yang primipara.

Penyebab trauma kandung kemih dan nyeri serta

pembengkakan pada perineum bisa membuat kejang pada

saluran kencing. Kesulitan BAB bagi ibu disbebabkan oleh

trauma usus bawah karena persalinan sehingga untuk

sementara usus tidak berfungsi dengan baik. Faktor

psikologis juga turut mempengaruhi ibu bersalin umumnya


17

takut BAB karena khwatir perineum robek semakin besar

lagi.Defekasi normalnya harus terjadi dalam 3 haei

postpartum. Apabila terjadi obstipasi dan timbul koprostase

hingga fese mengeras tertimbun dalam rektum berpotensi

jadi febris dan bila itu terjadi dapat ditolong dengan

pemberian gliserine atau obat-obatan.

d. Kebersihan Diri (Perineum)

Kebersihan perineum mengurangi sumber infeksi dan

meningkatkan perasaan nyaman pada ibu. Peraawatan kyja

perineum bertujuan untuk mencegah terjadi infeksi,

meningkatkan rasa nyaman dan proses penyembuhan

menjadi cepat.

e. Seksual

Dinding vagina akan kembali pada keadaan sebelum

hamil dalam 6-8 minggu, secara fisik aman untuk melakukan

hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu

memasukkan satu atau dua jari pada vagina tanpa rasa

nyeri. Hubungan seksual dapat dilakukan dengan aman

ketika luka episiotomi sudah sembuh dan lokhea berhenti

dan sebaiknya ditunda sedapat mungkin hingga 40 hari

setelah persalinan.
18

f. Keluarga berencana

Keluarga berencana bertujuan untuk mencegah

bertemunya antara sel telur dan sel sperma yang dapat

mengakibatkan kehamilan. Kb memiliki banyak jenis yaitu

MAL (Metode Amenorhea Laktasi), Pil progesterin, suntikan

progesterin, kontrasepsi implant dan AKDR (Alat kontrasepsi

dalam rahim) atau IUD.

7. Tanda Bahaya

a. Perdarahan Postpartum

1) Perdarahan postpartum primer adalah perdarahan yang

lebih dari 500-600 ml dalam masa 24 jam setelah bayi

lahir atau perdarahan dengan seberapa volume tetapi

terjadi perubahan keadaan umum ibu dan tanda-tanda

vital sudah menunjukkan analisa perdarahan. Penyebab

utama adalah atonia uteri, retensio plasenta, rest

plasenta, dan robekan jalan lahir.

2) Perdarahan postpartum sekunder adalah perdarahan

setelah 24 jam postpartum hingga masa nifas selesai.

Perdarahan sekunder yang terjadi 24 jam biasanya

terjadi antara 5 – 15 postpartum dengan penyebab utama

adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta.


19

b. Infeksi pada masa postpartum

Beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah

persalinan, infeksi masa nifas penyebab morbiditas dan

mortalitas ibu. Infeksi alat genital adalah komplikasi masa

nifas. Infeksi yang meluas kesaluran urinary, payudara dan

pasca pembedahan merupakan suatu terjadinya AKI tinggi.

Gejala umum infeksi berupa suhu badan panas, malaise,

denyut nadi cepat. Gejala local dapat berupa uterus lembek,

kemerahan dan rasa nyeri pada payudara atau adanya

dysuria.

c. Lokhea berbau busuk

Lokhea yang mengindikasikan bahwa terjadi infeksi yang

da[at membuat kontrakasi uterus kurang baik.

d. Sub involusi uterus

Pengecilan uterus yang terganggu ini menurut Sarwono

(2021) bahwa ada sisa plasenta dalam uterus, endometritis,

adanya mioma uteri.

e. Nyeri pada perut dan pelvis

Tanda ini gejala komplikasi nifas seperti peritonitis.

1) Peritonitis pelvio berbatas pada daerah pelvis

Tanda gejala demam, nyeri perut bagian bawah tapi

keadaan umum tetap baik, pada pemeriksaan dalam

kavum dauglas menonjol karena ada abses.


20

2) Peritonitis umum

Tanda dan gejala suhu meningkat cepat dan kecil, nyeri

perut tekan, muka cekung dan kulit dingin, dan kadang-

kadang muntah.

f. Pusing dan lemas yang berlebihan, sakit kepala, nyeri

epigastrik dan penglihatan kabur

Pusing bisa disebabkan tekanan darah tinggi. Pusing

yang berlebihan perlu diwaspadai adanya preeclampsia atau

keadaab hipertensi esensial. Pusing dan lemas juga bisa

saja anemia dengan asupan kalori yang kurang dan istirahat

yang kurang membuat ibu kelihatan pucat.

g. Payudara yang berubah jadi merah, panas atau terasa sakit

Keadaan ini dapat disebabkan puting susu lecet, BH

terlalu ketat, ibu dengan diet yang kurang baik, kurang

istirahat atau anemia. Keadaan ini merupakan keadaan

penyulit pada proses laktasi misalnya pembengkakan

payudara dan bendungan ASI, mastitis dan abses payudara.

h. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama

Kelelahan yang amat berat setelah persalinan dapat

mempengaruhi nafsu makan sehingga ibu tidak ingin makan.

Setelah bersalin ibu perlu diberikaknn minuman hangat yang

bersifat ringan karena alat pencernaan perlu proses guna

memulihkan keadaaan kembali pada masa postpartum.


21

i. Rasa sakit, merah, lunak dan pembengkakan di wajat

maupun ekstremitas

Selama masa nifas dapat terbentuk thrombus pada vena

pelvis maupun tungkai yang mengalami dilatasi. Keadaan

secara klinis da[at menyebablkan persdangan pada vena-

vena pelvis maupun tungkai dan pembengkakan ini bisa saja

karena preeklampsia.

j. Demam, muntah, dan rasa sakit waktu berkemih

Pada masa awal nifas sensitifitas kandung kemih terhadap

tegangan air kemih vesiko menurun akibat trauma persalinan

serta analgesia epidural atau spiral.

8. Komplikasi Pada Ibu Nifas

a. Perdarahan

Perdarahan terjadi secara patologi ketika darah yang keluar

melebihi dari 500 ml, faktor ini terjadi karena adanya atonia

uteri, dimana atonia uteri yaitu keadaan kontraksi ibu

pascapersalinan hilang sehingga tempat implantasi plasenta

tidak tertutup, pembuluh darah harusnya ditutupi oleh

dinding rahim dengan kontraksi.


22

b. Retensio Plasenta

Tertahannya atau belum lahirnya plasenta sampai 30 menit

atau melebihi setelah lahirnya bayi. Berikut jenis-jenis

retensio plasenta yaitu:

1) Plasenta Adhesiva

Implantasi plasenta yang kuat dari korion plasenta

sehingga menyebabkan kegagalan pelepasan secara

fisiologis.

2) Plasenta Akreta

Implantasi jonjot korion sampai pada bagian lapisan

miometrium.

3) Plasenta Inkreta

Implantasi jonjot korion memasuki myometrium.

4) Plasenta Perkreta

Implantasi plasenta menembus lapisan otot mencapai

lapisan serosa dinding uterus.

5) Plasenta Inkarserata

Plasenta tertahan di kavum uteri yang disebabkan oleh

konstriksi ostium uteri.


23

c. Infeksi Nifas

Menurut Sarwono infeksi masa nifas yaitu:

1) Metritis

Infeksi uterus dimana jika tidak segera ditangani maka

akan menjadi abses pelvik, peritonitis, syok septik,

thrombosis vena yang dalam, emboli pulmonal,

dyspareunia, penyumbatan tuba dan infertilitas.

2) Bendungan Payudara

Peningkatan aliran vena dan limfe di payudara dalam

mempersiapkan untuk laktasi, disebabkan karena

overdistensi dari saluran sistem laktasi

3) Infeksi Payudara Mastitits

Payudara yang tegang dan kemerahan

4) Abses Payudara

Terdapat massa yang padat dan mengeras di bawah

kulit yang kemerahan.


24

5) Abses Pelvis

Jika pelvis abses maka ada cairan fluktasi pada daerah

rongga bawah pinggul di antara tuba fallopi dan ovarium

atau biasa disebut cul de sac.

6) Peritonitis

Peradangan pada peritoneum

7) Luka Perineal dan Luka Abdominal

Luka yang terjadi akibat robekan daerah perineum

secara spontan atau diepisiotomi, yang dimana bagian

luka ini menjadi tempat masuk bakteri dan virus

sehingga terjadi infeksi.

8) Tromboflebitis

Perluasan infeksi nifas yang mengikuti aliran darah d

sepanjang vena, peradangan pada vena.

Diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

a) Pelviotromboflebitis

Mengenai vena dinding uterus dan ligamentum latum

yaitu pada vena ovarika, vena uterina, dan vena

hipogastrika. Yang paling sering yaitu vena yang ada


25

pada tempat implantasi plasenta yaiyu vena ovarika

dekstra. Peritoneum yang menutupi vena ovarika

akan mengalami inflamasi dan menyebabkan

perisalpingo-ooforitis.

b) Tromboflebitis Femoralis

Mengenai vena pada tungkai seperti vena femoralis,

vena poplitea, dan vena safena.

c) Pelviotromboflebitis

Nyeri yang terdapat pada bagian bawah perut atau

bagian samping, timbul pada hari ke 2-3 masa nifas

debga atau tanpa panas.

d) Tromboflebitis Femoralis

Terdapat infeksi vena pada kaki seperti dengan rasa

panas dan nyeri pada lipatan paha, kaki menjadi

bengkak.
26

9. Penanganan Gawat Darurat Ibu Nifas

Berikut tindakan penanganan menurut Sarwono (2020):

a. Penanganan Perdarahan Atonia Uteri

1) Mengenali kondisi diagnosis pasien Atonia Uteri dengan

melihat tanda seperti tidak adanya kontraksi, perdarahan

lebih dari 500 ml dan perdarahan aktif, ibu lemas dan

pucat.

2) Sementara pemasangan infus dan pemberian uterotonika

dilakukan juga kompresi bimanual

3) Memastikan plasenta lahir lengkap, jika plasenta lahir

tidak lengkap maka diagnosa yang ditentukan yaitu rest

plasenta dan melakukan evakuasi sisa plasenta di dalam

rahim serta memastikan tidak ada laserasi.

4) Memberikan transfuse darah jika diperlukan

5) Melakukan uji pembekuan darah untuk memastikan

sistem pembekuan darah


27

6) Melakukan kompresi berikut:

a) Kompresi bimanual eksternal

Melakukan penekanan pada abdomen dan

jalan lahr, saling mendekatkan kedua sisi terlingkup

uterus sambil memantau pengeluaran darah dan bila

pengeluaran darah berkurang maka kompresi

diteruskan sampai kontraksi muncul. Jika tidak

berhasil dilanjutkan dengan kompresi bimanual

internal.

b) Kompresi bimanual internal

Tangan mengepal membentuk tinju masuk ke

dalam vagina, uterus ditekan dengan telapak tangan

pada abdomen ibu kedua sisi melakukan penjepitan

pada pembuluh darah di dalam miometrium. Ini

dilakukan untuk mengganti mekanisme kontraksi.

Melakukan penjepitan melakukan pemantauan pada

perdarahan, jika perdarahan berkurang diteruskan

hingga uterus berkontraksi. Jika masih terjadi


28

perdarahan maka lakukan kompresi aorta

abdominalis.

c) Kompresi aorta abdominalis

Meraba arteri femoralis dengan ujung jari kiri,

pertahankan posisi. Menggenggam tangan kemudian

menekankan pada daerah umbilikus tegak lurus

dengan sumbu badan sehingga mencapai kolumna

vertebralis. Tekanan yang tepat akan mengurangi

atau menghentikan denyut arteri femoralis sehingga

hasil tindakan akan terlihat pada perdarahan yang

terjadi.

Pada rumah sakit yang dilakukan rujukan melakukan

histerektomi atau ligase arteri uterina dan ovarika.

b. Penanganan Retensio Plasenta

1) Retensio Plasenta dengan separasi parsial

a) Menentukan jenis retensio plasenta untuk

merencakan tindakan klinis yang akan diberikan ke

pasien
29

b) Meregangkan tali pusat dan meminta pasien untuk

mengedan. Bila ekspulsi tidak terjadi maka mencoba

langkah traksi tali pusat terkontrol

c) Memasang infus oksitosin 20 unit dalam 500 cc NacL

atau Ringer Lactate dengan tetesan 40x/menitnya dan

jika perlu kombinasikan dengan Misoprostol 400 mg

rektal sebaiknya tidak menggunakan ergometrin

karena plasenta masuk ke dalam kavum uteri.

d) Bila traksi terkontrol gagal maka lakukan manual

plasenta secara halus dan berhati-hati karena jika

secara terpaksa akan menimbulkan perdarahan atau

perforasi.

e) Merestorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.

f) Melakukan transfuse darah jika diperlukan

g) Memberi antibiotika profilaksis seperti ampisilin 2 gr

secara IV atau oral dan metronidazol 1 g secara

supositoria atau oral

h) Segera mengatasi jika terjadi perdarahan hebat,

infeksi atau syok neurogik.


30

2) Plasenta Inkarserata

a) Menentukan diagnosis melalui anamnesa, gejala

secara klinik dan pemeriksaan

b) Menyiapkan peralatan yang akan digunakan untuk

menghilangkan konstriksi serviks dan melahirkan

plasenta

c) Pilih fluothane atau eter untuk konstriksi serviks yang

kuat, siapkan infus oksitosin 20 IU dalam 500 ml

Natrium Chloride atau Ringer Lactate dengan 40

tetes/menit untuk antisipasi gangguan kontraksi yang

disebabkan bahan anastesi.

d) Jika prosedur anastesi tidak ada namun serviks dapat

dilalui oleh cunam ovum lakukan manuver sekrup

untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur, berikan

analgesik (Tramadol 100 mg secara intravena atau

pethidine 50 mg intravena dan sedatif (Diazepam 5

mg secara intravena) pada tabung suntik yang

terspisah.

Langkah Tindakan Manuver Sekrup:


31

(1) Pasang spekulum sims agar ostium dan sebagian

plasenta terlihat dengan jelas.

(2) Jepitkan porsio dengan klem ovum pada arah jam

12, 4 dan 8 serta lepaskan spekulum

(3) Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan

plasenta terlihat jelas.

(4) Tarik tali pusat ke lateral sampai terlihat plasenta

di sisi berlawanan agar dapat dijepit sebanyak

mungkin. Minta asisten untuk memegangi klem.

(5) Melakukan hal yang sama pada plasenta sisi

berlawanan.

(6) Menyatukan kedua klem sambil memutar searah

jarum jam, tarik plasenta keluar perlahan-lahan

melalui pembukaan ostium.

e) Pegamatan dan perawatan lanjutan yakni pemantauan

tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus uterus, dan

perdarahan pasca tindakan. Tambahan pemantauan

yang diperlukan adalah pemantauan efek samping

atau komplikasi bahan sedativa, analgetika, atau


32

anastesia umum seperti mual muntah, cegah aspirasi

bahan muntahan, hipo/atonia uteri, vertigo, halusinasi,

pusing, dan mengantuk.

3) Plasenta Akreta

Diagnosis untuk plasenta akreta yaitu ketika tali pusat

ditarik maka fundus uteri ikut tertarik. Pemeriksaan dalam

sulit dilakukan karena plasenta yang terbenam dalam.

Untuk tindakan yang dapat dilakuka yaitu menentukan

diagnosis, stabilisasi pasien dan merujuk ke rumah sakit

rujukan karena kasus ini diperlukan tindakan operatif.

4) Rest Plasenta/Sisa Plasenta

a) Diagnosa dapat ditegakkan ketika plasenta lahir

dengan memeriksa kelengkapan kotiledon, selaput

korion, selaput amnion.

b) Memberikan antibiotik karena perdarahan merupakan

gejala peradangan pada seluruh dinding uterus.

Antibiotika yang digunakan yaitu ampicillin dengan

dosis awal 1 g secara intravena dilanjutkan dengan

3x1 g secara oral dikombinasikan dengan


33

metronidazol 1 g secara supositoria dan dilanjutkan

dengan 3x500 mg secara oral.

c) Dengan perlindungan antibiotik dilakukanlah

eksplorasi bila serviks terbuka dan mengeluarkan

bekuan darah atau jaringan. Bila serviks hanya bisa

dilalui instrumen maka melakukan evakuasi dengan

AVM atau dilatasi kuretase.

d) Jika Hb < 8 gr% maka diberikan transfuse darah. Bila

kabar Hb > 8 g% diberikan sulfas ferosus 600 mg/hari

selama 10 hari.

c. Penanganan Rupture Perineum Dan Robekan Dinding

Vagina

1) Melakukan ekspolari dengan tujuan mengetahui lokasi

laserasi/sumber perdarahan keluar

2) Melakukan irigasi pada tempat luka dan diberikan larutan

antiseptic

3) Menjepit dengan ujung klem sumber keluarnya darah lalu

diikat dengan benang menyerap atau disumbat dengan

tampon.
34

4) Melakukan penjahitan luka mulai dari bagian bawah.

5) Khusus pada rupture komplit (sampai anus) dilakukan

jahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada

rektum, yakni berikut:

a) Setelah memberi antiseptic maka pasang busi pada

rektum

b) Menjahit dari ujung robekan dengan jahitan dan

simpul submukosa, menggunakan benang poliglikolig

no. 2/0 (Dexon/Vocryl) sampai ke stingfer ani.

Menjepit kedua stingfer ani menggunakan klem

kemudian menjahit dengan benang no. 2/0.

c) Meneruskan hingga ke otot perineum dan submukosa

dengan benang yang sama atay kromik 2/0 secara

jelujur.

d) Mukosa dan vagina dijahit secara submukosal dan

subkutikuler.

e) Setelah itu diberikan antibiotic profilaksis yaitu

ampicillin 2 g dengan metronidazole 1 g secara oral.

Antibiotik diberikan jika luka terlihat kotor atau


35

diberikan ramuan tradisional atau jika terjadi tanda-

tanda infeksi.

d. Penanganan Robekan Serviks

1) Robekan serviks terjadi kebanyakan karena spina

ischiadika tertekan oleh kepala bayi

2) Kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, namun

terjadi perdarahan yang banyak maka periksa bagian

bawah lateral kiri dan kanan porsio.

3) Menjepitkan klem ovum pada kedua sisi porsio yang

robek sampai perdarahan dihentikan. Jika eksplorasi

lanjutan tidak ditemukan robekan lain maka robekan

pada dijahit

4) Setelah menindaki periksa tanda vital pasien, kontraksi

uterus tinggi fundus uteri dan perdarahan pasca-tindakan

5) Memberi antibiotic profilaksis terkecuali ketika jelas

ditemui tanda infeksi.

6) Jika terjadi defisit cairan maka lakukan restorasi dan jika

kadar Hb < 8 y% maka diberikan transfuse darah.


36

Tindakan pertama yang diakukan berdasarkan keadaan

kliniknya.

e. Penanganan Infeksi Nifas

1) Secara umum

a) Mengantisipasi kondisi yang dapat berlanjut menjadi

suatu penyulit atau komplikasi

b) Memberikan pengobatan yang rasional dan efektif.

c) Melanjutkan observasi dan pengobatan pada infeksi

ibu yang dikenali saat persalinan atau kehamilannya.

d) Jangan memulangkan penderita jika berada pada

kondisi yang kritis

e) Memberikan catatan untuk asuhan mandiri di rumah

dan memberikan tanda-tanda gejala yang harus

diwaspadai dan harus mendapatkan pertolongan

secepatnya.

f) Memberikan hidrasi oral secukupnya.


37

2) Metritis

a) Memberikan transfuse jika dibutuhkan.

b) Memberikan antibiotic dalam dosis yang tinggi seperti

ampicillin 2 g secara intravena kemudian 1 g setiap 6

jam dilanjutkan gentamicin 5 mg/kg berat badan

intravena dosis tunggal perhari dan metronidazol 500

mg secara intravena setia 8 jam. Melanjutkan

antibiotik sampai ibu tidak demam selama 24 jam.

c) Mempertimbangkan pemberian antitetanus profilaksis

d) Jika dicurigai adanya rest plasenta maka dilakukan

evakuasi secara digital atau kuretase yang lebar.

e) Jika ada pus dilakukan drainase jikaperlu dikolpotomi,

ibu dalam posisi fowler

f) Jika tidak ada perbaikan pengobatan da nada tanda

peritonitis generalisata dilakukan laparotomy dan

mengeluarkan pus. Jika pada evaluasi uterus nekrotk

dan septik dilakukan histerektomi subtotal.


38

3) Bendungan Payudara

a) Susukan bayi dengan sering

b) Menyusui dengan kedua payudara

c) Kompres hangat payudara sebelum menyusui

d) Merawat payudara dengan memijat untuk permulaan

menyusui

e) Berikan parasetamol 500 mg secara per oral setiap 4

jamnya

f) Melakukan evaluasi setelah 3 hari untuk melihat

hasilnya.

4) Mastitis

a) Memberikan kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama

10 hari. Jika diberikan sebelum abses akan

berkurang.

b) Menyangga payudara

c) Mengompres dingin

d) Jika diperlukan parasetamol 500 mg secara oral tiap 4

jam
39

e) Ibu harus selalu diberi tahu untuk menyusui bayinya

walau ada pus

f) Mengikuti perkembangan ibu selama 3 hari setelah

pemberian pengobatan

5) Abses Payudara

a) Melakukan anastesi ketamine

b) Insisi pada pinggir areola, supaya tidak memotong

saluran ASI

c) Memecahkan kantung pus dengan tisu forceps atau

jari tangan

d) Memasang tampon dan drain

e) Setelah dipasang tampon dan drain diangkat setelah

24 jam

f) Memberikan kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama

10 hari

g) Menyangga payudara

h) Mengompres dingin

i) Memberikan parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali

bila diperlukan
40

j) Ibu diberitahu untuk tetap menyusui walau ada pus.

k) Melakukan evaluasi setelah 3 hari pengobatan.

6) Abses Pelvis

a) Jika terdapat cairan abses pada daerah cul de sac

maka melakukan kolpotomi dengan laparotomi

dengan ibu posisi fowler

b) Memberikan antibiotik dengan dosis tinggi yaitu

ampicilin 2 g secara intravena dan 1 g setiap jam,

ditambah dengan gentamicin sebanyak 5 mg/kg berat

badan intravena dosis tunggal/hari dan metronidazol

500 mg secara intravena setiap 8 jam. Melanjutkan

antibiotik sampai ibu tidak demam selama 24 jam.

7) Peritonitis

a) Melakukan nasogastric suction

b) Memberikan infus NaCl atau RL

c) Memberikan antibiotik ampisilin secara intravena

sebanyak 2g, kemudian 1 g setiap 6 jamnya, lalu

ditambah dengan gentamicin 5 mg/kg berat badan


41

secara intravena disis tunggal/hari dan metronidazol

500 mg secara intravena setiap 8 jam.

d) Laparotomi dibutuhkan untuk pembersihan perut.

8) Luka Perinatal dan Luka Abdominal

a) Melakukan pembukaan pengeluaran pada pus

b) Daerah jahitan terinfeksi dihilangkan dengan

debridemen

c) Jika infeksi hanya sedikit maka tidak perlu antibiotika

d) Jika infeksi maka diberikan ampisilin 500 mg per oral

setiap 6 jam dan metrodinazol 500 mg per oral 3x/hari

selama 5 hari.

e) Jika infeksi melibatkan otot beri penisilin G 2 juta U

secara IV setiap 4 jam atau ampisilin injeksi 1 g 4

x/hari ditambah dengan gentamicin 5 mg/kg berat

badan perhari IV sekali ditambah dengan

metrodinazol 500 mg IV setiap 8 jam sampai bebas

panas selama 24 jam. Lakukan jahitan sekunder 2-4

minggu setelah infeksi membaik.


42

f) Memberikan edukasi kebersihan dan pemakaian

pembalut yang bersih

9) Pelviotromboflebitis

a) Rawat inap

b) Penderita dirawat tirah baring dengan pemantauan

gejala penyakit dan mencegah emboli pulmonum

c) Terapi medik

d) Pemberian antibiotika

e) Terapi operatif

f) Pengikatan vena ovarika dan vena kava inferior jika

emboli septik berlangsung sampai ke paru-paru

meskipun tidak dilakukan heparinisasi.

10) Tromboflebitis Femoralis

a) Perawatan dengan posisi kaki yang ditinggikan untuk

mengurangi oedem, melakukan kompres pada kaki.

Setelah perpindahan mobilisasi kaki dibalut kaos kaki

panjang yang elastis selama mungkin

b) Kondisi ibu sangat tidak baik, tidak diperbolehkan

untuk menyusui
43

c) Pemberian antibiotika dan analgetika

10. Psikologis

Sebagian ibu setelah melahirkan biasanya memiliki perasaan

yang bahagia, sangat menyayangi bayinya dan merasa sangat

takjub serta puas dengan kelahiran bayinya sedangkan di sisi

lain ada perasaan negative yang timbul seperti trauma nyeri,

perasaan khawatir dengan tanggung jawab menjadi orang tua

dan khawatir dengan respon keluarga dan pasangannya. Ibu

akan mengoptimalkan kemampuan dirinya dan lebih berhati-hati

dalam melindungi dirinya serta merawat bayinya sehingga

menjadi suatu hal yang membuat dirinya selalu mencari

informasi.

Proses menyusui juga mempunyai dampak psikologis bagi ibu

ada perasaan bahagia karena merasa lebih dekat dengan

bayinya dan merasa bayinya sangat berharga tetapi sering kali

juga menimbulkan kecemasan atau stress karena rasa nyeri

putting atau nyeri karena kontraksi uterus, kelelahan karena

kurang istirahat dan masukan-masukan menyusui yang tidak

sesuai serta menimbulkan kebingungan yang akhirnya menjadi

tekanan untuknya (Varney, 2021).


44

a. Tahap perubahan psikologis

Tahap perubahan psikologis ibu meliputi 3 fase menurut

Reva Rubin:

1) Masa Taking In (Fokus pada diri sendiri)

Masa ini terjadi pada 1-3 hari setelah persalinan,

segala energinya dipusatkan pada kekhawatiran

badannya. Ibu akan banyak bercerita tentang

pengalaman bersalinnya secara berulang-ulang.

Kelelahannya diharuskan membuat ibu cukup istirahat

agar mencegah gejala kekurangan tidur yaitu seperti

gampang tersinggung dan marah dan hal tersebut

membuat ibu menjadi pasif terhadap lingkungannya.

Kondisi ini harus dipahami dengna menjaga komunikasi

yang baik.

2) Masa Taking On (Fokus pada bayi)

Masa ini terjadi 3-10 hari setelah persalinan, ibu

khawatir dengan kemampuannya dalam merawat bayi

dan menerima tanggung jawab sebagai ibu. Ibu akan

berusaha menguasai keterampilan dalam merawat

bayinya. Perasaan ibu sangat sensitif sehingga mudah

tersinggung jika komunikasi tidak dijaga dengan baik.

Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena saat

inilah yang merupakan saat-saat yang baik untuk ibu


45

menerima penyuluhan tentang perawatan bayinya

sehingga tumbuh rasa percaya diri pada ibu.

3) Masa Letting Go (Mengambil alih tugas sebagai ibu tanpa

bantuan tenaga kesehatan)

Fase ini biasanya terjadi ketika pasien sudah pulang

ke rumahnya dan melibatkan keluarganya. Fase ini ibu

telah menerima tanggung jawabnya sebagai seorang ibu,

dia harus menyesuaikan dirinya dengan tuntutan bayinya

dan interaksi sosial. Keinginan untuk merawat diri dan

bayinya akan meningkat pada fase ini. Setelah proses

persalinan maka tanggung jawab keluarga bertambah

karena adanya anggota baru keluarga.

Dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya

akan menjadi dukungan positif bagi ibu. Banyak

ketakutan dan kekhawatiran yang dirasakan ibu yang

tadinya tidak terlalu sensitif menjadi sangat sensitif. Fase-

fase tersebut merupakan bentuk normal dalam respon

alami ibu, ibu menyesuaikan diri sesuai dengan rasa

lelah dan bagaimana ibu menerima tanggung jawabnya

dalam mengurus bayinya. Sejak awal ibu sudah harus

menjalani ikatan batin dengan bayinya, tidak hanya ketika

bayinya masih dalam kandungan namun setelah bayinya

lahir juga sangat diperlukan.


46

Disini hormon memainkan peranan utama yaitu

bagaimana ibu bereaksi terhadap situasi yang berbeda.

Setelah persalinan dan plasenta lepas dari dinding rahim

maka tubuh ibu mengalami perubahan besar pada

jumlah hormone sehingga ibu perlu adaptasi dengan

dirinya. Di samping dari adaptasinya, ibu juga

merasakan perbedaan besar dengan kehadiran bayinya

baik dalam hubungan suami ataupun keluarga.

b. Bounding Attachment

Bounding adalah membangun sedangkan arti dari

Attachment adalah ikatan, ini adalah proses psikologis

pertama ibu nifas pada bayinya. Dimana ikatan ini sudah

dapat dirasakan sebelum terjadinya konsepsi dan terus

berkembang mulai dari kehamilan hingga membesarkan

anak. Ada kemungkinan bahwa pengalaman kelahiran yang

baik dapat memfasilitasi pertumbuhan cinta dan kasih

sayang ibu pada bayinya karena ibu akan mengurangi rasa

kekecewaan terhadap dirinya dan emosional ibu akan

terfokus pada bayinya sehingga ibu akan memberikan

seluruh perhatiannya pada bayinya. Dengan Bounding

Attachment bayi akan selalu dicintai, diperhatikan, dan dapat

menumbuhkan sikap sosial serta akan menimbulkan


47

lingkungan sosial yang positif sehingga bayi akan merasa

aman.

B. Gangguan Psikologis Ibu Nifas

Kemungkinan terjadinya gangguan psikis pada ibu nifas 30 kali

lebih besar daripada jika dibandingkan setelah 2 tahun terjadinya

persalinan. Nifas adalah periode penuh stress secara emosional,

dikonkretkan dengan adanya emosi labil dan mudah tersinggung

dan ini merupakan dasar terjadinya gangguan psikologik (Varney,

2007)

1. Postpartum Blues (Baby Blues)

Postpartum blues adalah masalah psikis sesudah melahirkan

seperti kemunculan kesedihan, kemurungan, atau kecemasan,

labilitas perasaan dan depresi pada ibu. Tanda gejala meliputi

ibu cemas tanpa sebab, menangis, tidak sabar, tidak percaya

diri, sensitive dan mudah tersinggung.

Faktor terjadinya postpartum blues sendiri biasanya terjadi

karena ibu belum siap menghadapi persalinan, adanya

perubahan hormone, payudara membengkak sehingga

menimbulkan rasa sakit atau jahitan yang belum sembuh.

Mereka mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi, selera

makan berubah jadi susah tidur meskipun bayi sudah tidur

nyenyak, dan gampang tersinggung dan timbul perasaan sedih

dan bersalah
48

a. Faktor-Faktor penyebab postpartum blues

1) Faktor Hormonal

Pada pertengahan postpartum perubahan terjadi pada

kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan estriol yang

terlalu rendah. Kadar estrogen turun secara drastic

sehngga memiliki efek enzim non-adrenalin begitu juga

dengan serotonin yang berperan dalam suasana hati dan

kejadian depresi.

2) Faktor Demografik

Mengenai umur dan paritas ibu. Umur yang terlalu muda

cenderung memiliki kemungkinan lebih besar terjadinya

baby blues karena ibu dengan umur yang masih muda

memikirkan tanggung jawabnya menjadi seorang ibu.

Tindakan tersebut sebuah ketidaksiapannya terhadap

perubahan peran.

3) Pengalaman

Kesulitan yang dialami ibu saat selama kehamilan dan

persalinan biasanya akan memperburuk kondisi

psikologis ibu.

4) Latar Belakang Psikologis Ibu

Tingkat pendidikan, status ekonomi, status perkawinan,

status sosial, status kedekatan suami dan keluarga

merupakan pemicu gangguan psikologis ini terjadi.


49

Dukungan yang diberikan oleh suami dan keluarga

merupakan obat yang sangat ampuh pada ibu yang

memiliki gangguan psikologis.

5) Aktivitas Fisik

Aktifivitas mengasuh bayi pada malam hari dan rasa tidak

nyaman fisik seperti rasa sakit luka jahit, bengkak pada

payudara dapat menimbulkan perasaan emosi pada

wanita pasca melahirkan. Fisik yang lelah dan psikis

yang kaget akan perubahan-perubahan tersebut dapat

memicu gangguan psikologis.

6) Faktor jumlah anak

Pada ibu yang memiliki anak dengan jarak umur yang

berdekatan dapat memicu gangguan psikologis karena

kebutuhan dasar anak sebelumnya masih memerlukan

perhatian orang tua ditambah dengan kelahiran anak

berikutnya yang akan menyita perhatian orang tua secara

lebih.

7) Stress

Beban pikiran yang dimiliki seperti ibu belum bisa

gangmenyusui bayinya atau rasa bosan karena rutinitas

barunya.
50

8) Rasa kasih sayang terlalu dalam terhadap bayi

Rasa kasih sayang yang terlalu dalam dapat membuat

ibu takut secara berlebihan terhadap bayinya, seperti

takut kehilangan atau cemas dengan perawatan bayinya.

9) Tidak mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan

Ibu tidak mampu menghadai perubahan-perubahan yang

terjadi pada dirinya

b. Gejala-Gejala terjadinya postpartum blues:

1) Reaksi: sedih/depresi

2) Sering menangis

3) Mudah tersinggung dan pelupa

4) Sering cemas

5) Labilitas perasaan

6) Sering menyalahkan diri sendiri

7) Memiliki gangguan tidur dan nafsu makan

8) Kelelahan

9) Mudah sedih

10) Cepat marah

11) Mood mudah berubah, cepat sedih dan cepat senang

12) Perasaan terjebak dan juga marah pada pasangannya

dan bayinya

13) Perasaan bersalah


51

c. Cara mengatasi Postpartum Blues:

1) Merencanakan diri sendiri dengan persiapan yang baik

selama kehamilan untuk menghadapi masa nifas

2) Mengkomunikasikan segala permasalahan dan hal yang

mau disampaikan

3) Selalu membicarakan kecemasan yang dirasakan

4) Bersikap tulus dan ikhlas atas apa uang dialami dan

berusaha melakukan peran baru sebagai ibu yang baik

5) Istirahat yang cukup

6) Menghindari perubahan hidup yang drastic

7) Berolahraga ringan

8) Berikan dukungan dari suami, keluarga atau saudara

9) Mengonsultasikan kepada tenaga kesehatan atau orang

professional agar dapat memfasilitasi faktor resiko

selama nifas dan membantu dalam melakukan upaya

pengawasan.

2. Depresi Berat (Depresi Postpartum)

Tidak jauh berbeda dengan Postpartum Blues hanya

berbeda pada frekuensi, intensitas dan durasi gejalanya yang

timbul. Keadaan ini berlangsung selama 3-6 bulan dan bahkan

terjadi beberapa kasus sampai 1 tahun sehingga tidak dapat

melakukan kontak apapun dengan bayi.

a. Gejala-Gejala depresi berat:


52

1) Perubahan pada mood dan disertai dengan tangisan

mendadak

2) Gangguan pada pola tidur

3) Perubahan mental dan libido

4) Dapat muncul ketakutan akan menyakiti diri sendiri dan

bayinya

5) Tidak memiliki energi atau hanya sedikit tenaga yang

dimiliki

6) Tidak bisa berkonsentrasi

7) Ada perasaan bersalah dan merasa tidak berharga pada

dirinya

8) Tidak tertarik dengan bayinya atau terlalu memperhatikan

dan menghawatirkan bayinya

9) Terdapat perasaan takut untuk menyakiti dirinya sendiri

dan bayinya

10) Depresi berat terjadi pada ibu atau keluarga yang

memiliki riwayat kelainan psikiatrik dan selain itu

kemungkinan dapat terjadi pada kehamilan selanjutnya.

b. Penatalaksanaan depresi berat:

1) Dukungan keluarga dan lingkungan sekitar

2) Terapi psikologis dan psikiater


53

3) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan

antidepresan (perlu memperhatikan pemberian

antidepresan pada wanita menyusui)

4) Jangan ditinggal sendirian di rumah

5) Jika diperlukan lakukan perawatan inap di rumah sakit

6) Tidak dianjurkan rawat gabung dengan bayi

3. Postpartum Psikosis (Postpartum Kejiwaaan)

Masalah kejiwaan yang serius dialami ibu setelah persalinan

dan ditandai dengan perasaan gelisah, sedih dan cemas yang

hebat, pergantian perasaan yang cepat, depresi serta delusi.

Penyebabnya dapat terjadi karena hormon, rendahnya

dukungan sosial dan emosional, rendah diri, merasa terpenci,

atau masalah keuangan. Berikut gejala-gejala yang timbul:

a. Gejala-Gejala Postpartum psikosis

1) Adanya perasaan atau halusinasi yang diperintahkan

oleh kekuatan dari luar untuk melakukan hal yang tak

dapat dilakukan

2) Adanya rasa bingung yang intens

3) Melihat hal-hal yang tak nyata

4) Perubahan mood atau tenaga yang ekstrim

5) Tidak mampu merawat bayi

6) Terjadi periode kebingungan yang serupa dengan

amnesia (Memory lapse)


54

7) Serangan kegelisahan yang tidak terkendali

8) Pembicaraan yang tidak dimengerti (gangguan

komunikasi).

b. Penatalaksanaan Postpartum psikosis

Memberikan pendampingan psikiater dikarenakan hal

tersebut membuat ibu mengalami gangguan kejiwaan yang

tidak selalu mampu untuk bersedia berbicara dengan orang

sekitarnya. Kondisi seperti ini memerlukan pengobatan

psikologi seperti antidepresan, antipsikosis, atau antiensitas.

C. Dukungan Keluarga Dan Suami Untuk Pencegahan Gangguan

Psikologis dalam Masa Nifas

Setiap kegawatdaruratan merupakan hal yang unik dan

memiliki kekhususan tetapi selalu mengikutsertakan komunikasi

dan dukungan emosional yang dapat dijadikan pedoman.

Komunikasi yang empati dan tulus merupakan kunci untuk

mengangani setiap keadaan kegawatdaruratan (S. Prawirohardjo,

2020). Dukungan psikososial merupakan dukungan dengan semua

bentuk kegiatan yang bertujuan atau berfokus pada penguatan

aspek mental atau psikologis ibu dengan relasi hubungan di

sekitarnya. Psikososial sendiri memiliki arti atau pengertian relasi

atau hubungan dinamis yang saling berpengaruh antara aspek


55

individu. Kondisi psikologis sebuah individu berdampak terhadap

interaksi dengan orang-orang sekelilingnya, sehingga dukungan

psikososial pada ibu nifas harus menggunakan pendekatan yang

berfokus pada pemahaman adanya relasi dinamis antara aspek

psikologis sosial.

Mendengarkan keluhan, menemani, memberikan bantuan

serta mendukung emosionalnya sehingga ibu dapat

mengkomunikasikan perasaannya merupakan hal yang sangat

perlu dipegang dalam menjaga kesejahteraan ibu. Tentu peran

terbesar dan penanggung jawab serta pendamping ibu adalah

suami. Adanya perlindungan dari suami membuat ibu merasa

disayang dan diperhatikan sehingga proses kondisi psikologis ibu

yang baru saja mengalami persalinan akan terjaga. Pada penelitian

Johansson mengatakan bahwa seorang ibu diharapkan dapat

mencurahkan segala kegelisahan yang dialami pada pasangannya,

terutama perasaan buruknya selama pasca persalinan. Seorang ibu

akan merasa sangat sedih ketika suaminya yang harusnya

mendampinginya tidak menemaninya di rumah sakit setelah ibu

melahirkan karena ibu merasa takut, sendirian, merasa bingung

dengan apa yang akan dia lakukan pada bayinya dan disamping itu

ada rasa nyeri persalinan serta lelah yang ia rasakan.

Selain dengan bantuan psikologis ibu juga bisa

mendapatkan saran dan masukan dari keluarga ketika ibu


56

didampingi masa nifasnya. Keluarga dapat membantu ibu untuk

mengambil keputusan mengenai tindakan dan perawatan yang

layak diberikan pada sang ibu. Kehadiran keluarga dan suami

dapat memberikan dukungan tenaga pada ibu dalam hal

pengasuhan anak, membantu pekerjaan rumah tangga yang

dimana sifatnya lebih menggunakan banyak tenaga fisik . Jika

suami tidak terlalu sibuk bekerja dan ibu merasa tertekan dengan

tanggung jawab anak sendirian. Ibu akan merasa ditinggalkan

dengan dan menimbulkan rasa menyalahkan diri sendiri sehingga

memperburuk gejala depresi. Dan jika keluarga bisa membantu

yaitu ketika memberikan kebutuhan ibu serta mengasuh bayi ibu

ketika ibu tertidur.

Dalam kehidupan sosial ibu ada selalu adat istiadat, budaya

dan peran gender yang berlaku dalam membentuk suatu kumpulan

sosial. Gender tersebut berkembang dan dibentuk oleh masyarakat

melalui sosial. Gender merupakan hasil dari konstruksi sosial maka

gender dapat berubah sesuai waktu, keadaan, konteks, tempat dan

budaya dan beberapa dari pembentukan gender memiliki konflik

dalam membentuk suatu peran gender.


57

1. Masalah Peran Gender Dalam Masa Nifas: Subordinasi

Suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu jenis kelamin

tertentu lebih rendah dari yang lain. Perilaku dari masyarakat

telah memisahkan dan memilah-memilah peran gender. `Seperti

perempuan yang dianggap bertanggung jawab dalam urusan

domestik dan reproduksi sementara laki-laki yaitu publik atau

produksi. Ketidakadilan berlangsung karena penghargaan yang

diberikan oleh peran tidak sesuai, beban pekerjaan antara

suami dan istri berbeda contoh: seperti mengasuh anak dan

mengerjakan pekerjaan rumah yang seharusnya suami dapat

ikut andil dalam mengerjakan sehingga dia lebih bisa

memahami keadaan istri nifasnya sehingga secara fisik dan

mental ibu dapat stabil dan sejahtera menjalani nifasnya.

2. Dampak terhadap fisik ibu nifas jika gangguan psikologis tidak

dicegah

a) Berdampak pada proses involusi uterus karena hormon

epinefrin, norepinefrin, angiotensin, endhotelin, vasoperin,

histamine dan oksitosin yang mempengaruhi otot polos di

dalam rahim membuka kanal ion kalsium dan natrium dalam

depolarisasi sehingga jika gangguan psikologis tidak dicegah

maka hormon kortisol dan estrogen yang mempengaruhi

mood ibu dapat mempengaruhi hormon di dalam uterus dan

menyebabkan involusi uterus tidak baik. Jika involusi uterus


58

tidak baik maka akan terjadi infeksi dan perdarahan

sekunder.

b) Jika terjadi gangguan psikologis maka hormon prolaktin yang

memproduksi ASI akan terganggu karena hormone kortisol

mengalami kenaikan sehingga ibu tidak dapat memberikan

ASI pada bayi.

D. Standar Asuhan Kebidanan

Standar asuhan kebidanan merupakan pola dasar penafsiran

dalam proses mengambil keputusan dan tindakan yang dilakukan

oleh bidan sesuai kewenngan dan ruang lingkup praktiknya

beralaskan ilmu dan kiat kebidanan dan tujuan dibuatnya standar

asuhan yaitu:

1. Standar sebagai landasan dalam melakukan

tindakan/kegiatan dalam lingkup tanggung jawab bidan.

2. Sebagai pendukung terlaksananya sebuah asuhan

kebidanan yang berkualitas

3. Sebagai pengukuran tingkat kualitas dan keberhasilan

sebuah asuhan yang diberikan oleh bidan.

4. Sebagai bentuk perlindungan hukum bidan dan klien/pasien.

5. Ruang lingkup standar asuhan kebidanan yaitu: Asuhan

Kebidanan pada ibu hamil, Asuhan kebidanan pada ibu

bersalin, Asuhan kebidanan ibu nifas dan masa antara.


59

Asuhan pada bayi, Asuhan pada anak balita sehat, dan

Asuhan pada masa reproduksi.

Seperti Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

938/Menkes/SK/VIII/2007, maka ditetapkan asuhan standar

kebidanan yaitu meliputi:

1. Standar 1: Pengkajian

a. Pernyataan standar

Bidan mengumpulkan semua data informasi yang akurat,

relevan dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan

dengan kondisi klien.

b. Kriteria Pengkajian

1) Data tepat, akurat dan lengkap.

2) Terdiri dari Data Subjektif: hasil anamnesa, biodata,

keluhan utama, riwayat obstetri, riwayat kesehatan dan

latar belakang sosial budaya.

3) Data Objektif: hasil pemeriksaan fisik, fisiologi dan

pemeriksaan penunjang.

2. Standar II: Perumusan Diagnosa dan Atau Masalah Kebidanan

a. Pernyataan Standar

Bidan menganalisa data yang diperoleh dari pengkajian,

menginterprestasikannya secara akurat dan logis untuk

menegakkan diagnosa dan masalah kebidanan yang tepat.


60

b. Kriteria Perumusan Diagnosa dan atau Masalah

1) Diagnosa sesuai dengan nomenklaktur kebidanan

2) Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien

3) Dapat diselesaikan dengan Asuhan Kebidanan secara

mandiri, kolaborasi, dan rujukan.

3. Standar III: Perencanaan

a. Pernyataan Standar

Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan

diagnosa dan masalah yang telah ditegakkan.

b. Kriteria Perencanaan

1) Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah

dan kondisi klien; tindakan segera, tindakan antisipasi,

dan asuhan secara komprehensif.

2) Melibatkan klien/pasien dan atau keluarga.

3) Mempertimbangkan kondisi psikologi, sosial dan budaya

klien/keluarga

4) Memilih tindakan yang aman sesuai kondisi dan

kebutuhan klien berdasarkan evidence based dan

memastikan bahwa asuhan yang diberikan bermanfaat

untuk pasien.

5) Mempertimbangkan kebijakan dan peraturan yang

berlaku, sumberdaya serta fasilitas yang ada.


61

4. Standar IV: Implementasi

a. Pernyataan Standar

Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara

komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan

evidence based kepada klien/pasien, dalam bentuk

upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Dillaksanakan secara mandiri, kolaborasi, dan rujukan.

b. Kriteria

1) Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-

psiko-sosial-spiritual-kultural

2) Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan

persetujuan dari klien dan atau keluarganya (inform

consent)

3) Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan

evidence based

4) Melibatkan klien/pasien dalam setiap tindakan

5) Menjaga privacy klien/pasien

6) Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi

7) Mengikuti perkembangan kondisi klien secara

berkesinambungan

8) Menggunakan sumber daya, sarana dan fasilitas yang

ada dan sesuai.

9) Melakukan tindakan sesuai standar


62

10) Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan.

5. Standar V: Evaluasi

a. Pernyataan Standar

Bidan melakukan evaluasi secara sistimatis dan

berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan

yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan

perkembangan kondisi klien.

b. Kriteria Evaluasi

1) Penilaian dilakukan segera setelah selesai

melaksanakan asuhan sesuai kondisi klien

2) Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan

pada klien dan /keluarga

3) Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar

4) Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi

klien/pasien

6. Standar VI: Pencatatan Asuhan Kebidanan

a. Pernyataan Standar

Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat,

singkat dan jelas mengenai keadaan/kejadian yang

ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan

kebidanan
63

b. Kriteria Pencatatan Asuhan Kebidanan

1) Pencatatan dilaksanakan segera setelah

melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia

(Rekam medis/KMS/status pasien/buku KIA)

2) Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP

3) S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa

4) O adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan

5) A adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan

masalah kebidanan

6) P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh

perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah

dilakukan seperti tindakan antispatif, tindakan segera,

secara komprehensif; penyuluhan, dukungan,

kolaborasi, evaluasi/follow up dan rujukan.


64

E. Kerangka Teori

Masa Nifas

Perubahan Fisik
Perubahan Psikologis
1. Perubahan Sistem
1. Fase Taking In
Reproduksi
2. Fase Taking Hold
2. Perubahan Sistem
3. Fase Letting Go
Kardiovaskular

3. Perubahan Haematologi

Gangguan Psikologis

1. Postpartum Blues (Baby Blues)

2. Depresi Postpartum

3. Postpartum Psikosis

Peran Suami

Suami mencegah gangguan psikologis dengan pemberian dukungan


dalam bentuk menemani ibu (psikososial), membantu pekerjaan rumah
tangga ibu yang membutuhkan tenaga extra (fisik) dan bergantian
mengasuh bayi sehingga ibu bisa beristirahat dengan cukup
(kebutuhan).

Bagan 1 Kerangka Teori


65

F. Kerangka Konsep

Ibu Nifas dan


Input
Suami Ibu Nifas

Asuhan
Kebidanan Ibu
Nifas (Pengkajian,
Output
perumusan
diagnose masalah,
perencanaan,
implementasi dan
evaluasi

Tidak terjadinya
gangguan
psikologis

Bagan 2 Kerangka Konsep


BAB III

METODOLOGI LAPORAN KASUS

A. Desain Laporan Kasus

Cara yang digunakan adalah asuhan komprehensif kebidanan pada

ibu nifas mengenai pencegahan gangguan psikologis dengan

mellibatkan suami adalah metode penelitian deskriptif. Jenis penelitian

deskriptif yang digunakan adalah menganalisis kasus (Case Study),

yaitu dengan cara meneliti suatu masalah yang berhubungan dengan

kasus itu sendiri dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

B. Lokasi dan Waktu

1. Lokasi Studi Kasus

Studi kasus direncanakan akan dilaksanakan di TPMB x

2. Waktu

Studi pelaksanaan kasus ini dilaksanakan pada bulan Februari –

April 2024

C. Subyek Laporan Kasus

Subyek yang dianalisis dalam kasus ini adalah ibu nifas

66
67

D. Instrumen Laporan Kasus

Instrumen yang digunakan dalam proposal tugas akhir ini

yaitu lembar observasi, wawancara, dan studi dokumentasi dalam

format asuhan kebidanan pada ibu nifas.

E. Tehnik Pengumpulan Data

Teknik penulisan pengumpulan data adalah:

1. Observasi dengan pemeriksaan fisik ibu, kebutuhan ibu sesuai

dengan formulir pengkajian data ibu nifas.

2. Wawancara pada ibu nifas, suami dan keluarga mengenai ibu

nifas serta melakukan konseling.

3. Dokumentasi tindakan yang sudah diberikan.

F. Triangulasi Data

Triangulasi data yang digunakan yaitu triangulasi dengan

menggunakan 3 sumber yaitu wawancara pada ibu nifas mengenai

keadaannya, wawancara melalui suami dan keluarga terkait proses

yang terjadi pada masa nifas ibu serta dari data rekam medik atau

buku KIA ibu.


68

G. Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan yaitu:

1. Observasi menggunakan portofolio asuhan kebidanan pada ibu

nifas dan untuk pemeriksaan fisik menggunakan stetoskop,

tensimeter, handschoon, timbang berat badan, dan pengukur

tinggi badan.

2. Wawancara menggunakan format asuhan kebidanan pada ibu

nifas dan alat tulis

3. Dokumentasi studi kasus menggunakan catatan rekam medik

atau buku KIA ibu.


69

DAFTAR PUSTAKA

Ernawati, E. (2020) „Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Post


Partum Blues Pada Ibu Nifas Di Ruang Nuri Rumah Sakit Bhayangkara
Makassar‟, Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar,
11(1), p. 25. Available at: https://doi.org/10.32382/jmk.v11i1.1429.

Hariati, H.S., Febi, M.F. and Masita, M. (2021) „Penyuluhan Pencegahan


Baby Blues Syndrome‟, Jcs, 3(2), pp. 1–8. Available at:
https://doi.org/10.57170/jcs.v3i2.2.

Indriyani, E., Sari, N.I.Y. and Herawati, N. (2023) Buku Ajar Nifas Diii
Kebidanan Jilid Iii.

Kemenkes RI (2022) Seksualitas Dan Masa Nifas. Available at:


https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/602/seksualitas-dan-masa-
nifas.

Kemenkes RI (2023) Baby Blues Syndrome. Available at:


https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/2762/baby-blues-syndrome.

Nurjannah, N., Maemunah, S. and Badriah, L. (2020) Asuhan Kebidanan


Postpartum Dilengkapi dengan Asuhan Kebidanan Post Sectio
Caesarea. Kedua. Edited by Risa. Bandung: PT Refika Aditama.

Prawirohardjo, S. (2018) BUKU ACUAN NASIONAL PELAYANAN


KESEHATAN MATERNAL DAN NEONATAL. Edited by B. Saifuddin.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Prawirohardjo, S. (2020) Ilmu Kebidanan. Keempat. Edited by B.


Saifuddin. Jakarta Pusat: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Roito, J., Noor, N. and Mardiah (2013) Asuhan Kebidanan Ibu Nifas &
Deteksi Dini Komplikasi. Edited by K. Yudha. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

WHO (2019) Mental Health Conditions in the South East Asia, Mental
Health Foundation of New Zealand. Available at:
https://mentalhealth.org.nz/conditions/condition/anxiety.

Yunus, P., Nurdin, A. and Galib, M. (2023) „Factors Influencing the


Occurrence of Baby Blues Syndrome in Postpartum Mothers‟, 08(02),
pp. 54–63.

Anda mungkin juga menyukai