Tugas Pengembangan Media
Tugas Pengembangan Media
Dosen Pengampu:
Dr. Wiwik Widajati, M.Pd
Disusun oleh:
Dewi Evi Astutik (20010044066)
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 4
1.3 Tujuan...................................................................................................................... 5
Anak berkesulitan belajar memiliki ketidakteraturan dalam proses fungsi mental dan fisik yang
bisa menghambat alur belajar yang normal, sehingga menyebabkan keterlambatan dalam kemampuan
preseptual- motorik tertentu atau kemampuan berbahasa. Subini (2012: 14) mengungkapkan bahwa
banyak sekali ragam kesulitan belajar yang ada disekitar kita, namun secara umum dibagi tiga kelompok,
yaitu kesulitan belajar dalam membaca (dyscalculia learning), kesulitan belajar dalam menulis
(dysgraphia learning), dan kesulitan dalam menghitung (dyscalculia learning). Ketiga macam kesulitan
belajar tersebut terjadi karena beberapa faktor, baik dari internal maupun eksternal peserta didik, yang
dapat menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai dengan harapan. Salah satunya adalah
kesulitan membaca. Kesulitan membaca bisa menjadi salah satu penyebab dari kesulitan menulis dan
berhitung karena kemampuan menulis membutuhkan perkembangan kemampuan lebih lanjut dari
membaca.
Banyak anak yang memiliki keterbatasan membaca atau sering diistilahkan “Kesulitan Belajar
Membaca”. Adanya kesulitan membaca akan mengakibatkan ketidakmampuan dalam menangkap
pesan-pesan tulisan, baik berupa huruf, angka, maupun simbol-simbol lainnya. Kesulitan belajar
membaca ini, secara global dikenal dengan istilah Disleksia, yakni yang berarti menderita kesulitan
dalam berhubungan dangan kata simbol-simbol tulis. Ketertinggalan ini sering dipersepsikan dalam
benak orang tua bahwa anaknya bodoh. Persepsi bodoh yang selama ini sering dilekatkan pada penderita
disleksia haruslah dihilangkan, karena pada kenyataanya intelegansi anak penderita disleksia umumnya
normal bahkan acap kali di atas rata-rata. Akibat persepsi ini menimbulkan rasa malu, kurang percaya
diri, rendah diri, dan tekanan psikologis pada anak disleksia yang diakibatkan oleh lingkungan di
sekitarnya. Akan tetapi, karena ketidaktahuan orang tua dan pendidik, anak yang mengalami masalah
disleksia sering diperlakukan sewajarnya atau dianggap hal yang biasa dan umum terjadi pada
kebanyakan peserta didik.
Penyandang disleksia memiliki stuktur otak yang berbeda dengan orang pada umumnya. Hal
inilah yang membuat penyandang disleksia memiliki cara yang beda dalam belajar. Jika orang lain
mempelajari sesuatu dengan simbol-simbol bahasa, maka anak disleksia belajar dengan mengalami atau
membayangkan gambar seperti bentuk aslinya (Rose dan Prianto, 2003: 156). Disleksia bukan
merupakan penyakit sehingga tidak ada cara pengobatannya. Mereka hanyalah orang yang kebetulan
memiliki cara belajar yang berbeda dengan kebanyakan orang. Maka dari itu orang tua dan guru harus
lebih tanggap dengan anak yang mengalami kesulitan dalam belajar membaca dengan
meningkatkanperkembangan kemampuan anak, situasi, kondisi, dan lingkungan yang ada di sekitar
anak. Jika hal ini tidak segera diatasi maka akan terus bertambah parah dan menyulitkan proses belajar
selanjutnya. Maka dari itu, guru diharapkan bisa menggali peserta didik yang mengalami kesulitan
belajar, serta memahami faktor- faktor yang mempengaruhi proses hasil belajar anak. Hal ini karena
kesulitan belajar akan bersumber pada faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar.
Anak dyslexia tidak harus bersekolah di sekolah luar biasa. Karena anak dyslexia memiliki
intelegensi rata-rata hingga di atas rata-rata. Hanya saja memiliki hasil belajar yang rendah, dikarenakan
ketidakmampuannya dalam membaca dan memahami apa yang ia baca.(Firdausy & Wijiastuti, 2018).
Juel & Minden-cupp (Ruhaena, 2008: 194) yang menyatakan bahwa kemampuan anak untuk
mengenali kata saat membaca dipengaruhi oleh cara pengajaran atau metode mengajar yang digunakan
oleh guru. Phonics adalah jalan untuk mengkode atau menghubungkan huruf yang tertulis dan pelafalan
suara. Ma, X & Crocker (Phajane, 2014: 478) mengemukakan instruksi phonics mengajarkan anak
bahwa adanya hubungan antara huruf dari bahasa tertulis dan suara individu (bunyi) dari bahasa lisan.
Melihat keadaan Disleksia yang demikian menunjukkan bahwa anak Disleksia kesulitan belajar
dengan media yang memperlihatkan banyak tulisan. Sehingga menurut penulis, pembelajaran
menggunakan multimedia interaktif adalah sarana yang bisa dijadikan media untuk anak Disleksia
belajar. Berdasarkan juga penelitian dari ....
Karena itulah penulis memilih mengembangkan multimedia presentasi microsoft PowerPoint
sebagai media belajar siswa Disleksia.
1.3 Tujuan
PEMBAHASAN
Menurut Hannafin dan Peck dalam Hamzah dan Nina Lamatenggo potensi
media komputer yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efektivitas proses
pembelajaran antara lain:
1. Define
Dalam model penelitian pengembangan model 4D tahap pertama adalah
Define, tahap Define atau disebut tahap analisis kebutuhan. Dalam
pengembangan produk pengembang perlu mengacu kepada syarat
pengembangan, manganalisa dan mengumpulkan informasi sejauh mana
pengembangan perlu dilakukan. Tahap pendefinisian atau analisa
kebutuhan dapat dilakukan melalui analisa terhadap penelitian terdahulu
dan studi literatur. Thiagarajan dkk (1974) menyebut ada lima kegiatan
yang bisa dilakukan pada tahap define, yakni meliputi:
a. Front-end Analysis (Analisa Awal)
Analisa awal dilakukan untuk mengidentifikasi dan menentukan dasar
permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran sehingga
melatarbelakangi perlunya pengembangan (Thiagarajan, dkk 1974).
Dengan melakukan analisis awal peneliti/pengembang memperoleh
gambaran fakta dan alternatif penyelesaian. Hal ini dapat membantu
dalan menentukan dan pemilihan perangkat pembelajaran yang akan
dikembangkan.
b. Learner Analysis (Analisa Peserta Didik)
Analisa peserta didik merupakan kegiatan mengidentifikasi bagaimana
karakteristik peserta didik yang menjadi target atas pengembangan
perangkat pembelajaran. Karakteristik yang dimaksud ialah berkaitan
dengan kemampuan akademik, perkembangan kognitif, motivasi dan
keterampilan individu yang berkaitan dengan topik pembelajaran,
media, format, dan bahasa.
c. Task Analysis (Analisa Tugas)
Analisa tugas bertujuan untuk mengidentifikasi keterampilan yang
dikaji peneliti untuk kemudian dianalisa ke dalam himpunan
keterampilan tambahan yang mungkin diperlukan (Thiagarajan, dkk
1974).Dalam hal ini, pendidik menganalisa tugas pokok yang harus
dikuasai peserta didik agar peserta didik bisa mencapai kompetensi
minimal yang ditetapkan.
d. Concept Analysis (Analisa Konsep)
Dalam analisa konsep dilakukan identifkasi konsep pokok yang akan
diajarkan, menuangkannya dalam bentuk hirarki, dan merinci konsep-
konsep individu ke dalam hal yang kritis dan tidak relevan
(Thiagarajan, dkk 1974). Analisa konsep selain menganalisis konsep
yang akan diajarkan juga menyusun langkah-langkah yang akan
dilakukan secara rasional.
Analisa konsep ini meliputi analisa standar kompetensi yang bertujuan
untuk menentukan jumlah dan jenis bahan ajar dan analisis sumber
belajar, yaitu identifikasi terhadap sumber-sumber yang mendukung
penyusunan bahan ajar.
e. Specifying Instructional Objectives (Perumusan Tujuan Pembelajaran)
Perumusan tujuan pembelajaran berguna untuk merangkum hasil dari
analisa konsep (concept analysis) dan analisa tugas (task analysis)
untuk menentukan perilaku objek penelitian (Thiagarajan, dkk 1974).
Rangkuman tersebut akan menjadi landasan dasar dalam menyusun tes
dan merancang perangkat pembelajaran untuk selanjutnya
diintegrasikan ke dalam materi perangkat pembelajaran yang akan
digunakan.
2. Design
3. Development
4. Disseminate
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
1.2 Saran
Makalah yang disusun ini pastinya masih ada kekurangan maka dari itu kritik
dan saran dari para pembaca untuk menjadi bahan evaluasi agar untuk ke depannya
dalam menulis makalah bisa lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA