Anda di halaman 1dari 3

Pengaruh Islam di kehidupan masa kini

Kehidupan Ekonomi

Squad tentu masih ingat kalau kerajaan Islam


bertumpu pada perdagangan ‘kan? Ternyata,
perdagangan antarpulau dan antarnegara itu
memiliki peran yang penting, seperti
menghubungkan penduduk antarpulau maupun
terjadi penyebaran budaya antardaerah.

Selain kedua hal di atas, pelabuhan yang dulu


menjadi tempat berdagang masih ada yang
digunakan, lho. Lokasi tersebut masih digunakan
karena merupakan lokasi strategis untuk berdagang.
Kamu bisa sebutkan salah satu contoh tempatnya?

Pulau Batam (Riau) serta Bangka dan Belitung menjadi beberapa tempat yang memiliki lokasi
strategis di Selat Malaka. (Sumber: eaglespeak.us)

Bahasa

Bahasa Melayu menjadi bahasa yang tumbuh berkembang sejalan dengan penyebaran Islam, serta
pelayaran dan perdagangan di Nusantara. Bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan antarsuku
bangsa sehingga disebut lingua franca.

Bangsa Melayu tersebar ke mayoritas wilayah


Nusantara seiring dengan pesatnya perdagangan
pada abad ke-15. Aktivitas bangsa Melayu yang
menggunakan bahasa Melayu sehari-hari semakin
menyebarkan bahasa dan budaya Melayu ke
berbagai wilayah Nusantara. Salah satu naskah
huruf Arab gundul dan Bahasa Melayu Kuno. Kamu
bisa baca nggak? (Sumber: hidayatullah.com).

Jaringan Keilmuan di Nusantara

Ketika di masa jayanya, Samudra Pasai pernah menjadi pusat studi Islam di Nusantara, dan
menyiarkan Islam di wilayah Malaka. Sistem pendidikan Islam ini diadaptasi oleh sekolah-sekolah
saat ini seperti pesantren ataupun madrasah.

Pesantren Al-Kahfi Somalangu merupakan pesantren pertama di Asia Tenggara. Sayangnya,


pesantren ini tidak didirikan oleh orang Indonesia. (Sumber: laduni.id).
Akulturasi Budaya Islam dengan Nusantara

Ketika pertama kali masuk, Islam tidak bisa diterima


begitu saja oleh masyarakat Nusantara, karena
mereka saat itu masih beragama Hindu-Buddha atau
masih menganut animisme, dinamisme, dll. Agar
dapat diterima, Islam perlu berbaur dengan budaya
asli Nusantara. Akulturasi budaya itu dapat kamu lihat
pada:

1. Masjid dan Menara

Pada beberapa masjid peninggalan kerajaan Islam, kamu dapat


melihat perpaduan unsur budaya Islam dengan praislam. Masjid
Agung Demak, misalnya. Atapnya berbentuk seperti meru (nama
gunung) yang bersusun, semakin ke atas semakin kecil. Kemudia,
di bagian puncak menara masjidnya ada mustaka. Perpaduan
praislam juga ada pada menara seperti Masjid Kudus. Menara
Masjid Kudus mirip candi Jawa Timur. Mustaka di Kubah Masjid
Agung Yogyakarta (Sumber: id.wikipedia.org).

2. Makam

Makam-makam biasanya terdapat dekat dengan masjid agung. Seperti makam sultan-sultan Demak
di samping Masjid Agung Demak, kompleks makam di Samudra Pasai, makam sultan-sultan Aceh di
Kandang XII, makam sultan-sultan Gowa di Tamalate.

3. Seni Ukir

Pada masa Islam, mulai berkembang seni-seni kaligrafi. Ini disebabkan karena seni ukir patung
kurang berkembang karena adanya ajaran yang tidak boleh menggambarkan manusia atau hewan.
Sampai saat ini, kamu masih bisa menemukan seni kaligrafi di banyak tempat.

4. Aksara dan Sastra

Huruf Arab-Melayu mulai dikenal pada masa kerajaan Islam Nusantara dan digunakan dalam surat,
kaligrafi, dan karya sastra. Pengaruh Persia (banyak pedagang datang dari sana) cukup kuat pada
bidang sastra seperti cerita tentang Amir Hamzah, Bayan Budiman, dan Cerita 1001 Malam. Ada
empat macam seni sastra masa Islam yaitu:

a. Hikayat adalah karya sastra lama Melayu berbentuk prosa berisi cerita, peraturan, dan silsilah
bersifat rekaan, keagamaan, historis, maupun biografis. Contohnya: Hikayat Raja-raja
Pasai dan Hikayat Iskandar Zulkarnain.
b. Babad adalah karya sastra kisahan berbahasa Jawa, Sunda, Bali, Sasak, dan Madura yang berisi
tentang sejarah dengan balutan mitos. Contohnya: Babad Tanah Jawi dan Baba Cirebon.
c. Suluk yaitu kitab-kitab tentang tasawuf. Contohnya: Suluk Sukarsa dan Suluk Wujil.
d. Syair adalah sajak-sajak yang terdiri atas empat baris dalam setiap baitnya. Contohnya: syair
pada nisan makam putri Pasai di Minye Tujoh.

5. Kalender

Squad pernah dengar perayaan 1 Sura di Yogyakarta? Itu adalah salah satu pengaruh Islam yang
masih bisa kamu ikuti sekarang. Akulturasi budaya pada perayaan tersebut berawal dari
penyampuran Kalender Saka dengan Kalender Islam yang akhirnya melahirkan Kalender Jawa.

Dalam Kalender Saka, ada nama hari seperti Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Sedangkan dalam
Kalender Islam, ada nama bulan Muharram, Shafar, Rabiul Awal, Rajab, Syakban, Ramadhan,
dan Syawal. Selain itu, nama-nama harinya adalah Ahad, Isnen, Tsulatsa, Arba’a, Khomis, Jumuah,
dan Sabtu.

Perpaduan keduanya melahirkan Kalender Jawa


yang memiliki nama
bulan Sura, Safar, Mulud, Rajab, Ruwah, Pasa,
dan Sawal. Selain itu, nama-nama harinya menjadi
seperti Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon.

Perayaan Malam Satu Suro selalu diadakan setiap


tanggal satu di bulan Muharram. (Sumber:
indonesiakaya.com).

Anda mungkin juga menyukai