DISUSUN OLEH :
NURUL WAHDA
EVI KARMILA
NOVITA KUSUMANINGTIYAS
ROSY ANNA WIJAYANTI
NAVILIA SEPTIANA
HOLISATUS SIAMI
LIVIA HIDAYATUL HUSNIA
ARI KUSNANTI
NUR HIDAYATI
FIFIN SULISTIANI
LAILATUL FITRI ASFIYAH
TANTI WIDIARTI
YATI NUR INDAH SARI
1
karakter bukan hanya tentang pengembangan keterampilan teknis, tetapi juga
melibatkan pengenalan diri, tanggung jawab, dan etika. Ketika karakter individu
atau kelompok dikelola dengan baik, hal ini dapat memberikan fondasi yang kuat
untuk menciptakan hubungan yang sehat, produktivitas yang tinggi, dan
keberlanjutan dalam jangka panjang.Dalam hal ini, upaya pembentukan karakter
dapat menjadi landasan yang mendukung manajemen konflik yang sukse.
Keterampilan manajemen konflik yang baik memerlukan kesadaran diri, empati,
dan kemampuan berkomunikasi yang efektif serta unsur-unsur yang juga
memainkan peran penting dalam membentuk karakter yang kuat dan positif.
Dalam pembahasan lebih lanjt, kita akan membahas bagaimana kedua
aspek ini saling berinteraksi untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan
pertumbuhan peronal dan kelompok yang optimal.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Menurut Doni Kusuma, karakter merupakan ciri, gaya, sifat, atau
pun katakeristik diri seseorang yang berasal dari bentukan atau pun
tempaan yang didapatkan dari lingkungan sekitarnya.
5) W. B. S unders
Menurut W. B. Saunders, karakter merupakan sifat nyata dan
berbeda yang ditunjukkan oleh individu. Karakter dapat dilihat dari
berbagai macam atribut yang ada dalam pola tingkah laku individu.
6) Gulo W.
Menurut Gulo W. Pengertian karakter adalah kepribadian yang
dilihat dari titik tolak etis atau pun moral (seperti contohnya kejujuran
seseorang). Karakter biasanya memiliki hubungan dengan sifat-sifat yang
relatif tetap.
7) Alwisol
Menurut Alwisol, karakter merupakan penggambaran tingkah laku
yang dilaksanakan dengan menonjolkan nilai (benar - salah, baik - buruk)
secara implisit atau pun ekspilisit. Karakter berbeda dengan kepribadian
yang sama sekali tidak menyangkut nilai-nilai.
4
tetapi respon yang kita berikan terhadap permasalahan tersebut berbeda-beda. Di
antara kita, ada yang hidup penuh semangat, sedangkan yang lainnya hidup penuh
malas dan putus asa. Di antara kita juga ada yang hidup dengan keluarga yang
damai dan tenang, sedangkan di antara kita juga ada yang hidup dengan kondisi
keluarga yang berantakan. Di antara kita juga ada yang hidup dengan perasaan
bahagia dan ceria, sedangkan yang lain hidup dengan penuh penderitaan dan
keluhan. Padahal kita semua berangkat dari kondisi yang sama, yaitu kondisi
ketika masih kecil yang penuh semangat, ceria, bahagia, dan tidak ada rasa takut
atau pun rasa sedih.
Pertanyaannya yang ingin diajukan di sini adalah "Mengapa untuk
permasalahan yang sama, yaitu kehidupan duniawi, kita mengambil respon yang
berbeda-beda?" jawabannya dikarenakan oleh kesan yang berbeda dan kesan
tersebut dihasilkan dari pola pikir dan kepercayaan yang berbeda mengenai objek
tersebut. Untuk lebih jelas, berikut penjelasannya.
Secara alami, sejak lahir sampai berusia tiga tahun, atau mungkin hingga
sekitar lima tahun, kemampuan menalar seorang anak belum tumbuh sehingga
pikiran bawah sadar (subconscious mind) masih terbuka dan menerima apa saja
informasi dan stimulus yang dimasukkan ke dalamnya tanpa ada penyeleksian,
mulai dari orang tua dan lingkungan keluarga Dari mereka itulah, pondasi awal
terbentuknya karakter sudah terbangun Pondasi tersebut adalah kepercayaan
tertentu dan konsep diri. Jika sejak kecil kedua orang tua selalu bertengkar lalu
bercerai, maka seorang anak bisa mengambil kesimpulan sendin bahwa
perkawinan itu penderitaan. Tetapi, jika kedua orang tua selalu menunjukkan rasa
saling menghormati dengan bentuk komunikasi yang akrab maka anak akan
menyimpulkan ternyata pernikahan itu indah. Semua ini akan berdampak ketika
sudah tumbuh dewasa.
Selanjutnya, semua pengalaman hidup yang berasal dari lingkungan
kerabat, sekolah, televisi, internet, buku, majalah, dan berbagai sumber lainnya
menambah pengetahuan yang akan mengantarkan seseorang memiliki
kemampuan yang semakin besar untuk dapat menganalisis dan menalar objek
luar. Mulai dari sinilah peran pikiran sadar (conscious)menjadi semakin dominan.
5
Seiring perjalanan waktu, maka penyaringan terhadap informasi yang masuk
melalui pikiran sadar menjadi lebih ketat sehingga tidak sembarang informasi
yang masuk melalui panca indera dapat mudah dan langsung diterima oleh pikiran
bawah sadar
Semakin banyak informasi yang diterima dan semakin matang sistem
kepercayaan dan pola pikir yang terbentuk, maka semakin jelas tindakan,
kebiasan, dan karakter unik dari masing-masing individu. Dengan kata lain, setiap
individu akhirnya memiliki sistem kepercayaan (belief system), citra diri (self-
image), dan kebiasaan (habit) yang unik. Jika sistem kepercayaannya benar dan
selaras, karakternya baik, dan konsep dirinya bagus, maka kehidupannya akan
terus baik dan semakin membahagiakan. Sebaliknya, jika sistem kepercayaannya
tidak selaras, karakternya tidak baik dan konsep dance huruk, maka kehidupannya
akan dipenuhi banyak permasalahan dan penderitaan.
Kita ambil sebuah contoh. Ketika masih kecil, kebanyakan dari anak-anak
memiliki konsep diri yang bagus. Mereka ceria, semangat, dan berani. Tidak ada
rasa takut dan tidak ada rasa sedin. Mereka selalu merasa bahwa dirinya mampu
melakukan banyak hal. Karena itu, mereka mendapatkan banyak hal Kita bisa
melihat saat mereka belajar berjalan dan jatuh, mereka akan bangkit lagi, jatuh
lagi, bangkit lagi, sampai akhirnya mereka bisa berjalan seperti kita
Akan tetapi, ketika mereka telah memasuki sekolah, mereka mengalami
banyak perubahan mengenai konsep din mereka. Di antara mereka mungkin
merasa bahwa dirinya bodoh. Akhirnya mereka putus asa. Kepercayaan ini
semakin diperkuat lagi setelah mengetahui bahwa nilai yang didapatkannya
berada di bawah rata-rata dan orang tua mereka juga mengatakan bahwa mereka
memang adalah anak-anak yang bodoh. Tentu saja, dampak negatif dari konsep
diri yang buruk ini bisa membuat mereka merasa kurang percaya diri dan sulit
untuk berkembang di kelak kemudian hari.
Padahal, jika dikaji lebih lanjut, kita dapat menemukan banyak penjelasan
mengapa mereka mendapatkan nilai di bawah rata-rata. Mungkin, proses
pembelajaran tidak sesuai dengan tipe anak, atau pengajar yang kurang menarik,
atau mungkin kondisi belajar yang kurang mendukung. Dengan kata lain, pada
6
hakikatnya, anak-anak itu pintar tetapi karena kondisi yang memberikan kesan
mereka bodoh, maka mereka meyakini dirinya bodoh. Inilah konsep diri yang
buruk.
Contoh yang lainnya, mayoritas ketika masih kanak-kanak, mereka tetap
ceria walau kondisi ekonomi keluarganya rendah. Namun seiring perjalanan
waktu, anak tersebut mungkin sering menonton sinetron yang menayangkan
bahwa kondisi orang miskin selalu lemah dan mengalami banyak penderitaan dari
orang kaya. Akhirnya, anak ini memegang kepercayaan bahwa orang miskin itu
menderita dan tidak berdaya dan orang kaya itu jahat. Selama kepercayaan ini
dipegang, maka ketika dewasa, anak ini akan sulit menjadi orang yang kuat secara
ekonomi, sebab keinginan untuk menjadi kaya bertentangan dengan keyakinannya
yang menyatakan bahwa orang kaya itu jahat. Kepercayaan ini hanya akan
melahirkan perilaku yang mudah berkeluh kesah dan menutup diri untuk
bekerjasama dengan mereka yang dirasa lebih kaya.
7
berdasarkan nilai karakter yang ada yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran dan kemauan serta tindakan untuk melaksanakan nilai tersebut.
Pembentukan karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitude). motivasi
(motivations), dan keterampilan (skills). Ada banyak karakter yang harus dimiliki
seseorang dan perlu berbagai acara dalam pembentukannya. Menurut Helmawati
(2014: 166) 16 ada beberapa cara untuk membentuk karakter seseorang yaitu
keteladanan, percontohan, pembiasaan, pengulangan, pelatihan dan motivasi.
1) Keteladanan Keteladanan memiliki pengertian bahwa ada hal yang dapat
ditiru atau dicontoh. Di lingkungan keluarga, seorang anak pertama sekali
mendengar, melihat dan bersosialisasi dengan orang tuanya. Apa yang
menjadi perilaku sehari-hari anak akan ditiru oleh orangtuanya. Oleh karena
itu orang tua perlu memberikan teladan yang baik bagi anak. Di lingkungan
sekolah, guru menjadi teladan bagi peserta didik sehingga guru perlu
memberikan contoh teladan yang baik bagi murid-muridnya di dalam kelas
maupun di luar kelas. Di lingkungan masyarakat, seluruh komponen yang ada
di masyarakat berperan dalam memberikan teladan yang baik bagi orang
disekitarnya.
2) Percontohan Contoh berarti demonstrasi untuk memberitahu cara melakukan
sesuatu. Percontohan dapat dilakukan dalam kehidupan sehari hari. Misalnya
ketika seorang kakak memberi tahu adiknya cara menyapu dengan baik,
otomatis si kakak harus mencontohkan hal tersebut kepada adinya. Demikian
juga karakter, percontohan dalam melaksanakan nilainilai karakter dapat
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Pembiasaan Pembiasaan merupakan proses yang dilakukan secara
berulangulang untuk membentuk sikap dan perilaku yang menetap dan pada
17 akhirnya menjadi kebiasaan. Dengan pembiasaan, karakter anak yang
dibentuk dapat menetap dalam waktu yang relatif lama karena sudah menjadi
kebiasaan. Kebiasaan seperti mengucap salam ketika berpapasan dengan
guru, membantu teman yang terjatuh dan lain sebagainya.
4) Pengulangan Pengulangan merupakan cara pembentukan karakter melalui
kegiatan/perilaku yang berkali-kali dilakukan. Seseorang terbiasa
8
melakukannya karena banyaknya kegiatan yang dilakukan. Contoh
pengulangan misalnya rajin membantu orang yang kesusahan dengan rasa
kasih saying, membersihkan rumah dengan semangat, belajar dengan gigih
dan penuh tanggung jawab.
5) Pelatihan. Pelatihan merupakan cara pembentukan karakter melalui praktik
pengetahuan/ teori karakter yang sudah dipelajari. Pelatihan juga berarti
melatih melakukan dengan sendiri segala sesuatu yang sudah dipelajari,
dilihat maupun dirasakan. Contoh pelatihan yang dapat dilakukan adalah
memberikan sumbangan/ sedekah tanpa disuruh (inisiatif).
6) Motivasi. Motivasi merupakan dukungan maupun semangat untuk
mengembangkan potensi seseorang. Motivasi diberikan agar tergerak untuk
melakukan dan memberikan dampak yang positif. 18 Pembentukan karakter
melalui cara yang disebutkan diatas dapat digunakan oleh orangtua, guru atau
siapapun agar terbentuk karakter yang diharapkan. Pembentukan karakter
dengan cara keteladanan, percontohanm pembiasaan, pengulangan, pelatihan
dan motivasi jika secara konsisten dilakukan, akan membentuk karakter
seperti yang diharapkan tersebut. Maka dari itu peneliti menjadikan beberapa
cara tersebut untuk dijadikan dalam cerita komik diantaranya adalah
keteladanan, percontohan dan motivasi.
9
yang utuh, terampil berbicara, menggunakan lambang dan isyarat yang secara
faktual diinformasikan dengan baik, manusia berkreasi dan menghargai estetika
ditunjang oleh kehidupan yang kaya dan penuh disiplin. Unsur terpenting dalam
pembentukan karakter adalah pikiran, karena pikiran merupakan pelopor
segalanya, di dalamnya terdapat seluruh program yang terbentuk dari pengalaman
hidupnya. Program ini kemudian membentuk sistem kepercayaan yang dapat
membentuk pola berpikir yang bisa mempengaruhi perilakunya. Menurut Doni
Koesoema (2010: 80), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
membentuk karakter anak, yaitu pembiasaan tingkah laku sopan, kesadaran
terhadap kebersihan, kerapian, dan ketertiban, serta pembiasaan untuk berlaku
jujur dan bersikap disiplin. Dari beberapa hal tersebut dapat disimpulkan bahwa
pembentukan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh orang tua untuk
mempengaruhi karakter anak. Orang tua membantu membentuk karakter anak
dengan memberikan keteladanan, cara berbicara atau menyampaikan sesuatu yang
baik, toleransi, dan hal yang terkait lainnya.
1) Sikap
Sikap seseorang merupakan bagian dari karakter, bahkan dianggap
cerminan karakter seseorang tersebut. Dalam hal ini, sikap seseorang terhadap
sesuatu yang ada di hadapannya, biasanya menunjukan bagaimana karakter orang
tersebut. Jadi, semakin baik sikap seseorang maka akan dikatakan orang dengan
karakter baik. Dan sebaliknya, semakin tidak baik sikap seseorang maka akan
dikatakan orang dengan karakter yang tidak baik.
2) Emosi
Emosi merupakan gejala dinamis dalam situasi yang dirasakan manusia,
yang disertai dengan efeknya pada kesadaran, perilaku, dan juga merupakan
10
proses fisiologis. Tanpa emosi, kehidupan manusia akan terasa hambar karena
manusia selalu hidup dengan berfikir dan merasa. Dan emosi identik dengan
perasaan yang kuat.
3) Kepercayaan
Kepercayaan merupakan komponen kognitif manusia dari faktor sosio-
psikologis. Kepercayaan bahwa sesuatu itu benar atau salah atas dasar bukti,
sugesti otoritas, pengalaman, dan intuisi sangatlah penting dalam membangun
watak dan karakter manusia. Jadi, kepercayaan memperkukuh eksistensi diri dan
memperkukuh hubungan dengan orang lain.
11
dunia sudah terikat perjanjian spiritual dengan Allah. Sebagaimana disebutkan dal
am al-Qur’an surat al-A’raf ayat 172:
Allah bertanya: ( َأَلْس ُت ِبَر ِّبُك ْمBukankah Aku ini Tuhanmu?) Mereka manusia menja
wab: “( ”َبلىya benar), Engkau ya Allah adalah Tuhan kami).
Pengakuan inilah yang kemudian disebut sebagai syahadat awal, lalu diper
barui ketika sudah lahir ke dunia dengan membaca dua kalimat syahadat.
Pengakuan bahwa Allah adalah Tuhan kita inilah yang disebut bahwa manusia ada
lah makhluk spiritual. Dalam hadis riwayat imam Muslim dari Abu Hurairah, dise
butkan bahwa setiap manusia lahir dalam keadaan fitrah. Fitrah yang dimaksud ad
alah akidah, yakni pengakuan bahwa Allah adalah Tuhan kita. Inilah agama, inila
h spiritual. ( أول الدين معرفة هللاAjaran awal agama adalah Mengenal Allah).
Atas dasar inilah, saya tidak sependapat dengan teori yang mengatakan ba
hwa manusia itu lahir dalam keadaan seperti kertas kosong.
Berdasarkan hadis Nabi SAW. bahwa sejak lahir manusia sudah ada bibit akidah b
awaan.
Di sinilah peran guru, ustadz, kyai, ulama, para tokoh, untuk menumbuhka
n dan mengembangkan bibit akidah spiritual itu. Kegiatan guru, ustadz dan para ul
ama itulah yang dengan pendidikan, dalam istilah agama disebut tarbiyah. Tarbiya
h artinya menumbuhkan dan mengembangkan. Seorang orang tua, ketika menitipk
an anaknya, carilah guru dan pendidikan yang bisa menumbuhkan dan mengemba
ngkan serta menyelamatkan akidah anak.
12
Setiap anak lahir, diasuh, dan dibesarkan melalui sebuah keluarga. Lingku
ngan terdekat inilah yang sangat berpengaruh pada pembentukan karakternya. Dal
am kaitan inilah, Rasulullah SAW. bersabda:
َم ا ِم ْن َم ْو ُلوٍد ِإاَّل ُيوَلُد َع َلى اْلِفْطَرِة َفَأَبَو اُه ُيَهِّو َداِنِه َو ُيَنِّص َر اِنِه َو ُيَم ِّج َس اِنه
Tidaklah seseorang itu lahir kecuali dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah
menyebabkan bisa menjadi Yahudi, Nasrani atau pun Majusi. (HR. Muslim dari A
bu Hurairah).
Kata “( ”َفَأَبَو اُهmaka, kedua orang tuanyalah) bukan hanya ayah dan ibu kan
dung saja, akan tetapi maksudnya keluarga sebagai pihak yang terdekat dengan an
ak. Orang-orang terdekat pasti ikut andil memberikan pengaruh dalam pembentuk
an kepribadian seseorang. Anak yang baru lahir, lalu kedua orang tuanya meningg
al dunia, maka pengasuhnya dan keluarga terdekat lainnya, seperti nenek, bibi, da
n lainnya yang setiap saat didengar dan dilihat, pasti berpengaruh terutama pada si
kap dan perilaku yang gampang ditiru.
Sekali lagi, fitrah yang dimaksud dalam hadis tersebut di atas adalah akida
h. Akidah itulah dasar agama. Orang tua dan keluarga sebenarnya juga sebagai gu
ru secara kodrati, karena merekalah yang diharapkan menjaga, memelihara, menu
mbuhkan, dan mengembangkan akidah anak-anaknya. Kalau pun orang tua, belu
m sanggup, maka titipkanlah anak-anaknya pada guru professional dan pihak-piha
k yang dipercaya bisa merawat dan mengembangkan akidah mereka. Para ulama b
iasa menasehati dengan kalimat: “Rumah adalah lembaga pendidikan pertama”.
3) Sahabat terdekat.
Pihak-pihak yang ikut andil berpengaruh dalam pembentukan sifat dan kar
akter anak dan seseorang adalah sahabat terdekat, sahabat setia, apalagi sahabat ya
ng dianggap sebagai kekasih. Nabi SAW. bersabda:
13
Seseorang itu mengikuti agama sahabat setianya (kekasihnya). Maka, perhatikanla
h di antara kalian, siapakah sahabat setianyaa. (HR. Abu Daud dari Abu Hurairah).
Oleh karena itu, mencari dan memilih sahabat setia perlu selektif. Bukan b
erarti mengabaikan sahabat-sahabat lainnya.
4) Lingkungan Sosial
Orang yang tinggal di suatu lingkungan sosial yang sudah terbiasa hidup te
ratur, hidup bersih, hidup disiplin, hidup saling menghargai, maka ia akan ikut den
gan kebiasaan seperti itu, walau pun yang bersangkutan tidak banyak tahu hukum
agama, tidak tahu ayat dan hadis. Mereka seperti dipaksa oleh situasi dan keadaan
untuk harus ikut dengan lingkungan sosialnya.
Beberapa tahun lalu, saya sempat berkunjung ke Kairo di Mesir, ada suatu
kebiasaan masyarakatnya yang bagus, ketika kita berada di suatu ruang public, fas
ilitas umum, misalnya di bis kota, ada seseorang sudah duduk di kursi, tiba-tiba ad
a orang tua naik dan berdiri, maka yang muda segera berdiri mempersilakan dudu
k orang yang lebih tua. Begitu juga penghargaan mereka terhadap perempuan san
gat bagus. Di halte tempat menunggu bis, masing-masing sibuk membaca al-Qur’
an dengan memegang mushaf al-Qur’an di tangan masing-masing, atau buku-buk
u. bahkan dalam bis kota, bis umum, penumpangnya masing-masing sibuk memba
ca al-Qur’an dengan mushaf di tangan masing-masing. Pemandangan seperti ini di
Kairo sudah biasa, dan akan berpengaruh kepada orang-orang yang tinggal di ling
kungan seperti itu. Kalau kebiasaan memegang mushaf dan membaca al-Qur’an di
atas bis atau di tengah-tengah keramaian seperti ini dibawa ke Indonesia atau ke P
ontianak, bisa jadi, kita akan dilihat-lihati atau diplototi, bahkan bisa jadi kita dian
ggap sok alim, karena lingkungannya belum terbiasa.
14
embuang sampah sembarangan, tidak menyeberang jalan sembarangan, tidak men
yepelekan apalagi membuang-buang waktu, dan seterusnya.
Seorang anak yang biasa hidup disiplin, teratur dan bersih di rumahnya, lal
u belajar di lingkungan lembaga pendidikan yang tidak menyiapkan tempat sampa
h, tidak menyiapkan tempat parkiran yang seharusnya, bahkan terkesan lingkunga
n jorok, maka anak tersebut ikut dan terpengaruh dengan lingkungan lembaga ters
ebut. Pendidikan sebenarnya, bukan sekedar pengajaran, akan tetapi lebih pada co
ntoh dan keteladanan.
15
mpok tertentu, maka terjadi perubahan dalam dirinya, meniru-niru apa yang sering
dibaca dari media tersebut. Akhirnya, suka berpikiran negati kepada orang lain.
Berbeda halnya, ketika bergabung dalam suatu group WhatsApp yang isin
ya banyak share tentang doa, dzikir, kata-kata bijak, nasehat, artikel, satu hari satu
ayat al-Qur’an, satu hari satu hadis, akan berpengaruh baik terhadap pembaca seti
a.
Masalah sekecil apa pun yang menimpa seseorang, apalagi sampai hidupn
ya tertekan pasti berpengaruh pada proses pembentukan kepribadian yang bersang
kutan. Mereka yang selalu ditimpa masalah, akan selalu berusaha mencari jalan ke
luarnya dengan segala upayanya. Mereka yang terbiasa menghadapi masalah, pros
es pendewasaan dirinya biasanya lebih cepat, lebih bagus, bahkan lebih matang ke
pribadiannya. Dibandingkan dengan orang yang hidupnya terbiasa dengan kenya
manan, tanpa masalah.
16
Konflik berasal dari kata configere (latin) yang berarti memukul Secara
sosiologis, definisi konflik adalah suatu proses sosial antara dua orang atau lebih
yang saling berusaha untuk menyingkirkan satu sama lain.
Soerjono Soekanto memberikan pendapatnya tentang definisi konflik
berdasarkan tujuan. Menurut Soerjono Soekanto, definisi konflik adalah
pertentangan untuk berusaha memenuhi tujuan dengan cara menentang pihak
lawan. Sesuai dengan definisi konflik oleh Soekanto, Lewis A. Coser dalam buku
The function of Social conflict, definisi konflik adalah perjuangan nilai atau
tuntutan atas status. Kemudian ditambahkan dalam definisi konflik bahwa konflik
bagian dari masyarakat yang akan selalu ada, sehingga apabila ada masyarakat
maka akan muncul konflik.
17
pertentangan untuk berusaha memenuhi tujuan dengan cara menentang pihak
lawan. Sesuai dengan definisi konflik oleh Soekanto, Lewis A. Coser dalam buku
The function of Social conflict, definisi konflik adalah perjuangan nilai atau
tuntutan atas status. Kemudian ditambahkan dalam definisi konflik bahwa konflik
bagian dari masyarakat yang akan selalu ada, sehingga apabila ada masyarakat
maka akan muncul konflik.
Dalam dunia kerja, konflik tidak bisa dihindari. Perbedaan pendapat antara
rekan kerja adalah hal yang wajar, namun jika tidak ditangani dengan baik,
konflik dapat merusak hubungan di tempat kerja dan bahkan berdampak negatif
pada kinerja individu dan organisasi secara keseluruhan.
Oleh karena itu, penting bagi setiap individu dan organisasi untuk
mengembangkan keterampilan manajemen konflik yang efektif. Artikel ini akan
menjelaskan mengenai manajemen konflik yang efektif dan memberikan panduan
tentang cara memecahkan perbedaan pendapat di tempat kerja.
18
dampak positif, seperti peningkatan produktivitas, kualitas kerja yang lebih baik,
dan suasana kerja yang harmonis. Sebaliknya, jika konflik tidak ditangani dengan
baik, dapat terjadi ketegangan di antara anggota tim, penurunan motivasi, dan
bahkan pemecatan karyawan.
d) Menjaga hubungan kerja yang positif: Ingatlah bahwa tujuan akhir adalah
mempertahankan hubungan kerja yang baik. Hindari melibatkan emosi
yang berlebihan atau sikap yang merendahkan. Berusaha untuk
menyelesaikan konflik dengan hormat dan tetap menjaga sikap
profesional.
19
e) Strategi Mengatasi Konflik yang Lebih Kompleks: Dalam beberapa
situasi, konflik di tempat kerja dapat menjadi lebih kompleks. Dalam hal
ini, beberapa strategi yang dapat digunakan adalah:
20
keterampilan manajemen konflik yang efektif. Dalam pelatihan ini,
karyawan dapat mempelajari teknik komunikasi, negosiasi, dan resolusi
konflik yang konstruktif.
Dalam dunia kerja, konflik tidak bisa dihindari. Perbedaan pendapat antara
rekan kerja adalah hal yang wajar, namun jika tidak ditangani dengan baik,
konflik dapat merusak hubungan di tempat kerja dan bahkan berdampak negatif
pada kinerja individu dan organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting
bagi setiap individu dan organisasi untuk mengembangkan keterampilan
manajemen konflik yang efektif. Artikel ini akan menjelaskan mengenai
manajemen konflik yang efektif dan memberikan panduan tentang cara
memecahkan perbedaan pendapat di tempat kerja.
21
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1) Pendidikan karakter merupakan nilai yang diperlukan dalam mewujudkan
kelangsungan hidup bangsa, yang nantinya menjadi pijakan anak
Indonesia sehingga berkembang menjadi pribadi yang berkualitas,
memilili akhlak yang baik, jujur, tanggung jawab, hormat dan disiplin.
Pendidikan ini dpat diwujudkan oleh seluruh lapisan masyarakat yang
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan mengajarkan nilai-nilai
karakter yang positif atau pembelajaran melalui pemahaman ketika
melakukan interaksi.
2) Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan
dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian
pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh,
terpadu, dan seimbang.
3) Bila pendidikan karakter telah mencapai keberhasilan, tidak diragukan lagi
kalau masa depan bangsa Indonesia ini akan mengalami perubahan menuju
kejayaan. Dan bila pendidikan karakter ini mengalami kegagalan sudah
pasti dampaknya akan sangat besar bagi bangsa ini, negara kita akan
semakin ketinggalan dari negara-negara lain.
4) Konflik adalah hal yang lumrah terjadi di dalam masyarakat, konflik
adalah salah satu bentuk suatu gejala sosial yang sering muncul dalam
kehidupan bermasyarakat yang saling berinteraksi karna dalam interaksi
seringkali masyarakat dihadapkan pada situasi konflik (pertentangan).
5) Pertentangan kepentingan yang terjadi di dalam masyarakat adalah
konflik, konflik kepentingan dapat terjadi antara individu dengan individu,
individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.Ada konflik
yang mudah berakhir, dan ada pula konflik yang berlangsung lama.
22
3.2 Saran
1) Bagi pemerintah
Pemerintah harus selalu memantau atau mengawasi dunia pendidikan,
karena dari dunia pendidikan negara bisa maju dan karena dunia
pendidikan juga negara bisa hancur, bila pendidikan sudah disalah
gunakan.
2) Bagi Instansi/ Guru
Selain mengajar, seorang guru atau orang tua juga harus mendo‟akan anak
atau muridnya supaya menjadi lebih baik, bukan mendo‟akan keburukan
bagi anak didiknya
23