Anda di halaman 1dari 8

Hubungan Timbal Balik Antar Sesama

Manusia Dengan Lingkungannya


Dosen pengampu: Fajar Kawuryan.Psi, M.SI

Disusun oleh:

1. Alfian nashr shafara 201860082


2. Esti wijayanti 201860079
3. Fakhrul riza 201860114
4. Ferma royani 201860072
5. Luthfi tri artanti 201860089
6. Muhammad dustury S 201860115
7. Muhammad fachrezy 201860088
8. M. Sabili shamil baayev 201860123
9. Ongki muhammad khairul badri 201860111
10. Pandega tegar wicaksono 201860093

Fakulas Psikologi

Universitas Muria Kudus


2018
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
BAB II

PEMBAHASAN

Pengaruh keluarga, kelompok sosial dalam pembentukan sikap

Masalah terbesar yang dihadapi oleh suatu bangsa termasuk bangsa indonesia adalah
munculnya berbagai krisis, diantaranya krisis ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan,
kemanan, dan moral. Namun diantara banyaknya krisis tersebut, yang menjadi masalah utama
adalah krisis moral. Denga adanya krisis moral akan memunculkan berbagai macam krisis
lainnya.

Banyak bukti yang menjelaskan terjadinya kerusakan moral yang terjadi di


masyarakat. Pada tingkat elit, rusaknya moral bangsa ditandai maraknya praktik Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN) pada hampir semua instansi pemerintah. Sementara di
masyarakat, ditunjukkan dengan banyaknya berbagai tindakan kejahatan ditengah-tengah
masyarakat, seperti penipuan, pencurian, penjambretan, perampokan, perkosaan, maupun
pembunuhan. Sedangkan di kalangan pelajar ditandai dengan maraknya seks bebas,
penyalahgunaan narkoba, dan tawuran.

Keberhasilan suatu bangsa dalam memperoleh tujuannya tidak hanya ditentukan oleh
melimpah ruahnya sumber daya alam, tapi juga sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya
manusianya.

Fenomena kerusakan moral tersebut menyadarkan kita akan pentingnya pendidikan


karakter. Pendidikan karakter akan efektif jika melibatkan keluarga, lingkungan sekitar,
dan masyarakat. Pendidikan karakter tidak akan berjalan dengan baik jika mengabaikan
salah satu institusi, terutama keluarga. Pendidikan informal dalam keluarga memiliki
peranan penting dalam proses pembentukan karakter seseorang. Hal itu disebabkan
keluarga merupakan lingkungan tumbuh dan berkembangnya anak sejak dini hingga
dewasa. Melalui pendidikan keluargalah karakter seseorang anak dapat terbentuk.
A. Peran keluarga dalam sosialisasi pendidikan nilai dan karakter

Definisi keluarga

Secara etimologis, keluarga adalah orang-orang yang berada dalam seisi rumah yang
sekurang-kurangnya terdiri dari suami, istri, dan anak-anak. Keluarga juga diartikan satuan
kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat. Biasanya terdiri dari ibu, bapak, dan
anak-anaknya atau orang yang seisi rumah menjadi tanggung jawabnya.

Dalam persepsi sosiologi, keluarga merupakan kelompok sosial yang ditandai oleh
tempat tinggal bersama, kerjasama ekonomi, dan reproduksi. Keluarga adalah kelompok
sosial yang dipersatukan oleh pertalian kekeluargaan, perkawinan, atau adopsi yang disetujui
secara sosial, yang umumnya secara bersama-sama menempati tempat tinggal dan saling
berinteraksi sesuai peranan masing-masing.

Satu hal yang tidak bisa lepas dari keluarga adalah tempat tinggal atau rumah. Rumah
mempunyai peran yang sangat penting dalam pembentukan karakter seseorang. Karena
rumah mempunyai fungsi diantaranya :

 Sebagai tempat berteduh dari panas dan hujan


 Sebagai tempat beristirahat setelah seharian beraktivitas
 Sebagai benteng untuk menjaga privasi seseorang
 Tempat beraktualisasi
 Tempat untuk mengekspresikan jati diri seseorang

Kondisi rumah yang berbeda antara seseorang dengan yang lain mempengaruhi
pembentukan karakter yang berbeda pula.
B. Definisi sosialisasi dalam pendidikan nilai dan karakter

Sosialisasi adalah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari
satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Karakter berasal
dari bahasa latin “charassein”, “Kharax”, dalam bahasa inggris yaitu “character”. Dan dari
kata “charassein” yang artinya mengukir, membuat tajam atau membuat dalam

Karakter juga dinilai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap individu
untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara

Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan


dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan,
yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-
norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat istiadat, dan estetika. Karakter yang tampak
dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun bertindak.

Karakter yang baik menurut Lickona, terdiri dari mengetahui yang baik (Moral
Knowing), menginginkan yang baik (Moral Feeling), dan melakukan yang baik (Moral
Action), yang dalam penjelasannya disebutkan sebagai pembiasaan dalam cara berfikir,
kebiasaan dalam hati, dan kebiasaan dalam tindakan.

Dari pengertian diatas maka sosialisasi pendidikan karakter dan nilai dapat diartikan
sebagai proses pemberian tuntutan kepada individu untuk menjadi manusia seutuhnya yang
berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa pada lingkungan tertentu,
sebagai pendidikan nilai, budi pekerti, dan juga moral yang bertujuan untuk mengembangkan
kemampuannya untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan
mewujudkan itu dalam kehidupan sehari-hari.
C. Peran Keluarga

Seorang pendidik, James Stensen mengamati bahwa para orang tua yang berhasi
membesarkan orang dewasa. Mereka memandang anak-anak sebagai orang dewasa yang
sedang berproses. Ini berarti kita perlu mengambil pandangan yang jauh. Bagaimana hal yang
kita lakukan sebagai orang tua akan mempengaruhi kararkter anak kita di masa depan?
Karakter seperti apa yang kita inginkan untuk dimiliki ketika mereka menjadi orang dewasa?
Akankah mereka akan berbakti pada orang tua dan taat beribadah?

Orang tua masa kini memberi perhatian pada sekolah yang bagus dan bergengsi untuk
membentuk anak-anaknya menjadi anak yang pandai, cerdas, dan berkarakter. Akan tetapi
harapan dari orang tua jauh dari realisasinya.

Karakter kita terdiri dari berbagai kebiasaan-kebiasaan kita. Kebiasaan yang kita bentuk
semasa anak-anak dan remaja kerap bertahan hingga dewasa. Orang tua dapat mempengaruhi
kebiasan anak mereka, baik kebiasaan baik maupun kebiasaan buruk. Pertumbuhan dan
perkembangan seorang anak sebagaimana perlakuan dan pembiasaan orangtua terhadapnya.
Anak tidak mungkin menjadi nakal dan berkepribadian buruk, tapi orang didekatnyalah yang
menjadikan anak itu nakal dan berkepribadian buruk.

Ada 11 prinsip yang didasarkan pada penelitian dan kearifan sepanjang masa yang dapat
membimbing kita dalam membangun karakter yaitu:

 Memprioritaskan pembangunan karakter


 Menjadi orang tua yang otoritatif
 Mencintai anak-anak
 Mengajarkan melalui contoh
 Mengelola lingkungan moral
 Pengajaran langsung untuk membentuk hati nurani dan kebiasaan
 Mengajarkan pertimbangan yang baik
 Disiplin serta bijaksana
 Menyelesaikan konflik secara adil
 Memberi kesempatan untuk mempraktekkan kebajikan
 Memupuk perkembangan spiritual

SKEMATA

Skemata adalah fungsi didalam otak yang berfungsi untuk mengatur, menafsirkan, dan
menarik kembali informasi. Secara singkat, skemata adalah suatu bentuk kerangka mental
(Rumelhart : 1980)

Pengertian skemata kognitif adalah suatu representasi bentuk dari ide, persepsi, dan aksi yang
diasosisasikan dan merupakan kemampuan dasar dalam pembangunan pemikiran. Skemata
ini akan selalu berkembang seiring dengan banyaknya pengalaman (Piaget : 2001)

Pengertian skemata dalam membaca adalah suatu proses mendapatkan pengetahuan awal dari
kegiatan membaca lalu kemudian membandingkan kegiatan awal tersebut dengan
pengetahuan yang baru. Skemata pada dasarnya akan mengalami perkembangan. Pembaca
akan membandingkan latar belakang pengetahuan yang sudah mereka dapatkan dengan
berbagai jenis informasi baru yang didapatkannya ketika membaca sebuah informasi yang
baru. Fungsi skemata disini adalah untuk membantu seseorang dalam memahami apa yang
terdapat dalam teks bacaan.

Skemata juga bertugas untuk mewakili bentuk dari seperangkat ide, persepsi, dan juga
diperlukan dalam dasar pembangunan pemikiran. Skemata juga berkembang sejalan dengan
kapasitas pengalaman, jadi bisa dikatakan bahwa skemata itu berjalan lurus dengan
pengalaman. Semakin banyak pengalaman, maka skemata yang terbentuk juga akan semakin
se-level dengan pengalaman.

Dalam perkembangannya, skemata sebelumnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan


dari skemata baru. Asimilasi dan akomodasi

Asimilasi adalah proses penyerapan konsep baru kedalam struktur kognitif yang sudah
dibangun atau yang telah ada, pada proses ini seseorang menggunakan kemampuan yang
dimiliki untuk menanggapi masalah yang ada di lingkungan sekitar

Sedangkan akomodasi adalah proses pembentukan skemata baru atau memodifikasi struktur
kognitif agar konsep-konsep yang baru masuk dapat terserap dan tertata dengan baik. Jadi
dalam proses akomodasi seseorang memerlukan modifikasi struktur kognitif yang sudah ada
untuk mengadakan respon terhadap tantangan lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai