CBR Pendidikan Anak Usia Dini
CBR Pendidikan Anak Usia Dini
MK. KETERAMPILAN
DASAR PAUD
PRODI S1 PGSD-FIP
SKOR :
NIM : 1233311018
OKTOBER 2023
EXCECUTIVE SUMMARY
Keterampilan dasar dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah serangkaian
kemampuan yang sangat penting dalam pengembangan awal anak. Ini mencakup
sejumlah komponen
ISBN : 978.602-444-036-7
BabII
ISI BUKU
Bab I BUKU
Definisi anak usia dini menurut National Association for the Education Young Children
(NAEYC) menyatakan bahwa anak usia dini atau "early childhood" merupakan anak yang
berada pada usia nol sampai dengan delapan tahun. Pada masa tersebut merupakan
proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek dalam rentang kehidupan
manusia. Proses pembelajaran terhadap anak harus memerhatikan karakteristik yang
dimiliki dalam tahap perkembangan anak.
Menurut Bacharuddin Musthafa (2002:35), anak usia dini merupakan anak yang berada
pada rentang usia antara satu hingga lima tahun. Pengertian ini didasarkan pada batasan
pada psikologi perkembangan yang meliputi bayi (infancy atau babyhood) berusia 0-1
tahun, usla dini (early childhood) berusia 1-5 tahun, masa kanak-kanak akhir (late
childhood), berusia 6-12 tahun.
Berbeda halnya dengan Subdirektorat Pendidikan Anak Dini Usia (PADU) yang membatasi
pengertian istilah usia dini pada anak usia 0-6 tahun, yakni hingga anak menyelesaikan
masa taman kanak-kanak. Hal ini berarti menunjukkan bahwa anak-anak yang masih
dalam pengasuhan orang tua, anak-anak yang berada dalam Taman Penitipan Anak (TPA),
kelompok bermain (play group), dan Taman Kanak-kanak (TK) merupakan cakupan
definisi ter- sebut.
Lebih lanjut, Bredekamp (1992:6), membagi kelompok anak usia dini menjadi tiga bagian,
yaitu kelompok usia bayi hingga dua tahun, kelompok usia tiga hingga lima tahun, dan
kelompok enam hingga usia delapan tahun. Pembagian kelompok tersebut dapat
memengaruhi kebijakan penerapan kurikulum dalam pendidikan dan pengasuhan anak.
Pengetahuan tentang prinsip perkembangan anak sangat penting unt diketahui agar
memperoleh gambaran secara umum perilaku anak pada tahap tertentu.
Pengetahuan ini juga bermanfaat untuk memberikan bimbingan dan rangsangan tertentu
agar anak dapat mencapai kemampuan sepenuhnya, serta memungkinkan guru
mempersiapkan kematangan yang diharapkan dari anak-anak pada usia
tertentu.Berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat sepuluh fakta prinsip- prinsip
perkembangan selama masa anak-anak. Hal ini tidak menutup kemung- kinan
ditemukannya lagi prinsip-prinsip baru sejalan dengan berlanjutnya penelitian. Sepuluh
prinsip-prinsip yang dimaksud seperti yang dikemukakan oleh Elizabeth B. Hurlock (1997:
22-47), yang menggambarkan sebagai beri- kut.
d. sikap sosial sebagal akibat dari perubahan penampilan anak, dan e. sikap budaya yang
merupakan cerminan dari orang memperlakukan anak sebagai akibat perubahan dan
penampilan.
4. Pola perkembangan dapat prediksi karena memiliki pola tertentu. Studi genetik bayi
sejak lahir hingga umur lima tahun telah menunjukkan bahwa semua anak kecil mengikuti
pola perilaku umum yang relatif beraturan. Bidang spesifik perkembangan juga mengikuti
pola yang dapat diprediksi. Ini mencakup berbagai aspek, yaitu perkembangan motorik,
perilaku, emosional, bicara, perilaku sosial, perkembangan konsep, cita- cita, minat, dan
identifikasi terhadap orang lain. Pola perkembangan tersebut dipengaruhi juga oleh
kondisi lingkungan di masa pralahir dan pascalahir.
5. Pola perkembangan mempunyai karakteristik penting yang dapat dipre- diksi.
Karakteristik yang perlu diperhatikan di antaranya sebagai berikut.
Anak usia dini (0-8 tahun) adalah individu yang sedang mengalami proses pertumbuhan
dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan se- bagal the golden age (usia
emas), yaitu usia yang sangat berharga dibanding- kan usia-usia selanjutnya. Usia
tersebut merupakan fase kehidupan yang unik. Secara rinci dapat dijelaskan karakteristik
anak usia dini sebagai berikut.
1. Usia 0-1 tahun, pada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan luar
biasa, paling cepat dibanding usia selanjutnya. Berbagai kemampuan dan
keterampilan dasar dipelajari anak pada usia ini.
2. 2. Usia 2-3 tahun, pada usia ini anak memiliki beberapa kesamaan karak teristik
dengan masa sebelumnya. Artinya, secara fisik anak masih
mengalami pertumbuhan yang pesat. Beberapa karakteristik khusus yang dilalui
oleh anak usia 2-3 tahun sebagai berikut.
3. Usia 4-6 tahun, pada usia ini seorang anak memiliki karakteristik antara lain sebagai
berikut.
berbagai keglatan. Hal itu bermanfaat utuk pengembangan otot- otot kecil maupun
besar. b. Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami
pembicaraan orang lain' dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam batas-batas
tertentu.
c. Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa ingin
tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hal Itu terlihat dari seringnya
anak menanyakan segala sesuatu yang dilih
. 4. . Usia 7-8 tahun, karakteristik perkembangan seorang anak usia 7-8 tahun antara
lain sebagai berikut.
a. Perkembangan kognitif anak masih berada pada masa yang cepat. Dari segi
kemampuan, secara kognitif anak sudah mampu berpikir bagian per bagian. Artinya, anak
sudah mampu berpikir analisis dan sintesis, serta deduktif dan induktif.
b. Perkembangan sosial, anak mulal ingin melepaskan diri dari otoritas orang tuanya. Hal
itu ditunjukkan dengan kecenderungan anak untuk selalu bermain di luar rumah bergaul
dengan teman sebaya.
c. Anak mulai menyukai permainan sosial. Bentuk permainan yang melibatkan banyak
orang dengan saling berinteraksi.
d. Perkembangan emosi anak sudah mulalterbentuk dan tampak sebagal bagian dari
kepribadian anak. Walaupun pada usia ini masih pada taraf pembentukan, namun
pengalaman anak telah menampakkan hasil.
Berbagai pendapat mengenal pengertian anak usia dini dapat dijadikan acuan untuk
memberi batasan yang jelas mengenal hakikat anak usia dini.
D. POLA PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI
Perkembangan setiap anak memiliki pola yang sama, walaupun kecepatannya berbeda.
Setiap anak mengikuti pola yang dapat diramalkan dengan cara dan kecepatannya sendiri.
Sebagian anak berkembang dengan tertib, tahap demi tahap, langkah demi langkah.
Namun, sebagian yang lain mengalami kecepatan melonjak. Di samping itu, ada juga yang
mengalami penyimpangan atau keterlambatan. Beberapa pola perkembangan tersebut
antara lain sebagai berikut.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) berdasarkan Permendikbud Nomor 146 Tahun 2014
Pasal 1 tentang Kurikulum 2013: Pendidikan Anak Usia Dini merupakan jenjang
pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar sebagai suatu upaya pembinaan yang
ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Dilakukan melalui pembe
rian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkem bangan jasmani
serta rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan
yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan sesuai d engan
keunikan dan tahap-tahap perkembangan sesuai kelompok usia yang dilalui oleh anak
usia dini seperti yang tercantum dalam Permendikbud
Bab 2 buku
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 160 Tahun
2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013 Pasal 7, yaitu satuan
pendidikan anak usia dini melaksanakan kurikulum 2013 sesual dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
146 Tahun 2014 Pasal 5 berkaitan dengan struktur kurikulum PAUD yang memuat
program-program pengembangan yang mencakup nilai agama dan moral, fisik motorik,
kognitif, bahasa, sosial emosional, dan seni. Sementara itu, kurikulum yang digunakan
untuk anak berkelainan atau berkebutuhan khusus berdasarkan Permendikbud Nomor
146 Tahun 2014 Pasal 10 bahwa kurikulum untuk anak yang berkelainan atau
berkebutuhan khusus merupakan Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Din
yang dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan potensi dan kebutuhan anak. Berdasarkan
aturan yang dijelaskan tersebut bahwa kurikulum PAUD mengacu pada peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengenali kurikulum yang
digunakan PAUD, yakni kurikulum KTSP PAUD2013 merupakan kurikulum yang digunakan
untuk dikembangkan, disusun, dan dikelolah oleh sesuai dengan kebutuhan serta kaltur
sesuai lembaga.
yang secara umum kegiatan yang dapat dilakukan di antaranya menyediakan lingkungan
kondusif bagi perkembangan dan belajar anak, mengarahkan peri- laku anak dengan
kegiatan mendidik, mengajar, serta membantu memecahkan berbagai permasalahan
yang dihadapi anak dengan bimbingan yang tepat (All Nugraha, 2005: 5-6).
Program Pendidikan Anak Usia Dini memberikan program layanan pen- didikan sekaligus
pengembangan kepada anak usia dini secara holistik dan terintegrasi. Holistik artinya
bukan hanya simulasi/rangsangan terhadap aspek pendidikan yang diberikan kepada anak
usia dini, melainkan juga terhadap aspek gizi dan aspek kesehatan, agar anak dapat
tumbuh dan berkembang se- cara optimal. Terintegrasi artinya layanan pendidikan
dilaksanakan secara ter- padu dengan berbagai layanan anak usia dini yang ada di
masyarakat, seperti posyandu, bina keluarga, balita, dan berbagai layanan anak usia dini
lainnya.
Dengan kata lain, program layanan Pendidikan Anak Usia Dini secara ho- listik dan
terintegrasi, yaitu meningkatkan pemerataan kesempatan layanan (akses) pendidikan
anak usia dini, dengan memperkuat kemampuan kelem- bagaan pemerintah pusat,
provinsi, dan kabupaten, serta meningkatkan kesa- daran masyarakat terhadap
pentingnya pendidikan anak usia dini.
Pendidikan anak usia dini dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses perawatan,
pengasuhan dan pendidikan pada anak dengan mencipta- kan suasana dan lingkungan
yang kondisif. Artinya, anak dapat mengeksplo- rasi pengalaman yang diberikan
kepadanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman belajar yang diperolehnya dari
lingkungan. Anak dapat mengeks- plorasi pengalaman melalul cara mengamati, meniru,
dan bereksperimen yang berlangsung secara berulang-ulang, dengan melibatkan seluruh
potensi, dan kecerdasan anak. Anak merupakan pribadi yang unik dan melewati berbagal
tahap perkembangan kepribadian. Untuk itu, pendidik dan orang tua dapat memberikan
kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi dirinya, tetapi hendaknya mereka tetap
memerhatikan karakter anak yang disesuaikan de- ngan tahap perkembangan
kepribadian anak.
Pendidikan anak usia dini memegang peranan sangat penting dan menentukan bagi
sejarah perkembangan anak selanjutnya, karena pendidikan
Tujuan dari pendidikan anak usia dini itu sendiri adalah mengembangkan pengetahuan
dan pemahaman orang tua dan guru, serta pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan
dan perkembangan pada anak usia dini. Dengan mengembangkan berbagai potensi anak
sejak lahir (dini), sebagai persiapan untuk hidup dan untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Artinya, membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang
tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki ke-
siapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar, serta mengarungi kehidupan
selanjutnya. Secara khusus tujuan yang ingin dicapai dari pendidik an anak usia dini ini
ialah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi perkembangan fisiologis anak usia dini dan mengap- likasikan hasil
identifikasi tersebut dalam perkembangan fisiologis yang bersangkutan.
2. Memahami perkembangan kreativitas anak usia dini dan usaha-usaha yang dilakukan
untuk pengembangannya.
4. Memahami arti bermain bagi perkembangan anak usia dini. 5. Memahami pendekatan
pembelajaran dan aplikasinya bagi pengem- bangan anak usia kanak-kanak.
Bab 3 buku
Perilaku adalah perbuatan atau tindakan seorang individu yang merupakan cerminan dari
sikapnya. Perilaku yang menyangkut tindakan fisik, yaitu perilaku yang tampak (over
behavior) atau berupa perbuatan yang dilakukan secara nyata sebagai respons atas
interalist seorang individu dengan lingkungannya yang dapat diamati. Sementara itu,
perilaku yang menyangkut aktivitas mental, yaitu perilaku pada tingkat pemikiran (covert
behavior), yang tersembunyi di dalam diri seseorang individu.
Perilaku sosial merupakan perilaku yang dilakukan secara sukarela yang dapat
menguntungkan/menyenangkan orang lain tanpa antisipasi reward eksternal, Perilaku
sosial ini dilakukan dengan tujuan yang baik. Perilaku sosial termasuk di dalamnya
menolong (helping), membantu (alding), berbag (sharing), dan menyumbang/menderma
(donating). Perilaku sosial meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau
direncanakan untuk menolong orang lain tanpa memperdulikan motif-motif penolong.
Syamsu Yusuf (2007), menyatakan bahwa perkembangan sosial merupa kan pencapaian
kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat diartikan sebagai proses
belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma norma kelompok, moral, dan tradisi
yang melebur menjadi satu kesatuan yang saling berkomunikasi dan kerja sama. Dengan
demikian, perilaku kehidupan sosial manusia tidak terlepas dari nilai dan norma yang
mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya. Adam (1983), menyatakan terdapat
tiga komponen yang memungkinkan seseorang membangun dan menjalani hubungan
yang positif dengan teman sebaya, yaitu pengetahuan tentang keadaan emosi yang tepat
untuk situasi sosial tertentu (pengetahuan sosiall.
Pada masa awal anak-anak bentuk perilaku sosial belum sedemikian berkem- bang
sehingga belum memungkinkan anak untuk menyesuaikan diri dalam bergaul dengan
teman-temannya. Periode ini merupakan tahap perkembang an yang kritis karena pada
masa inilah dasar perilaku sosial dibentuk. Dalam penelitian longitudinal terhadap jumlah
anak, Waldrop dan Haverson dalam Elizabeth B. Hurlock (1980:119), melaporkan bahwa
anak yang pada usia 2,5 tahun bersikap ramah dan aktif secara sosial akan terus bersikap
seperti in sampai dengan usia 7,5 tahun. Mereka menyimpulkan bahwa perilaku sosial
dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan anak untuk kepentingan se- lanjutnya.
Berikut ini Sujiono (2005:78), menjelaskan bahwa terdapat beberapa alasan mengapa
anak perlu mempelajari berbagai perilaku sosial.
1. Untuk anak belajar bertingkah laku yang dapat diterima lingkungannya. 2. Untuk anak
memainkan peran sosial yang dapat diterima kelompok ber- mainnya, misalnya berperan
sebagai laki-laki dan perempuan.
Dalam perkembangannya perilaku sosial, anak dapat dipengaruhi oleh bebera pa faktor,
antara lain oleh keluarga, kematangan dari status sosial ekonomi, pendidikan, serta
kapasitas mental emosi dan inteligensi.
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh ter hadap berbagai
aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara
kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses
pendidikan yang bertujuan mengembangkan ke- pribadian anak lebih banyak ditentukan
oleh keluarga, pola pergaulan, dan etika berinteraksi dengan orang lain banyak
ditentukan oleh keluarga.
2. Kematangan Diri
Untuk bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan diri baik fisik dan psi- kis
sehingga mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan mene. rima nasihat
orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu,
kematangan dalam berbahasa juga sangat menentukan.
4. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses
pengoperasian ilmu yang normatif, anak memberikan warna kehidupan sosial anak di
dalam masyarakat, dan kehidupan mereka di masa yang akan datang.
Berbagai definisi tentang kematangan sosial yang sering kali orang menyebut dengan
istilah kematangan atau kedewasaan sosial. Berbagai pendapat dan definisi menjelaskan
tentang kematangan sosial. Chaplin (1985: 433), men- definisikan kematangan sosial
merupakan suatu perkembangan keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan individu yang
menjadi ciri khas kelompoknya. De- ngan demikian, ciri-ciri kematangan sosial itu
ditentukan oleh kelompok sosial di lingkungan tersebut. Kematangan sosial seseorang
tampak dalam perilaku- nya. Perilaku tersebut menunjukkan kemampuan individu dalam
mengurus di- rinya sendiri dan partisipasinya dalam aktivitas-aktivitas yang mengarah
pada kemandirian sebagaimana layaknya orang dewasa. Dengan kata lain, kema- tangan
sosial adalah keterampilan dan kebiasaan Individu yang menjadi ciri khas kelompoknya.
Hal ini tampak pada perilaku yang menunjukkan kemandi- rian yang tercermin dalam
penerimaan sosialnya.
4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kematangan Sosial Anak Ada beberapa faktor yang
menyebabkan timbulnya perbedaan antara
keterampilan dan kematangan sosial seorang anak dengan lainnya, yaitu sebagai berikut.
a. Usta kronologis dan usta mental anal. Semakin bertambahnya usta anak, maka ta akan
semakin terampil. Arti nya, dengan semakin besar keterampilannya maka akan baik pula
kuali- tasnya.
b. Urutan anak.
Ada perbedaan perkembangan motorik anak menurut urutan kelahiran anak, yang
dikemukakan oleh Elizabeth B. Hurlock (1998; 54), bahwa perkembangan anak yang lahir
kemudian, hal ini lebih dikarenakan adanya perbedaan rangsangan yang diberikan oleh
orang tuanya. Demikian juga dengan kondisi kematangan sosial anak hal ini dipengaruhi
oleh urutan anak. Anak pertama akan lebih banyak memerankan model sosial
dibandingkan dengan anak tengah ataupun anak bungsu.
C. Jenis kelamin. Jenis kelamin membedakan pola interaksi sosial antara anak perempuan
dengan anak laki-laki. Perbedaan pola interaksi karena akan memenga- ruhi juga pada
kematangan sosial anak. Dua anak yang usianya sama, tetapi berjenis kelamin yang
berbeda maka kematangan sosialnya pada aspek-aspek tertentu juga berbeda.
d.Keadaan sosial ekonomi. Kondisi perekonomian orang tua (keluarga) akan berdampak
pada sikap Interaksi sosial anak. Hal ini dapat digambarkan bahwa anak-anak yang
memiliki kepercayaan diri yang lebih baik maka anak akan memiliki kepercayaan diri yang
lebih baik pula. Pendapat seperti yang dikemukakan oleh Zakiah Daradjat (2008):
Anak-anak yang mampu secara ekonomi akan memiliki berbagal kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan sosialnya sehingga dapat merasakan berbagal kesempatan
dan kondisi l
ingkungan yang berbeda.
Bab 4 buku
Kemandirian (autonomi) harus mulai diperkenalkan kepada anak sedini mung- kin.
Dengan menanamkan kemandirian akan menghindarkan anak dari sifat ketergantungan
pada orang lain, dan yang terpenting dalam menumbuhkan keberanian anak dilakukan
dengan memberikan motivasi pada anak untuk terus mengetahui pengetahuan-
pengetahuan baru melalui pengawasan orang tua.
Menurut Zimmerman yang dikutip oleh Tillman dan Weiss (2000) bah- wa anak yang
mandiri itu adalah anak yang mempunyai kepercayaan diri dan motivasi intrinsik yang
tinggi. Zimmerman yakin bahwa kepercayaan diri dan motivasi intrinsik tersebut
merupakan kunci utama bagi kemandirian anak. Dengan kepercayaan dirinya, anak berani
tampil dan berekspresi di depan orang banyak atau di depan umum. Penampilannya tidak
terlihat malu-malu, kaku, atau canggung, tetapi ia mampu beraksi dengan wajar bahkan
menge- sankan. Sementara itu, motivasi intrinsik atau motivasi bawaan dapat mem- bawa
anak untuk berkembang lebih cepat, terutama perkembangan otak atau kognitifnya. Anak
yang memiliki motivasi tinggi ini dapat terlihat dari perilaku- nya yang aktif, kreatif, dan
memiliki sifat ingin tahu (curiositas) yang tinggi. Anak tersebut biasanya selalu banyak
bertanya dan serba ingin tahu, selalu mencobanya, mempraktikkannya, dan mencoba
sesuatu yang baru.
Sementara itu, menurut Pintrich (1999), anak mandiri itu adalah anak yang mampu
menggabungkan motivasi dan kognitifnya sekaligus. Artinya
1. Anak-anak didorong agar mau melakukan sendiri kegiatan sehari-hari yang la jalani,
seperti mandi sendiri, gosok gigi, makan sendiri, bersisir, dan berpakaian segera setelah
mereka mampu melakukan sendiri.
2. Anak diberi kesempatan sesekali mengambil keputusan sendiri, seperti memilih baju
yang akan dipakai. 3. Anak diberi kesempatan untuk bermain sendiri tanpa ditemani
sehingga terlatih untuk mengembangkan Ide dan berpikir untuk dirinya. Anak agar tidak
terjadi kecelakaan maka atur ruangan tempat bermain sehingga tidak ada barang yang
membahayakan.
membuat kesalahan.
5. Ketika bermain bersama bermainlah sesuai keinginan anak. Akan tetapi, apabila anak
tergantung pada kita maka beri dorongan untuk berinisiatif dan dukung keputusannya.
7. Melatih anak untuk mensosialisasi diri sehingga anak belajar menghadapi problem
sosial yang lebih kompleks. Apabila anak ragu-ragu atau takut cobalah menemaninya
terlebih dahulu sehingga anak tidak terpaksa.
8. Anak yang lebih besar, mulai ajak anak untuk mengurus rumah tangga, seperti
menyiram tanaman, membersihkan meja, dan menyapu ruangan. 9. Ketika anak mulai
memahami konsep waktu dorong mereka untuk me- ngatur jadwal pribadinya, seperti
kapan akan belajar, dan bermain. Orang tua bisa mendampingi dengan menanyakan
alasan-alasan pengaturan waktunya.
D. FAKTOR YANG MENDORONG TUMBUHNYA KEMAN. DIRIAN ANAK
Kemandirian sangat dipengaruhi oleh kepercayaan diri. Dalam riset terbaru mengenal
perkembangan kepercayaan diri dan kepercayaan antara anak dengan orang tua
ditemukan bahwa anak merasa aman maka anak akan lebih mau melakukan penjelajahan
sendiri, lebih mampu mengelola stres mempelajari keterampilan baru, dan berhubungan
dengan orang lain, serta memiliki kepercayaan lebih bahwa mereka cukup kompeten
untuk menghadapi lingkungan yang baru.
Untuk mendorong pertumbuhan dan kemandirian anak, Tracy Hogg dan Melinda Blau
dalam bukunya "Secrets of the Baby Whisperer for Toddlersa" mem perkenalkan konsep
baru yang disebut dengan HELP (Hold your self back, En courage exploration, Limit, and
Praise), menjelaskan lebih lanjut bahwa dengan menahan diri kita akan mengumpulkan
banyak informasi dengan memerhati- kan, mendengarkan, dan menyerap seluruh gambar
untuk menentukan karak- ter anak sehingga dapat mengantisipasi kebutuhan dan
memahami proses re- spons anak tersebut pada lingkungan sekitar. Dengan menahan
diri, kita juga dapat mengirimkan sinyal bahwa la kompeten dan kita mempercayai anak
melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya.
Ratnaningsih (2007: 50), terdapat tiga tahap kemandirian belajar, sebagai berikut.
1. Berpikir jauh ke depan. Dalam hal ini anak merencanakan perilaku kemandi- rian
dengan cara menganalisis tugas dan menentukan tujuan-tujuan.
Bab 5 buku
Para ahli memiliki pandangan yang berbeda dalam mengartikan bimbingan sesusai
dengan cara pandang dan teori yang digunakannya. Crow & Crow dalam Umar dan
Sartono (2001:9), menjelaskan bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh
seseorang baik pria maupun wanita, yang memiliki pribad baik dan pendidikan yang
memadai kepada seorang individu dari setiap usia untuk menolongnya, mengembangkan
kegiatan-kegiatan hidupnya sendir membuat pilihannya sendiri, dan memikul bebannya
sendiri.
Menurut Stone dan Shertzer dalam Yusuf Gunawan (2001:40), bimbingan adalah "process
of helping individuals to understand themselves and their world", yaitu suatu proses
untuk menolong individu agar memahami diri mereka dan dunia mereka. Sejalan dengan
pendapat Stone, Dewa Ketut Sukardi (1999:65) mengartikan bimbingan sebagai
pemberian bantuan oleh seseorang kepada orang lain dalam menentukan pilihannya,
penyelesaian, dan pemecahan per masalahan yang bertujuan membantu seseorang agar
bertambah kemampuan dan bertanggung jawab atas dirinya.
Pengertian bimbingan tentu bukan cukup dengan memahami definisi dari bimbingan itu
sendiri, melainkan juga perlu memahami pengertian bimbingan orang tua terhadap
perilaku kemandirian anak usia diri.
Orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam menumbuhkem bangkan
kemandirian anak usla dini karena orang tua selain sebagal pemimpi juga sebagai guru
pertama, pembimbing, pengajar, fasilitator, dan sebaga teladan bagi anak-anaknya.
Anak adalah perwujudan cinta kasih orang tua, dan orang tua untuk menjadi
pelindungnya. Dengan memiliki anak mengubah banyak hal dalam kehidupan orang tua,
dan pada akhirnya mau tidak mau, suka atau tidak, orang tua dituntut untuk siap menjadi
orang tua yang harus dapat mempersiapkan anak-anak agar dapat menjalankan
kehidupan masa depan mereka dengan baik.
Dalam perannya sebagai guru pertama, orang tua harus memerhatika masa depan anak-
anak agar dapat menjadi penerus bangsa. Bagi orang tu yang mengirimkan anak-anak ke
sekolah merupakan sebuah kewajiban yang disertal harapan-harapan agar anak dapat
memperoleh wawasan, dunia baru hidup bersosial, dan ilmu-ilmu yang diterima guna
mempersiapkan mereka menghadapi masa depan dengan baik. Sekolah bagi anak
merupakan dunia baru, suatu aktivitas baru, dan lingkungan baru. Fenomena yang terja
banyak anak-anak ketika awal-awal masuk Taman Kanak-Kanak (TK), merek menangis,
diantar, dan ditunggul orang tuanya, saudara, atau pembantuma ketika anak berada di
sekolah karena mereka memiliki ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran akan situasi
baru. Orang tua perlu mempersiapkan menta anak dengan baik untuk masuk dunia baru.
Orang tua sebagai pendidik memiliki kewajiban dalam memberikan beh dan landasan bagi
pendidikan, serta kehidupan anaknya di masa depan.
Orang tua adalah guru yang pertama dan utama bagi anak-anaknya. Orang tua memiliki
peranan yang strategis dalam membimbing dan menumbuhkan perilaku kemandirian
anak. Bentuk-bentuk bimbingan orang tua untuk menumbuhkembangkan kemandirian
anak menurut Musthafa (2008), antara lain memberikan pilihan, pujian yang tulus,
dukungan, komunikasi dengan baik dan dialogis, memberikan keteladanan, pemecahan
masalah, pemahaman terhadap anak, dan pembiasaan. Berikut Ini penjelasan dari
Musthafa di atas.
Pujian dan penghargaan yang tulus diberikan kepada anak ketika menda- patkan prestasi
atau melakukan sesuatu yang baik sesuai dengan norma yang disepakati. Demikian juga
ketika anak gagal setelah anak berusaha keras untuk mendapatkannya. Hal ini dapat
membantu menumbuhkan kemandiran pada diri anak.
Para ahli dengan beragam pendapat dalam mengartikan bimbingan guru sesual dengan
pendekatan, wawasan, dan disiplin keilmuannya. Syaiful Bahri Djamarah (2005:4),
mengatakan bimbingan guru adalah upaya yang dilakukan guru dalam menanamkan
sejumlah norma ke dalam jiwa anak didik agar menjadi orang yang berilmu pengetahuan,
mempunyai sikap dan watak yang baik, yang cakap dan terampil, bersusila, dan berakhlak
mulia. Adapun bimbingan guru menurut Ernawulan Syaodih (2005:137), adalah bantuan
yang diberikan guru di Taman Kanak-Kanak (TK) terhadap anak didik baik bagi anak yang
dianggap mempunyai masalah maupun anak yang tidak menunjukkan adanya masalah
anak didik untuk mencapai perkembangan yang optimal.
Berdasarkan pendapat di atas maka bimbingan guru adalah proses bantuan yang
diberikan oleh guru kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi secara optimal
agar mereka memiliki ilmu pengetahuan, sikap, keterampilan, dan berakhlak mulia.
Dalam upaya mengembangkan potensi kemandirian anak agar lebih optimal, guru perlu
memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan berkomunikasi dalam membimbing anak
didiknya sehingga mampu menja- lin hubungan yang harmonis dengan anak, serta
memfasilitasi perkembangan anak.
Tujuan umum adanya bimbingan di lembaga pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) sebagai
upaya memberikan arahan dan membantu anak didik lebih mengenal dirinya secara lebih
baik dan sempurna.
Guru adalah suri teladan (uswah) seluruh kepribadiannya adalah teladan yang baik bagi
anak didiknya. Setiap perbuatan yang diucapkan dan dilakukan guru akan menjadi contoh
teladan bagi anak didiknya. Dari profil guru yang mulia itulah akan terlahir pribadi anak
didik yang berakhlak mulia. Untuk itu, seorang guru tidak boleh berbuat atau berucap
yang mengarah pada hal-hal yang negatif karena dalam setiap langkah, ucapan dan
perbuatannya selalu dinilai, serta menjadi teladan bagi anak didiknya, bahkan menjadi
figur seorang yang memiliki kepribadian yang baik dan contoh tauladan bagi masyarakat
sekitarnya.
Untuk itu, kualifikasi akademik pendidik atau guru pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
sesual aturan yang telah ditetapkan dalam Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014 Pasal
25 Ayat (1) sebagai berikut.
1. Memiliki ijazah Diploma empat (D-IV) atau Sarjana (S-1) dalam bidang pendidikan anak
usia dini yang diperoleh dari program studi terakredi- tasi.
2. Memiliki Ijazah Diploma empat (D-IV) atau Sarjana (S-1) kependidikan lain yang relevan
atau psikologi dan memiliki sertifikat Pendidikan Profesi Guru (PPG) PAUD.
Tugas dan tanggung jawab guru dalam pengembangan profesi menurut Udin Syaefudin S.
(2009: 32), terdiri atas enam peran, yakni guru sebagai penga- Jar, pembimbing,
administrator kelas, pengembang kurikulum, pengembang profesi, dan membina
hubungan dengan masyarakat. Kaitannya dengan tu gas guru sebagai pembimbing, guru
hendaknya mampu memberikan bantuan kepada siswa dalam memecahkan masalah
yang dihadapinya. Tugas ini meru pakan aspek mendidik sebab bukan hanya berkenaan
dengan penyampaian ilmu pengetahuan, melainkan juga menyangkut pembinaan
kepribadian dan pembentukan nilai-nilai para siswa,
Taman Kanak-Kanalt merupakan lingkungan tempat siswa belajar untuk hidup bersama
dalam cara berpikir yang positif, kreatif, dan saling membantu antara guru dengan siswa,
siswa dengan siswa yang lain.
Menurut Kartadinata (2003), bahwa hubungan guru dengan siswa terdiri atas empat
macam, yaleni terbuka dan demokratis, menghargal perbedaan In- dividu, mampu
menyembunyikan perasaan sedih atau gembira, tetapi menun Jukkan sikap wajar atau
emosi yang stabil, serta hangat dan menyenangkan.
Sementara itu, perilaku guru terhadap peserta didik dalam proses belajar mengajar terdiri
atas empat macam, yaltu merangsang inisiatif dan partisipasif; adil dan bijaksana;
bersikap positif terhadap siswa; memberikan informasi secara luas, dalam, dan jelas, dan
objektif dalam menilai hasil belajar.
Bentuk-bentuk bimbingan atau layanan guru terhadap anak didiknya sangat banyak,
hampir meliputi seluruh aspek kehidupan anak didik itu sendiri. Guru di sekolah esensinya
sebagai pengganti orang tua anak didik, yang menggan tikan posisi orang tua dalam
memberikan nasihat kepada anak didik. Dengan melakukannya penuh kasih sayang
sebagaimana orang tua anak didik di ru mah. Guru juga harus memberikan layanan dan
pemecahan masalah yang di hadapi oleh peserta didik, seperti dalam kesulitan belajar,
memberikan solus kepada anak didik yang mempunyai masalah dengan temannya dalam
ber main atau bergaul, serta masalah-masalah lain yang dapat memengaruhi dan
mengganggu kelancaran belajar.
Bab 7 buku
Kreativitas merupakan salah satu Istilah yang sering digunakan dalam pene- Inian
psikologi masa kini dan sering digunakan dengan bebas di kalangan orang awam. Dedi
Supriadi (1994:6), menyatakan bahwa kreativitas merupa- kan ranah psikologis yang
kompleks dan multidimensional. Banyak definisi tentang kreativitas, namun tidak ada satu
definisi pun yang dapat diterima secara universal.
Kreativitas merupakan suatu konsep yang dapat dijelaskan dari berbagai sudut pandang.
Sudut pandang tersebut akan memengaruhi arti kreativitas. Selain itu, kreativitas juga
berdimensi sangat luas. Artinya, cakupannya meli- puti segenap potensi manusia.
Misalnya, Wahyudin (2003: 55) menyebutkan kre kreativitas. Selain itu, kreativitas juga
berdimensi sangat luas. Artinya, cakupannya meli- puti segenap potensi manusia.
Misalnya, Wahyudin (2003: 55) menyebutkan kreativitas merupakan daya cipta dalam arti
seluas-luasnya, yang memadu- kan pemikiran, imajinasi, ide-ide, dan perasaan-perasaan
yang memuaskan. Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kreativitas
diar- tikan sebagai kemampuan untuk mencipta atau daya cipta. Arti kreativitas di-
maknal sebagai kemampuan seseorang atau individu dalam menciptakan atau
menghasilkan kreasi baru, menemukan cara baru dalam melakukan sesuatu agar lebih
mudah, efisien, dan efektif. Kreativitas juga blasa dimaknal sebagal upaya
mengembangkan cara lama atau penemuan lama yang sudah dianggap lama atau
ketinggalan zaman dan tidak efektif lagi.
Kreativitas merupakan salah satu potensi yang dimiliki anak yang perlu dikembangkan
sejak usia dini. Setiap anak memiliki bakat kreatif yang dapat dikembangkan sejak usia
dini. Bakat kreatif anak yang tidak dikembangkan sejak dini maka bakat tersebut tidak
berkembang secara optimal. Oleh sebab itu, diperlukan upaya pendidikan yang dapat
mengembangkan kreativitas anak.
C. CIRI-CIRI KREATIVITAS
titas dapat terwujud dalam segi lehidupan, di mana saja dan oleh siapa sa tidak
tergantung pada usia, jenis kelamin, headaan sosial ekonomi atau
tingkat pendidikan tertentu. Namun, bakat kreatif perlu dilatih dan dipupuk, serta
dikembangkan sejak usia dini.
Bachrudin Musthafa (2008: 78), menyebutkan bahwa kreativitas dapat dipahami melalui
batasan-batasan sebagai berikut.
Salah satu prinsip pendidikan anak usia dini adalah bertujuan untuk merang- sang
munculnya kreativitas dan inovatif, serta mengembangkan kecakapan hidup anak.
Rangsangan yang diberikan bersifat menyeluruh dan mencakup semua aspek
perkembangan anak. Kreativitas merupakan salah satu kemam- puan yang akan
ditingkatkan dalam program pembelajaran.
Setiap orang pada dasarnya memiliki potensi kreatif dan kemampuan mengungkapkan
dirinya secara kreatif dalam bidang dan kadar yang berbeda- beda. Hal yang utama dalam
proses pendidikan adalah bakat kreatif dapat ditingkatkan dan dikembangkan. Untuk itu,
perlu ditumbuhkan suasana kelas yang menghargai dan memupuk kreativitas dalam
segala aspek.
E. PENGUKURAN KREATIVITAS
Menurut Dedi Supriadi (2001: 24), ada lima macam pendekatan dalam me nilai
kreativitas, yaitu analisis objektif terhadap produk kreatif, pertimbangan subjektif,
inventori kepribadian, Inventori biografis, dan tes kreativitas. Per- tama, Analisis objektif.
Pendekatan analisis objektif adalah pendekatan yang bermaksud untuk menilai secara
langsung kreativitas suatu produk berupa benda atau karya-karya kreatif lain yang dapat
diobservasi wujud fisiknya. Kelebihan analisis objektif lalah metode ini secara langsung
menilai kreativitas yang melekat pada objeknya, yaitu karya kreatif. Kelemahannya ialah
metode Ini hanya dapat digunakan terbatas pada produk-produk yang dapat diukur
kualitas intrinsiknya secara statistik dan tidak mudah melukiskan kreativitas suatu produk
berdasarkan rincian yang benar-benar bebas dari subjektivitas.
merupakan potensi yang dimiliki seseorang yang dapat dikem. bangkan. Dalam
mengembangkan kreativitas tersebut, terdapat faktor-faktor yang dapat mendukung
upaya menumbuhkembangkan kreativitas. Faktor- faktor yang dapat mendukung atau
mendorong munculnya kreativitas terse- but adalah lingkungan keluarga, sekolah,
maupun lingkungan masyarakat. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah adanya
kebebasan dan keamanan psikologis dalam diri anak untuk mengembangkan kondisi bagi
perkembang. an kreativitas. Di lingkungan sekolah, misalnya anak akan merasa bebas se-
cara psikologis jika terpenuhi suasana dan kondisi sebagai berikut.
1. Guru menerima anak sebagaimana adanya, tanpa syarat dengan segala kelebihan dan
kekurangannya, serta memberikan kepercayaan bahwa pada dasarnya anak baik dan
mampu. 2. Guru mengusahakan suasana agar anak tidak merasa dinilai dalam arti
yang bersifat mengancam. 3. Guru memberikan pengertian dalam arti dapat memahami
pemikiran, perasaan dan perilaku anak sehingga guru dapat merasakan diri dalam situasi
anak dan melihat dari sudut pandang anak.
Lingkungan (termasuk orang tua dalam keluarga dan guru di sekolah) berperan penting
untuk mengembangkan dan mengoptimalkan potensi- potensi kreatif pada anak. Hal Ini
dapat dilakukan dengan cara menstimulasi anak dengan mengajak berpikir kreatif.
Menurut Mayang Sari (2009:29), bentuk-bentuk peran lingkungan dalam
mengembangkan kreativitas anak sebagai berikut.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai perlakuan dan tindakan anak dengan
berbagai pola dan tingkah lakunya. Artinya, ekspresi kreativitas anab kerap menimbulkan
efek kurang berkenan bagi orang tua. Misalnya, orang tua melarang anak merobek-robek
kertas karena takut rumah jadi kotor, atay berteriak, marah-marah saat anak main pasir
karena takut kena kuman. Padahal tiap anak memiliki ekspresi kreativitas yang berbeda,
ada yang terlihat suka mencoret-coret, beraktivitas gerak, berceloteh, dan melakukan
eksperimen. Penyikapan orang tua seperti itu berarti merupakan salah satu contoh darl
sekian banyak faktor yang menghambat kreativitas seorang anak.
Bab 8 buku
Bermain merupakan suatu kegiatan yang melekat pada diri anak karena be main
merupakan kodrat bagi setiap anak. Solehuddin (2000:85) menyata
kan bahwa bermain dapat dipandang sebagai suatu kegiatan yang bersifat
dunt, spontan, terfokus pada proses, memberi ganjaran secara intrinsik, menyenangkan
dan fleksibel. Selain itu, bermain bagi anak merupakan upaya menuhi tiga kebutuhan
sekaligus yaitu kebutuhan fisik, emosi, dan stimu pendidikan.
Bermain merupakan salah satu sarana untuk belajar mengembangkan akal da fisik,
bahkan merupakan sarana pengembangan pengetahuan, pembentuk kepribadian dan
akhlak, serta sarana mendidik potensi kehidupan, Tokoh terkemuka Imam al-Chazali
dalam Wahyudin (2003: 59), juga menekankan pentingnya bermain bagi anak, la
menyatakan bahwa anak usia dini hendaknya diberi kesempatan bermain. Melarang
bermain dan menyibukkannya dengan
demi sedikit meny
puan sosialnya
E. MACAM-MACAM PERMAINAN
Bentuk permainan anak tentu sangat bervariasi Jenis dan bentuk permainan antara satu
dengan lainnya baik antardaerah etnis maupun bangsa. Ki Hajar Dewantara (1948:21),
menulis bahwa H. Overbeck telah menghimpun ragam permainan dan nyanyian anak-
anak yang ada di Indonesia. Setiap waktu per mainan baru akan muncul sehingga jenis
permainan semakin hari semakin ber tambah seiring dengan perubahan zaman. Namun,
menurut Suyanto (2005: 123), dari berbagai jenis permainan, pada dasarnya jenis
permainan anak da- pat dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu sebagai berikut.
1. Permainan fisik, yaitu permainan yang banyak menggunakan kegiatan fisik, seperti
bermain kejar-kejaran. 2. Lagu anak-analı, yaitu lagu yang dinyanyikan sambil bergerak,
menari,
3. Bermain teka-teki dan berpikir logis matematis, yaitu permainan yang tujuannya
mengembangkan kemampuan berpikir logis dan matematis. 4. Bermain dengan benda-
benda, yaitu bermain dengan objek seperti air, pasir,
dan balok yang dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan. 5. Bermain peran,
yaitu permainan untuk mengembangkan kemampuan bahasa, homunikasi, dan
memahami peran-peran dalam masyarakat.
Bab 9
Pembelajaran menurut Nana Sudjana (1991: 5), berasal dari kata belajar, yang artinya
suatu perubahan yang relatif permanen dalam suatu kecende- rungan tingkah laku
sebagai hasil dari praktik atau latihan. Perubahan tingkah aku individu sebagal hasil
belajar ditunjukan dalam berbagai aspek, seperti perubahan pengetahuan, pemahaman,
persepsi, motivasi atau gabungan dari aspek-aspek tersebut.
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidik an Nasional Pasal
1, bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
B. PENDEKATAN PEMBELAJARAN
Pendekatan pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh dan peserta didik
dalam mencapai tujuan instruksional untuk satuan instruk sional tertentu. Pendekatan
pembelajaran tentu tidak harus menggunakan pendekatan tertentu, tetapi sifatnya lugas
dan terencana. Artinya, menta suatu pendekatan harus disesuaikan dengan kebutuhan
tertentu. guru
Menurut Santoso (2002: 2), ada tiga cara pendekatan yang dapat dilaku kan oleh pendidik
dalam melakukan pembelajaran sesuai dengan situasi, tu juan, usia, tingkat kematangan,
dan etika. Ketiga pendekatan tersebut adalah (1) otoriter, yaitu cara mendidik yang
bersifat keras, tegas, dan harus dilaku- kan oleh anak setelah diperitah oleh pendidik; (2)
permisif, yaitu lebih banyak memberikan kebebasan pada anak untuk bertindak, berbuat
dan bereksprest (3) demokratis, yaitu memberikan kesempatan pada anak untuk
menampilkan kreativitasnya, tetapi dengan penuh bimbingan pendidik.
Sebagaimana telah diketahui bahwa pembelajaran bagi anak usia dini berbeda dengan
pembelajaran usia lainnya sehingga pendekatan yang digunakan dalam mendidik anak
usia dini pun disesuaikan dengan kondisi perkembangan anak. Berikut ini pendekatan
yang dapat digunakan dalam pembelajaran bagi anak usia dini menurut Direktorat
Pendidikan Anak Dini Usia (2005:5)
C. METODE PEMBELAJARAN
Metode pembelajaran adalah suatu cara atau prosedur yang ditempuh pendidik dalam
mengelola pembelajaran yang efektif dan efisien. Sesual dengan tuntutan dan
karakteristik berbeda antara anak dengan orang dewasa. Untuk itu, guru perlu
menyiapkan suatu metode pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan dunia anak secara
optimal sehingga diharapkan tumbuhnya sikap dan kebiasaan berperilaku positif, yang
mendukung pengembangan berbagai potensi dan kemampuan anak.
Anak usia dini merupakan masa atau kesempatan emas bagi anak untuk belajar. Oleh
sebab itu, kesempatan ini hendaknya dimanfaatkan sebaik- baiknya untuk proses belajar
anak. Mereka mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Hal ini ditandai dengan suka
mencoba hal-hal yang baru la kenal dan banyak bertanya.
Orang tua dan pendidik harus memerhatikan cara belajar pada anak usia dini bukan
berorientasi dalam mengejar prestasi, meliankan orientasi belajar
Okhas paling penting dalam proses pembelajaran pada anak usia dini atau pada TK adalah
pembelajaran melalui bermain. Sesuai dengan kodratnya bahwa setiap anak menyukal
bermain. Anak usia dini sebagian besar menghabiskan waktunya untuk bermain, baik
sendiri, dengan teman sebaya, maupun dengan sang yang lebih dewasa. Bentuk
permainannya pun juga beragam. Berdasarkan leomena tersebut, para ahli pendidikan
dan psikologi menentukan bahwa bermain merupakan faktor penting dalam kegiatan
pembelajaran pada anake adini. Oleh karena itu, bermain menjadi esensi dan harus
menjadi jiwa dari gap kegiatan pembelajaran anak usia dini.
Kegiatan bermain pada anak perlu mendapat perhatian oleh para pen- Pembelajaran
pada anak usia dini banyak yang terstruktur dan formal hingga membuat anak untuk
bermain sambil belajar semakin sempit. Efek ng ditimbulkan kemudian pada anak adalah
rasa bosan dan jenuh karena lam benak mereka yang terbayang hanya belajar, tampil ke
depan disuruh pni untuk menulis, membaca, dan menghitung. Akibatnya, kurang ada
herinduan dalam benak anak untuk pergi ke sekolah karena merasa senang
sumber daya alam
Kompetensi pembelajaran pendidikan pada anak usia dini terdiri dari aspek moral agama,
sosial emosional, bahasa, fisik motorik, kognitif, dan seni Tujuan pembelajaran pada anak
usia dini ini harus dikemas secara khusus,
dengan tujuan pembelajaran yang bersifat menank dengan seluruh program
pembelajaran
Pembelajaran yang diberikan kepada anak harus berdasarkan kebutuhan menyeluruh dan
dijabarkan be dalam tujuan yang lebih spesif mencaleup aspek-aspek sebagai berikut
yang berguna
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan
yang menitikberatkan siswa ke arah pertumbuhan, perkembangan fisik (koordinasi,
motorik halus, dan kasar) dan kecerdasan (daya pikir, daya kreasi, kecerdasan emosi, dan
kecerdasan spiritual). Lingkup materi meliputi program pengembangan yang disajikan
dalam bentuk tema dan subtema. Tema dan subtema tersebut disesuaikan dengan tahap
perkembangan anak, karakteristik, kebutuhan, dan budaya lokal. Pelaksanaan tema dan
subtema pada anak usia dini dilakukan melalui bermain dan pembiasaan. Tema dan
subtema tersebut kemudian dikembangkan melalui muatan unsur-unsur nilal agama dan
moral, kemampuan berpikir, berbahasa, sosial-emosional, fisik motorik, dan seni.
an kompetensi dan hasil belajar yang meliputi: 1. pengembangan nilai agama dan moral,
2. pengembangan fisik,
3. pengembangan bahasa,
4. pengembangan kognitif,
5. pengembangan sosial emosional, dan 6. pengembangan seni (estetik).
Dari keenam aspek perkembangan tersebut, dapat dikelompokkan men jadi dua
kelompok, yaitu bidang pengembangan pembentukan perilaku
Bab 10 buku
Istilah literasi (literacy) sudah berkembang cukup lama. Makna literasi mengalami
perubahan dari waktu ke waktu sehingga didefinisikan dengan cakupan yang sangat luas.
Bloome dalam Suyanto (2005: 35), mengatakan bahwa literasi itu sifatnya dinamis dan
relatif sehingga hanya dan dari suatu negara atau budaya ke negara atau budaya yang
lain. Sementara itu, menurut Graff dan Gee, literasi bukan suatu keterampilan atau
fenomena tunggal. Uterasi merupakan konsep yang tidak pernah berakhir. Dinamis dan
relatifnya pengertian literasi tersebut lebih lanjut tampak pada bahasan pengertian
berikut ini.
B. LITERASI DINI
Uterasi dini (emergent literacy) adalah suatu pembentukan keterampilan baca Tulls yang
diketahui awal sebelum anak sekolah. Kemampuan awal anak dalam hal baca tulis lahir
karena keingintahuan anak dan kemauan yang tinggi untuk mengetahui sesuatu. Selain
itu, anak yang bermain dengan temannya atau saudaranya yang sudah mampu baca tulis
juga dapat mendorong anak berkeinginan untuk mampu melakukan baca tulis. Tole &
Sulzby dalam Cooper (1997:9) mengemukakan:
Emergent literacy is the idea that children grow into reading and writing with no real
beginning or ending point, that reading and writing develop concurrently, Interrelated,
and according to no one "right" sequence, or order. This process begins log before
children enter school, through their interactions with peers and adults.
C. PERKEMBANGAN BAHASA ANAK USIA DINI
Pengetahuan tentang perkembangan bahasa anak usia dini akan sangat membantu
tercapainya pembelajaran keterampilan dasar bahasa yang optimal. Bagi orang tua dan
guru, pemahaman tentang perkembangan bahasa anal sta dini sangat diperlukan untuk
membantu mereka dalam meningkatkan perkembangan kemampuan bahasa anak
tersebut.
Secara naluriah, anak memiliki potensi untuk berkomunikasi dengan ling kungan yang
telah diwujudkan sejak lahir. Berikut ini beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
perkembangan bahasa anak.
Pakar bahasa Naom Chomsky dalam Santrok (1995: 180), yakin bahwa manusia terikat
secara biologis untuk mempelajari bahasa pada waktu tertentu dan dengan cara tertentu.
Lebih lanjut Chomsky menyatakan bahwa hal yang tidak dapat ditolak pada evolusi
biologis membentuk manusia menjadi makhluk linguistik, la mengatakan bahwa anak-
anak dfahirkan ke dunia dengan alat penguasaan bahasa Language Acquisition Device
(LAD), yaitu suatu keterikatan biologis yang memudahkan anak un- tuk mendeteks
kategori bahasa tertentu, seperti fonologi, sintaksis, dan semantik, LAD menurut Chomsky
lalah suatu kemampuan tata bahasa bawaan yang mendasari semua bahasa.
Hal senada juga diungkapkan oleh Dodge (1998: 15), yang menyatakan "young children
learn by actively exploring and interacting with their physical environment. A well-
organized and rich environment enhances learning and growth". Dodge menggambarkan
bahwa anak-anak belajar melalui eksplorasi dan Interaksi dengan lingkungannya, dalam
rangka memperkaya pengalaman dan
Beberapa ahli berpendapat bahwa bahasa merupakan kemampuan yang di- bawa sejak
lahir, sedangkan para ahli lain berpendapat adanya pengaruh fak- tor baik eksternal
maupun internal terhadap kemampuan bahasa. Uraian di bawah ini akan menjelaskan
beberapa teori pengembangan bahasa yang sehu- bungan dengan adanya perbedaan
pendapat di antara para ahli tersebut.
1. Teori Nativis
Salah satu teori yang paling terkenal dalam teori pembelajaran keterampilan dasar
bahasa ini adalah teori Nativis. Teori Nativis ini berpandangan bahwa ada unsur
keterkaitan yang erat antara faktor biologis dengan perkembangan bahasa. Menurut
aliran Nativis ini, terdapat peran evolusi biologis dalam membentuk individu untuk
menjadi makhluk linguistik. Sejalan dengan pertumbuhan fisik dan mental anak maka
perkembangan bahasa menjadi lebih baik dan meningkat. Sebagaimana dikemukakan
oleh Chomsky dalam Dhieni (2005:2-3), bahwa setiap anak yang dilahirkan dilengkapi
dengan alat
Bab 11 buku
BAB III
A. Pembahasan
Menurut buku Utama, Karl Mark (2003: 104-105) guru profesuonal memiliki 5
aspek: knowledgeable, teaching learning skills, utilizing technologi, good
professional attitude, dynamic curriculum. Sedangkan Menurut Syafaruddin dan
Asrul(2015: 185) adapun kompetensi guru professional antara lain meliputi:
kemampuan untuk mengembangkan pribadi peserta didik, khusunya kemampuan
intelektual, serta membawa peserta didik menjadi warga Negara dan masyarakat
yang bersatu berdasarkan pancasila
Sedangkan menurut buku Pembanding karya Syafaruddin dan Asrul ( 2015: 141) Fungsi
utama pemimpin pendidikan adalah kelompok untuk belajar memutuskan dan bekarja
antara lain:
Menurut Mark (2003: )Konteks sekolah terpusat antara lain: konteks budaya,
fungsi dan kualitas
Sedangkan menurut buku Syafaruddin dan Asrul ( 2015: 37) Elemen organisasi dalam
konteks sekolah ada 4 yaitu:
1) Teknologi
2) Struktur
3) Orang
4) Budaya
Menurut Pendapat dua diatas Elemen organisasi di sekolah yaitu : manusia, budaya dan
teknologi
B. Kelebihan Buku
Cover buku yang tampak bagus dan menarik serta penuh inspiratif dalam tampilan
warna dan dekorasi gambarnya. sehingga tampilan buku membuat pembaca
menarik mengkaji isi dalamnya
Dari aspek layout dan tata letak, serta tata tulis, termasuk penggunaan font adalah :
ukuran huruf tulisan tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, sehingga pembaca
mudah dalam membaca isi bukuMenggunakan komunikatif artinya mudah di
pahami
Isi buku dalamnya memuat ulasan mulai dari konseptualisasi kepemimpinan
mengembangkan pemimpin, mengembangkan kepemimpinan guru sebagai
pimpinan perspektif kepemimpinan dalam praktek
C. Kelemahan Buku
Walaupun dalam buku ini sudah cukup bagus tetapi masih ada hal-hal penting yang
tidak dicantumkan, diantaranya efektivitas kepemimpinan pendidikan
Ada beberapa bab yang tidak memiliki rangkuman di akhir bab
BAB IV Implikasi
A. Implikasi terhadap teori
Keterampilan dasar dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) memiliki implikasi yang
signifikan terhadap teori dan praktik pendidikan dalam buku PAUD. Beberapa implikasi
utama meliputi:
1. *Pengembangan Kurikulum*: Teori keterampilan dasar memengaruhi cara kurikulum
dalam buku PAUD dirancang. Kurikulum perlu menekankan pengembangan keterampilan
dasar sebagai inti dari pendidikan anak usia dini.
2. *Pendekatan Pembelajaran*: Teori-teori tentang keterampilan dasar dapat mengarah
pada penggunaan pendekatan pembelajaran yang lebih berorientasi pada pengalaman,
bermain, dan eksplorasi. Hal ini mencerminkan pentingnya pengalaman langsung dalam
pembelajaran anak-anak.
3. *Penilaian dan Evaluasi*: Buku PAUD perlu mempertimbangkan cara-cara yang efektif
untuk mengevaluasi perkembangan keterampilan dasar. Ini dapat melibatkan pendekatan
penilaian formatif dan holistik.
4. *Pelatihan Guru*: Guru dan pengasuh dalam PAUD perlu mendapatkan pelatihan yang
relevan untuk memahami dan mendukung perkembangan keterampilan dasar anak-anak.
Buku PAUD dapat berperan dalam memberikan panduan ini.
5. *Pendekatan Interdisipliner*: Keterampilan dasar melibatkan berbagai aspek
perkembangan anak, seperti fisik, emosional, sosial, dan kognitif. Buku PAUD perlu
menggabungkan pendekatan interdisipliner untuk mengatasi semua aspek ini.
6. *Keterlibatan Orang Tua*: Buku PAUD dapat mempromosikan keterlibatan orang tua
dalam pengembangan keterampilan dasar anak-anak. Ini melibatkan pendidikan orang tua
tentang pentingnya dan cara mendukung perkembangan keterampilan dasar anak.
Adaptasi Terhadap Kebutuhan Khusus*: Buku PAUD juga harus mempertimbangkan
anak-anak dengan kebutuhan khusus dan menyediakan pedoman untuk mendukung
perkembangan mereka dalam konteks PAUD.
Dengan memahami implikasi teori keterampilan dasar, buku PAUD dapat menjadi alat
yang lebih efektif untuk mendukung perkembangan anak usia dini dan membantu
menciptakan lingkungan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
B. Implikasi terhadap program bangunan di Indonesia
Keterampilan dasar dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) memiliki beberapa
implikasi terhadap program pendidikan di Indonesia, terutama dalam konteks
pembangunan pendidikan di negara ini:
Publishing.
Annjo, Brewer. 2007. Introdution to Early Children Education Preschool Through Primary
Grade. Pearson: Allin and Barcon.
Arthur, L., et.al. 1996. Program and Planing in Early Childhood Setting. New South Wales:
Harcourt Brace & Co.
Astuti, Ratri Sunar. 2006. Melatih Anak Mandiri. Yogyakarta: Kanisius. Awwad, M. 1995.
Mendidik Anak Secara Islami. Jakarta: Gema Insani.
Ayah, B. 2000. Anak Prasekolah. Jakarta: Gaya Favorit Press. Beaty. J. 1996. Skills for
Preschool Teacher. New Jersey. Merril. Beck, Joan. 1994. Meningkatkan Kecerdasan Anak,
Jakarta: Pustaka.
Brewe, Jo Ann. 2007. An Introduction to Early Chilhood Education. USA: Person Allya.
Craft, Anna, 2004. Me-refresh Imajinasi dan Kreativitas Anak-Anak (terjemahan). Depok:
Cerdas Pustaka.
Coughlin, Pamela A., et.al. 2000. Menciptakan Kelas yang Berpusat pada Anak
Daar, C dan J. Fisher, 2004. Self-Regulated Learning In Mathematics Class. Tanpa Nama
Kota: Tanpa Nama Penerbit. Dani, P. 1996. Metode Mengajar di Taman Kanak-Kanak.
Jakarta: Depdikbud.
2002. Kompetensi Dasar PAUD 4-6 Tahun. Jakarta: Depdikbud. 2004. Kurikulum 2004
Standar Kompetensi Taman Kanak-Kanak dan Raudhatul Athfal. Jakarta: Depdikbud.
LAMPIRAN