Anda di halaman 1dari 3

Dalam hidup kita jumpai ada orang yang cerdik pandai, dan ada orang kecil dan sederhana.

Orang cerdik pandai memiliki sejumlah pengetahuan dan bisa juga keahlian dalam bidang
tertentu. Orang-orang seperti itu sering disegani, dihormati dan dimintai pendapat, bahkan
nasehat-nasehat bijak. Mereka berkecukupan dalam kehidupan ekonomi, juga diperhitungkan
dalam kehidupan bersama. Mereka juga didengarkan ketika mereka menyampaikan ide atau
apa saja. Mereka juga punya banyak sahabat, dan bersahabat dengan orang-orang penting dan
berkedudukan. Beda dengan orang orang kecil, sederhana, apalagi miskin dan tersingkir.
Mereka justru tidak memiliki apa dan siapa, dan karena itu andalan mereka adalah Tuhan.
Mereka menggantungkan harapan dan mimpi-mimpi mereka, kiranya Tuhan selalu
memperhatikan dan mendengarkan serta menolong mereka, ketika kesulitan, beban hidup dan
penderitaan menghimpit. Mereka kurang mendapat perhatian dan sering tidak diperhitungkan
dalam kehidupan bersama. Mereka juga tidak bisa menentukan nasibnya sendiri apalagi nasib
orang lain. Itulah kenyataan yang ada dalam hidup kita, juga ada di sekitar kita.
Perhatian Yesus dalam Injil hari ini tertuju kepada orang kecil dan sederhana. Yesus berpihak,
punya kepedulian dan perhatian yang sangat istimewa terhadap orang-orang seperti ini.
Karena itu dalam doa-Nya, Yesus bersyukur kepada Bapa atas orang-orang kecil dan
sederhana ini. Bagi Yesus, Kerajaan Allah, kesungguhan hidup dalam kebahagiaan yang
penuh, tidak diperoleh dan tidak dimengerti oleh mereka yang pintar, yang kuat dalam
persaingan, tetapi mereka yang peka akan nilai kehidupan, mereka yang rendah hati, yang
tidak mementingkan dirinya sendiri, yang bisa membangun hidup bersama dalam
kesederhanaan, mereka itulah yang dapat mengerti rahasia Kerajaan Allah. Karena Kerajaan
Allah tidak dikuasai oleh nilai dunia ini, tetapi hidup selalu bernilai dan berharga. Ketika di
sana ada kerendahan hati, kepekaan terhadap yang lemah dan yang tak berdaya. Yesus
bersyukur kepada Bapa karena orang-orang seperti inilah, yang dalam kesederhanaan dan
dalam kesadaran akan kekecilan dirinya di hadapan Tuhan dan sesama membangun hubungan
dengan Tuhan menjadi utama. Melalui Yesus kita mengenal wajah Allah yang sederhana dan
penuh perhatian terhadap manusia. Allah yang membuka diri-Nya bagi yang kecil dan
sederhana dan manusia menemukan dalam Allah kekuatan dan kebesarannya. Allah
mencintai manusia tanpa syarat, tanpa batas.
Pada waktu itu berkatalah Yesus: "Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi,
karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau
nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. Semua telah
diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan
tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan
menyatakannya. (Mat 11:25-27)

Pernah seorang teman berujar kepada saya, “Hidup ini misteri. Manusia tidak pernah
mengetahui jalan pikiran Allah. Setiap hari ada kehidupan dan kematian. Ada yang tertawa
dan menangis. Ada yang sehat dan sakit.” Memang hidup manusia adalah misteri. Acapkali
manusia tidak bisa memahami rencana Allah. Lalu, bagaimana caranya manusia memahami
jalan pikiran Allah? Injil hari ini sedikit menguak misteri ini.
Dalam doa-Nya, Yesus bersyukur karena Allah telah menyatakan kepada murid-murid-Nya
kebijaksanaan dan pengetahuan Allah. Apa inti dari doa Yesus yang singkat ini, terutama
tentang Allah dan tentang manusia? Pertama, Yesus menyatakan bahwa Allah adalah Bapa
dan Tuhan atas langit dan bumi. Dialah Sang Khalik dan Perancang dari semua ciptaan serta
asal-usul dari segala sesuatu. Dia Mahabaik dan mengasihi semua anak-Nya. Semua
keturunan berasal daripada-Nya, maka St. Paulus menyatakan, “Itulah sebabnya aku sujud
kepada Bapa, yang dari pada-Nya semua turunan yang di dalam surga dan di atas bumi
menerima namanya.” (Ef 3:14-15)
Kedua, doa Yesus juga berisi peringatan bahwa kesombongan dapat menjauhkan manusia
dari kasih dan pengetahuan tentang Allah. Apa yang dapat membuat manusia buta terhadap
hal-hal ilahi? Tentu saja kesombongan, kedinginan hati, kebebalan untuk menutup hati
terhadap Allah dan kerajaan-Nya. Kesombongan adalah akar dari semua kejahatan dan
pemicu manusia untuk berbuat dosa. Kesombongan juga menutup pikiran manusia terhadap
kebenaran dan hikmat Allah. Lalu, apa artinya kesombongan? Tidak lain daripada cinta
berlebihan terhadap diri sendiri tanpa memperhatikan orang lain.
Yesus membandingkan kesombongan dengan kesederhanaan dan kerendahan hati orang
(anak) kecil. Anak kecil memandang segala sesuatu dengan ketergantungan dan kepercayaan
penuh kepada seseorang yang diandalkannya. Mereka hanya mencari satu hal; summum
bonum, yang terbaik dari yang terbaik, yang tidak lain adalah Allah sendiri. Kerendahan hati
condong kepada rahmat dan kebenaran. Kerendahan hati adalah tanah yang subur di mana
benih rahmat Allah dapat berakar dan berbuah melimpah. Kerendahan hati membiarkan
hanya Allah yang berkarya dalam dirinya. Maka, penulis kitab Amsal tidak ragu untuk
mengumandangkan bahwa, “Apabila Ia menghadapi pencemooh, maka Ia pun mencemooh,
tetapi orang yang rendah hati dikasihani-Nya.” (Ams 3:34).
Kembali ke pertanyaan teman saya tentang misteri hidup dan rencana Allah, rupanya hanya
ada satu jawaban. Manusia harus mengakui bahwa Allah adalah Mahapencipta dan dengan
segala kerendahan hati menyerahkan seluruh dirinya kepada Allah. Kerendahan hati juga
berarti mengucapkan syukur atas segala kebaikan Allah yang diwujudnyatakan dalam kasih
kepada sesama.

Suatu malam, bertahun-tahun lalu, setelah doa malam bersama putri kami yang waktu itu
berusia dua tahun, istri saya dikejutkan oleh pertanyaan putri kami. Ia bertanya, “Mami, di
mana Tuhan Yesus?”
Luann menjawab, “Tuhan Yesus ada di surga dan Dia ada di mana-mana. Dia juga di sini
bersama kita. Dia bisa tinggal dalam hatimu jika kamu meminta-Nya.”
“Aku mau Tuhan Yesus tinggal dalam hatiku.”
“Kamu bisa meminta-Nya kapan saja kamu mau.”
“Aku mau meminta Tuhan Yesus tinggal dalam hatiku sekarang.”
Kemudian putri kami yang mungil pun berkata, “Tuhan Yesus, tinggallah dalam hatiku
sekarang. Sertailah aku, ya Tuhan.” Dan itulah permulaan perjalanan imannya bersama Yesus.
Ketika murid-murid Yesus bertanya kepada-Nya tentang siapa yang terbesar dalam Kerajaan
Surga, Yesus memanggil seorang anak kecil untuk datang dan bergabung dengan mereka
(Mat. 18:1-2). Yesus berkata, “Sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti
anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. . . . Dan barangsiapa
menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku” (ay.3-5).
Dengan mata seperti mata Yesus, kita dapat melihat seorang anak yang percaya sebagai
teladan iman kita. Kita pun diperintahkan untuk menyambut semua orang yang mau
membuka hati dan percaya kepada Yesus. Yesus berkata, “Biarkanlah anak-anak itu,
janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti
itulah yang empunya Kerajaan Sorga”

Anda mungkin juga menyukai