Anda di halaman 1dari 22

RANGKUMAN TEORI PILIHAN RASIONAL DAN TEORI KRITIK

(Ardgono & Horkeimer Jurgen Haberma)

Disusun Oleh:
Putri Septiara
2116011069

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2022
TEORI PILIHAN RASIONAL

1. Sejarah Teori pilihan rasional

Teori ini dipelopori oleh James S.Coleman ketika ia menulis esainya yang berjudul
"Purposive Action Framework" (1973) ia mengusulkan sebuah analisis tindakan kolektif
yang bahkan diperluas ke dalam analisis, seperti norma sosial, marriage markets, sistem
status , dan pencapaian tingkat pendidikan. Coleman mempertahankan tema bahwa untuk
merumuskan definisi pilihan rasional dalam sosiologi fokus studi diarahkan pada penjelasan
fenomena sosial makro berdasarkan pilihan yang dibuat aktor sosial pada tingkat mikro.
Heckathorn (2005:604-605) membagi perkembangan teori pilihan rasional ke dalam
beberapa tahap yakni :
a.) Tahap Pertama, perkembangan teori ini tumbuh secara perlahan dengan kontribusi
beberapa teori yang melakukan studi di berbagai bidang seperti Anthony Obschall
(1973) yang menganalisis gerakan sosial, Pamela Oliver (1980) yang menganalisis
proses-proses organisasional berdasarkan tindakan sosial kolektif ,Karl-Dieter Pop
(1982) yang menganalisis norma-norma dan gerakan sosial, Heckathorn (1983) yang
menganalisis bargaining dan jaringan tindak kolektif .
b.) Tahap Kedua, perkembangan teori ini dimulai pada dekade 1980 - an dengan
muncul nya 2. tokoh pengembang terpenting yakni Coleman (1986) dan Hechter
(1983) kedua tokoh ini menekankan pentingnya kontinuitas antara teori pilihan
rasional dengan pendekatan - pendekatan tradisional sebelumnya untuk membangun
teori yang lebih komprehensif.
Sebagai contoh Coleman sepakat dengan penjelasan Weber tentang bentuk - bentuk
organisasional baik birokratik, tradisional, maupun karismatik dalam tema tindakan
bertujuan pada tingkat mikro. Pernyataan ini juga menjadi kritik terhadap pendekatan
tradisional dan teori sosiologi pada umumnya yang menekankan bahwa teori pilihan
rasional harus menawarkan alat analisis unik dan lebih memadai untuk menganalisis
hubungan antara tingkat mikro dan makro, selama periode ini pertumbuhan pilihan
rasional dalam sosiologi terefleksikan dalam perkembangan institusional, seperti
pembentukan jurnal Rationality and Society di tahun 1989 dan terbentuknya seksi
pilihan rasional dalam ASA di tahun 1994 . Periode ini ditandai perdebatan sengit
antara Coleman dan Fararo serta kritik dari England dan Kilbourne.
c.) Tahap Ketiga, perkembangan teori ini dalam dimulai pada dekade 1990 - an ketika
beberapa orang menaruh harapan , beberapa yang lain takut, dan merasa tidak
puas.teori ini menempatkan dirinya sebagai salah satu pendekatan alternatif dalam
teori sosiologi umum dan bukan suatu disiplin yang murni . Pada abad ini fokus
perhatian tindakan intelektual dalam disiplin mengalami perubahan ke bidang -
bidang substantif, seperti ketimpangan, organisasi, dan sosiologi politik. Perluasan ini
berlanjut dalam area - area pilihan rasional menjadi pendekatan paling menonjol,
seperti gerakan sosial dan tindakan kolektif lain nya. Peningkatan baik dalam hal
ukuran dan heterogenitas kelompok akan meningkatkan tindakan kolektif. Beberapa
karya terus muncul seperti pada tahun 1992 Lindenberg publikasi karya nya yang
berjudul Rational Choice Theory :Advocacy and Critique

2. Pemikiran atau Filsafat Yang Mempengaruhi

Teori pilihan rasional mempunyai keterkaitan dengan teori pertukaran sosial, keterkaitan
teori pilihan rasional dengan teori pertukaran sosial terletak pada pandangan nya mengenai
beberapa tema instrumental. Dalam hal ini terdapat perbedaan antara teori operan atau
reinforcement dengan tokoh nya Emerson dan Romans, teori pilihan rasional dengan tokoh
Elster, Mom and Cook, serta Wilier. perbedaan penting antara kedua nya menurut Lawler dan
Thye (2006:296) bahwa dalam kerangka teori reinforcement, aktor diasumsikan selalu
melihat ke belakang (orientasi perilaku nya berdasarkan pengalaman masa lampau)
sementara teori pilihan rasional mengasumsikan individu selalu melihat ke depan (orientasi
perilaku ny didasarkan pada pencapaian tujuan atau kondisi yang diinginkan . Teori
pertukaran secara tipikal di bangun dari salah satu atau kedua kerangka metateori, baik
eksplisit atau implisit, perbedaan perspektif ke belakang atau ke depan menimbulkan
perbedaan konsekuensi bagi hubungan dan kelompok berdasarkan pada pertukaran sosial.
Perkembangan teori pilihan rasional yang mengikuti teori pertukaran sosial mengikuti tren
perkembangan teori sosial pada umumnya,Dalam ilmu sosial terdapat kecenderungan bahwa
perspektif teoritikal berkembang pada periode awal berlanjut dengan munculnya para
pengikutnya pada periode berikutnya.Teori pilihan rasional dan pertukaran kontemporer
sama-sama berasal dari pemikiran utilitarian klasik. Teori pertukaran sosial mempertahankan
pandangan bahwa ketika pertukaran sosial mempunyai fungsi dan merupakan instrumen bagi
individu. Pertukaran melibatkan sebuah produk kelompok yang mengembangkan emosional
yakni proses afektif, sementara Teori pilihan rasional, seperti Lawler, Thye, dan Yoon
menunjukkan bahwa pertukaran mempunyai pengaruh di dalam meningkatkan komitmen
pihak-pihak yang melakukan pertukaran. Pertukaran ini terjadi dalam setting tempat anggota
kelompok mempunyai kekuasaan yang sama, melakukan koordinasi, dan terjadi saling
ketergantungan anggota kelompok penting yang selanjutnya menimbulkan dampak (Sell,
2007: 176). Teori-teori yang mendasarkan pada asumsi pilihan rasional meminjam beberapa
ide dasar dari ekonomi klasik sebagai ide yang menjadi inti ekonomi neo - klasik, teori
permainan, dan usaha - usaha ekonomi. Dalam pandangan ekonomi neoklasik yang paling
ekstrem, aktor dipandang sebagai berpartisipasi di pasar yang bebas, terbuka dan kompetitif.
Dalam pandangan yang ekstrem ini, diasumsikan bahwa aktor memiliki akses terhadap
seluruh informasi yang relevan, dan bahwa mereka memperhatikan semua alternatif tindakan
yang mungkin dilakukan, mereka dapat mengkalkulasi utilitas-utilitas potensial relevan
terhadap biaya yang berhubungan dengan setiap alternatif tindakan yang akan dilakukan.
Pada ekonom klasik muncul asumsi yang menyatakan bahwa aktor memiliki sifat-sifat
rasional.Smith berbeda dari ekonom neo klasik lainnya. Smith memiliki suatu pandangan
mengenai pentingnya sentimen moral dalam mengatur tindakan rasional individu Pentingnya
sentimen moral tersebut adalah bahwa pada hakikatnya pengejaran terhadap kepentingan diri
(self-interest) tidak akan tercapai tanpa memperhatikan kepentingan orang lain. Menurut
Priyono (2008: 9), pandangan Smith tentang self-interest pada awal nya Smith menyimpulkan
bahwa perdagangan dan industri akan maju pesat apabila dalam kinerjanya manusia bergerak
atas dasar kepentingan diri. Dalam hal ini, Smith tidak pernah mengatakan bahwa kodrat
manusia adalah kepentingan diri. Apa yang ia ajukan bukan bahwa kebaikan hati tidak
terlibat dalam kegiatan ekonomi, melainkan bahwa kebaikan-hati dan belas kasih tidak dapat
menjadi dasar kukuh untuk perdagangan dan ekonomi Pandangan Smith ini sejalan dengan
koleganya John Stuart Mill dan Jeremy Bentham yang merupakan pencetus aliran filsafat
utilitarianisme. Paham ini menggunakan semboyan the greatest happiness for the greatest
number (kebahagiaan sebesar mungkin bagi sebanyak mungkin jumlah orang yang
menikmatinya). Paham utilitarian menekankan tindakan individu secara subjektif dimotivasi
oleh alasan untuk memaksimalkan kepentingannya atau keuntungan dan/atau meminimalkan
kerugian atau penderitaan. Tindakan tersebut harus juga memperhatikan dampaknya bagi
orang lain. Seseorang yang rasional dianggap memiliki seperangkat preferensi yang koheren
atas pelbagai pilihan yang terbuka baginya. Dia mengurutkan pelbagai pilihan tersebut
berdasarkan pertimbangan sejauh mana pilihan tersebut memenuhi tujuannya. Ia cenderung
menjatuhkan pilihan yang lebih memuaskan keinginannya, bukannya justru mengurangi
keinginannya, dan pilihan yang kemungkinan pencapaiannya lebih besar (Rawls, 2006: 172–
173). Asumsi ini secara implisit memiliki asumsi pendukung: pertama, perilaku aktor dilihat
sebagai berorientasi material dan mementingkan diri. Lebih dari itu, motif tersebut
berkoinsidensi dengan kenyataan. Dengan demikian, dapat dikatakan individu pada
umumnya bersifat materialistik dan egoistik. Kedua, aktor memiliki akses informasi yang
lengkap terhadap alternatif pilihan yang mungkin. Ketiga, aktor memiliki kemampuan teknis
untuk menentukan pilihan yang paling menguntungkan . Bias teoritis ini bersumber pada
kesalahan pandang terhadap dua hal pokok, yakni pandangan mengenai hakikat manusia
(human nature) dan pandangannya tentang kelangkaan sumber daya (scarcity). asumsi-asumsi
yang dipakai teori pilihan rasional dan sejumlah teori ilmu sosial lain yang bersumber filsafat
utilitarian telah mengalami “cacat bawaan”. Manusia diasumsikan sebagai makhluk rasional
yang bertindak “semata-mata” berdasarkan optimalisasi utilitas dari kerangka preferensi
(pilihan-pilihan) yang telah mereka miliki. Kerangka preferensi bersifat relatif tetap. Asumsi
mengenai human nature yang seperti ini merupakan simplifikasi yang luar biasanya. Pada
dasarnya, semua bentuk perilaku manusia, selain merefleksikan kondisi psikologis, sangat
dipengaruhi oleh setting budaya dan kondisi lingkungan sosial tempat tindakan itu
berlangsung. Dengan demikian, asumsi teori pilihan rasional tersebut menegasikan faktor
lingkungan sosial, seperti norma, nilai-nilai, dan kepercayaan-kepercayaan yang berkembang
di masyarakat yang kenyataannya tidak selalu mengarahkan manusia untuk bertindak
mementingkan kepentingan sendiri (self-interest). Individu dengan demikian dalam teori
pilihan rasional diasumsikan sebagai undersocialized. Teori pilihan rasional mendapat
pengaruh kuat dari teori utilitarian tentang tindakan yang merupakan teori paling berpengaruh
dalam ekonomi. Teori utilitarian bahkan juga mempengaruhi banyak teori pilihan sosial lain,
seperti ekonomi neo-klasik, teori permainan, dan teori pilihan kebijakan publik. Menurut
Habermas, sebagaimana dikutip Johnson (2008: 130–131), teori pilihan rasional secara tegas
memformulasikan asumsi-asumsi, seperti agen (pelaku) dipandang sebagai memiliki sebuah
aturan dan konsisten dengan seperangkat preferensinya dan memilih cara atau strategi yang
dapat memaksimalkan utilitas baginya. Bagi penganut aliran teori pilihan rasional Marxis,
seperti John Roemer, teori utilitarian mempunyai sebuah alat yang sangat ampuh untuk
mentransformasikan historis materialisme ke dalam teori deduktif yang kebenaran hukum-
hukum dibuktikan dengan teorema. Bertindak mementingkan kepentingan sendiri (self-
interest). Individu dengan demikian dalam teori pilihan rasional diasumsikan sebagai
undersocialized. Teori pilihan rasional mendapat pengaruh kuat dari teori utilitarian tentang
tindakan yang merupakan teori paling berpengaruh dalam ekonomi. Teori utilitarian bahkan
juga mempengaruhi banyak teori pilihan sosial lain, seperti ekonomi neo-klasik, teori
permainan, dan teori pilihan kebijakan publik. Menurut Habermas, sebagaimana dikutip
Johnson (2008: 130–131), teori pilihan rasional secara tegas memformulasikan asumsi-
asumsi, seperti agen (pelaku) dipandang sebagai memiliki sebuah aturan dan
konsisten dengan seperangkat preferensinya dan memilih cara atau strategi yang dapat
memaksimalkan utilitas baginya. Bagi penganut aliran teori pilihan rasional Marxis, seperti
John Roemer, teori utilitarian mempunyai sebuah alat yang sangat ampuh untuk
mentransformasikan historis materialisme ke dalam teori deduktif yang kebenaran hukum-
hukum dibuktikan dengan teorema. bertindak mementingkan kepentingan sendiri (self-
interest). Individu dengan demikian dalam teori pilihan rasional diasumsikan sebagai
undersocialized. Teori pilihan rasional mendapat pengaruh kuat dari teori utilitarian tentang
tindakan yang merupakan teori paling berpengaruh dalam ekonomi. Teori utilitarian bahkan
juga mempengaruhi banyak teori pilihan sosial lain, seperti ekonomi neo-klasik, teori
permainan, dan teori pilihan kebijakan publik. Menurut Habermas, sebagaimana dikutip
Johnson (2008: 130–131), teori pilihan rasional secara tegas memformulasikan asumsi-
asumsi, seperti agen (pelaku) dipandang sebagai memiliki sebuah aturan dan konsisten
dengan seperangkat preferensinya dan memilih cara atau strategi yang dapat memaksimalkan
utilitas baginya. Bagi penganut aliran teori pilihan rasional Marxis, seperti John Roemer,
teori utilitarian mempunyai sebuah alat yang sangat ampuh untuk mentransformasikan
historis materialisme ke dalam teori deduktif yang kebenaran hukum-hukum dibuktikan
dengan teorema sedangkan rasional Weber maupun tokoh awal aliran Frankfurt melihat
bahwa peradaban modern sebagai kerajaan bagi tindakan rasionalitas instrumental, setiap
urusan diarahkan untuk mencapai rasionalitas inti dengan demikian, rasionalitas lebih banyak
dilihat dari sisi tujuan yang ingin dicapai dibandingkan dengan alat atau cara untuk
mencapainya. Contoh individu melihat lagi cara apa yang dipakai untuk mendapatkan tujuan
nya apakah merugikan orang lain atau tidak.

3. Substansi

Teori pilihan rasional sering dilihat sebagai teori yang berbeda dari pendekatan teoritis lain
dalam sosiologi ada dua hal yakni : komitmennya pada metodologi individualisme dan
pandangannya tentang pilihan sebagai sebuah proses optimalisasi. Beberapa sosiolog yang
menggunakan metode ini bertujuan untuk menjelaskan tindakan rasional, sebuah tindakan
intensional disertai asumsi bahwa orang bertindak secara rasional. Orang bertindak rasional
apabila mereka mempunyai kerangka preferensi dan membuat keputusan sesuai dengan
kerangka preferensinya tersebut. Teori pilihan rasional berpusat kepada aktor sebagai salah
satu elemen kunci teori selain itu, elemen lainnya adalah sumber daya, Menurut Molm
(2005:410) teori pilihan rasional menganut pandangan atomis yaitu memfokuskan pada
preferensi dan pilihan individu sebagai basis untuk menjelaskan perilaku sosial termasuk
konstruksi dan utilisasi institusi . Masing - masing aktor dalam melakukan tindakan memiliki
modal berupa sumber daya yang berbeda dan juga akses nya terhadap sumber daya tersebut.
Sumber daya merupakan hal - hal yang dikehendaki aktor dan yang diinginkannya. Teori
pilihan rasional menyatakan bahwa perilaku sosial dapat dijelaskan dengan istilah
perhitungan rasional yang dilakukan individu dalam berbagai pilihan yang tersedia bagi
mereka. Maka dari itu, pilihan rasional yang dikembangkan oleh Coleman dimulai dengan
menganalisis tindakan dan relasi - relasi elementer , Coleman menggabung pandangan
pertukaran klasik yaitu bahwa aktor pada dasarnya memiliki kepentingan dan mereka
mengontrol sumber daya dan persaingan, tetapi mereka kekurangan sesuatu karena mereka
tidak dapat secara penuh mengontrol sumber daya dan persaingan tersebut untuk memenuhi
kepentingannya. Coleman mengembangkan teori nya menekankan pada struktur tindakan
dengan memfokuskan pada kewenangan, sistem kepercayaan, tindakan kolektif, dan norma -
norma. Pemberian kontrol kepada orang lain atau pelaku kelompok (kolektif) tersebut
menurut coleman merupakan tindakan rasional. Isu pengalihan hak kontrol kepada individu
atau pelaku kolektif adalah salah satu bukti bahwa teori rasional juga menjelaskan fenomena
yang bersifat makro, fenomena makro dalam hal ini, yang diperhatikan bukan hanya
fenomena makro yang bersifat teratur atau stabil tetapi juga yang bersifat dinamis atau penuh
gejolak. Perpindahan hak dari aktor rasional ke berfungsinya sistem oleh Coleman
(1990:198) disebut sebagai perilaku kolektif yang liar dan bergolak yaitu pemindahan
pengendalian atas tindakan seseorang aktor ke aktor lain yang dilakukan secara sepihak
bukan sebagai bagian dari pertukaran. Fenomena makro lain yang mendapatkan perhatian
dari Coleman adalah norma, Menurut Coleman norma muncul karena inisiatif dari individu -
individu tertentu yang melihat adanya keuntungan dari ditaatinya norma dan kerugian -
kerugian akibat pelanggaran norma. Tujuan dari teori pilihan rasional secara umum adalah
menunjukkan bahwa dampak pada level makro dapat dijelaskan dengan konsepsi tentang
aktor rasional pada tingkat mikro. Kritik dari teori pilihan rasional berpendapat bahwa
spesifikasi lebih bersifat ilusif daripada nyata karena pada akhirnya apa yang menjadi
perhatian teori pilihan rasional adalah orang menciptakan struktur sosial dan budaya karena
hal itu rasional tanpa penspesifikasian dalam proses - proses yang terjadi sebelum nya ketika
eksternalitas negatif, perilaku pembonceng gratis, dan terbentuknya norma berlangsung atau
dengan ketidakjelasan proses aktual di dalam persamaan melalui simulasi komputer
(Turner,2006 : 498).
4. Aplikasi Teori Pilihan Rasional

Teori pilihan rasional digunakan untuk membangun teori sosiologi tahap demi tahap dimulai
dengan tindakan - tindakan dan relasi - relasi elementer, berdasarkan teori ini Coleman
berada pada posisi struktur tindakan dengan fokus pada otoritas, sistem - sistem kepercayaan
,perilaku kolektif , dan norma - norma. Varian teori pilihan rasional yang paling luas
diterapkan adalah teori tentang biaya transaksi ekonomi (transaction cost economic) yang
diinspirasi oleh karya Ronald and Coase dan digabungkan serta diperkaya oleh Oliver E.
Williamson dengan mengembangkan pandangan Commons , Williamson berpendapat bahwa
perilaku secara fundamental terdiri dari transaksi - transaksi yaitu pertukaran antar individu .
Teori pilihan rasional mengalami perkembangan pesat pada dekade 1980 -1990 dengan
meminjam penggunaan model - model yang diterapkan dalam ekonomi, pendekatan teori
pilihan rasional dalam agama pertama kali dilakukan oleh Stark dan Bainbridge dengan
membangun teori agama secara deduktif yang berasal dari teor - teori umum tentang hakikat
manusia dan perilaku yang dikonstruksi dari sejumlah kecil aksioma dasar mengenai
karakteristik individu dan kelompok kecil fundamental dengan sejumlah proposisi lainnya
yang diderivasi dan aksioma tersebut atau orang lain. Dalam bidang kajian sosiologi emosi,
teori pilihan rasional mempunyai peran signifikan ,meskipun penjelasannya belum cukup
memuaskan,Menurut Goodwin dan Jasper (2006:5) dalam literatur - literatur tentang gerakan
sosial yang didominasi oleh model - model pendekatan pilihan rasional dan mobilisasi
sumber daya.analisis pilihan rasional sering juga dipakai dalam menjelaskan berbagai
fenomena relasi gender di masyarakat. Tokoh Friedman dan Diem (Chafetz, 2006:15)
berpendapat bahwa 3 mekanisme pusat pilihan rasional yang digunakan untuk menjelaskan
perbedaan pilihan yang dibuat baik oleh laki - laki maupun perempuan yaitu hambatan
institusional, biaya oportunitas , dan preferensi. Teori pilihan rasional mulai berkembang
pada dekade 1960 dengan salah satu tokoh utama James Coleman dengan mengajukan
konsep tentang "kerangka tindakan bertujuan" purposive action framework Coleman
menggunakan model penjelasan tentang tindakan kolektif yang diperluas ke dalam
analisisnya tentang norma sosial, pernikahan , sistem status , dan pendidikan. Dalam karya
monumentalnya yang berjudul foundations of social theory diterbitkan pada tahun 1990
Coleman tetap mempertahankan tema lamanya dan kemudian melontarkan teori pilihan
rasional dalam sosiologi yang memfokuskan dalam menjelaskan fenomena sosial makro
dengan cara melakukan penelitian grounded tingkat mikro yaitu tentang pilihan rasional
aktor. Menurut Coleman teori pilihan rasional memiliki 2 sisi yakni
1. Pandangan tentang tindakan sosial sebagai tindakan tujuan.

2.Komitmen terhadap berbagai bentuk metodologi individualistik tempat struktur sosial dan
institusi sebagai produk tindakan sosial.
Ada 4 kritik dari teori pilihan rasional yakni :

1. Pilihan rasional tidak digabungkan dengan pandangan kuat bahwa aktor merupakan seorang
oportunis yang kejam.
2. Pilihan rasional tidak digabungkan dengan posisi politik khusus

3. Pilihan rasional tidak memperhitungkan bahwa tindakan hanya diarahkan pada


konsekuensi - konsekuensi nya.
4. Pilihan rasional bukan merupakan barang impor asing.

5. Prospek atau Perkembangan Teori Pilihan Rasional

Teori pilihan rasional mempunyai kontribusi bagi munculnya teori public choice ( pilihan
publik ) yang menjadi area disiplin baru dalam bidang studi administrasi publik. Menurut
Jamison (2006:482) teori ini berkembang pesat di benua amerika. Berdasarkan asumsi bahwa
pelaku (actor ) sosial secara konstsn mencari lebih banyak hasil dan pada saat yang sama
berusaha mengurangi pengeluaran dan imbalan negatif , teori pilihan publik⁰
mengembangkan analisisnya terhadap sejumlah persoalan sosial yang muncul dalam
kehidupan bernegara seperti meningkatnya kepentingan (tuntutan ) publik , ambisi - ambisi ,
dan potensi konflik diantara warga masyarakat. Teori pilihan rasional selain mempunyai
kontribusi terhadap teori pilihan publik dalam bidang kajian administrasi publik, juga
mempunya peran penting bagi lahirnya principal - agent theory teori ini dirancang untuk
menganalisis hubungan - hubungan antar aktor yang memiliki perbedaan akses informasional
sehingga mempengaruhi struktur hubungan sedangkan pihak yang dikatakan agent yakni
pihak yang memiliki akses informasional yang dominan dan pihak yang disebut principal
yakni pihak yang tidak ada atau sedikit akses informasi. Teori pilihan rasional juga
mempengaruhi kelahiran teori jaringan sosial, Menurut Mizruchi (2005:537) kebanyakan
karya awal dalam teori jaringan sosial menggunakan teori pilihan rasional, ketika tindakan
manusia dipandang sebagai suatu respon terhadap kepentingan dan bukannya respons
terhadap emosi atau sentimen. Berkembangnya teori pilihan rasional telah memicupemikiran-
pemikiran di kalangan ekonom untuk memperhatikan perilaku-perilaku yang sebelumnya
sulit dijelaskan dengan teori-teori ekonomi konvensional. Sudah jamak dalam ekonomi,
bahwa perilaku mementingkan diri (self-interested) dipandang sebagai suatu pilihan rasional
seorang individu untuk memperbaiki kondisi kehidupannya. Sebaliknya, tindakan
mengorbankan diri (self-sacrificial) dianggap sebagai suatu yang irasional dan perilaku yang
semacam ini sangat sulit dijelaskan dalam term ekonomi. Perilaku semacam itu dapat diamati
dari seluruh tipe interaksi antar-individu. Beberapa peneliti, meskipun demikian, menjelaskan
motif perilaku mengorbankan diri dari perspektif ekonomi. Berkaitan dengan hal itu, Frank
(1988) sebagaimana dikutip Dobin (2007: 44), berpendapat bahwa komitmen emosional yang
terdapat dalam perilaku tak maupun bagi masyarakat keseluruhan. Ia meneorikan bahwa
perilaku dermawan (bermurah hati) akan membangun komitmen emosional antar-individu
dan juga sebuah reputasi positif kepada pelaku berbasis pada sebuah jaringan koneksi
emosional jangka panjang di masyarakat. Reputasi positif meningkatkan, baik keuntungan
yang tangible maupun yang intangible bagi kemanusiaan di masyarakat. Perilaku yang
menciptakan sebuah reputasi positif tidak dengan mudah dilakukan dengan berpura-pura
ketika orang cenderung menjadi cukup cerdik untuk akhirnya dapat mendeteksi tipu muslihat
tersebut dan menghukumnya. Dengan demikian, seorang individu termotivasi untuk
melakukan tindakan altruistik secara jujur dalam rangka memperoleh keuntungan bahwa
dirinya akan mendapat reputasi positif dan menghindarkan diri dari hukuman akibat
ketidakjujuran. Teori pilihan rasional dalam perkembangannya ke depan masih memiliki
relevansi untuk menjelaskan beberapa fenomena yang sebelumnya luput dari perhatian para
teori sosial, khususnya ilmu ekonomi. Hampir semua teori ekonomi yang berkembang saat ini
menggunakan asumsi-asumsi dari pilihan rasional dan preferensi stabil. Dalam teori ini,
setiap individu diasumsikan mengevaluasi biaya dan imbalan dari seluruh aktivitas potensial
dan oleh karena itu bertindak untuk memaksimalkan keuntungan dari preferensi utamanya.
Dalam bidang agama, menurut Iannaccone (2000: 23) hal itu berarti perilaku dalam memilih
agama. Apabila terdapat beberapa pilihan, persoalannya adalah dalam hal bagaimana orang
memilih agama dan seberapa ekstensif keterlibatannya dalam aktivitas keagamaan. Pilihan
optimal ini tidak selalu permanen. Sesungguhnya, teori ini sangat cocok untuk menjelaskan
perbedaan-perbedaan di dalam derajat atau konten aktivitas keagamaan, baik antar waktu
maupun antar-individu. Berkaitan dengan asumsi preferensi stabil masih jarang penjelasan-
penjelasan yang mendasarkan diri pada bervariasinya selera, norma-norma, atau
kepercayaan-kepercayaan. Prospek ke depan dan teori pilihan rasional, khususnya dalam
sosiologi masih menghadapi tantangan berat khususnya dalam mengembangkan metodologi
yang komprehensif dalam menjelaskan perilaku rasional individu. Menurut Lindberg (1992:
1), teori pilihan rasional dalam sosiologi merupakan usaha untuk mengkombinasikan
keunggulan teori-teori yang berbasis riset yang terdapat dalam tradisi ekonomi dengan
keunggulan empirik yang terdapat dalam tradisi sosiologi. Untuk mencapai keberhasilan ini,
ketika upaya-upaya sebelumnya gagal, diperlukan metodologi baru. Sementara itu, untuk
menemukan alasan yang tepat, diperlukan penjelasan mengapa upaya-upaya serupa yang
dilakukan pada masa lalu mengalami kegagalan. Dalam hal ini, perlu ditunjukkan beberapa
pengembangan metodologi yang telah dilakukan sebagai berikut:
1. Disagregasi teori utilitas ke dalam asumsi-asumsi inti tentang hakikat manusia serta ke
dalam variabel yang menjembatani asumsi-asumsi mengenai metode penurunan abstraksi.
2. diperlukan pendekatan heuristik untuk mengurangi ketidakpastian ketika asumsi-asumsi
antara yang digunakan dalam metode penurunan abstraksi. Pendekatan heuristik tersebut
meliputi teori fungsi-fungsi sosial produksi, teori framing serta heuristik dari dua struktur
penjelasan.
Dengan bantuan alat ini, dapat dibangun model teori yang jelas pada tahap awal kemudian
realitas dapat diadaptasi pada tahap selanjutnya. Pemahaman yang mendalam dari tradisi
ekonomi neo-klasik dan sosiologi merupakan bagian paling esensial keseluruhan proses
pengembangan model tersebut. negara-negara sosial-demokratik, proteksi sosial melalui
jaminan kesehatan, pendidikan dasar gratis, mekanisme pendapatan minimum, dan keamanan
sosial merupakan daftar persamaan kesempatan yang menempati posisi sentral sebagai
barang sosial. Struktur sosial mempunyai keterkaitan dengan barang sosial. Kekuasaan dan
kekayaan selalu diperlukan oleh orang kaya. Kebebasan dan aturan hukum dibutuhkan kelas
sosial menengah. Sementara, kesehatan dan pendapatan minimum merupakan barang sosial
yang paling dibutuhkan masyarakat miskin. Pendekatan pilihan rasional yang dipakai dalam
teori pilihan publik pada umumnya ditujukan untuk menjawab problem pembonceng gratis
free rider terhadap pemanfaatan barang-barang sosial tersebut. Fenomena pembonceng gratis
merupakan hal yang umum terjadi di masyarakat. Fenomena ini muncul tidak lepas dari
lemahnya sistem penegakan hukum merit system di masyarakat. Jadi, tidak mungkin
menjelaskan demokrasi modern tanpa memperhitungkan adanya beberapa warga negara yang
diuntungkan dengan karena dapat memperoleh pelayanan publik tanpa berkontribusi. Para
pembonceng gratis sebagaimana juga pelaku kriminal dan melanggar hak-hak adalah
makhluk rasional yang mengetahui kelemahan sistem hukum yang mengorganisasi sosial.
Apabila setiap orang melanggar hukum, sistem hukum akan kehilangan kemampuannya dan
kekacauan akan semakin meluas. Hukum Mancur Olson dan argumentasi pilihan rasional
mengasumsikan bahwa pembonceng gratis adalah normal atau paling tidak merupakan
perilaku yang mungkin dilakukan.
Teori Kritik

Teori kritik dengan tokoh utamanya yakni Max Horkheimer seorang keturunan yahudi, teori
ini muncul yang menjadi koreksi pada teori marxian, kesenjangan sosial yang sangat
mencolok akibat sistem kapitalisme yang berkembang di eropa barat serta kekerasan demi
kekerasan yang berlangsung akibat perang dunia I dan II dan berkembang gerakan politik
anti-semitisme di beberapa negara eropa pada waktu itu merupakan konteks sosial yang
menjadi landasan teori kritik ketika muncul. Pada awal kelahirannya teori kritik ini
dikembangkan dari berbagai studi sosial yang berusaha menggabungkan pendekatan dari
berbagai disiplin ilmu selain berusaha menunjukkan perbedaan antara pengetahuan
tradisional dan pengetahuan kritis dan teori kritik dibedakan dengan upayanya untuk
mendirikan teori sosial interdisipliner radikal yang berakar pada dialektika marxian -
hegelian, historis materialisme , dan kritik ekonomi politik. Juga teori kritik ini lahir dari
ketidaksetaraan dalam suatu sistem atau disebut _structural inequality_ yang _inherent_ di
dalam suatu masyarakat khususnya masyarakat barat di bawah sistem kapitalis, disebut teori
kritik karena para teorinya mengkritik status quo dan berbagai bentuk penindasan yang ada di
masyarakat. Ada 2 aliran utama dari teori kritik yakni :
1. Aliran Positivis yang termasuk ke dalam teori - teori ini adalah marxisme, neo - marxisme

, dan neo - gramscianisme . Bahkan ada pula beberapa ahli yang mengkategorikan
konstruktivisme sosial sebagai salah satu varian teori kritik dalam aliran positivisme.
2. Aliran Post - positivisme merupakan teori - teori yang bergerak beyond positivism yakni
teori - teori yang dapat dikategorikan sebagai supra critical karena teori - teori ini tidak
bergerak sesuai dengan alur yang ada dan tetap dalam paham positivisme yang begitu kental
dengan nilai - nilai akurasi yang tinggi , anti - relativitas (universalitas), konsisten dengan
pengetahuan yang telah mapan, dan bersifat patrimonial. Teori kritik hendaknya
menyediakan perspektif kritis yang dapat digunakan untuk mengkritik dan
mentransformasikan aspek - aspek opresif masyarakat, Keller menyebut teori kritik
merupakan suatu kritik terhadap batas - batas di antara disiplin ( akademis maupun
kemasyarakatan secara umum ) dan suatu teori tentang mediasi atau (interkoneksi) yang
menghubungkan dan mengintegrasikan berbagai mode dan dimensi realitas sosial ke dalam
satu sistem sosial atau masyarakat sedangkan pembagian disiplin akademis umumnya , teori
kritik memetakkan relasi antar domain realitas sosial yang biasanya dipisahkan secara
spesifik. Istilah teori kritik untuk pertama kali dikenalkan oleh Max Horkheimer pada tahun
1937 melalui sebuah esai nya yang berjudul Traditional and Critical Theory menurut
Horkkheimer teori kritik adalah teori sosial yang berorientasi perubahan masyarakat secara
keseluruhan dalam arti masyarakat yang adil dan bebas penindasan, teori kritik sangat
berbeda dengan teori sebelumnya, yang pada umumnya hanya berpusat pada pendeskripsian,
pemahaman ,dan penjelasan terhadap fenomena sosial.

2. Filsafat Atau Teori Yang Mempengaruhi

Teori kritik pada dasarnya adalah sebuah perspektif yang sangat eklektik yang sumber -
sumber pemikirannya bisa ditemukan dari berbagai pemikiran yang berbeda seperti
aristoteles, foucault, gadamer , hegel, marx , kant , dan lain lain nya. Teori kritik bertujuan
untuk menghilangkan berbagai bentuk dominasi serta mendorong kebebasan, keadilan, dan
kesamaan , teori kritik menggunakan metode reflektif dengan melakukan kritik secara terus
menerus terhadap tatanan atau institusi sosial , politik, atau ekonomi yang ada dan cenderung
tidak kondusif bagi pencapaian kebebasan , keadilan, dan kesamaan (Sugiyono, 2009).
Pengaruh Kant terhadap teori kritik dapat ditelusuri dari filsafat Kantian tentang rasionalitas,
baik dalam tatanan teori murni maupun dalam tatanan praktis - etis, karya Hegel yang
berjudul Phenomenology Of The Mind mempunyai pengaruh terhadap teori kritik dalam 2 hal
yaitu:
a. Istilah kritik yang diambil dari pengujian imanen atau internal dari berbagai sumber
penipuan, ilusi, dan distorsi pikiran melalui perjalanan ke arah pengetahuan absolut.
b. Kepercayaan bahwa sejarah manusia mengekspresikan suatu teks imanen yang
membebaskan manusia dan spesies lain dari sistem yang menghambat pikiran
manusia.
Pengaruh terhadap teori kritik juga berasal dari pemikir lain seperti George Lukacs (1885 -
1971) Lukacs membantah bahwa subyektivitas hilang karena produksi komoditas,
menurutnya rasionalitas mempengaruhi berbagai aspek modern hal ini tentu berbeda dengan
Marx yang menyatakan bahwa struktur ekonomi yang mempengaruhi berbagai aspek
kehidupan. Teori kritik adalah anak dari aliran besar filsafat berinspirasi Marx maka dari itu,
teori kritik menjadi bahan diskusi di kalangan filsafat dan sosiologi pada tahun 1961 pada
tahun ini Deutsche Gesellschaft Fur Soziologie mengadakan pertemuan , saat itu terjadi
konfrontasi antara Adorno dan Karl Popper. Konfrontasi itu masuk ke dalam sejarah filsafat
di jerman sebagai Der Positivismusstreit In Der Deutschen Soziologie ( perdebatan
positivisme dalam sosiologi jerman) baru Jurgen Habermas murid dan pengganti Ardono di
Frankfurt berhasil mengintegrasikan tuntutan keras metode - metode analisis ke dalam
pemikiran dialektis teori kritik (Suseno, 1995). C. Subtansi Teori kritik dalam konteks
masyarakat yang sedang mengalami keresahan, berbagai fenomena sosial seperti kemiskinan,
pengangguran, eksploitasi dan penindasan manusia atas manusia sangat kental mewarnai
masyarakat eropa barat dan amerika seiring dengan berkembangnya kapitalisme. dalam
mengembangkan teorinya, Horkeheimer dan kawan -kawan bertolak belakang dari teori
marxisme dan mengoreksi teori itu, terdapat beberapa aspek teori marx yang dilihat tidak
relevan dengan situasi sekarang. asumsi- asumsi dan pengandaian marx tidak sesuai dengan
perkembangan kapitalisme di eropa barat kontemporer, marx mengandaikan kaum buruh
bersatu padu mempunyai class consciousness dan menjadi aktor utama revolusi melawan
kaum borjuis sedangkan menurut Horkheimer hal ini disebabkan asumsi mengenai bentuk
penindasan itu berbeda. apabila marx melihat bahwa penindasan terjadi antara pemilik modal
dan buruh maka, horkheimer melihat seluruh komponen masyarakat tertindas oleh totalitas
sistem.

C. Substansi

Teori kritik dalam konteks masyarakat yang sedang mengalami kesusahan, berbagai
fenomena sosial seperti kemiskinan, pengangguran, eksploitasi dan penindasan manusia atas
manusia sangat kental mewarnai masyarakat eropa barat dan amerika seiring dengan
berkembangnya kapitalisme. dalam mengembangkan teorinya, Horkheimer dan kawan
-kawan bertolak belakang dari teori marxisme dan mengoreksi teori itu, terdapat beberapa
aspek teori marx yang dilihat tidak relevan dengan situasi sekarang. asumsi- asumsi dan
pengandaian marx tidak sesuai dengan perkembangan kapitalisme di eropa barat
kontemporer, marx mengandaikan kaum buruh bersatu padu mempunyai class consciousness
dan menjadi aktor utama revolusi melawan kaum borguise sedangkan menurut Horkheimer
hal ini disebabkan asumsi mengenai bentuk penindasan itu berbeda. apabila marx melihat
bahwa penindasan terjadi antara pemilik modal dan buruh maka, horkheimer melihat seluruh
komponen masyarakat tertindas oleh totalitas sistem. Tokoh-tokoh teori kritik pada dasarnya
dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni tokoh-tokoh yang tergabung dalam “lingkaran dalam”
(inner circle) dan tokoh-tokoh yang tergabung dalam “lingkaran luar” (outer circle).
Kelompok pertama menunjuk pada tokoh-tokoh yang pertama-tama mengembangkan teori
kritik yakni pada periode 1920–1950. Sementara itu, kelompok kedua menunjuk pada tokoh-
tokoh teori kritik yang mengembangkan teori tersebut belakangan, yakni periode setelah
tahun 1950. Crozier (2005) menggolongkan Horkheimer, Theodor W. Adorno, Herbert
Marcuse, Leo Lowenthal, Erich Fromm, Otto Kirchheimer, Franz Neumann, Frederick
Pollock dan Walter Benjamin sebagai tokoh-tokoh yang termasuk dalam “lingkaran
inti”, atau yang sekarang dikenal sebagai “generasi pertama”. Sementara itu, tokoh-tokoh
kontemporer seperti Jurgen Habermas, Albrecht Wellmer, Oskar Negt, Claus Offe, Alfred
Schmidt, dan Klaus Elder sebagai tokoh-tokoh yang tergolong sebagai “lingkaran luar” atau
dikenal “generasi kedua". Konten utama teori kritik pada dasarnya adalah kritik terhadap
berbagai hlm. Ritzer dan Goodman (2008), menyebutkan paling tidak terdapat lima kritik
utama, yakni:
1. kritik terhadap teori Marx Kritik teori Marx terutama ditujukan pada determinisme
ekonomi yang mekanistis. Menurut teori kritik, kekeliruan teori Marx adalah pengabaiannya
terhadap aspek sosial yang lain. Sebagai koreksi terhadap hal ini, teori kritik memusatkan
perhatiannya pada aspek kultural. Teori kritik juga mengkritik teori Marx tentang
perkembangan sejarah peradaban manusia. Menurut Pollock dan Horkheimer, peradaban
manusia tidak “berakhir” pada bentuk komunisme negara tetapi pada bentuk “kapitalisme
negara” (state capitalism) sebagai bentuk perkembangan terakhir kapitalisme. Kapitalisme
negara memiliki perbedaan dengan kapitalisme liberal atau privat capitalism. Kapitalisme
negara mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Walters, 1994).
a) Negara mengganti pasar dalam hal koordinasi produksi dan distribusi komoditas
dengan rencana terpusat yang mempunyai tujuan ekonomi dan berlangsung dalam
jangka waktu yang lama.
b) Harga diatur oleh negara dalam hubungannya dengan rencana terpusat.

c) Keinginan untuk memperoleh keuntungan sebagai motivator ekonomi hilang.


Negara menentukan siapa yang dapat dan siapa yang tidak dapat keuntungan.
d) Proses produksi dikendalikan dengan prinsip-prinsip manajemen ilmiah. Dengan
demikian, buruh/pekerja tidak terlibat dalam pembuatan keputusan melainkan hanya
sebagai pelaksana keputusan dalam suatu cara yang paling efisien.
e) Perencanaan dijalankan dengan komando dan paksaan negara.

f) Negara menjadi instrumen dalam menyatukan elit politik manajer senior, kelas atas
birokrasi pemerintah, militer, pemimpin partai, dan aparatur negara.Pollock, yang
diberi tugas untuk menganalisis kapitalisme negara, menerangkan bahwa kapitalisme
negara mengatasi konsep kapitalisme monopolis yang baru saja terjadi.

2. Kritik terhadap Positivisme

Teori kritik berpandangan bahwa ilmu sosial positif yang berkembang di berbagai belahan
dunia hanya menekankan pada penjelasan pengetahuan dasar-dasar metodologi dan
epistemologinya. Ilmu-ilmu sosial kontemporer, dengan demikian tidak lebih dari dominasi
metodologi dan epistemologi. Ilmu-ilmu sosial hanya berkutat pada penjelasan dan
pembuktian teoritis, Positivisme juga dikritik karena asumsinya yang keliru dalam hal hakikat
manusia dan masyarakat. Ilmu-ilmu sosial yang dipengaruhi positivisme beranggapan bahwa
masyarakat merupakan fenomena objektif yang bersifat ahistoris. Menurut Habermas (1971),
positivisme telah mengabaikan aktor karena menurunkan aktor ke derajat yang pasif yang
ditentukan oleh kekuatan alamiah. Sebagai konsekuensi dari asumsi tersebut, secara
epistemologis dan aksiologis ilmu sosial positivistik menempatkan subjek secara terpisah dari
objek, atau tepatnya peneliti dengan yang diteliti,Paham positivisme membagi secara tegas
pengetahuan dan sumbernya. Suatu pengetahuan dikatakan ilmiah apabila dapat diukur dan
terverifikasi. Setiap pernyataan dari pengetahuan yang secara prinsip tidak dapat
dikembalikan kepada fakta dikatakan tidak mempunyai arti dan tidak masuk akal. Dengan
kata lain, pengetahuan ini tidak bermakna. Pendekatan mekanistik dari positivisme telah
mereduksi sedemikian rupa objek ontologis dari manusia (termasuk ilmu pengetahuan) dalam
tataran kuantifikasi matematis (Lubis, 2009).

3. Kritik terhadap Sosiologi

Teori kritik berpandangan bahwa sosiologi

tidak serius mengkritik masyarakat, tidak berusaha merombak struktur sosial masa kini.
Menurut aliran kritik, sosiologi telah melepaskan kewajibannya untuk membantu rakyat yang
ditindas oleh masyarakat masa kini (Ritzer dan Goodman, 2008). Sosiologi sejak
kelahirannya pada kenyataannya sangat dipengaruhi oleh aliran positivisme yang merupakan
paham yang dikembangkan oleh para the founding fathers, Sosiologi positivistik membangun
pengetahuan melalui observasi-observasi empiris yang dapat diuji secara ketat. Apa yang
disebut data dalam hal ini adalah deskripsi tentang perilaku-perilaku sosial, dan nilai
individual. Data disebut objektif kalau dapat diuji dengan model-model teori yang sudah ada.
Konsep-konsep utama yang lalu dikembangkan di antaranya adalah konsep bebas nilai.
Objektivitas dan bebas nilai bagi sosiologi positivistik tidak lain adalah keinginan untuk
membedakan fakta dengan nilai,dan antara teori dan praktik.

4. Kritik terhadap Masyarakat Modern

Mendasarkan diri pada analisis Marx tentang dominasi, teori kritik meletakkan orientasi
teorinya pada masalah kultural. Menurutnya, masyarakat modern lebih didominasi oleh
elemen kultural dibandingkan dengan ekonomi sebagaimana yang dikatakan Marx. Masalah
yang berkaitan dengan kultur merupakan realitas masyarakat kapitalis modern. Teori kritik
yakin bahwa penindasan yang terjadi pada masyarakat modern adalah penindasan kultural
atas individu dalam masyarakat (Ritzer dan Goodman, 2008). Teori kritik melihat bahwa
masyarakat modern merupakan masyarakat yang irasional, Teori kritik berusaha membuka
tabir irasional ini dan berharap apabila berhasil akan dapat membebaskan manusia pada
kemanusiaan sebenarnya (Sindhunata, 1983).teori budaya yang digagas Horkheimer
merupakan titik tolak kritik terhadap fungsionalisme Marxisme yang selama ini tertutup bagi
analisis tentang masyarakat kontemporer. Dalam teori tersebut, subjek-subjek yang
tersosialisasikan bukannya pasif menerima proses pengendalian anonim, melainkan aktif
berpartisipasi dengan upaya interpretatif mereka sendiri di dalam proses kompleks integrasi
sosial (Honneth, 2008). Selain itu, dalam upayanya melakukan kritik terhadap masyarakat
modern, teori kritik dipengaruhi oleh analisis Weber, terutama tentang rasionalitas. Menurut
teori kritik, suatu tindakan yang dalam terminologi Weberian disebut sebagai rasional formal
merupakan suatu tindakan yang dipengaruhi cara berpikir teknokratis. Tindakan tersebut
bertujuan membantu kekuatan yang mendominasi, bukan untuk membebaskan individu dari
dominasi. Tujuan tindakan rasional formal adalah semata-mata untuk menemukan cara paling
efisien dalam mencapai tujuan apapun yang dianggap penting oleh pemegang kekuasaan.

5. Kritik terhadap kultur

Teori kritik melontarkan kritik terhadap apa yang mereka sebut sebagai “industri kultur”,
yakni struktur yang dirasionalisasi dan debirokrasi (misalnya, jaringan televisi) yang
mengendalikan kultur modern,Wujud yang paling nyata dari konsekuensi budaya massa
tersebut adalah timbulnya budaya konsumerisme di kalangan masyarakat.Konsumerisme
telah menjadi “ideologi” palsu yang membius dan menghalusinasi masyarakat, Teori kritik
menggunakan metode deskripsi dan evaluasi yang berasal dari Karl Marx dan Hegel. Metode
‘‘Immanent critique,’’ merupakan metode interdisipliner dalam melakukan penelitian sosial
yang dibangun oleh para anggota Sekolah Frankfurt. Sebagai penganut Marxisme, para
anggota Sekolah Frankfurt mempunyai komitmen membangun emansipasi kemanusiaan
secara revolusioner. Metode ini tidak sekadar melakukan kritik terhadap berbagai tatanan
sosial dengan menggunakan nilai-nilai etika dari “luar” tetapi juga melakukan evaluasi
terhadap institusi-institusi sosial dengan menggunakan nilai-nilai internal (immanent) dari
institusi tersebut, serta klaim-klaim ideologis yang menyertainya. Teori kritik menghasilkan
analisis teoritis tentang transformasi kapitalisme kompetitif ke kapitalisme monopoli dan
fasisme, serta berharap menjadi bagian dari proses historis melalui kapitalisme yang akan
digantikan sosialisme. Horkheimer mengakui bahwa kategori-kategori yang muncul dalam
teori tradisional memengaruhi kritiknya. Kategori-kategori Marx seperti kelas, eksploitasi,
nilai lebih, keuntungan, pemiskinan, dan sebagainya harus dimaknai bukan sebagai
reproduksi masyarakat saat ini, melainkan dilihat nilai transformasinya menuju masyarakat
yang benar. Teori kritik dengan demikian dimotivasi oleh kepentingan emansipasi dan
merupakan filsafat sosial praktis yang diarahkan kepada “perjuangan mencapai masa depan”.
Teori kritik harus selalu loyal terhadap “ide tentang masyarakat masa depan sebagai
masyarakat yang terdapat di dalamnya manusia bebas” (Turner, 2006) dari penjelasan di atas
bahwa teori kritik menawarkan sesuatu yang baru yang berbeda dengan teori-teori
sebelumnya, atau yang sering disebut sebagai teori tradisional. Alternatif pertama yang
ditawarkan adalah teori yang tidak sekadar teori, tetapi teori yang juga mempunyai makna
sebagai ideologi praktis. Apabila teori-teori tradisional berhenti setelah melakukan analisis
fakta yang menjadi objek penelitiannya, teori kritik tidak sekadar itu.

D. Kritik dan Tanggapan

Menurut Suseno (1995), kegagalan teori kritik justru berada pada claim-nya yang paling inti,
yaitu sebagai katalisator suatu praktis emansipatoris. Pembebasan dari belenggu dogma
Marxisme klasik dibayar dengan pesimisme total, Menurut Agger (2005) mencatat bahwa
kritik sosiologi atas teori kritik terletak pada 3 kegagalan terkait yaitu
1. Teori kritik bersifat non-kuantitatif sehingga gagal meraih standar metodologi sains.
2.Teori kritik dinyatakan bersifat politis, menolak mengadopsi standar bebas nilai
positivis. Hal ini merupakan sosiologi kursi malas.
3. Teori kritik tidak memiliki “data”. Ia mempertahankan spekulasi murni. Ia adalah
sosiologi kursi malas. Kritisisme ketiga ini tidak sama dengan kritisisme pertama.
Teori kritik yang mengkritik sosiologi mainstream yang dikira sebagai disiplin ilmu
yang terjebak dalam pengembangan metode sebagai tujuan mendapat pembelaan dari
Robert K. Merton. Sebagai seorang positivis, Merton menyatakan bahwa teori
sebenarnya “menguji” preposisi dengan mengacu kepada data empirik.Teori kritik
banyak mengkritik positivisme sebagai landasan epistemologi ilmu pengetahuan
(sains) modern, Senada dengan pendapat di atas, Salim (2006) juga menyatakan
bahwa teori kritik sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai suatu paradigma, tetapi
lebih tepat disebut “ideologically oriented inquiry,” yaitu suatu wacana atau cara
pandang terhadap realitas yang mempunyai orientasi ideologis terhadap paham
tertentu.Oleh karena itu, aliran ini lebih menekankan konsep subjektivitas dalam
menemukan suatu ilmu pengetahuan, karena nilai-nilai yang dianut oleh subjek atau
pengamat ikut campur dalam menentukan kebenaran tentang suatu halaman. Dari
pandangan-pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa teori kritik (critical theory)
tidak dapat dikatakan sebagai paradigma, tetapi lebih tepat dikatakan sebagai suatu
cara pandang yang berorientasi pada ideologi seperti neo-Marxisme, materialisme,
feminisme, Freireisme, dan lain-lain. Hal yang penting dari teori kritik ini adalah
penolakannya terhadap pandangan kaum positivis dan post positivis yang menyatakan
realitas itu bebas nilai. Oleh karena teori kritik ini berpandangan bahwa realitas tidak
dapat dipisahkan dari subjek, nilai-nilai yang dianut oleh subjek ikut mempengaruhi
kebenaran dari realitas itu.

E.Prospek dan Perkembangan

Teori paling menonjol yang termasuk dalam “generasi kedua” atau “lingkaran luar” yang
muncul sekitar tahun 1960-an adalah Douglas Kellner dan Jürgen Habermas. Pemikiran
kedua tokoh ini banyak melakukan koreksi terhadap teori kritik pada dekade tiga puluhan.
Suseno (1995) mencatat bahwa hal pertama yang dikritik Habermas adalah sifat kritis ”teori
tradisional” Horkheimer dan Adorno yang nilainya sebagai asal mengkritik berbagai
ketidakberesan dalam masyarakat. Menurut Habermas, terminologi ”kritis” pertama-tama
berarti sadar akan pengandaian-pengandaian dan fungsi sosial teori-teori, termasuk teorinya
sendiri. Sebuah teori kritis merefleksikan kaitan perkembangannya maupun kaitan
penggunaannya, Menurut Habermas teori kritik menjadi praktis dan emansipatoris justru
sebagai usaha teoretis. Dengan membuka kepentingan-kepentingan terselubung sebuah teori
positif, daya legitimatif teori itu didobrak.Teori bagi Habermas merupakan suatu produk dari
dan memenuhi maksud dari tindakan manusia. Secara esensial teori adalah alat untuk
kebebasan manusia yang besar, yang berkembang dalam sejumlah tingkat-tingkat yang
berbeda dan karenanya menarik kita keluar dari dominasi dan perbudakan (Craib, 1986).
Habermas tidak sedikit menganalisis mengenai kapitalisme modern. Bagi Habermas,
kapitalisme merupakan suatu tahap perkembangan masyarakat yang berjalan secara
evolusioner. Habermas menekankan dominasi teknologi dan nalar instrumental yang
mewarnai kapitalisme modern. Peran negara adalah sentral, terutama dalam menentukan
jalannya ekonomi dan aspek-aspek kehidupan sosial lainnya. Teori Habermas lebih bersifat
preskriptif ketika mengarahkan perhatiannya kepada apa yang seharusnya dilakukan dalam
situasi rasionalitas instrumental mendominasi kehidupan, Habermas menggunakan peranti
teori-teori yang lebih bersifat mikro-sosiologi, yakni interaksionisme simbolik dan teori
tindakan.Habermas menaruh perhatian besar pada fungsi bahasa dalam komunikasi
interpersonal. Komunikasi merupakan interaksi yang diantarkan secara simbolik, menurut
bahasa, dan mengikuti norma-norma. Bahasa harus dapat dimengerti, benar, jujur dan tepat.
Keberlakuan norma-norma itu hanya dapat dijamin melalui kesepakatan dan pengakuan
bersama bahwa kita terikat olehnya, Pada tataran ini Habermas masih berada pada “jalur”
yang sama dengan pendahulu teori kritik seperti Horkheimer. Seorang kritikus menurut
Habermas semestinya tidak hanya sekedar merenungkan berbagai masalah sekitar dengan
hanya memberikan jalan keluar melalui karya-karya yang diterbitkan. Terdapat dua konsep
masyarakat yang berkaitan dengan mekanisme integrasi, yakni konsep dunia kehidupan
(lifeworld) dan konsep sistem sosial.Habermas mengembangkan konsep yang terkenal, yakni
tindakan komunikatif (communicative action) yang menunjuk komunikasi interpersonal yang
diorientasikan pada pemahaman bersama di mana masing-masing partisipan menjadi dirinya
sendiri dan bukan sebagai objek manipulasi. Masing-masing aktor yang terlibat dalam
komunikasi tidak semata-mata bertujuan mencapai kesuksesan bagi dirinya tetapi berusaha
menciptakan suasana harmonis dalam komunikasi. Lawan dari konsep ini adalah apa yang ia
sebut sebagai tindakan strategis (strategic action) yang merupakan instrumen untuk
melakukan eksploitasi ataupun manipulasi, Selain Habermas, tokoh lain yang menonjol
sebagai teori kritik kontemporer adalah Douglas Kellner. Teori yang dikembangkan menjadi
sangat terkenal di era 1990-an. Menurut Ritzer dan Goodman (2008), teori Kellner
didasarkan atas premis bahwa kita belum lagi bergerak ke abad postmodern atau post
industri, tetapi masih berada di zaman kapitalisme yang terus merajalela seperti masa jayanya
teori kritik. Oleh karena itu, ia merasa bahwa konsep dasar yang dikembangkan untuk
menganalisis kapitalisme (contoh reifikasi dan pengasingan) masih relevan untuk
menganalisis tekno-kapitalisme, Teori kritik terus berkembang hingga saat ini. Hal ini
terbukti dari penelitian-penelitian yang dilakukan oleh banyak ahli dari berbagai penjuru
dunia yang menggunakan teori kritik sebagai pijakan analisisnya (point of departure). Teori
kritik diterapkan pada aspek-aspek kajian yang sangat luas. Agger (2005) mencatat bahwa
bidang aplikasi teori kritik yang antara lain: kebijakan negara dan kebijakan sosial,kontrol
sosial, budaya pop, analisis wacana dan media massa, kajian gender, psikologi sosial,
sosiologi pendidikan, gerakan sosial,metode penelitian, ras dan etnisitas, politik dan politik
mikro, penerapan pada pendidikan:kritik imanen, historisitas, dan politik kurikulum.
Kontribusi lain dari teori kritik adalah muncul dan berkembangnya berbagai perspektif
pemikiran di berbagai bidang. Beberapa perspektif teori yang muncul kemudian sebagai
varian baru teori kritik antara lain: critical race theory, critical feminist theory, critical race
feminism, queer theory, world systems theory, postcolonial theory, performance theory,
transversal poetic, social ecology, dan the theory of communicative action. Berbagai
perspektif teori semakin memperkaya khazanah teori kritik selain memperbaiki kekurangan
yang ada pada teori kritik itu sendiri. Munculnya berbagai perspektif tersebut menandakan
bahwa teori kritik mendapat tanggapan luas dari para ilmuwan. Tidak hanya ilmuwan sosial,
tetapi juga ilmuwan bidang-bidang ilmu yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Haryanto,Sindung. (2012). SPEKTRUM TEORI SOSIAL: Dari Klasik Hingga Postmodern .


Jogjakarta. AR-RUZZ MEDIA (Rujukan Buku)

Anda mungkin juga menyukai