Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH ETNOBOTANI

PENERAPAN ETNOBOTANI PADA BIDANG PENGOBATAN


DAN MEDICINE

Dosen Pengampu : Nur Eka Kusuma Hindrasti, S.Pd., M.Pd.

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6

1. Amalia Salmi 2003030006


2. Bela Yurita 2003030036
3. Dewi Fatmila 2103030027
4. Desi Kurnia Wati 2103030032
5. Fitriana 2103030053
6. Amirah Putri Salsabila 2203030054

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
2023

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami
kemudahan untuk dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penerapan
Etnobotani Pada Bidang Pengobatan dan Medicine” ini sesuai dengan waktu yang
ditentukan. Tanpa berkat dan rahmat-Nya tidak mungkin kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Etnobotani yang diampu oleh Ibu Nur Eka Kusuma Hindrasti S.Pd.,
M.Pd. Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan beliau, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami dengan penuh kesadaran, menyadari bahwa penyusunan makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik serta saran sebagai masukan
bagi kami ke depan dalam penyusunan makalah sangatlah berarti. Akhir kata penulis
memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penyampaian kata-kata yang kurang
berkenan. Sekian, terima kasih.

Tanjungpinang, 13 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ iii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1
C. Tujuan ................................................................................................................... 2
BAB II ........................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 4
A. Pengenalan Etnobotani ......................................................................................... 4
B. Warisan Budaya .................................................................................................... 6
C. Penemuan Obat ..................................................................................................... 7
D. Pemanfaatan Tanaman.......................................................................................... 8
E. Pengembangan Obat Baru ................................................................................... 10
F. Konservasi Hayati ............................................................................................... 11
G. Kolaborasi Interdisipliner ................................................................................... 14
H. Hambatan dan Tantangan ................................................................................... 15
I. Studi Kasus........................................................................................................... 17
J. Pandangan Masa Depan ....................................................................................... 19
BAB III........................................................................................................................ 21
PENUTUP ................................................................................................................... 21
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 21
B. Saran ................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 23

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daftar Pemanfaatan tumbuhan obat .......................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Harshberger memakai kata Ethnobotany (selanjutnyaakan ditulis
etnobotani) untuk menekankan bahwa ilmu ini mengkaji sebuah hal yang terkait
dengan dua objek, “ethno” dan “botany”, yang menunjukkan secara jelas bahwa
ilmu ini adalah ilmu terkait etnik (suku bangsa) dan botani (tumbuhan) (Alexiades
& Sheldon, 1996; Cotton, 1996; Carlson & Maffi, 2004). Etnobotani menekankan
bagaimana hubungan antara budaya manusia dan sumber daya tumbuhan di
lingkungan dapat terwujud secara langsung atau tidak langsung. Fokus utamanya
adalah pada hubungan mendalam antara budaya manusia dan alam.
Mengutamakan wawasan budaya dan wawasan kelompok masyarakat dalam
pengelolaan sistem pengetahuan tumbuhan dalam kehidupannya (Suryadarma,
2008).
Ilmu etnobotani adalah bidang penelitian yang menggabungkan
pengetahuan masyarakat tradisional tentang penggunaan tanaman untuk
pengobatan dengan ilmu botani modern. Etnobotani telah berkembang sebagai
cabang ilmu penting yang menopang penelitian-penelitian di bidang industri
farmasi. Ini melibatkan pengumpulan, analisis, dan pemahaman tentang
bagaimana berbagai kultur menggunakan tumbuhan sebagai obat-obatan. Selain
itu, ilmu etnobotani juga berperan dalam melestarikan pengetahuan tradisional
dan konservasi tumbuhan obat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep etnobotani dapat didefinisikan, dan bagaimana ilmu ini
menggabungkan pengetahuan tradisional masyarakat dengan ilmu botani
dalam konteks pengobatan?

1
2

2. Bagaimana pengetahuan etnobotani diintegrasikan sebagai bagian dari


warisan budaya masyarakat tertentu, yang telah digunakan selama berabad-
abad untuk mengobati penyakit dan menjaga kesehatan?
3. Apa contoh konkret di mana etnobotani telah membantu dalam menemukan
obat-obatan penting?
4. Bagaimana tanaman obat yang digunakan dalam pengobatan tradisional telah
ditemukan, diidentifikasi, dan dimanfaatkan oleh ilmuwan dan dokter
modern?
5. Bagaimana penelitian etnobotani masih berperan dalam pengembangan obat-
obatan baru, dengan contoh-contoh penemuan terbaru atau penelitian yang
sedang berlangsung?
6. Mengapa konservasi tanaman obat tradisional penting untuk mempertahankan
keanekaragaman hayati dan memastikan ketersediaan bahan baku obat-obatan
di masa depan?
7. Bagaimana kolaborasi antara ilmuwan botani, ahli kedokteran, antropolog,
dan komunitas lokal diperlukan dalam penerapan pengetahuan tradisional
melalui etnobotani dalam pengobatan modern?
8. Apa hambatan dan tantangan yang ada dalam mengintegrasikan pengetahuan
etnobotani ke dalam praktik kedokteran modern, seperti regulasi, validasi
ilmiah, dan etika?
9. Apa studi kasus konkret yang dapat disertakan dalam makalah, baik yang
menggambarkan keberhasilan penggunaan etnobotani dalam pengobatan
maupun tantangan yang dihadapi?
10. Bagaimana pandangan masa depan mengenai peran etnobotani dalam
perkembangan pengobatan dan kedokteran, serta mengapa penting untuk
menjaga pengetahuan tradisional ini?

C. Tujuan
1. Mengetahui konsep etnobotani dan bagaimana ilmu ini menggabungkan
pengetahuan tradisional masyarakat dengan ilmu botani dalam konteks
pengobatan
2. Mengetahui pengetahuan etnobotani diintegrasikan sebagai bagian dari
warisan budaya masyarakat tertentu, yang telah digunakan selama berabad-
abad untuk mengobati penyakit dan menjaga kesehatan
3

3. Mengetahui contoh konkret di mana etnobotani telah membantu dalam


menemukan obat-obatan penting
4. Mengetahui tanaman obat yang digunakan dalam pengobatan tradisional yang
telah ditemukan, diidentifikasi, dan dimanfaatkan oleh ilmuwan dan dokter
modern
5. Mengetahui penelitian etnobotani berperan dalam pengembangan obat-obatan
baru, dengan contoh-contoh penemuan terbaru atau penelitian yang sedang
berlangsung
6. Mengetahui pentingnya konservasi tanaman obat tradisional untuk
mempertahankan keanekaragaman hayati dan memastikan ketersediaan bahan
baku obat-obatan di masa depan
7. Mengetahui kolaborasi antara ilmuwan botani, ahli kedokteran, antropolog,
dan komunitas lokal dalam penerapan pengetahuan tradisional melalui
etnobotani dalam pengobatan modern
8. Mengetahui hambatan dan tantangan dalam mengintegrasikan pengetahuan
etnobotani ke dalam praktik kedokteran modern, seperti regulasi, validasi
ilmiah, dan etika
9. Mengetahui studi kasus konkret mengenai keberhasilan penggunaan
etnobotani dalam pengobatan maupun tantangan yang dihadapi
10. Mengetahui pandangan masa depan mengenai peran etnobotani dalam
perkembangan pengobatan dan kedokteran, serta pentingnya untuk menjaga
pengetahuan tradisional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengenalan Etnobotani
Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa etnobotani adalah ilmu yang
mempelajari hubungan manusia dengan tetumbuhan. Terminologi etnobotani
sendiri muncul dan diperkenalkan oleh ahli tumbuhan Amerika Utara, John
Harshberger tahun 1895 untuk menjelaskan disiplin ilmu yang menaruh perhatian
khusus pada masalah-masalah terkait tetumbuhan yang digunakan oleh orang-
orang primitif dan aborigin. Harshberger memakai kata Ethnobotany
(selanjutnyaakan ditulis etnobotani) untuk menekankan bahwa ilmu ini mengkaji
sebuah hal yang terkait dengan dua objek, “ethno” dan “botany”, yang
menunjukkan secara jelas bahwa ilmu ini adalah ilmu terkait etnik (suku bangsa)
dan botani (tumbuhan) (Alexiades & Sheldon, 1996; Cotton, 1996; Carlson &
Maffi, 2004).
Pada awal-awal perkembangan etnobotani, kebanyakan survei menaruh
perhatian terhadap pengumpulan informasi jenis-jenis dan nama lokal dari
tetumbuhan serta manfaatnya. Hal ini juga terkait dengan upaya masyarakat ilmu
pengetahuan untuk melakukan dokumentasi secara tertulis akan kekayaan jenis
tetumbuhan dan manfaatnya yang dikebanyakan daerah “primitif dan tak
tersentuh teknologi” tidak terdokumentasi dengan baik. Pada tahun 1916, Robbins
memperkenalkan konsep baru tentang etnobotani. Robbins menganjurkan bahwa
kajian-kajian etnobotani tidak boleh hanya terhenti kepada sekedar
mengumpulkan tetumbuhan, tetapi etnobotani harus lebih berperan dalam
memberi pemahaman yang mendalam kepada masyarakat tentang biologi
tumbuhan dan perannya dalam kehidupan masyarakat tertentu.
Dengan semakin berkembangnya kajian-kajian etnobotani, Richard Ford
pada tahun 1997 memberi beberapa catatan penting sebagai arahan bagi

4
5

perkembangan etnobotani di masa depan. Pertama, Ford menegaskan bahwa


etnobotani adalah studi tentang hubungan langsung antara manusia dan tumbuhan
“Ethnobotany is the direct interelationship between human and plants”. Kata
direct memberikan penekanan khusus terhadap tetumbuhan yang benar-benar
terkait dalam kehidupan masyarakat. Dengan kata lain, tumbuhan yang
mempunyai manfaat dan diperkirakan akan memecahkan masalah yang dihadapi
masyarakat di masa depan adalah target utama kajian etnobotani. Kedua, Ford
menghilangkan kata-kata “primitive” dalam etnobotani untuk memberi peluang
bagi semakin lebarnya cakupan studi etnobotani. Ketiga, selama ini ada kesan
bahwa sasaran studi etnobotani adalah masyarakat tradisional di kawasan negara
berkembang (non-western). Ford menekankan bahwa tidak benar bahwa
etnobotani harus mempelajari masyarakat non-barat; bangsa-bangsa barat
(western) juga mempunyai nilai-nilai etnobotani yang harus diselidiki dan
didokumentasikan. Dengan kata lain, cakupan etnobotani haruslah global.
Etnobotani telah berkembang sebagai cabang ilmu penting yang
menopang penelitian-penelitian di bidang industri farmasi. Saat ini, berbagai
lembaga penelitian milik pemerintah, swasta, World Health Organization (WHO)
serta perusahaan-perusahaan farmasi besar di dunia mulai mengalokasikan dana
untuk kepentingan ekspedisi etnobotani ke pelosok-pelosok terpencil, terutama
dikawasan tropis untuk mencari dan memperoleh ilmu pengetahuan dari
masyarakat setempat terkait ilmu obat-obatan dan selanjutnya mengkoleksi
sampel lapangan untuk analisis di laboatorium (Rodrigues et al., 2003).
Ilmu etnobotani adalah bidang penelitian yang menggabungkan
pengetahuan masyarakat tradisional tentang penggunaan tanaman untuk
pengobatan dengan ilmu botani modern. Ini melibatkan pengumpulan, analisis,
dan pemahaman tentang bagaimana berbagai kultur menggunakan tumbuhan
sebagai obat-obatan. Etnobotani menggabungkan pengetahuan masyarakat
tradisional, termasuk metode persiapan, dosis, dan penggunaan tanaman obat
dalam konteks sejarah dan budaya mereka. Ilmuwan etnobotani juga melakukan
identifikasi dan klasifikasi tumbuhan obat yang digunakan dalam pengobatan
tradisional. Selain itu, etnobotani berusaha memahami dasar ilmiah di balik
penggunaan tanaman obat tersebut. Ini termasuk mengungkap senyawa aktif
dalam tanaman yang memiliki efek farmakologis, serta pengkajian terhadap
potensi keamanan dan efektivitasnya. Dengan cara ini, ilmu etnobotani mencoba
menggabungkan pengetahuan tradisional dengan pengetahuan ilmiah untuk
mengembangkan pengobatan yang lebih efektif dan aman berdasarkan tumbuhan.
Selain itu, ilmu etnobotani juga berperan dalam melestarikan pengetahuan
6

tradisional dan konservasi tumbuhan obat. Hal ini membantu menjaga


keanekaragaman hayati dan melindungi sumber daya alam yang digunakan oleh
masyarakat untuk pengobatan.
Dalam mengobati suatu jenis penyakit dapat digunakan lebih dari satu
jenis tumbuhan yang berupa ramuan obat seperti jamu, param, semar, dikunyah
dikumur dan sebagainya. Pemanfaatan obat tradisonal dapat menjadi pilihan
utama masyarakat karena akses fasilitas kesehatan yang jauh dan harga obat
sintesis yang mahal. Sebagian masyarakat dapat menggunakan tanaman obat
karena tanaman tersebut memiliki khasiat khasiat tertentu. Salah satu tumbuhan
yang dapat digunakan adalah kencur. Seperti yang diketahui khasiat kencur
bersama dengan bahan lain dalam ramuan dapat digunakan sebagai obat desentri,
maag, peluruh keringat, pencahar, campuran obat sariawan, bengkak, radang
lambung, urat tegang dan batuk kering pada anak- anak (Hariyadi, 2001).
Selain kencur tanaman lain yang dapat dimanfaatkan adalah jahe.
Rimpang jahe mengandung zat kimia yang umumnya digunakan sebagai obat
beberapa penyakit atau kelemahan jasmani, misalnya untuk obat demam, batuk
dan sakit perut. Jahe mengandung zat-zat yang dapat menyembuhkan penyakit
seperti limonene sebagai obat flu, sebagai perangsang keluarnya keringat, obat
demam, pusing dan masuk angin. untuk meredakan batuk (Tim Lentera, 2004).
Selain itu jahe juga dapat digunakan sebagai obat reumatik dengan cara dioleskan
sebagai obat gosok, obat pegal-pegal dengan dibuat parem, sebagai kompres di
dahi pada sakit kepala, obat batuk, mencret dan muntah-muntah dibuat dengan
dicampur bahan-bahan lain sebagai obat gosok (Thomas, 1992). Jahe
dimanfaatkan untuk pengobatan reumatik, batuk kering, kolera, difteri dan radang
tenggorokan (Hariyadi, 2001) dan (Hidayat,2001).

B. Warisan Budaya
Etnobotani adalah studi yang mempelajari hubungan antara tumbuhan
dengan manusia, mempelajari bagaimana cara pemanfaatan tumbuhan dalam
kehidupan sehari-hari. Etnobotani merupakan bentuk deskriptif dari pengetahuan
botani yang dimiliki masyarakat di daerah tertentu. Pemanfaatan tumbuhan untuk
obat-obatan tradisional merupakan salah satu kajian etnobotani. Obat tradisional
merupakan warisan budaya bangsa yang perlu untuk dilestarikan dan
dikembangkan guna menunjang kesehatan. Obat tradisional sangat besar
peranannya dalam pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia, maka dari itu
obat tradisional berpotensi untuk dikembangkan. Indonesia memiliki banyak
tanaman obat- obatan karena Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar
7

kedua setelah Negara Brazil. Meskipun banyak tanaman yang dapat digunakan
sebagai bahan obat tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat
Indonesia (Notoatmodjo, 2007). Tumbuhan obat adalah pemanfaatan
keanekaragaman hayati yang ada di sekitar kita, baik tumbuhan yang
dibudidayakan atapun tumbuhan liar. Sejak nenek moyang, tumbuhan sudah
digunakan sebagai obat tradisional. Perlu diingat bahwa biaya pengobatan yang
tidak dapat dijangkau oleh semua orang, maka tumbuhan obat merupakan salah
satu alternatif yang terjangkau bagi masyarakat (Bangun, 2012).
Spesis tanaman yang dimanfaatkan sebagai bahan baku jamu adalah sama
di setiap daerah di Eks Karesidenan Surakarta. Namun masih ditemukan keunikan
terkait penggunaan tanaman yang di daerah lain tidak dimanfaatkan. Misalnya di
wilayah Kabupaten Wonogiri tepatnya di daerah Desa Belikurip, Baturetno
adalah penggunaan daun kelor dan daun jati cina. Daun kelor dapat digunakan
sebagai obat gatal dan bersih darah, sedangkan daun jati cina digunakan untuk
melancarkan BAB, cara pembuatan kedua jamu tersebut dengan ditumbuk dan
dilarutkan pada air panas.
Kabupaten Karanganyar, tepatnya di daerah Kalisoro, Sekipan,
Tawangmangu dikenal daerah yang memiliki suhu lingkungan yang dingin
sehingga banyak tanaman obat dan tanaman khasiat lainntya ynag dibudidayakan
di daerah ini. Salah satu tanaman budidaya yang dimanfaatkan adalah bunga
rosella. Pengolahan bunga ini untuk dijadikan jamu adalah dengan cara dijemur,
ditumbuk, dan dilarutkan pada air panas kemudian disaring, khasiatnya untuk
mencegah kanker dan menurunkan tekanan darah. Di daerah Tawangmangu juga
memanfaatkan kulit kayu secang yang direbus atau diseduh guna menghangatkan
tubuh dan mencegah masuk angin. Daerah Tawangmangu juga terkenal dengan
perkebunan cengkeh, cengkeh yang dihasilkan petani biasanya diolah dengan
merebus daunnya kemudian disaring, khasiatnya untuk menghangatkan tubuh.
Selain itu, di daerah ini dikenal cengkir (manggar atau bunga kelapa) yang
ditumbuk, direbus, kemudian disaring, biasanya dimanfaatkan sebagai
antioksidan.

C. Penemuan Obat
Di Indonesia malaria merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi
yang tinggi terutama di wilayah bagian timur Indonesia (News, 2007). Dari data
edeminitas malaria di Indonesia tahun 2012-2015 dapat dilihat bahwa kasus
malaria banyak terkonsentrasi di wilayah timur Indonesia. Menurut Annual
Parasite Incidence(API) tahun 2015 Provinsi Papua menempati posisi teratas
8

berdasarkan sebaran kasus malarianya, yaitu sebesar 31,93%, disusul Papua


Barat sebesar 31,29%, dan NTT sebesar 7,04% (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2016). Upaya-upaya pengendalian penyakit malaria sudah
banyak dilakukan oleh kementrian kesehatan dari hulur ke hilir.
Di dunia internasional, penggunaan obat herbal telah banyak diterima
secara luas baik di negara berkembang maupun negara maju (Jumiarni and
Komalasari, 2017). Indonesia sendiri memiliki potensi alam hayati yang
sangat banyak, namun pemanfaatannya hanya dilakukan secara tradisional
(Hayati, Jannah dan Ningsih, 2012). Pada dasarnya manusia telah mengenal
fungsi tumbuhan terutama sebagai penanggulangan masalah kesehatan.
Penemuan-penemuan tanaman obat oleh masyarakat pada umumnya karena
perasaan intrinsik yang secara turun temurun diwariskan dan dipertahanakan
dengan penuturan secara lisan (Nurmalasari, Sukarsa and Hidayah, 2012).
Penggunaan obat tradisional cenderung hanya berdasarkan pengalaman masa
lampau. Pemanfaatan tanaman obat sebagai agent antimalaria sudah banyak
dilakukan dan dikembangkan. Banyak senyawa aktif yang terdapat pada
tanaman berdasarkan hasil penelitian diklaim sebagai antimalaria, baik berupa
tanaman utuh, simplisia maupun yang telah dikembangkan lebih lanjut dalam
bentuk ekstrak dan senyawa isolasi. Beberapa tumbuhan yang diteliti juga
memiliki kemampuan sebagai antiplasmodium seperti sambiloto, pulai,
bratawali dan johar (Zein, 2009). Selama ini ada juga obat bahan alam yang
seringdigunakan sebagai terapi malaria berasal dari tumbuhan cinchona yang
dimanfaatkan dari getahnya. Obat ini lebih sering dikenal dengan sebutan kina
(Hayati, Jannah and Ningsih, 2012).
Tanaman yang akan dibahas mencakup Sambiloto (Andrographis
paniculata Nees), Mundu (Garcinia dulcis Kurz), Anting-anting (Acalypha
indica L.), Johar (C. siamea Lamk), Pasak bumi (Eurycoma longifolia jack),
Ketumpang (Tridax procumbens L), Cocor bebek (Kalanchoe blossfeldiana
Poelln), dan Talikuning (Anamirta cocculus). Tanaman-tanaman ini telah
diteliti dan diuji secara farmakologi, baik uji in-vitro maupun in-vivo serta
skrining fitokimia untuk mengetahui kandungan atau metabolit sekunder beserta
turunannya.

D. Pemanfaatan Tanaman
Alam Indonesia diakui dunia sebagai komunitas paling kaya akan
keanekaragaman hayatinya. Dari 40.000 jenis tumbuhan yang ada di dunia,
sebanyak 30.000 jenis dapat dijumpai di Indonesia (Isnandar, 2011).
9

Keanekaragaman yang tinggi tersebut mendorong masyarakat Indonensia untuk


memanfaatkan banyak jenis tumbuhan dala m kehidupan sehari-harinya. Salah
satu manfaat tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat Indonesia adalah sebagai
pengobatan. Masyarakat Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan
tumbuhan sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan.
Pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tersebut berdasar pada
pengalaman dan keterampilan yang secara turun temurun telah diwariskan dari
satu generasi ke generasi berikutnya (Nurmalasari dkk., 2012).
Menurut Herbie (2015) penggunaan tumbuhan obat mempunyai banyak
kelebihan dibandingkan dengan obat kimia modern, diantaranya adalah tumbuhan
obat memiliki harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan obat kimia
modern, tumbuhan obat memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit bahkan
ada yang sama sekali tidak menimbulkan efek samping jika digunakan secara
tepat, tumbuhan obat tidak hanya memperbaiki beberapa sistem tubuh tapi
memperbaiki keseluruhan system tubuh, tumbuhan obat juga efektif digunakan
untuk pengobatan penyakit kronis yang sulit diatasi dengan obat kimia modern.
Pengetahuan masyarakat dalam pemanfaaatan tumbuhan khususnya sebagai obat
merupakan salah satu sumbangsi besar terhadap kemajuan dunia ilmu dan
teknologi. Namun, saat ini pengetahuan masyarakat mengenai pemanfaatan
tumbuhan tersebut belum banyak terdokumentasikan. Disamping itu banyak
sekali hal yang menyebabkan kerusakan atau hilangnya sumberdaya hayati dan
pengetahuan mengenai pemanfaatannya tersebut, seperti dikarenakan perubahan
pola hidup masyarakat dari sederhana menjadi pola hidup modern karena
kemajuan dan perkembangan zaman yang terjadi. Untuk mengungkapkan dan
mendokumentasikan sistem pengetahuan tersebut diperlukan penelitian yang
mengkaji mengenai pengetahuan masyarakat dalam pemanfaaatan tumbuhan
khususnya sebagai obat di Indonesia (Rahayu dan Kazuhiro, 2004).
Salah satu masyarakat yang masih memanfaatkan tumbuhan dalam
kehidupan sehari-hari khusunya sebagai obat-obatan adalah masyarakat Desa
Jayamekar Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat. Berdasarkan
wawancara yang sudah dilakukan dengan beberapa tokoh masyarakat di Desa
Jaya mekar pada 16 Mei 2016, masyarakat asli Desa Jayamekar masih
menggunakan tumbuhan sebagai obat dalam kehidupan sehari-harinya, seperti
jika terluka saat diladang masyarakat menggunakan getah pohon pisang atau
babadotan sebagai pertolongan pertama, kemudian tradisi ngaleuhang yaitu
perawatan sejenis spa yang dilakukan secara tradisional menggunakan rebusan
daun jeruk bali dan buah limus untuk menghilangkan rasa lelah setelah bekerja
10

atau sakit meriang. Pengetahuan yang dimiliki masyarakat Desa Jayamekar


tersebut merupakan pengetahuan tradisional dan kekayaan budaya yang perlu
digali agar pengetahuan tersebut tidak hilang. Pengetahuan mengenai
pemanfaatan tumbuhan sebagai obat oleh masyarakat Desa Jayamekar belum
pernah didokumentasikan sebelumnya. Oleh karena itu penelitian etnobotani perlu
dilakukan mengingat kemajuan zaman yang dikhawatirkan dapat menyebabkan
hilangnya pengetahuan tradisional tersebut.
Pada awalnya penggunaan istilah etnobotani adalah botani aborigin yang
diungkapkan oleh Power pada tahun 1875 yang batasannya adalah pemanfaatan
berbagai jenis tumbuhan oleh masyarakat local untuk bahan obat-obatan, bahan
makanan, bahan sandang, bahan bangunan, dan lain-lainnya. Istilah etnobotani
muncul pertama kali pada tanggal 5 Desember 1895 dalam artikel anonym yang
diterbitkan oleh Evening Telegram dalam kesempatan suatu konferensi arkeolog
J. W Herberger (Purwanto, 1999).

E. Pengembangan Obat Baru


Penelitian etnobotani terus berperan penting dalam pengembangan obat-
obatan baru karena berfokus pada pengumpulan pengetahuan tradisional tentang
tanaman dan tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat lokal untuk pengobatan.
Penelitian ini dapat memberikan petunjuk berharga tentang tumbuhan mana yang
mungkin memiliki sifat-sifat obat yang belum terungkap. Di bawah ini,
merupakan beberapa contoh penemuan terbaru dan penelitian yang sedang
berlangsung dalam bidang etnobotani.
1. Artemisinin untuk Malaria: Salah satu contoh yang paling terkenal adalah
penemuan senyawa artemisinin yang efektif dalam mengobati malaria.
Artemisinin ditemukan dalam tanaman Artemisia annua, yang telah
digunakan dalam pengobatan tradisional di Tiongkok selama berabad-abad.
Pengembangan artemisinin sebagai obat antimalaria modern telah
menyelamatkan jutaan nyawa. Ini adalah contoh klasik tentang bagaimana
pengetahuan etnobotani dapat membantu dalam penemuan obat-obatan.
2. Strophanthus: Tanaman Strophanthus yang digunakan dalam pengobatan
tradisional di Afrika telah menarik perhatian peneliti farmasi. Beberapa
senyawa aktif dalam tanaman ini ditemukan memiliki potensi dalam
pengembangan obat jantung. Penelitian ini masih berlanjut dan dapat menjadi
contoh penemuan obat-obatan baru dari pengetahuan etnobotani
3. Obat Tradisional Cina: Banyak obat-obatan tradisional Cina seperti ginseng,
reishi (lingzhi), dan kembang sepatu telah menjadi fokus penelitian ilmiah.
11

Penelitian terbaru telah mengungkapkan berbagai sifat farmakologis dari


tumbuhan ini dan mengisolasi senyawa aktifnya untuk digunakan dalam obat-
obatan modern
4. Penelitian Etnobotani di Hutan Hujan: Penelitian etnobotani di hutan hujan
Amazon dan hutan-hutan tropis lainnya terus mengungkap tanaman obat
potensial yang digunakan oleh masyarakat asli. Misalnya, tanaman seperti
Uncaria tomentosa, yang digunakan oleh suku asli Amazon, telah menarik
perhatian peneliti farmasi karena potensinya dalam mengobati penyakit
inflamasi dan kanker

F. Konservasi Hayati
Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat sudah seumur dengan peradaban
manusia. Masyarakat harus memiliki kesadaran yang tumbuh seiring dengan
berkembangnya pengetahuan tentang lingkungan alam mereka. Mereka harus
mampu mengolah tumbuhan yang ada di hutan mulai dari cara membuat makanan
dari tumbuhan tersebut hingga menjadikannya sebagai obat tradisional yang
ampuh. Dengan demikian kesadaran kolektif masyarakat lokal yang tumbuh
secara internal dan pengaruh eksternal menampilkan pola pemanfaatan berbagai
jenis tumbuhan. Keragaman jenis tanaman obat mulai dari jenis tanaman dataran
rendah sampai tanaman dataran tinggi menuntut penyesuaian lingkungan untuk
kegiatan budidaya tanaman tersebut. Setiap jenis tanaman obat membutuhkan
kondisi lingkungan tertentu agar dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.
Lingkungan pertumbuhan yang dimaksud meliputi iklim dan tanah (Qamari,
2017).
Beberapa unsur iklim seperti suhu, curah hujan dan penyinaran matahari
secara langsung berpengaruh bagi pertumbuhan tanaman. Setiap tanaman obat
membutuhkan suhu udara yang sesuai agar proses metabolisme dapat berjalan
baik, sedangkan suhu tanah akan mempengaruhi proses perkecambahan benih.
Suhu tanah yang terlalu rendah dapat merusak perkecambahan, sedangkan suhu
tanah yang terlalu tinggi dapat mematikan embrio yang terdapat pada biji.
Pelestarian keanekaragaman hayati mungkin merupakan satu-satunya
landasan terpenting untuk mencapai 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang
ditetapkan oleh PBB. Melestarikan keanekaragaman hayati di banyak bentang
alam dan habitat alami yang bebas dinikmati dan diakses manusia baik secara
lokal maupun di seluruh dunia. Melestarikan keanekaragaman hayati adalah demi
kepentingan kita sendiri. Hal ini paling benar dalam penemuan obat. Pelestarian
keanekaragaman hayati memberikan hubungan penting untuk memperluas
12

keanekaragaman molekuler yang diperlukan untuk keberhasilan upaya penemuan


obat di masa depan. Penemuan obat-obatan dari spesies liar selalu dan akan terus
menjadi salah satu hal yang paling penting bagi sebagian besar atau bahkan
semua aspek pelayanan kesehatan, pencegahan penyakit, dan kesejahteraan.
Oleh karena itu, keanekaragaman hayati menjadi penting bagi penemuan
obat di masa depan, namun terdapat hilangnya keanekaragaman hayati yang
mengkhawatirkan. Tingkat kepunahan modern sekitar 100 hingga 1000 kali lebih
besar daripada tingkat kepunahan yang dihitung pada masa lalu. Meskipun
spesies baru sering ditemukan, tingkat kepunahan spesies yang diketahui 1000
kali lebih tinggi dibandingkan penemuan spesies baru. Hilangnya
keanekaragaman hayati yang terus-menerus ini mengubah fungsi ekosistem dan
kemampuan menyediakan barang dan jasa bagi kesehatan dan kesejahteraan
manusia. Dalam kasus penemuan obat, menurut beberapa perkiraan, planet kita
kehilangan setidaknya satu obat penting setiap dua tahun. Lebih jauh lagi,
hilangnya pengetahuan tradisional mengenai penggunaan tanaman dan hewan
sebagai obat serta hilangnya keanekaragaman molekuler juga sejalan dengan
punahnya mikroba, tanaman, jamur, dan hewan. Kerugian yang saling melengkapi
mengancam penelitian biomedis, dan pada gilirannya, kelangsungan hidup
manusia (Bhujun, dkk 2017).
Upaya masa depan untuk mengeksplorasi keanekaragaman hayati untuk
penemuan obat harus mempertimbangkan kepentingan masyarakat adat,
menghormati pengetahuan mereka, dan mereka yang tinggal di negara-negara
berkembang dan berpendapatan rendah. Di negara-negara berkembang, tanaman
merupakan sumber utama pelayanan kesehatan. Ketika perusahaan farmasi besar
memperoleh tanaman obat atau membeli lahan yang mendukung habitat asli
mereka untuk membuat obat baru, obat-obatan tersebut dan tanaman itu sendiri
menjadi tidak tersedia atau tidak terjangkau oleh masyarakat lokal yang tidak
mampu membeli produk yang dikembangkan dari tanaman tersebut. sumber-
sumber ini. Tanaman lokal, yang mengandung campuran fitokimia yang
digunakan sebagai obat herbal, jauh lebih murah, dan seringkali lebih tersedia
bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan ekonomi dibandingkan tanaman
yang diisolasi, dimurnikan, distandarisasi, dan diuji secara klinis.
Konservasi tanaman obat tradisional memiliki pentingnya yang besar
dalam mempertahankan keanekaragaman hayati dan memastikan ketersediaan
bahan baku obat-obatan di masa depan. Berikut adalah beberapa alasan mengapa
hal ini sangat penting:
13

1. Pemeliharaan Keanekaragaman Genetik: Tanaman obat tradisional adalah


bagian penting dari keanekaragaman hayati karena mereka mewakili sejumlah
besar spesies tumbuhan yang berbeda. Melindungi tanaman obat tradisional
berarti melindungi berbagai genetik yang ada dalam spesies-spesies ini.
Keanekaragaman genetik ini penting karena dapat digunakan dalam
pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas yang lebih tahan terhadap
penyakit, perubahan iklim, atau kondisi lingkungan lainnya.
2. Penemuan Obat Baru: Tanaman obat tradisional telah digunakan selama
ribuan tahun oleh berbagai budaya sebagai sumber obat-obatan. Banyak obat
modern yang digunakan saat ini awalnya ditemukan melalui penelitian
terhadap tanaman obat tradisional. Oleh karena itu, menjaga populasi tanaman
ini penting dalam upaya penemuan obat-obatan baru yang dapat membantu
mengatasi penyakit-penyakit yang ada dan yang baru muncul.
3. Pelestarian Ekosistem: Tanaman obat tradisional sering kali merupakan
bagian alami dari ekosistem tertentu. Melindungi tanaman ini juga berarti
melindungi ekosistem tempat mereka tumbuh. Ekosistem yang sehat dan
beragam adalah kunci untuk keseimbangan lingkungan dan ketersediaan air
bersih, serta berbagai layanan ekosistem lainnya yang mendukung kehidupan
manusia.
4. Kesejahteraan Masyarakat Lokal: Tanaman obat tradisional sering kali
merupakan bagian penting dari budaya dan praktik medis masyarakat lokal.
Pemeliharaan dan penggunaan berkelanjutan tanaman ini dapat memberikan
manfaat ekonomi dan sosial bagi komunitas-komunitas ini. Selain itu,
tanaman obat tradisional juga sering digunakan dalam pengobatan yang
terjangkau dan dapat diakses oleh masyarakat yang tidak mampu.
5. Adaptasi terhadap Perubahan Iklim: Tanaman obat tradisional sering
memiliki toleransi yang tinggi terhadap variasi lingkungan, termasuk
perubahan iklim. Mempelajari dan melestarikan tanaman obat tradisional
dapat memberikan wawasan tentang bagaimana tanaman dapat beradaptasi
dengan perubahan iklim yang cepat, yang dapat berguna dalam upaya
konservasi dan pertanian.
Secara keseluruhan, konservasi tanaman obat tradisional adalah langkah
yang sangat penting untuk memastikan keanekaragaman hayati yang
berkelanjutan, mempromosikan penemuan obat-obatan baru, melestarikan
ekosistem, dan mendukung kesejahteraan masyarakat lokal. Dengan menjaga
keanekaragaman tumbuhan ini, kita dapat memastikan ketersediaan bahan baku
obat-obatan yang penting bagi kesehatan manusia dan lingkungan di masa depan.
14

G. Kolaborasi Interdisipliner
Etnobotani merupakan bidang penelitian yang memadukan ilmu botani,
kedokteran, antropologi, dan kolaborasi dengan komunitas lokal untuk menggali
pengetahuan tradisional tentang tumbuhan dan mengintegrasikannya ke dalam
pengobatan modern. Kolaborasi antara berbagai disiplin ilmu ini sangat penting
untuk mengumpulkan, memahami, dan menerapkan pengetahuan etnobotani
secara efektif. Di bawah ini adalah gambaran bagaimana kolaborasi antara
ilmuwan botani, ahli kedokteran, antropolog, dan komunitas lokal yang berperan
dalam memahami dan memanfaatkan pengetahuan tradisional dalam pengobatan
modern :
1. Ilmuwan botani
Ilmuwan botani memiliki peran penting dalam mengidentifikasi dan
mengkarakterisasi tumbuhan yang digunakan dalam pengobatan tradisional.
Mereka melakukan penelitian ilmiah untuk memahami sifat kimia, biologi,
dan ekologi tumbuhan tersebut. Penelitian ini bisa mencakup identifikasi
senyawa aktif, potensi racun, dan cara tumbuhan tersebut tumbuh serta
berinteraksi dengan lingkungannya.
2. Ahli kedokteran
Ahli kedokteran membantu dalam menguji dan mengonfirmasi efektivitas
pengobatan tradisional yang melibatkan tumbuhan tertentu. Mereka dapat
melakukan penelitian klinis untuk mengukur keamanan dan efikasi
pengobatan herbal. Selain itu, mereka juga berperan dalam mengidentifikasi
potensi interaksi obat-obatan dan memberikan pemahaman ilmiah tentang
bagaimana tumbuhan tersebut dapat digunakan dalam praktek medis modern.
3. Antropolog
Antropolog berfokus pada studi budaya dan masyarakat. Mereka memahami
konteks budaya di mana pengetahuan tradisional berkembang dan digunakan.
Dengan bekerja sama dengan komunitas lokal, antropolog dapat membantu
dalam dokumentasi pengetahuan etnobotani, menganalisis sistem
kepercayaan, dan memahami praktik budaya yang terkait dengan penggunaan
tumbuhan obat.
4. Komunitas Lokal
Kolaborasi dengan komunitas lokal sangat penting dalam memahami
pengetahuan tradisional. Komunitas lokal memiliki pengetahuan yang luar
biasa tentang tumbuhan obat dan penggunaannya dalam pengobatan
tradisional. Mereka dapat memberikan wawasan berharga tentang
15

pengumpulan, persiapan, dan penggunaan tumbuhan obat, serta memahami


budaya dan spiritualitas yang terkait.

H. Hambatan dan Tantangan


Integrasi etnobotani dalam praktik kedokteran modern menghadapi
sejumlah tantangan dan hambatan, biasanya pada pelayanan kesehatan modern
dan tradisional seringkali berjalan berdampingan namun jarang bekerja sama.
Skrining farmakologis termasuk penerapan pendekatan polifarmakologis
diperlukan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik dan justifikasi
mekanisme tindakan berdasarkan filosofi baru dari banyak molekul, banyak
target, banyak penyakit. Integrasi etnobotani dalam praktik kedokteran modern
memerlukan kerja sama antara komunitas ilmiah, praktisi kedokteran, dan
pemegang pengetahuan tradisional, sambil memperhatikan tantangan dan
hambatan ini. Adapun tantangan dan hambatan dalam mengintegrasikan
pengetahuan etnobotani ke dalam praktik kedokteran modern sebagai berikut :
1. Permasalahan mengenai keamanan dan pengendalian kualitas
Meningkatnya minat terhadap tanaman dan bioperspeksi etnobotani tanaman
secara umum didasarkan pada persepsi bahwa pengobatan atau pengobatan
herbal selalu aman. Faktanya ini adalah asumsi yang salah. Herbal telah
terbukti mampu menghasilkan berbagai reaksi yang tidak diinginkan atau
merugikan, beberapa di antaranya dapat menyebabkan cedera serius, kondisi
yang mengancam jiwa, dan bahkan kematian. Di banyak negara, obat-obatan
herbal dan produk-produk terkait diperkenalkan ke pasar tanpa adanya
persyaratan keamanan atau evaluasi toksikologi. Ekor melaporkan bahwa
selama dekade terakhir, penggunaan obat-obatan herbal mewakili sekitar 40%
dari seluruh layanan kesehatan yang diberikan di Tiongkok. Dan persentase
masyarakat yang pernah menggunakan obat herbal setidaknya satu kali di
Australia, Kanada, Amerika Serikat, Belgia dan Perancis diperkirakan antara
48-75%. Peningkatan pesat minat terhadap obat herbal menimbulkan
kekhawatiran besar tentang perlunya evaluasi ilmiah yang efektif terhadap
keamanan dan toksisitas bahan mentah ini. Meskipun beberapa produk,
seperti ekstrak herbal tertentu yang terstandarisasi, telah menjalani
penyelidikan klinis ekstensif dan menjalani tinjauan sistematis/meta-analisis,
namun hal ini masih tidak banyak membantu dalam skala besar karena sifat
kompleks dari produk herbal dan variasi antara metode produsen. Sejumlah
kasus telah dilaporkan mengenai efek buruk dan toksisitas yang disebabkan
oleh produk herbal.
16

2. Hak kekayaan intelektual dan pembajakan hayati


Informasi tentang pemanfaatan spesies tanaman tertentu dalam suatu
komunitas biasanya diperoleh melalui wawancara terhadap individu atau
kelompok orang dan cakupan informasi ini dapat bervariasi berdasarkan
metode yang digunakan. Fokus ekonomi dari eksplorasi biologi berdasarkan
pengetahuan adat, termasuk penggunaan paten dan mekanisme kekayaan
intelektual lainnya telah menyoroti isu-isu penting mengenai hak-hak adat,
pengetahuan budaya dan sumber daya tradisional. Situasi ini menimbulkan
pertanyaan penting mengenai kontribusi penelitian etnobotani terhadap
masyarakat lokal sebagai sumber utama pengetahuan tersebut. Invasi terhadap
sumber daya adat yang tidak dilindungi termasuk pengetahuan tradisional
yang disebut biopiracy, merupakan tantangan besar yang dihadapi dalam
upaya mengintegrasikan pendekatan pengobatan modern dan alternatif.
3. Kurangnya informasi mengenai mekanisme kerja obat herbal dan
jaringan gen penyakit
Tantangan lain yang dihadapi dalam studi etnobotani dan pengobatan herbal
adalah kurangnya pendekatan ilmiah dan teknologi untuk menunjukkan sifat
farmakodinamik dan mekanisme kerja obat herbal berbasis etnobotani. Hal ini
mungkin disebabkan oleh kompleksitas bahan herbal, target yang tidak
diketahui dalam tubuh manusia dan mekanisme kerja yang mendasari efisiensi
obat herbal. Situasi ini mendukung gerakan penerapan pendekatan
polifarmakologi sebagai paradigma baru penemuan obat berdasarkan filosofi
baru desain obat yang telah bertransformasi dari “One Drug One Target”
menjadi “One Drug Multiple Target.” Fenomena ini mencakup obat tunggal
yang bekerja pada beberapa target dari jalur penyakit yang unik atau obat
tunggal yang bekerja pada banyak target yang berkaitan dengan jalur penyakit
yang beragam.
4. Kurangnya penelitian ilmiah
Kurangnya penelitian ilmiah yang memvalidasi klaim etnobotani dapat
menyulitkan pengakuan resmi oleh praktisi kedokteran modern.
5. Perbedaan metode dalaam pengobatan
Praktik etnobotani mungkin tidak selalu sejalan dengan metode dan standar
praktik kedokteran modern. Integrasi harus mempertimbangkan perbedaan ini.
6. Kurangnya Pengaturan dan Standarisasi
Kurangnya pengaturan dan standarisasi dalam penggunaan tumbuhan obat
dapat mengakibatkan risiko keamanan pasien.
17

7. Tidak Terdokumentasinya Pengetahuan Tradisional


Pengetahuan etnobotani sering kali tidak terdokumentasi dengan baik, dan
generasi yang lebih muda mungkin kehilangan akses ke pengetahuan ini.

I. Studi Kasus
Judul : Studi Etnobotani Tumbuhan Berkhasiat Obat Yang Dimanfaatkat
Masyarakat Suku Melayu Kabupaten Lingga Kepulauan Riau

Hasil dan Pembahasan : Kearifan tradisional yang ada di masyarakat Suku


Melayu didasarkan pada ketergantungan hidup mereka terhadap kelestarian hutan
yang ada di sekitar lingkungan hidup mereka. Tumbuhan yang berkhasiat obat
telah lama digunakan oleh masyarakat tradisional dalam penyembuhan berbagai
penyakit, salah satunya masyarakat Suku Melayu di Kabupaten Lingga Provinsi
Kepulauan Riau. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui jenis tumbuhan
yang berkhasiat obat berdasarkan pengetahuan lokal masyarakat adat Suku
Melayu. Yang dilakukan di Kabupaten Lingga. Pemanfaatan tumbuhan obat oleh
masyarakat Suku Melayu sebanyak 102 jenis yang tergabung dalam 53 famili.
Famili Zingiberaceae merupakan famili yang jenisnya banyak digunakan sebagai
tumbuhan obat. Berdasarkan hasil penelitian terdapat 102 jenis tumbuhan
berkhasiat obat dari 53 famili. Bagian tumbuhan yang paling sering digunakan
adalah daun (45,10%) dengan cara pengolahan direbus dan yang paling sedikit
digunakan adalah biji dan kulit (1,96%). Habitus yang paling banyak digunakan
adalah herba (27,45%) dan pohon (26,47%) dan yang paling sedikit digunakan
adalah liana (8,82%) dan terna (3,92%). Penyakit yang biasanya diobati oleh
masyarakat dengan tumbuhan adalah penyakit yang umumnya sering diderita oleh
masyarakat awam seperti demam, diare, batuk, sakit gigi, gatal-gatal dan
sariawan. Interaksi yang lama antara masyarakat Suku Melayu dan hutan yang
ada di sekitar mereka menciptakan suatu keharmonisan, dimana pemanfaatan
sumberdaya tumbuhan dengan tetap menjaga kelestarian melalui aturan adat yang
ada di masyarakat. Upaya pembinaan perlu dilakukan bagi masyarakat Suku
Melayu agar mereka dapat mempertahankan nilai-nilai budayanya khususnya
pengetahuan etnobotani yang ada di masyarakat.

Judul : Studi Etnobotani Tumbuhan Obat di Desa KUtalanggeng dan


Kutamaneuh Kecamatan Tegalwaru Kabupaten Karawang Jawa Barat
18

Hasil dan Pembahasan : Etnobotani merupakan ilmu botani mengenai


pemanfaatan tumbuhan dalam keperluan sehari-hari masyarakat. Sebagian besar
masyarakat di Desa Kutalanggeng dan Kutamaneh bercocok tanam karena
memiliki areal pesawahan dan ladang yang cukup luas. Masyarakat Desa
Kutalanggeng dan Kutamaneh banyak memanfaatkan tumbuhan dalam
pengobatan sehari-hari selain mengandalkan pengobatan dari fasilitas kesehatan
yang masih terbatas di daerah tersebut. Dari hasil pengumpulan data didapat 30
spesies dari 20 famili dan 16 jenis penyakit yang sering di obati menggunakan
tanaman di Desa Kutalanggeng dan Kutamaneuh. Ada 30 jenis tanaman yang
digunakan sebagai tumbuhan obat di Desa Kutalanggeung dan Kutamaneuh.
Pemanfaatan tanaman banyak menggunakan bagian daun yang diolah dengan cara
direbus dan penggunaannya dengan cara diminum. Daftar Pemanfaatan tumbuhan
obat dapat dilihat daru tabel dibawah ini.
Tabel 1. Daftar Pemanfaatan tumbuhan obat
19

J. Pandangan Masa Depan


Pandangan masa depan tentang peran etnobotani dalam perkembangan
pengobatan dan kedokteran sangatlah penting. Etnobotani adalah studi tentang
penggunaan tumbuhan oleh berbagai kelompok etnis dan budaya untuk tujuan
pengobatan, dan ini telah menjadi bagian penting dari tradisi pengobatan selama
ribuan tahun. Berikut ini beberapa aspek penting dalam pandangan masa depan
tentang peran etnobotani:
1. Sumber Obat baru : Etnobotani memiliki potensi untuk mengidentifikasi
tumbuhan baru dan senyawa alami yang dapat digunakan dalam pengobatan
modern. Penelitian etnobotani dapat membantu dalam menemukan sumber-
sumber potensial untuk obat-obatan baru yang efektif.
2. Validasi Ilmiah : Dengan kemajuan teknologi dan metodologi ilmiah,
pengetahuan tradisional tentang tumbuhan obat dapat divalidasi secara ilmiah.
Ini akan membantu memahami mekanisme kerja senyawa-senyawa alami dan
mengembangkan obat-obatan yang lebih efektif.
3. Pengembangan Obat Herbal : Etnobotani dapat membantu dalam
pengembangan obat-obatan herbal yang aman dan efektif. Kombinasi
pengetahuan tradisional dan penelitian ilmiah dapat menghasilkan solusi
pengobatan yang lebih alami dan ramah lingkungan.
4. Kesehatan Masyarakat : Penting untuk menjaga pengetahuan tradisional ini
karena itu dapat bermanfaat bagi masyarakat yang bergantung pada obat-
obatan alami. Hal ini juga memungkinkan untuk menjaga keanekaragaman
hayati tumbuhan obat yang sering kali terancam akibat eksploitasi yang
berlebihan.
5. Keharmonisan dengan Lingkungan : Etnobotani mengajarkan nilai
pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam. Ini dapat
membantu masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan alam dan
keanekaragaman hayati.
20

6. Pengobatan Personalisasi : Melalui pengetahuan etnobotani, kita dapat


mengembangkan pendekatan pengobatan yang lebih personal, yang
mempertimbangkan faktor-faktor budaya dan genetik dalam pengobatan.
7. Keseimbangan Antara Pengobatan Modern dan Tradisional : Penting
untuk menciptakan keseimbangan antara pengobatan modern dan tradisional.
Masyarakat harus memiliki akses ke perawatan medis yang modern, tetapi
juga dapat memanfaatkan pengetahuan tradisional yang terbukti efektif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etnobotani telah berkembang sebagai cabang ilmu penting yang
menopang penelitian-penelitian di bidang industri farmasi. Ilmuwan etnobotani
juga melakukan identifikasi dan klasifikasi tumbuhan obat yang digunakan dalam
pengobatan tradisional. Selain itu, etnobotani berusaha memahami dasar ilmiah di
balik penggunaan tanaman obat tersebut. Ini termasuk mengungkap senyawa aktif
dalam tanaman yang memiliki efek farmakologis, serta pengkajian terhadap
potensi keamanan dan efektivitasnya.
Ilmu etnobotani mencoba menggabungkan pengetahuan tradisional
dengan pengetahuan ilmiah untuk mengembangkan pengobatan yang lebih efektif
dan aman berdasarkan tumbuhan. Selain itu, ilmu etnobotani juga berperan dalam
melestarikan pengetahuan tradisional dan konservasi tumbuhan obat. Hal ini
membantu menjaga keanekaragaman hayati dan melindungi sumber daya alam
yang digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan.
Beberapa contoh penemuan terbaru dan penelitian yang sedang
berlangsung dalam bidang etnobotani Artemisinin untuk Malaria, Strophanthus
yang memiliki potensi dalam pengembangan obat jantung, Obat Tradisional Cina,
dan Uncaria tomentosa memiliki potensi dalam mengobati penyakit inflamasi dan
kanker.
Beberapa tantangan dan hambatan dalam mengintegrasikan pengetahuan
etnobotani ke dalam praktik kedokteran modern yaitu Permasalahan mengenai
keamanan dan pengendalian kualitas, hak kekayaan intelektual dan pembajakan
hayati, kurangnya informasi mengenai mekanisme kerja obat herbal dan jaringan
gen penyakit, kurangnya penelitian ilmiah, perbedaan metode dalam pengobatan,
kurangnya pengaturan dan standarisasi, tidak terdokumentasikannya pengetahuan
tradisional.

21
22

Adapun beberapa aspek penting dalam pandangan masa depan tentang


peran etnobotani yaitu sumber obar baru, validasi ilmiah, pengembangan obat
herbal, kesehatan masyarakat, keharmonisan dengan lingkungan, pengobatan
personalisasi, dan keseimbangan antara pengobatan tradisional dan modern.

B. Saran
Saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca, untuk
melengkapi makalah kami yang sangat jauh dari kata sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, I., Aqil, F., & Owais, M. 2006. Modern Phytomedicine: Turning Medicinal
Plants into Drugs. John Wiley & Sons.
Alexiades, M., & Sheldon, J. W. 1996 . Selected Guidelines for Ethnobotanical
Research: a field manual. http://ci.nii.ac.jp/ncid/BA6061430X
Alves, R. R. N., & Rosa, I. L. 2007. Zootherapeutic practices among fishing
communities in North and Northeast Brazil: A comparison. Journal of
Ethnopharmacology, 111(1), 82–103.
https://doi.org/10.1016/j.jep.2006.10.033
Bangun, A. 2012. Ensiklopedia Tanaman Obat Indonesia. Bandung: IPH.
Barnes, J., LA Anderson dan JD Phillipson. 2002. Obat Herbal: Panduan untuk
Profesional Kesehatan. Edisi ke-2. London : Pers Farmasi
Bussmann, R. W., & Sharon, D. 2006. Traditional medicinal plant use in Northern
Peru: tracking two thousand years of healing culture. Journal of Ethnobiology
and Ethnomedicine, 2(1). https://doi.org/10.1186/1746-4269-2-47
Carlson, T. J., & Maffi, L. 2004. Ethnobotany and conservation of biocultural
diversity. New York : Botanical Garden.
Hariyadi, S. 2001. Khasiat Tanaman TOGA untuk Pengobatan Alternatif. Jakarta :
Kalamedia
Hayati, E. K., Jannah, A., & Ningsih, R. 2012. IDENTIFIKASI SENYAWA DAN
AKTIVITAS ANTIMALARIA IN VIVO EKSTRAK ETIL ASETAT
TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica L.). Molekul: Jurnal
Ilmiah Kimia, 7(1), 20. https://doi.org/10.20884/1.jm.2012.7.1.103
Heinrich, M., Ankli, A., Frei, B., Weimann, C., & Sticher, O. 1998. Medicinal plants
in Mexico: healers’ consensus and cultural importance. Social Science &
Medicine, 47(11), 1859–1871. https://doi.org/10.1016/s0277-9536(98)00181-
6
Herbie, T. 2015. Kitab Tanaman Berkhasiat Obat 226 Tumbuhan Untuk
Penyembuhan Penyakit dan Kebugaran Tubuh. Yogyakarta: Octopus
Publishing House
Isnandar, W. 2011. Kumpulan 1001 Ramuan Obat Tradisional Indonesia. Mojokerto:
Dayang Sumbi
Jumiarni, W, O., Komalasari, O. 2017. Eksplorasi jenis dan pemanfaatan tumbuhan
obat pada masyarakat suku muna dan dipemukiman kota wuna. Balitbangda
provinsi Sulawesi tenggara, baligbanda provinsi Sumatra selatan. Traditional
Medicine Journal, 22(1), 45–56
Kemenkes RI. (2016). InfoDatin-Malaria-2016.pdf (pp. 1–7). pp. 1–7.

23
24

Liu, H., J. Wang., W. Zhou., Y. Wang & L. Yang. 2013. Pendekatan sistem dan
polifarmakologi untuk penemuan obat dari obat herbal: Contoh penggunaan
licorice. Jurnal Etnofarmakol., 146: 773-793.
Moerman, D. E. 1996. An analysis of the food plants and drug plants of native North
America. Journal of Ethnopharmacology, 52(1), 1–22.
https://doi.org/10.1016/0378-8741(96)01393-1
Moerman, D. E. 2020. Lessons learned from the study of herbal remedies over the
past 100 years. Journal of Ethnopharmacology, 246, 112229.
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurmalasari, N., Sukarsa, S., & Hidayah, H. A. 2012. Studi kasus Pemanfaatan
Tumbuhan sebagai Obat-Obatan Tradisional oleh Masyarakat Adat Kampung
Naga di Kabupaten Tasikmalaya. Inflammatory Bowel Diseases, 29(3), 141–
150. https://doi.org/10.20884/1.mib.2012.29.3.250
Pieroni, A., & Vandebroek, I. 2007. Traveling plants, staying locally: The economic
and cultural importance of non‐cultivated vegetables in two South‐African
villages. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine, 3(1), 1-12.
Purwanto. 1999. Peran Dan Peluang Etnobotani Masa Kini Di Indonesia Dalam
Menunjang Upaya Konsrvasi Dan Pengembanga Keanekaragaman Hayati.
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Bidang Ilmu Hayati,
Laboratorium Etnobotani-Balitbang Botani-Puslitbang Biologi-LIPI, Bo,
Bogor: 16 September 1999. Hal 215-228.
Qamari, Al Muhammad., Dafni, Mawar Tarigan., & Alridiwirsah. 2017. Budidaya
Tanaman Obat & Rempah. Medan: UMSU PRESS.
Rahayu, M., & Harada, K. 2004. Peran tumbuhan dalam kehidupan tradisional
masyarakat lokal di Taman Nasional Gunung Halimun-Jawa Barat. Berita
Biologi, 7(1), 17–23. https://e-
journal.biologi.lipi.go.id/index.php/berita_biologi/article/download/1230/110
3
Rusman. 2009. Kajian Etnobotani Tumbuhan Jalukap (Centella asiatica l.) Di
Suku Dayak Bukit Desa Haratai 1 Loksado. Jurnal Bioscientiae, 4(2), 71-
78.
Saptasari & Murni. 2007. Buku Ajar Botani Tumbuhan Bertalus Alga. Malang.
Simmonds, MSJ. 2009. Peluang dan Tantangan Etnobotani di Awal Abad Kedua
Puluh Satu. Dalam: Produk Alami Berasal Tumbuhan, Osbourn, AE dan V.
Lanzotti (Eds.). Springer, AS., ISBN: 978-0-387-85497-7, hal: 127-140.
Suryadarma, M. S. 2008. Etnobotani. Diktat Kuliah. Universitas Negeri Yogyakarta.
25

The Nobel Prize in Physiology or Medicine 2015. (n.d.). NobelPrize.org.


https://www.nobelprize.org/prizes/medicine/2015/summary/
Thomas, A.N.S. 1992. Tanaman Obat Tradisional 2. Yogyakarta : Kanisius
Tim Lentera. 2004. Khasiat & Manfaat Jahe si Rimpang Ajaib. Jakarta : Agro Media
Pustaka
Walojo. 2008. Research etnobotany in Indonesia and the future perspectives.
Biodiversitas, 9(1), 59-63.
Wowor. 2014. Kajian Potensi Komoditas Tanaman Pangan Di Kabupaten
Minahasa. Jurnal Cocos, 6(4), 3-17.
Zein, U. 2009. Perbandingan Efikasi Antimalaria Ekstrak Herba Sambilot
(Andrographis Paniculata Nees) Tunggal dan Kombinasi Masing-Masing
dengan Artesunat dan Klorokuin pada Pasien Malaria Falsiparum Tanpa
Komplikasi. Disertasi. http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/43582
Lampiran
Link Akses : https://belantara.unram.ac.id/index.php/JBL/article/view/507
Link Akses : https://majalah.farmasetika.com/studi-etnobotani-tumbuhan-
obat-di-desa-kutalanggeng-dan-kutamaneuh-kecamatan-tegalwaru-kabupaten-
karawang-jawa-barat/
Rekapan Sesi Diskusi:
1. Aisyah
Bagaimana suatu Masyarakat dapat mengetahui bahwa suatu tanaman dapat
dijadikan sebagai obat bagi penyakit tertentu?
Jawaban Tim Penyaji (Amel dan Bela ) :
1. Pengamatan empiris
2. Melewati studi ilmiah
3. Tradisi turun temurun
4. Penelitian etnobotani
5. Informasi dari media
Penambahan jawaban (Ananda) :
Telusuri dulu Sejarah penemuannya (menggunakan naluri, menuliskan
ke dalam catatan, lalu selanjutnya disebarkan dengan salah satu cara
yaitu perdagangan)
Penambahan Jawaban (Nurul safika) :
1. Pengamatan dan pengalaman
2. Pengetahuan turun temurun
3. Praktisi pengobotan turun temurun
4. Pengamatan alam sekitar

2. Nadia
Apakah ada solusi yang bisa ditawarkan terkait hambatan dan tantangan dari
etnobatani itu sendiri?
Jawaban Tim Penyaji (Desy dan Amirah) :
1. Solusi tentang dan keamaan dan pengendalian kualitas( mencakup
pemeriksaan rutin)
2. Hak kekayaan inteletual (perlindungan pengetahuan tradisional
dan inovasi)
3. Keamanan pengedalian kualitas
4. Kurangnya penelitain ilmiah ( melibatkan pemerintah organisasi,
dan swasta)
5. Integrasi pengobatan tradisional dan modern
6. Pemberian pelatihan praktisi dan sertifikasi
7. Pendokumentasian pengetahuan dalam Bahasa asli
8. Penelitian berkelanjutan
Penambahan jawaban (Fadinda) :
1. Distribusi manfaat yang adil yang diperoleh dari penggunaan
sumber daya
2. Bantuan kepada Masyarakat lokal dan konservasi keanekaragaman
hayati di lingkungannya
3. Transfer teknologi, pembangunan infrastruktur, peningkatan
kapasitas, program Pendidikan berbasis Masyarakat, dialog
kebijakan dan organisasi lokal untuk lebih memungkinkan
pengembangan obat-obatan

3. Ramean
Bagaimana caranya memastikan keamanan dan keefekftifitasan penggunaan
tumbuhan obat berdasarkan pengetahuan etnobotani?
Jawaban Tim Penyaji (Fitriana dan Dewi) :
1. Mengumpulkan infromasi etnobotani
2. Verifikasi keaslian informasi
3. Identifikasi tumbuhan obat
4. Mempelajari sifat senyawa kimia
5. Uji ilmiah (Laboratorium dan klinis)
6. Menjaga keamanan
7. Konsultasi dengan ahli
8. Pengawasan regulasi terhadap penggunaan obat
9. Dokumentasi (catat penggunaan obat termasuk kegunaan dan efek
samping)

Anda mungkin juga menyukai