DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami
kemudahan untuk dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penerapan
Etnobotani Pada Bidang Pengobatan dan Medicine” ini sesuai dengan waktu yang
ditentukan. Tanpa berkat dan rahmat-Nya tidak mungkin kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Etnobotani yang diampu oleh Ibu Nur Eka Kusuma Hindrasti S.Pd.,
M.Pd. Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan beliau, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami dengan penuh kesadaran, menyadari bahwa penyusunan makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik serta saran sebagai masukan
bagi kami ke depan dalam penyusunan makalah sangatlah berarti. Akhir kata penulis
memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penyampaian kata-kata yang kurang
berkenan. Sekian, terima kasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Harshberger memakai kata Ethnobotany (selanjutnyaakan ditulis
etnobotani) untuk menekankan bahwa ilmu ini mengkaji sebuah hal yang terkait
dengan dua objek, “ethno” dan “botany”, yang menunjukkan secara jelas bahwa
ilmu ini adalah ilmu terkait etnik (suku bangsa) dan botani (tumbuhan) (Alexiades
& Sheldon, 1996; Cotton, 1996; Carlson & Maffi, 2004). Etnobotani menekankan
bagaimana hubungan antara budaya manusia dan sumber daya tumbuhan di
lingkungan dapat terwujud secara langsung atau tidak langsung. Fokus utamanya
adalah pada hubungan mendalam antara budaya manusia dan alam.
Mengutamakan wawasan budaya dan wawasan kelompok masyarakat dalam
pengelolaan sistem pengetahuan tumbuhan dalam kehidupannya (Suryadarma,
2008).
Ilmu etnobotani adalah bidang penelitian yang menggabungkan
pengetahuan masyarakat tradisional tentang penggunaan tanaman untuk
pengobatan dengan ilmu botani modern. Etnobotani telah berkembang sebagai
cabang ilmu penting yang menopang penelitian-penelitian di bidang industri
farmasi. Ini melibatkan pengumpulan, analisis, dan pemahaman tentang
bagaimana berbagai kultur menggunakan tumbuhan sebagai obat-obatan. Selain
itu, ilmu etnobotani juga berperan dalam melestarikan pengetahuan tradisional
dan konservasi tumbuhan obat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep etnobotani dapat didefinisikan, dan bagaimana ilmu ini
menggabungkan pengetahuan tradisional masyarakat dengan ilmu botani
dalam konteks pengobatan?
1
2
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep etnobotani dan bagaimana ilmu ini menggabungkan
pengetahuan tradisional masyarakat dengan ilmu botani dalam konteks
pengobatan
2. Mengetahui pengetahuan etnobotani diintegrasikan sebagai bagian dari
warisan budaya masyarakat tertentu, yang telah digunakan selama berabad-
abad untuk mengobati penyakit dan menjaga kesehatan
3
4
5
B. Warisan Budaya
Etnobotani adalah studi yang mempelajari hubungan antara tumbuhan
dengan manusia, mempelajari bagaimana cara pemanfaatan tumbuhan dalam
kehidupan sehari-hari. Etnobotani merupakan bentuk deskriptif dari pengetahuan
botani yang dimiliki masyarakat di daerah tertentu. Pemanfaatan tumbuhan untuk
obat-obatan tradisional merupakan salah satu kajian etnobotani. Obat tradisional
merupakan warisan budaya bangsa yang perlu untuk dilestarikan dan
dikembangkan guna menunjang kesehatan. Obat tradisional sangat besar
peranannya dalam pelayanan kesehatan masyarakat di Indonesia, maka dari itu
obat tradisional berpotensi untuk dikembangkan. Indonesia memiliki banyak
tanaman obat- obatan karena Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar
7
kedua setelah Negara Brazil. Meskipun banyak tanaman yang dapat digunakan
sebagai bahan obat tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat
Indonesia (Notoatmodjo, 2007). Tumbuhan obat adalah pemanfaatan
keanekaragaman hayati yang ada di sekitar kita, baik tumbuhan yang
dibudidayakan atapun tumbuhan liar. Sejak nenek moyang, tumbuhan sudah
digunakan sebagai obat tradisional. Perlu diingat bahwa biaya pengobatan yang
tidak dapat dijangkau oleh semua orang, maka tumbuhan obat merupakan salah
satu alternatif yang terjangkau bagi masyarakat (Bangun, 2012).
Spesis tanaman yang dimanfaatkan sebagai bahan baku jamu adalah sama
di setiap daerah di Eks Karesidenan Surakarta. Namun masih ditemukan keunikan
terkait penggunaan tanaman yang di daerah lain tidak dimanfaatkan. Misalnya di
wilayah Kabupaten Wonogiri tepatnya di daerah Desa Belikurip, Baturetno
adalah penggunaan daun kelor dan daun jati cina. Daun kelor dapat digunakan
sebagai obat gatal dan bersih darah, sedangkan daun jati cina digunakan untuk
melancarkan BAB, cara pembuatan kedua jamu tersebut dengan ditumbuk dan
dilarutkan pada air panas.
Kabupaten Karanganyar, tepatnya di daerah Kalisoro, Sekipan,
Tawangmangu dikenal daerah yang memiliki suhu lingkungan yang dingin
sehingga banyak tanaman obat dan tanaman khasiat lainntya ynag dibudidayakan
di daerah ini. Salah satu tanaman budidaya yang dimanfaatkan adalah bunga
rosella. Pengolahan bunga ini untuk dijadikan jamu adalah dengan cara dijemur,
ditumbuk, dan dilarutkan pada air panas kemudian disaring, khasiatnya untuk
mencegah kanker dan menurunkan tekanan darah. Di daerah Tawangmangu juga
memanfaatkan kulit kayu secang yang direbus atau diseduh guna menghangatkan
tubuh dan mencegah masuk angin. Daerah Tawangmangu juga terkenal dengan
perkebunan cengkeh, cengkeh yang dihasilkan petani biasanya diolah dengan
merebus daunnya kemudian disaring, khasiatnya untuk menghangatkan tubuh.
Selain itu, di daerah ini dikenal cengkir (manggar atau bunga kelapa) yang
ditumbuk, direbus, kemudian disaring, biasanya dimanfaatkan sebagai
antioksidan.
C. Penemuan Obat
Di Indonesia malaria merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi
yang tinggi terutama di wilayah bagian timur Indonesia (News, 2007). Dari data
edeminitas malaria di Indonesia tahun 2012-2015 dapat dilihat bahwa kasus
malaria banyak terkonsentrasi di wilayah timur Indonesia. Menurut Annual
Parasite Incidence(API) tahun 2015 Provinsi Papua menempati posisi teratas
8
D. Pemanfaatan Tanaman
Alam Indonesia diakui dunia sebagai komunitas paling kaya akan
keanekaragaman hayatinya. Dari 40.000 jenis tumbuhan yang ada di dunia,
sebanyak 30.000 jenis dapat dijumpai di Indonesia (Isnandar, 2011).
9
F. Konservasi Hayati
Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat sudah seumur dengan peradaban
manusia. Masyarakat harus memiliki kesadaran yang tumbuh seiring dengan
berkembangnya pengetahuan tentang lingkungan alam mereka. Mereka harus
mampu mengolah tumbuhan yang ada di hutan mulai dari cara membuat makanan
dari tumbuhan tersebut hingga menjadikannya sebagai obat tradisional yang
ampuh. Dengan demikian kesadaran kolektif masyarakat lokal yang tumbuh
secara internal dan pengaruh eksternal menampilkan pola pemanfaatan berbagai
jenis tumbuhan. Keragaman jenis tanaman obat mulai dari jenis tanaman dataran
rendah sampai tanaman dataran tinggi menuntut penyesuaian lingkungan untuk
kegiatan budidaya tanaman tersebut. Setiap jenis tanaman obat membutuhkan
kondisi lingkungan tertentu agar dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.
Lingkungan pertumbuhan yang dimaksud meliputi iklim dan tanah (Qamari,
2017).
Beberapa unsur iklim seperti suhu, curah hujan dan penyinaran matahari
secara langsung berpengaruh bagi pertumbuhan tanaman. Setiap tanaman obat
membutuhkan suhu udara yang sesuai agar proses metabolisme dapat berjalan
baik, sedangkan suhu tanah akan mempengaruhi proses perkecambahan benih.
Suhu tanah yang terlalu rendah dapat merusak perkecambahan, sedangkan suhu
tanah yang terlalu tinggi dapat mematikan embrio yang terdapat pada biji.
Pelestarian keanekaragaman hayati mungkin merupakan satu-satunya
landasan terpenting untuk mencapai 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang
ditetapkan oleh PBB. Melestarikan keanekaragaman hayati di banyak bentang
alam dan habitat alami yang bebas dinikmati dan diakses manusia baik secara
lokal maupun di seluruh dunia. Melestarikan keanekaragaman hayati adalah demi
kepentingan kita sendiri. Hal ini paling benar dalam penemuan obat. Pelestarian
keanekaragaman hayati memberikan hubungan penting untuk memperluas
12
G. Kolaborasi Interdisipliner
Etnobotani merupakan bidang penelitian yang memadukan ilmu botani,
kedokteran, antropologi, dan kolaborasi dengan komunitas lokal untuk menggali
pengetahuan tradisional tentang tumbuhan dan mengintegrasikannya ke dalam
pengobatan modern. Kolaborasi antara berbagai disiplin ilmu ini sangat penting
untuk mengumpulkan, memahami, dan menerapkan pengetahuan etnobotani
secara efektif. Di bawah ini adalah gambaran bagaimana kolaborasi antara
ilmuwan botani, ahli kedokteran, antropolog, dan komunitas lokal yang berperan
dalam memahami dan memanfaatkan pengetahuan tradisional dalam pengobatan
modern :
1. Ilmuwan botani
Ilmuwan botani memiliki peran penting dalam mengidentifikasi dan
mengkarakterisasi tumbuhan yang digunakan dalam pengobatan tradisional.
Mereka melakukan penelitian ilmiah untuk memahami sifat kimia, biologi,
dan ekologi tumbuhan tersebut. Penelitian ini bisa mencakup identifikasi
senyawa aktif, potensi racun, dan cara tumbuhan tersebut tumbuh serta
berinteraksi dengan lingkungannya.
2. Ahli kedokteran
Ahli kedokteran membantu dalam menguji dan mengonfirmasi efektivitas
pengobatan tradisional yang melibatkan tumbuhan tertentu. Mereka dapat
melakukan penelitian klinis untuk mengukur keamanan dan efikasi
pengobatan herbal. Selain itu, mereka juga berperan dalam mengidentifikasi
potensi interaksi obat-obatan dan memberikan pemahaman ilmiah tentang
bagaimana tumbuhan tersebut dapat digunakan dalam praktek medis modern.
3. Antropolog
Antropolog berfokus pada studi budaya dan masyarakat. Mereka memahami
konteks budaya di mana pengetahuan tradisional berkembang dan digunakan.
Dengan bekerja sama dengan komunitas lokal, antropolog dapat membantu
dalam dokumentasi pengetahuan etnobotani, menganalisis sistem
kepercayaan, dan memahami praktik budaya yang terkait dengan penggunaan
tumbuhan obat.
4. Komunitas Lokal
Kolaborasi dengan komunitas lokal sangat penting dalam memahami
pengetahuan tradisional. Komunitas lokal memiliki pengetahuan yang luar
biasa tentang tumbuhan obat dan penggunaannya dalam pengobatan
tradisional. Mereka dapat memberikan wawasan berharga tentang
15
I. Studi Kasus
Judul : Studi Etnobotani Tumbuhan Berkhasiat Obat Yang Dimanfaatkat
Masyarakat Suku Melayu Kabupaten Lingga Kepulauan Riau
21
22
B. Saran
Saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca, untuk
melengkapi makalah kami yang sangat jauh dari kata sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, I., Aqil, F., & Owais, M. 2006. Modern Phytomedicine: Turning Medicinal
Plants into Drugs. John Wiley & Sons.
Alexiades, M., & Sheldon, J. W. 1996 . Selected Guidelines for Ethnobotanical
Research: a field manual. http://ci.nii.ac.jp/ncid/BA6061430X
Alves, R. R. N., & Rosa, I. L. 2007. Zootherapeutic practices among fishing
communities in North and Northeast Brazil: A comparison. Journal of
Ethnopharmacology, 111(1), 82–103.
https://doi.org/10.1016/j.jep.2006.10.033
Bangun, A. 2012. Ensiklopedia Tanaman Obat Indonesia. Bandung: IPH.
Barnes, J., LA Anderson dan JD Phillipson. 2002. Obat Herbal: Panduan untuk
Profesional Kesehatan. Edisi ke-2. London : Pers Farmasi
Bussmann, R. W., & Sharon, D. 2006. Traditional medicinal plant use in Northern
Peru: tracking two thousand years of healing culture. Journal of Ethnobiology
and Ethnomedicine, 2(1). https://doi.org/10.1186/1746-4269-2-47
Carlson, T. J., & Maffi, L. 2004. Ethnobotany and conservation of biocultural
diversity. New York : Botanical Garden.
Hariyadi, S. 2001. Khasiat Tanaman TOGA untuk Pengobatan Alternatif. Jakarta :
Kalamedia
Hayati, E. K., Jannah, A., & Ningsih, R. 2012. IDENTIFIKASI SENYAWA DAN
AKTIVITAS ANTIMALARIA IN VIVO EKSTRAK ETIL ASETAT
TANAMAN ANTING-ANTING (Acalypha indica L.). Molekul: Jurnal
Ilmiah Kimia, 7(1), 20. https://doi.org/10.20884/1.jm.2012.7.1.103
Heinrich, M., Ankli, A., Frei, B., Weimann, C., & Sticher, O. 1998. Medicinal plants
in Mexico: healers’ consensus and cultural importance. Social Science &
Medicine, 47(11), 1859–1871. https://doi.org/10.1016/s0277-9536(98)00181-
6
Herbie, T. 2015. Kitab Tanaman Berkhasiat Obat 226 Tumbuhan Untuk
Penyembuhan Penyakit dan Kebugaran Tubuh. Yogyakarta: Octopus
Publishing House
Isnandar, W. 2011. Kumpulan 1001 Ramuan Obat Tradisional Indonesia. Mojokerto:
Dayang Sumbi
Jumiarni, W, O., Komalasari, O. 2017. Eksplorasi jenis dan pemanfaatan tumbuhan
obat pada masyarakat suku muna dan dipemukiman kota wuna. Balitbangda
provinsi Sulawesi tenggara, baligbanda provinsi Sumatra selatan. Traditional
Medicine Journal, 22(1), 45–56
Kemenkes RI. (2016). InfoDatin-Malaria-2016.pdf (pp. 1–7). pp. 1–7.
23
24
Liu, H., J. Wang., W. Zhou., Y. Wang & L. Yang. 2013. Pendekatan sistem dan
polifarmakologi untuk penemuan obat dari obat herbal: Contoh penggunaan
licorice. Jurnal Etnofarmakol., 146: 773-793.
Moerman, D. E. 1996. An analysis of the food plants and drug plants of native North
America. Journal of Ethnopharmacology, 52(1), 1–22.
https://doi.org/10.1016/0378-8741(96)01393-1
Moerman, D. E. 2020. Lessons learned from the study of herbal remedies over the
past 100 years. Journal of Ethnopharmacology, 246, 112229.
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurmalasari, N., Sukarsa, S., & Hidayah, H. A. 2012. Studi kasus Pemanfaatan
Tumbuhan sebagai Obat-Obatan Tradisional oleh Masyarakat Adat Kampung
Naga di Kabupaten Tasikmalaya. Inflammatory Bowel Diseases, 29(3), 141–
150. https://doi.org/10.20884/1.mib.2012.29.3.250
Pieroni, A., & Vandebroek, I. 2007. Traveling plants, staying locally: The economic
and cultural importance of non‐cultivated vegetables in two South‐African
villages. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine, 3(1), 1-12.
Purwanto. 1999. Peran Dan Peluang Etnobotani Masa Kini Di Indonesia Dalam
Menunjang Upaya Konsrvasi Dan Pengembanga Keanekaragaman Hayati.
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian Bidang Ilmu Hayati,
Laboratorium Etnobotani-Balitbang Botani-Puslitbang Biologi-LIPI, Bo,
Bogor: 16 September 1999. Hal 215-228.
Qamari, Al Muhammad., Dafni, Mawar Tarigan., & Alridiwirsah. 2017. Budidaya
Tanaman Obat & Rempah. Medan: UMSU PRESS.
Rahayu, M., & Harada, K. 2004. Peran tumbuhan dalam kehidupan tradisional
masyarakat lokal di Taman Nasional Gunung Halimun-Jawa Barat. Berita
Biologi, 7(1), 17–23. https://e-
journal.biologi.lipi.go.id/index.php/berita_biologi/article/download/1230/110
3
Rusman. 2009. Kajian Etnobotani Tumbuhan Jalukap (Centella asiatica l.) Di
Suku Dayak Bukit Desa Haratai 1 Loksado. Jurnal Bioscientiae, 4(2), 71-
78.
Saptasari & Murni. 2007. Buku Ajar Botani Tumbuhan Bertalus Alga. Malang.
Simmonds, MSJ. 2009. Peluang dan Tantangan Etnobotani di Awal Abad Kedua
Puluh Satu. Dalam: Produk Alami Berasal Tumbuhan, Osbourn, AE dan V.
Lanzotti (Eds.). Springer, AS., ISBN: 978-0-387-85497-7, hal: 127-140.
Suryadarma, M. S. 2008. Etnobotani. Diktat Kuliah. Universitas Negeri Yogyakarta.
25
2. Nadia
Apakah ada solusi yang bisa ditawarkan terkait hambatan dan tantangan dari
etnobatani itu sendiri?
Jawaban Tim Penyaji (Desy dan Amirah) :
1. Solusi tentang dan keamaan dan pengendalian kualitas( mencakup
pemeriksaan rutin)
2. Hak kekayaan inteletual (perlindungan pengetahuan tradisional
dan inovasi)
3. Keamanan pengedalian kualitas
4. Kurangnya penelitain ilmiah ( melibatkan pemerintah organisasi,
dan swasta)
5. Integrasi pengobatan tradisional dan modern
6. Pemberian pelatihan praktisi dan sertifikasi
7. Pendokumentasian pengetahuan dalam Bahasa asli
8. Penelitian berkelanjutan
Penambahan jawaban (Fadinda) :
1. Distribusi manfaat yang adil yang diperoleh dari penggunaan
sumber daya
2. Bantuan kepada Masyarakat lokal dan konservasi keanekaragaman
hayati di lingkungannya
3. Transfer teknologi, pembangunan infrastruktur, peningkatan
kapasitas, program Pendidikan berbasis Masyarakat, dialog
kebijakan dan organisasi lokal untuk lebih memungkinkan
pengembangan obat-obatan
3. Ramean
Bagaimana caranya memastikan keamanan dan keefekftifitasan penggunaan
tumbuhan obat berdasarkan pengetahuan etnobotani?
Jawaban Tim Penyaji (Fitriana dan Dewi) :
1. Mengumpulkan infromasi etnobotani
2. Verifikasi keaslian informasi
3. Identifikasi tumbuhan obat
4. Mempelajari sifat senyawa kimia
5. Uji ilmiah (Laboratorium dan klinis)
6. Menjaga keamanan
7. Konsultasi dengan ahli
8. Pengawasan regulasi terhadap penggunaan obat
9. Dokumentasi (catat penggunaan obat termasuk kegunaan dan efek
samping)