Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

PENGOBATAN TRADISIONAL DI INDONESIA

Di susun oleh :

Selvi Firginia Pramesti 2021200028

PRODI DIII KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS SAINS AL – QUR’AN JAWA TENGAH DI
WONOSOBO

2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
“Pengobatan Tradisonal di Indonesia”.

Dalam penulisan makalah ini banyak sekali hambatan-hambatan yang


disebabkan karena kurangnya referensi atau jurnal penunjang yang dapat saya pakai
sebagai pedoman dalam penulisan makalah ini. Namun, berkat kerja sama dan
dukungan dari teman-teman yang lain maka makalah ini akhirnya dapat
diselesaikan.

Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar mata kuliah


karena dengan tugas yang diberikannya maka saya dapat lebih banyak mengetahui
tentang Obat Tradisional. Dan juga saya ucapkan terima kasih kepada teman- teman
mahasiswa yang telah memberikan dukungan sehingga terselesaikannya makalah
ini.

Saya sadar bahwa dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak
kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari dosen dan teman-
teman sangat berguna untuk memperbaiki penulisan makalah yang selanjutnya.
Semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan terutama
bagi saya sendiri.

Penyusun

21 Oktober 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1. Latar belakang........................................................................................... 1
1.2. Rumusan masalah ..................................................................................... 3
1.3. Tujuan ....................................................................................................... 3
BAB II .................................................................................................................... 4

TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 4


2.1. Obat tradisional ......................................................................................... 4
2.2. Kerangka Konsep .................................................................................... 17
BAB III ................................................................................................................. 18

PEMBAHASAN ............................................................................................... 18
3.1. Pengertian pengobatan tradisional .......................................................... 18
3.2. Jenis pengobatan tradisional di indonesia ............................................... 19
3.3. Pemanfaatan obat tradisional di indonesia.............................................. 20
3.4. Tantangan pengembangan obat tradisional di indonesia ........................ 22
BAB IV ................................................................................................................. 27

PENUTUP ......................................................................................................... 27
4.1. Kesimpulan ............................................................................................. 27
4.2. Saran ....................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 29

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Perkembangan dunia kesehatan di Indonesia tiap tahunya terus


mengalami peningkatan yang sangat pesat dan signifikan, terutama dalam
bidang pengobatan. Adanya perubahan orientasi terkait cara upaya pemecahan
masalah kesehatan yang banyak dipengaruhi oleh sektor ilmu pengetahuan,
ekonomi dan tekhnologi, dimana hingga saat ini didominasi oleh sector
ekonomi, Biaya kesehatan menjadi cukup mahal sehingga menjadi berat
ditanggung oleh masyarakat dengan kalangan ekonomi menengah kebawah.
Sedangkan bagi masyarakat yang berkemampuan secara ekonomi, hal ini tidak
menjadi masalah dalam memilih pelayanan kesehatan. Sementara itu bagi
masyarakat yang kurang atau bahkan tidak berkemampuan memilih pelayanan
kesehatan modern, mereka akan lebih memilih pelayanan untuk kesehatan
mereka secara alternatif atau tradisional. Gejala-gejala seperti ini seolah-olah
menjadi suatu legitimasi kolektif, bahwa pola pengobatan modern hanya
dimiliki oleh orang yang kaya, sedangkan pengobatan tadisional dan alternatif
dimiliki oleh kelompok kalangan bawah (Kartika et al., 2016) selain itu,
Pemberian pengobatan secara tradisional di pandang lebih minim efek
samping yang negatif di bandingkan dengan metode pengobatan secara
modern (Skripsa, 2020)

Menurut Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008, angka kesakitan


penduduk secara nasional sebesar 33,24%, dari jumlah tersebut sebesar 65,59%
memilih berobat sendiri dengan menggunakan obat-obatan modern dan
tradisional (termasuk berobat di klinik tradisional), sisanya sebesar 34,41%
memilih berobat jalan ke puskesmas, praktek dokter dan fasilitas kesehatan
lainnya. Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Gusmi, 2020)

1
bahwa Masyarakat Indonesia sudah sangat lama menggunakan jamu sebagai
obat herbal. Hal ini menunjukkan masyarakat terhadap pengobatan tradisional
cukup tinggi . Pilihan itu didasarkan selain karena mahalnya pengobatan
modern dan beberapa faktor lainnya, adanya metode ingin kembali ke alam
(back to nature) memicu penggunaan pelayanan kesehatan tradisional.

Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan sumber daya hayati


(biodiversity) yang sangat besar dan sangat melimpah dan memiliki kekayaan
pengetahuan tradisional di bidang obat-obatan yang sangat beragam yang dapat
dikembangkan untuk pengobatan. obat tradisional yang merupakan bahan atau
ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan
sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun
telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Anonim, 1979).

Dokumen kebijakan Obat tradisional (Kotranas) tahun 2006 mencatat


ada 30.000 jenis tumbuhan yang teridentifikasi di Indonesia, 7.500 diantaranya
tergolong tananam obat. Indonesia dengan memiliki 30.000 species tumbuhan
dan diketahui sekurang-kurangnya 9.600 species tumbuhan berkhasiat sebagai
obat dan kurang lebih 300 species telah digunakan sebagai bahan obat
tradisional oleh Industri obat tradisional (Molino et al., 2003)

Pengobatan tradisional merupakan akumulasi dari pengetahuan,


keterampilan dan praktek yang didasarkan pada berbagai teori, kepercayan
dan pengalaman yang dikembangkan oleh berbagai kebudayaan.
Pengobatan tradisional digunakan untuk mempertahankan kesehatan tubuh
dengan cara menjaga kesehatan, mendiagnosis dan mengobati penyakit
fisik maupun mental. Dalam pengobatan tradisional, penggunaan tanaman
obat jauh lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan bahan-bahan
dari hewani (Norhendy et al, 2013).

Riset Kesehatan Dasar 2010 menyebutkan bahwa 59,12% (lima puluh


sembilan koma dua belas persen) penduduk semua kelompok umur, laki-laki
dan perempuan, baik di pedesaan maupun diperkotaan menggunakan jamu,

2
yang merupakan produk obat tradisional asli Indonesia. Berdasarkan riset
tersebut 95,60% (sembilan puluh lima koma enam puluh persen) merasakan
manfaat jamu. Dari berbagai kekayaan aneka ragam hayati yang berjumlah
sekitar 30.000 (tiga puluh ribu) spesies, terdapat 1.600 (seribu enam ratus) jenis
tanaman obat yang berpotensi sebagai produk ramuan kesehatan tradisional
atau pada gilirannya sebagai obat modern (Riskesdas, 2010). Pada penelitian
yang dilakukan oleh (Aprilla & Purwana, 2020) Proporsi masyarakat Indonesia
dalam memanfaatkan ramuan jadi 48%, ramuan buatan sendiri 31,8%,
keterampilan manual 65,3%, keterampilan olah pikir 1,9% dan keterampilan
energi 2,1%.

Dalam perkembangannya, penerapan kesehatan tradisional


berkembang menjadi Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris, yang manfaat
dan keamanannya terbukti secara empiris; dan Pelayanan Kesehatan
Tradisional Komplementer, yang manfaat dan keamanannya terbukti secara
ilmiah dan memanfaatkan ilmu biomedis. Sedangkan Berdasarkan cara
pengobatannya, Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris dan Pelayanan
Kesehatan Tradisional Komplementer terbagi menjadi pelayanan yang
menggunakan keterampilan dan pelayanan yang menggunakan ramuan.

1.2. Rumusan masalah

1. Apa itu pengobatan tradisional?


2. Bagaimana jenis pengobatan tradisional di indonesia?
3. Bagaimana pemanfaatan obat tradisional di indonesia?
4. Bagaimana tantangan perkembangan obat tradisonal di indonesia?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu pengobatan tradisional


2. Untuk mengetahui jenis-jenis pengobatan tradisional di indonesia
3. Untuk mengetahui pemanfaatan obat tradisional di indonesia
4. Untuk mengetahui tantangan perkembangan obat tradisional di indonesia

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obat tradisional

Indonesia dikaruniai kekayaan alam yang melimpah. Alam Indonesia


dengan keanekaragaman hayati merupakan sumber kecantikan yang tidak ada
habisnya. Pada zaman yang sudah serba modern ini, ternyata jamu masih diakui
keberadaannya oleh masyarakat Indonesia. Seruan kembali ke alam atau istilah
back to nature menjadi bahan pembicaraan seiring dengan semakin
dirasakannya manfaat ramuan alam tradisional. Mengingat potensi yang sangat
membantu meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat, pemanfaatan ramuan
tersebut seharusnya terus digalakkan (Tilaar, 1998).

Pemanfaatan produk alam yang lebih dikenal dengan istilah jamu


guna untuk penyembuhan dan pemeliharaan kesehatan di kalangan masyarakat
Indonesia memegang peranan yang sangat besar. Hal ini terjadi karena
sebagian besar dari produk alam merupakan warisan nenek moyang yang tidak
diragukan lagi khasiatnya dan terus dikembangkan pemanfaatannya di
berbagai daerah. Peranan jamu akan semakin terasa pada daerah-daerah
terpencil, dimana sulit diperoleh pelayanan medis atau obat-obat modern.
Disamping itu sebagian masyarakat masih banyak mencari pengobatan
tradisional dan mencoba melakukan pengobatan sendiri dengan cara tradisional
bila menderita sakit (Tilaar, 1998).

Obat tradisional berkembang dari dan oleh masyarakat itu sendiri.


Oleh karena itu pengembangan obat tradisional pada prinsipnya menggunakan
strategi pemberdayaan potensi yang ada di masyarakat dalam bidang obat
tradisional, dimana dalam penerapannya dilakukan kegiatan yang berpijak
pada dua hal (Hutapea, 1998), yaitu:

4
a. Pembinaan dan pengawasan obat tradisional yang ada dan beredar
di Indonesia.
b. Pemanfaatan obat tradisional bagi kesehatan dan kesejahteraan
rakyat.

1. Definisi dan jenis obat tradisional

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


6 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional, obat tradisional
adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan,
mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun temurun digunakan untuk pengobatan sesuai dengan norma
yang berlaku di masyarakat (Peraturan Menteri Kesehatan No.6, 2012).

Menurut World Health Organization (WHO), pengobatan


tradisional adalah jumlah total pengetahuan, keterampilan, dan praktek-
praktek yang berdasarkan pada teori-teori, keyakinan, dan pengalaman
masyarakat yang mempunyai adat budaya yang berbeda, baik dijelaskan
atau tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta pencegahan,
diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik dan juga mental
(WHO, 2004).

Pengobatan dengan obat tradisional merupakan bagian dari sistem


budaya masyarakat yang manfaatnya sangat besar dalam pembangunan
kesehatan masyarakat. Pengobatan tradisional merupakan bentuk pelayanan
pengobatan yang menggunakan cara, alat atau bahan yang tidak termasuk
dalam standar pengobatan kedokteran modern dan dipergunakan sebagai
alternatif (Harmanto dan Subroto, 2007).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


7 Tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional, bahan atau ramuan bahan

5
yang dimaksud berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, dan sediaan sarian
(galenik) dalam pengertian kefarmasian merupakan bahan yang digunakan
sebagai simplisia. Simplisia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang
digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali
dinyatakan lain suhu pengeringan tidak lebih dari 600°C.

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam


Material Medika Indonesia (1995), simplisia dapat digolongkan menjadi
tiga kategori, yaitu :

a. Simplisia Nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian


tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat adalah isi sel yang keluar dari
tanaman atau isi sel yang dikeluarkan dari suatu tanaman dengan cara
tertentu dan belum berupa zat kimia.

b. Simplisia Hewani

Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan atau bagian zat-
zat hewan yang berguna dan belum berupa zat kimia murni.

c. Simplisia pelikan (mineral)

Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa pelican atau mineral


yang belum diolah atau telah di olah dengan cara tertentu dan belum
berupa zat kimia.

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan


Republik Indonesia, Nomor : HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok
Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, obat
tradisional yang ada di Indonesia dapat dikategorikan menjadi :

6
a. Jamu
Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang tidak memerlukan
pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan
pembuktian empiris atau turun temurun. Jamu harus memenuhi
kriteria aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim
khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris, dan memenuhi
persyaratan mutu yang berlaku. Contoh : Tolak Angin®, Antangin®,
Woods’ Herbal®, Diapet Anak®, dan Kuku Bima Gingseng®

b. Obat Herbal Terstandar


Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah sediaan obat bahan alam yang
telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji
praklinik pada hewan dan bahan bakunya telah di standarisasi. Obat
herbal terstandar harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah
atau praklinik, telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang
digunakan dalam produk jadi. Contoh : Diapet®, Lelap®, Fitolac®,
Diabmeneer®, dan Glucogarp®.

7
c. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang dapat disejajarkan
dengan obat modern karena telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik pada hewan dan uji
klinik pada manusia, bahan baku dan produk jadinya telah di
standarisasi. Fitofarmaka harus memenuhi kriteria aman sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan dengan
uji klinis, telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang
digunakan dalam produk jadi. Contoh: Stimuno®, Tensigard®,
Rheumaneer®, X-gra® dan Nodiar®.

Obat tradisional yang merupakan warisan budaya bangsa dan


digunakan secara turun temurun, umumnya berasal dari tiga macam sumber
(Hutapea, 1998), yaitu :

a. Obat tradisional yang berasal dari suatu daerah dalam bentuk


sederhana yang telah dikenal manfaatnya pada suatu daerah,
biasanya berupa seduhan, rajangan yang digunakan menurut aturan
atau kebiasaan suatu daerah itu.
b. Obat tradisional yang muncul karena dibuat oleh pengobatan
tradisional (dukun, sebagian bahan baku tumbuh di daerah itu dan
biasanya bahan ini dirahasiakan oleh pengobatan).

8
c. Obat tradisional dengan formula yang berasal dari butir (a) dan butir
(b) dalam jumlah besar, diperoleh dari pasar, pemasok maupun
kolektor.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia:


661/Menkes/SK/VII/1994 Tentang Persyaratan Obat Tradisional terdapat
bentuk bentuk sediaan obat tradisional, antara lain :

a. Rajangan

Sediaan obat tradisional berupa potongan simplisia, campuran


simplisia, atau campuran simplisia dengan sediaan galenik, yang
penggunaannya dilakukan dengan pendidihan atau penyeduhan
dengan air panas.

b. Serbuk

Sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan derajat


halus yang cocok, bahan bakunya berupa simplisia sediaan galenik,
atau campurannya.

c. Pil

Sediaan padat obat tradisional berupa massa bulat, bahan bakunya


berupa serbuk simplisia, sediaan galenik, atau campurannya.

d. Dodol atau Jenang

Sediaan padat obat tradisional bahan bakunya berupa serbuk


simplisia, sediaan galenik atau campurannya.

e. Pastiles

Sediaan padat obat tradisional berupa lempengan pipih umumnya


berbentuk segi empat, bahan bakunya berupa campuran serbuk
simplisia, sediaan galenik, atau campuran keduanya.

9
f. Kapsul

Sediaan obat tradisional yang terbungkus cangkang keras atau lunak,


bahan bakunya terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan
tambahan.

g. Tablet

Sediaan obat tradisional padat kompak dibuat secara kempa cetak,


dalam bentuk tabung pipih, silindris, atau bentuk lain, kedua
permukaannya rata atau cembung, dan terbuat dari sediaan galenik
dengan atau tanpa bahan tambahan.

h. Cairan obat dalam

Sediaan obat tradisional berupa larutan emulsi atau suspensi dalam


air, bahan bakunya berasal dari serbuk simplisia atau sediaan galenik
dan digunakan sebagai obat dalam.

i. Sari jamu

Cairan obat dalam dengan tujuan tertentu diperbolehkan


mengandung etanol. Kadar etanol tidak lebih dari 1% v/v pada suhu
20º C dan kadar methanol tidak lebih dari 0,1% dihitung terhadap
kadar etanol.

j. Parem, Pilis, dan Tapel

Parem, pilis, dan tapel adalah sediaan padat obat tradisional, bahan
bakunya berupa serbuk simplisia, sediaan galenik, atau
campurannya dan digunakan sebagai obat luar.

1) Parem adalah obat tradisional dalam bentuk padat, pasta atau


seperti bubuk yang digunakan dengan cara melumurkan pada
kaki atau tangan pada bagian tubuh lain.

10
2) Pilis adalah obat tradisional dalam bentuk padat atau pasta yang
digunakan dengan cara mencoletkan pada dahi.
3) Tapel adalah obat tradisional dalam bentuk padat, pasta, atau
seperti bubur yang digunakan dengan cara melumurkan pada
seluruh permukaan perut.
k. Koyok

Sediaan obat tradisional berupa pita kain yang cocok dan tahan air
yang dilapisi dengan serbuk simplisia dan atau sediaan galenik,
digunakan sebagai obat luar dan pemakainya ditempelkan pada kulit.

l. Cairan obat luar

Sediaan obat tradisional berupa larutan suspensi atau emulsi, bahan


bakunya berupa simplisia, sediaan galenik dan digunakan sebagai
obat luar.

m. Salep atau krim

Sediaan setengah padat yang mudah dioleskan, bahan bakunya


berupa sediaan galenik yang larut atau terdispersi homogen dalam
dasar salep atau krim yang cocok dan digunakan sebagai obat luar.

2. Sumber Perolehan Obat Tradisional

Di jaman yang sudah modern ini, obat tradisional dapat diperoleh dari
berbagai sumber (Lestari dan Suharmiati, 2006), yaitu :

a. Obat Tradisional Buatan Sendiri Pada zaman dahulu nenek moyang


mempunyai kemampuan untuk menggunakan ramuan tradisional
untuk mengobati keluarga sendiri. Obat tradisional seperti inilah
yang mendasari berkembangnya pengobatan tradisional di
Indonesia. Oleh pemerintah, cara tradisional ini dikembangkan

11
dalam program TOGA (Tanaman Obat Keluarga). Program ini lebih
mengacu pada self care, yaitu pencegahan dan pengobatan ringan
pada keluarga.
b. Obat Tradisional dari Pembuat Jamu (Herbalis)
1) Jamu Gendong

Salah satu penyedia obat tradisional yang paling sering ditemui


adalah jamu gendong. Jamu yang disediakan dalam bentuk
minuman ini sangat digemari oleh masyarakat. Umumnya jamu
gendong menjual kunyit asam, sinom, mengkudu, pahitan, beras
kencur, cabe puyang, dan gepyokan.

2) Peracik Jamu

Bentuk jamu menyerupai jamu gendong tetapi kemanfaatannya


lebih khusus untuk kesehatan, misalnya untuk kesegaran,
menghilangkan pegal linu, dan batuk.

3) Obat Tradisional dari Tabib

Dalam praktik pengobatannya, tabib menyediakan ramuannya


yang berasal dari tanaman. Selain memberikan ramuan, para
tabib umumnya mengombinasikan teknik lain seperti spiritual
atau supranatural.

4) Obat Tradisional dari Shinse

Shinse merupakan pengobatan dari etnis Tionghoa yang


mengobati pasien dengan menggunakan obat tradisional.
Umumnya bahan-bahan tradisional yang digunakan berasal dari
Cina. Obat tradisional Cina berkembang baik di Indonesia dan
banyak diimpor.

5) Obat Tradisional Buatan Industri

12
Departemen kesehatan membagi industri obat tradisional
menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu Industri Kecil Obat Tradisional
(IKOT) dan Industri Obat Tradisional (IOT). Industri farmasi
mulai tertarik untuk memproduksi obat tradisional dalam bentuk
sediaan modern berupa obat herbal terstandar (OHT) dan
fitofarmaka seperti tablet dan kapsul.

3. Kelebihan dan Kekurangan Obat Tradisional

a. Kelebihan Obat Tradisional Kelebihan yang dimiliki obat tradisional


jika dibandingkan dengan obat modern, antara lain :
1) Efek samping obat tradisional relatif kecil

Obat tradisional akan bermanfaat dan aman jika digunakan dengan


tepat, baik takaran, waktu dan cara penggunaan, pemilihan bahan
serta penyesuai dengan indikasi tertentu.

a) Ketepatan dosis Tanaman obat, seperti halnya obat buatan


pabrik memang tak bisa dikonsumsi sembarangan. Tetap ada
dosis yang harus dipatuhi, seperti halnya resep dokter. Buah
mahkota dewa misalnya, hanya boleh dikonsumsi dengan
perbandingan 1 buah dalam 3 gelas air.

Sedangkan daun mindi baru berkhasiat jika direbus sebanyak


7 lembar dalam takaran air tertentu (Suarni, 2005). Hal ini
menepis anggapan masyarakat bahwa obat tradisional tidak
selamanya lebih aman dari pada obat modern. Dosis yang tepat
membuat tanaman obat bisa menjadi obat, sedangkan jika
berlebih bisa menjadi racun

13
b) Ketepatan waktu penggunaan

Kunyit telah diakui manfaatnya untuk mengurangi nyeri saat


haid dan telah di konsumsi secara turun temurun dalam ramuan
jamu kunir asam yang sangat baik dikonsumsi saat datang
bulan (Sastroamidjojo S, 2001).

Akan tetapi jika dikonsumsi pada awal masa kehamilan dapat


membahayakan dan beresiko menyebabkan keguguran. Hal ini
menunjukan bahwa ketepatan waktu penggunaan berpengaruh
terhadap efek yang akan di timbulkan.

c) Ketepatan cara penggunaan

Satu tanaman obat dapat memiliki banyak zat aktif yang


berkhasiat di dalamnya. Sebagai contoh adalah daun
Kecubung jika dihisap seperti rokok bersifat bronkodilator dan
digunakan sebagai obat asma. Tetapi jika diseduh dan
diminum dapat menyebabkan keracunan atau mabuk
(Patterson S., dan O’Hagan D., 2002).

d) Ketepatan pemilihan bahan

Tanaman obat di Indonesia terdiri dari beragam spesies yang


kadang kala sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain.
Kebenaran bahan menentukan tercapai atau tidaknya efek
terapi yang diinginkan. Sebagai contoh tanaman Lempuyang
di pasaranada 3 jenis, yaitu Lempuyang Emprit (Zingiber
amaricans L.), Lempuyang Gajah (Zingiber zerumbert L.), dan
Lempuyang Wangi (Zingiber aromaticum L.) dimana tiap jenis
tanaman memiliki khasiat obat yang berbeda-beda.

14
e) Ketepatan pemilihan obat untuk indikasi tertentu

Dalam satu jenis tanaman dapat ditemukan beberapa zat aktif


yang berkhasiat dalam terapi. Sebagai contoh, daun Tapak
Dara mengandung alkaloid yang bermanfaat untuk pengobatan
diabetes dan juga mengandung vincristin dan vinblastin yang
dapat menyebabkan penurunan leukosit (sel-sel darah putih)
hingga ± 30%, akibatnya penderita menjadi rentan terhadap
penyakit infeksi (Wu dkk, 2004).

2) Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan


obat tradisional atau komponen bioaktif tanaman obat.

Dalam suatu ramuan obat tradisional umumnya terdiri dari


beberapa jenis obat tradisional yang memiliki efek saling
mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas pengobatan.
Contohnya seperti pada Herba Timi (Tymus serpyllum atau
T.vulgaris) sebagai salah satu ramuan obat batuk. Herba Timi
diketahui mengandung minyak atsiri (yang antara lain terdiri dari
tymol dan kalvakrol) serta flavon polimetoksi. Tymol dalam timi
berfungsi sebagai ekspektoran (mencairkan dahak) dan kalvakrol
sebagai anti bakteri penyebab batuk sedangkan flavon polimetoksi
sebagai penekan batuk non-narkotik, sehingga pada tanaman
tersebut sekurang-kurangnya ada 3 komponen aktif yang saling
mendukung sebagai antitusif.

3) Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi.

Zat aktif pada tanaman obat umumnya dalam bentuk metabolit


sekunder, sedangkan satu tanaman bisa menghasilkan beberapa
metabolit sekunder sehingga memungkinkan tanaman tersebut
memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Efek tersebut
adakalanya saling mendukung (herba timi dan daun kumis kucing),

15
tetapi ada juga yang seakan-akan saling berlawanan atau
kontradiksi (akar kelembak).

4) Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik


dan degeneratif.

Sebagaimana diketahui bahwa pola penyakit di Indonesia telah


mengalami pergeseran dari penyakit infeksi (yang terjadi sekitar
tahun 1970 ke bawah) ke penyakit-penyakit metabolik degeneratif
(sesudah tahun 1970 hingga sekarang). Yang termasuk penyakit
metabolik antara lain : diabetes, hiperlipidemia, asam urat, batu
ginjal dan hepatitis. Sedangkan penyakit degeneratif diantaranya :
rematik, asma, ulser, haemorrhoid dan pikun. Untuk
menanggulangi penyakit tersebut diperlukan pemakain obat dalam
waktu lama sehinga jika menggunakan obat modern dikhawatirkan
adanya efek samping yang terakumulasi dan dapat merugikan
kesehatan. Oleh karena itu lebih sesuai bila menggunakan obat
tradisional karena efek samping yang ditimbulkan relatif kecil
sehingga dianggap lebih aman.

b. Kekurangan Obat Tradisional

Disamping berbagai keuntungan, bahan obat alam juga memiliki


beberapa kelemahan yang juga merupakan kendala dalam
pengembangan obat tradisional (termasuk dalam upaya agar bisa
diterima pada pelayanan kesehatan formal). Adapun beberapa
kelemahan tersebut antara lain : efek farmakologisnya yang lemah,
bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis serta volumines,
belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai jenis
mikroorganisme (Katno dan Pramono, 2010).

16
2.2. Kerangka Konsep

17
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Pengertian pengobatan tradisional

Pengobatan tradisional adalah suatu metode pengobatan atau


perawatanya menggunakan tata cara yang tradisional. Baik dari ilmunya,
pengalamanya, keterampilan yang diwariskan secara turun temurun
berdasarkan tradisi (tradisional) dalam suatu wilayah masyarakat. Pengobatan
tradisional adalah jumlah total pengetahuan, keterampilan, dan praktek-praktek
yang berdasarkan pada teori-teori, keyakinan, dan pengalaman masyarakat
yang mempunyai adat budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau tidak,
digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta dalam pencegahan, diagnosa,
perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik dan juga mental (Riskesdas,
2010). Selain itu, pengobatan tradisional merupakan salah satu cabang
pengobatan alternatif yang didefinisikan sebagai cara pengobatan yang dipilih
atau dikombinasikan oleh seseorang bila cara pengobatan konvensional tidak
memberikan hasil yang efektif dalam terapinya.

Pengobatan tradisional pengertianya tercantum dalam Keputusan


Menteri Kesehatan No.1076/MENKES/SK/VII/2003 pasal (1.1) yang
menjelaskan bahwa : “Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau
perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya yang mengacu kepada
pengalaman, ketrampilan turun temurun, dan atau pendidikan/pelatihan, dan
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat (Kementerian
Kesehatan RI, 2003).

Pengobatan tradisional keberadaanya berupa sebuah pelayanan


kesehatan tradisional dalam Undang-Undang No 36 tahun 2009 Tentang
Kesehatan pasal (1.16) dijelaskan bahwa : “Pelayanan kesehatan tradisional

18
adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu
pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat
dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat.”

3.2. Jenis pengobatan tradisional di indonesia

Pelayanan kesehatan tradisional merupakan salah satu diantara 17


jenis upaya kesehatan yang ada di Indonesia. Pelayanan pengobatan tradisional
terbagi menjadi dua jenis yaitu pelayanan pengobatan tradisional yang
menggunakan keterampilan dan pelayanan pengobatan tradisional yang
menggunakan ramuan (Chipman & Avitabile, 2012). Pengobatan tradisional
dengan menggunakan keterampilan yaitu: pijatan, kompres, akupuntur, atau
dengan menggunakan keterampilan tertentu lainya. Sedangkan dengan
ramuan, berarti menggunakan bahan – bahan yang tersedia dari alam baik itu
dari tumbuhan bagian buah, kulit batang, kayu, daun, bunga, akar, dan lainya.
Dapat pula berasal dari hewan, baik dari kelenjar tulang, sum – sum, ataupun
dagingnya, ataupun dari sumber mineral seperti garam yang didapatkan dari
sumber mata air, belerang dari sumber mata air panas, atau yang lainya
(Direktorat Jendral, 1989) Berdasarkan PP Menkes RI No. 15 Th 2018, Tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer Bagian
kedua Pasal (6.1) Berdasarkan cara Pengobatan/Perawatan, Pelayanan
Kesehatan Tradisional Komplementer dilakukan dengan menggunakan: a.
keterampilan; b. ramuan; atau c. kombinasi dengan memadukan antara
keterampilan dan ramuan. Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer
yang menggunakan cara keterampilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a. dapat diklasifikasi menjadi: teknik manual, terapi energi dan terapi
olah pikir. Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer yang
menggunakan cara ramuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
menggunakan Obat Tradisional. Pelayanan Kesehatan Tradisional
Komplementer yang menggunakan cara kombinasi dengan memadukan antara
keterampilan dan ramuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

19
merupakan kombinasi Pelayanan Kesehatan Tradisional yang memiliki
kesamaan, keharmonisan, dan kecocokan yang merupakan satu kesatuan
sistem keilmuan kesehatan tradisional. (Menkes RI, 2018).

3.3. Pemanfaatan obat tradisional di indonesia

Di Indonesia, penggunaan obat tradisional telah menjadi salah satu


budaya dan tradisi masyarakat yang dipergunakan sejak dahulu kala.
Pertengahan abad ke-20, obat tradisional di Indonesia telah mengikuti
perkembangan teknologi dalam pembuatannya. Hal ini dikembangkan dengan
didukung berbagai penelitian ilmiah, serta dilaksanakan oleh beberapa
universitas maupun lembaga riset. Serta telah melakukan produksi dengan
jumlah yang baik oleh berbagai industri kecil obat tradisional (IKOT) dan
industri obat tradisional (IOT).

Tanaman obat merupakan sumber utama dari obat tradisional. Tidak


semua tanaman dapat digunakan sebagai bahan tradisional, sebab tanaman
yang digunakan adalah tanaman yang memiliki kandungan aktif yang berguna
dalam pengobatan sintetik. Tanaman obat dapat digunakan menjadi beberapa
olahan, seperti pembuatan jamu, obat herbal, makanan sebagai penambah
kekebalan tubuh, kosmetik, bahan konsumsi, dan lain sebagainya.

Tanaman obat bisa didapatkan dari beberapa sumber, salah satunya


didapatkan dari wilayah yang banyak terdapat berbagai macam tumbuhan,
seperti hutan dan wilayah pedesaan yang berada di sekitar hutan. Selain sumber
dari hutan, tanaman obat juga bisa diperoleh dengan budidaya. Untuk
memperoleh obat tradisional tidaklah sulit, karena mudah didapatkan di toko-
toko terdekat dan mudah dibuat sendiri dengan sederhana. Tidak hanya itu, obat
tradisional juga memiliki harga yang terjangkau, serta sangat jarang memiliki
efek samping pemakaian. Oleh karena itu, penggunaan obat tradisional sering
kali digunakan oleh masyarakat sebagai alternatif pengobatan.

20
Obat tradisional dibagi menjadi kelompok jamu, obat herbal
terstandar, dan fitofarmaka. Penggunaan obat tradisional kelompok jamu
banyak dikenal dan digunakan oleh masyarakat. Penggunaan jamu sebagai obat
melalui tahapan yang sederhana misalnya dikeringkan dan direbus dengan cara
pengolahan didapatkan secara turun temurun. Sedangkan, kelompok
fitofarmaka merupakan bahan obat alam yang telah dilakukan uji klinis untuk
membuktikan efektivitas dan keamanannya.

Dari ketiga jenis kualifikasi obat tradisional tersebut tentunya


memiliki ketentuan yang harus dipenuhi, salah satunya yakni dilarang memiliki
kandungan bahan kimia di dalamnya.(1) Pemanfaatannya beragam,
pengembangan obat tradisonal di Indonesia, diklasifikasikan uji klinik, yaitu
praklinik dan uji klinik.

Berikut adalah berbagai keuntungan maupun kekurangan dari


penggunaan obat tradisional. Keuntungan penggunaan obat tradisional antara
lain, efek samping relatif kecil bila penggunaannya tepat, terdapatnya efek
komplementer atau komponen bioaktif tanaman obat. Obat tradisional lebih
banyak digunakan untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif,
walaupun dibutuhkan jangka waktu yang cukup lama untuk mengatasi penyakit
tersebut, tetapi lebih aman dan relatif kecil efek samping yang ditimbulkan.
Keuntungan lainnya yaitu khasiat yang dimiliki obat herbal lebih banyak
dibandingkan obat kimia, harga yang relatif lebih murah dan terjangkau di
kalangan masyarakat. Sedangkan kekurangan dalam pengguanaan obat herbal
antara lain, mempunyai efek farmakologi lemah dibandingkan obat kimiawi,
bahan baku belum terstandar, dan bersifat higroskopis. Efektivitas dan efikasi
obat herbal yang dibuktikan melalui uji klinis masih terbatas/ belum dilakukan,
mudah tercemar oleh berbagai jenis mikro organisme maupun jamur, serta
waktu yang diperlukan untuk proses penyembuhan biasanya membutuhkan
waktu jangka panjang.

21
Bagian dari tanaman yang dapat dimanfaatkan penggunaannya untuk
pengobatan antara lain, daun, batang, umbi, akar, rimpang, kulit batang, bunga,
buah, biji, getah maupun keseluruhan bagian dari tanaman tersebut. Daun
merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan untuk obat
dibandingkan bagian tumbuhan lainnya. Daun merupakan organ fotosintesis
utama tumbuhan dan dianggap sebagai komponen kunci dari sintesis
komponen bioaktif dari tumbuhan sebagai bahan aktif yang dapat digunakan
untuk obat.

3.4. Tantangan pengembangan obat tradisional di indonesia

Obat dan cara pengobatan tradisional di Indonesia memang dalam


sejarah perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia kurang mendapat
tempat dan perhatian yang memadahi. Jejak pelayanan kesehatan lokal
perlahan memudar seiring diperkenalkannya ilmu kedokteran modern yang
dibawa oleh pemerintahan kolonial. Jika kita hidup dalam zaman sebelum masa
penjajahan, kita mungkin tidak terbayangkan bahwa konsep pengobatan
ditempatkan dalam satu lokasi bernama rumah sakit. Hal ini dikarenakan,
sebagian masyarakat Indonesia pada waktu itu belum mengenal konsep
tersebut. Perawatan atas suatu gangguan kesehatan pada masa itu dilakukan di
rumah dimana dukun atau orang yang dipercaya mampu memberi pengobatan
terhadap gangguan kesehatan yang dialami datang ke rumah.

Persinggungan masyarakat umum dengan pelayanan kesehatan


modern diawali dengan penanganan pemerintah kolonial terhadap wabah dan
kemudian makin berkembang ketika politik etis mulai diberlakukan di Hindia
Belanda29. Wabah dan politik etis memang menjadi tonggak penting dari
mulai dikenalnya secara luas pelayanan kesehatan modern terhadap
masyarakat luas. Wabah penyakit yang menyerang Hindia Belanda berakibat
kerugian ekonomi memaksa pemerintah Kolonial Belanda untuk memberikan
pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Penanganan wabah tersebut
kemudian didukung dengan dilakukannya politik etis. Politik etis

22
memungkinkan masyarakat dari golongan tertentu dapat mengakses
pendidikan kesehatan yang dibuka pemerintah kolonial. Pembukaan
pendidikan bidang kesehatan tersebut pada awalnya memang hanya untuk
menjadi petugas lapangan atas masalah-masalah wabah penyakit yang
menjangkiti beberapa daerah di Hindia Belanda30.

Pola pendidikan dan pelayanan kesehatan yang telah terbangun


semenjak pemerintahan kolonial, membuat obat tradisional cukup sulit untuk
memiliki peran yang lebih. Sekalipun obat tradisional belum benar-benar
punah dalam tradisi masyarakat di Indonesia, akan tetapi tidak benar-benar
berada dalam sistem pelayanan kesehatan yang ada. Kuatnya logika pendidikan
dan pelayanan kesehatan ala barat memang menjadikan pola obat dan
pengobatan tradisional terpinggirkan karena dianggap tidak mampu memenuhi
kaidah dan standar dalam keilmuan dan pelayanan kesehatan. Anggapan
tersebut sebenarnya tidaklah benar sepenuhnya. Pola sistem kesehatan di Jawa
sebenarnya merupakan sistem yang cukup kompleks dalam mempelajari
anatomi, asal dan perawatan penyakit, obat herbal dan mineral beserta sistem
sosial yang memberdayakan potensi masyarakat akan tetapi hanya dipahami
secara dangkal.

Penggunaan obat dan pengobatan tradisional yang masih cukup tinggi


hanyalah diartikan karena ketiadaan pelayanan kesehatan modern serta dampak
dari masalah mahalnya dan ketidakpercayaan pelayanan kesehatan modern
serta keterjangkauan fasilitas kesehatan. Obat tradisional, seperti jamu
gendong, merupakan contoh produk obat tradisional yang memerlukan
perhatian lebih dalam pola pengolahannya karena memungkinkan
berkembangnya bakteri di dalam pembuatannya. Hal ini seharusnya bisa
diatasi dengan dukungan pemerintah dalam mengatur keamanan produk obat
dan makanan tradisional.

Upaya penelitian dan pengembangan obat dan pengobatan tradisional


memang dihadapkan dengan tantangan yang cukup besar. Pada obat

23
tradisional, begitu banyak spesies yang didapatkan tidak hanya memberi
tantangan dalam upaya pengidentifikasiannya akan tetapi untuk benarbenar
meneliti zat-zat yang terkandung dalam setiap spesies yang ada. Dalam
beberapa tanaman obat tradisional, satu jenis tanaman memiliki pelbagai zat
yang terkadang memiliki efek yang cukup bertentangan. Tantangan tersebut
yang harus dipecahkan untuk menjadikan sebuah obat tradisional yang mampu
terstandardisasi serta teridentifikasi khasiat dan efek sampingnya.
Standardisasi inilah yang penting menjadi pintu masuk obat tradisional
sehingga mampu sejajar dengan obat dan pengobatan modern yang
dipraktikkan pada fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan.

Potensi dari jamu dan obat-obatan tradisional untuk menjadi


penantang dalam dunia industri herbal memang menjanjikan. Dengan
keanakaragaman hayati yang dimiliki, membuat Indonesia sebenarnya mampu
berbicara banyak dalam industri farmasi herbal. Peluang tersebut memiliki
tantangan dari dunia ilmiah, bahwa jamu dan obat tradisional lainnya dianggap
bukanlah pola pengobatan yang telah memiliki dasar ilmiah yang cukup. Jamu
dan obat tradisional dianggap hanya memiliki efek placebo bagi orang yang
mengkonsumsinya. Anggapan ini memang memandang sebelah mata jamu
yang sebenarnya telah terbukti secara empiris dipraktikkan nenek moyang
bangsa Indonesia. Jamu dan obat-obatan tradisional telah ada sejak ratusan
tahun sehingga menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat. Fakta tersebut
tidak dipandang oleh praktisi dunia kesehatan sebagai hal yang patut
dipertimbangkan dengan lebih memercayai obat-obatan dari dunia barat dan
mengandalkan bahan-bahan kimia atau dengan konsepsi “herbal” nya. Padahal,
konsepsi herbal tersebut sebenarnya telah ada di Indonesia sejak dahulu kala
tanpa kita harus bersusah payah mengimpor pengetahuan mengenai hal
tersebut.

Keberadaan GRTKF (Genetic Resource, Traditional Knowledge and


Folklore) harus dimaksimalkan menjadi suatu peluang untuk membuka posisi
tawar dalam kancah global industri farmasi terutama berbasis herbal. Jika

24
mengandalkan kondisi yang dihadapi industri farmasi dalam negeri dalam
memproduksi obat-obatan modern tidak memungkinkan karena sebagian besar
bahan baku dari proses produksi merupakan bahan impor. Oleh karena itu,
dengan memaksimalkan kekayaan hayati serta pengetahuan lokal yang dimiliki
Indonesia adalah modal cukup untuk bersaing dalam persaingan global industri
farmasi.

Permasalahan yang dihadapi jamu atau obat tradisional yang ada di


Indonesia masih tidak dikelola dengan baik. Sebagai potensi sebagai bahan
industri farmasi, jamu dan obat-obatan tradisional lainnya hanya digunakan
dan dimanfaatkan secara sederhana tanpa suatu nilai tambah. Dalam sebuah era
industrialisasi, dengan bahan baku yang dimiliki, bersama nilai tambah yang
dibuat terhadap industri menjadikan keunggulan dalam menghadapi era
globalisasi tanpa memiliki ketergantungan pada dunia internasional. Hal ini
yang menjadi keunggulan kompetitif obat-obatan tradisional dibandingkan
dengan obat-obatan modern hasil industri farmasi yang telah ada.

Beberapa kebijakan untuk mendukung keberadaan obat tradisional di


Indonesia telah dilakukan. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya beberapa
aturan, di antaranya standar pelayanan medik herbal yang tertuang dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 121/
Menkes/SK/II/2008. Kemudian diikuti dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 261/Menkes/SK/IV/2009 tentang Farmakope Herbal
Indonesia Edisi pertama. Tidak hanya itu, kebijakan untuk menggunakan obat
tradisional dalam pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional juga telah
dilakukan. Hal ini tertuang di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 6 Tahun 2022 tentang Penggunaan Jasa Pelayanan dan
Dukungan Biaya Operasional Pelayanan Kesehatan Dalam Pemanfaatan Dana
Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama Milik Pemerintah Daerah (Permenkes RI No. 6 Tahun 2022) dan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 82 Tahun 2015 tentang
Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan, Serta

25
Sarana dan Prasarana Penunjang Subbidang Sarpras Kesehatan Tahun
Anggaran 2016 (Permenkes RI No. 82 Tahun 2015) yang memuat
diperbolehkannya penggunaan obat lain, termasuk obat tradisional, obat herbal
terstandar dan fitofar maka sesuai indikasi medis yang dibutuhkan.

Obat tradisional masih dipersepsikan sebagai komplementer dari pola


pengobatan yang telah ada. Pengelolaan pelayanan kesehatan tradisional di
beberapa fasilitas kesehatanpun masih tidak memiliki posisi yang strategis
sekalipun telah didukung oleh sumber daya manusia yang cukup memadai.
Kondisi tersebut didukung dengan belum masuknya obat tradisional atau
herbal ke dalam formularium obat nasional sehingga tidak bisa dimasukkan
dalam skema pembiayaan jaminan kesehatan nasional36. Posisi pelayanan
kesehatan tradisional yang termarginalkan tersebut membuatnya menjadi
kurang begitu berkembang dibanding dengan pelayanan kesehatan lainnya.

26
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian bahasan, penulis dapat menyimpulkan bahwa


Pengobatan tradisional adalah jumlah total pengetahuan, keterampilan, dan
praktek-praktek yang berdasarkan pada teori-teori, keyakinan, dan pengalaman
masyarakat yang mempunyai adat budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau
tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta dalam pencegahan,
diagnosa, perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik dan juga mental
(Riskesdas, 2010).

Pengobatan tradisional pengertianya tercantum dalam Keputusan


Menteri Kesehatan No.1076/MENKES/SK/VII/2003 pasal (1.1) yang
menjelaskan bahwa : “Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau
perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya yang mengacu kepada
pengalaman, ketrampilan turun temurun, dan atau pendidikan/pelatihan, dan
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat (Kementerian
Kesehatan RI, 2003).

Pengobatan tradisional keberadaanya berupa sebuah pelayanan


kesehatan tradisional dalam Undang-Undang No 36 tahun 2009 Tentang
Kesehatan pasal (1.16) dijelaskan bahwa : “Pelayanan kesehatan tradisional
adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu
pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat
dipertanggung jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat.” 3.2.

Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer yang menggunakan


cara kombinasi dengan memadukan antara keterampilan dan ramuan

27
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kombinasi Pelayanan
Kesehatan Tradisional yang memiliki kesamaan, keharmonisan, dan
kecocokan yang merupakan satu kesatuan sistem keilmuan kesehatan
tradisional.

4.2. Saran

Dalam mendorong pemanfaatan tanaman obat tradisional, Indonesia


memerlukan upaya afirmatif untuk mengakselerasi. Upaya tersebut dapat
dilakukan dengan beberapa strategi. Pertama, di bidang ilmiah perlu diperkuat
dan dipercepat penelitian tentang obat tradisional untuk mencapai sebuah
standardisasi keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan. Kedua, perlu
kebijakan afirmatif untuk mempermudah upaya menjadikan obat tradisional
menjadi fitofarmaka dengan dukungan politik maupun finansial. Ketiga, untuk
sustainibilitas. Pengetahuan tentang tanaman obat tradisional harus mulai
diperkenalkan secara terintegrasi dengan semua jenis pendidikan profesi di
bidang kesehatan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Arief Priyo Nugroho. (2022). Kebijakan afirmatif untuk obat tradisional di


indonesia. Badan Riset dan Inovasi Nasional, Jakarta/ LARIK Institute,
Yogyakarta

Cahyaningsih, R., Joana Magos Brehm, and Nigel Maxted. (2021). “Gap Analysis
of Indonesian Priority Medicinal Plant Species as Part of Their Conservation
Planning.” Global Ecology and Conservation.

Kusumo, Adristy Ratna, Farrel Yumna Wiyoga, Haekal Putra Perdana, Izzatidiva
Khairunnisa, Raihan Ibadurrohman Suhandi, and Shinta Sunja Prastika.
(2020) “Jamu Tradisional Indonesia: Tingkatkan Imunitas Tubuh Secara
Alami Selama Pandemi.” Jurnal Layanan Masyarakat (Journal of Public
Services).

Menkes RI. (2007). Penyelenggaraan pengobatan komplementer alternatif di


Fasilitas pelayanan kesehatan

Mochamad Reiza Adiyasa, dan Meiyanti. (2021). Pemanfaatan obat tradisional di


Indonesia: distribusi dan faktor demografis yang berpengaruh. Jurnal
Biomedika dan Kesehatan Vol. 4 No. 3 September 2021

Ni Putu Sri Wahyuni. (2021). Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional di


Indonesia. Jurnalyoga dan kesehatan vol. 4 no. 2 september 2021 jurusan
yoga dan kesehatan.

Octavia DR. (2019). Tingkat pengetahuan masyarakat tentang swamedikasi yang


rasional di Lamongan. Surya: Jurnal Media Komunikasi Ilmu Kesehatan.
11(03):1-8. doi: 10.38040/js.v11i03.54

Pergub Bali. (2019). Pelayanan kesehatan tradisional bali.

29

Anda mungkin juga menyukai