Anda di halaman 1dari 29

17

LAPORAN PRAKTIKUM SATUAN PROSES


REAKSI KARAMELISASI

Oleh:
IMELDA NUR APRIANI
NIM. 2206113176

Asisten:
ALDI OKTA BELA
RIZMADAN SYAH

LABORATORIUM PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2024
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia dalam tumbuh dan kembangnya membutuhkan nutrisi untuk

kesehatan tubuh. Nutrisi terbagi menjadi nutrisi makromolekul dan mikromolekul,

dimana pembagian ini didasarkan pada jumlah kebutuhan tubuh manusia. Salah

satu nutrisi makro yang dibutuhkan oleh manusia adalah karbohidrat. Karbohidrat

merupakan zat gizi yang berfungsi sebagai sumber energi utama untuk tubuh.

Contoh jenis karbohidrat sederhana adalah monosakarida, disakarida, alkohol,

oligosakarida, dan polisakarida.

Gula merupakan sumber karbohidrat yang sering dikonsumsi oleh manusia.

Gula termasuk jenis karbohidrat paling sederhana yang mudah dicerna oleh tubuh

dan lebih cepat diubah menjadi gula darah. Gula memiliki senyawa zat

karbohidrat sederhana berupa sukrosa yang termasuk ke dalam ikatan disakarida.

Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis pada suatu makanan atau

minuman. Selain menjadi bahan tambahan pangan sebagai penambah rasa dan

pengawet, gula juga dapat diolah lansung menjadi permen.

Berbagai macam produk permen telah diperjual belikan di pasaran Indonesia.

Permen dapat dinikmati oleh semua kalangan, baik dari anak kecil sampai orang

dewasa. Bahan baku utama dari pembuatan produk permen adalah gula. Permen

yang ada di pasaran Indonesia memiliki banyak variasi rasa, karena setiap

produsen permen memiliki kreasi pada penambahan bahan, baik itu dari buah

ataupun susu. Gula tanpa penambahan bahan perisa juga tetap dapat diolah

menjadi permen, yang disebut dengan permen karamel. Permen karamel dapat
dibuat sendiri dengan mudah dari gula yang dimasak sampai cair mengental dan

didiamkan hingga mengeras kembali.

Saat gula dipanaskan sampai suhu yang sangat tinggi, gula itu akan berubah

menjadi cairan bening. Jika dipanaskan terus menerus, maka lama kelamaan gula

tersebut menjadi berwarna kuning, kemudian kecokelatan, hingga dengan cepat

berubah warna menjadi benar-benar cokelat. Karamelisasi merupakan proses

pencoklatan non-enzimatis yang disebabkan oleh pemanasan gula yang

melampaui titik leburnya. Jika gula dipanaskan sampai suhu yang sangat tinggi,

gula itu akan berubah menjadi cairan bening. Jika dipanaskan terus menerus,

maka lama kelamaan gula tersebut menjadi berwarna kuning, kemudian

kecokelatan, hingga dengan cepat berubah warna menjadi benar-benar cokelat.

Reaksi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu dan waktu.

Reaksi karamelisasi dimulai saat pemasanan secara lansung pada suhu 170°

sampai 200° C terhadap karbohidrat pada gula. Rasa manis yang dihasilkan

permen karamel pada reaksi karamelisasi terjadi karena senyawa disakarida

berupa sukrosa dipecah menjadi monosakarida berupa glukosa dan fruktosan.

Permen karamel yang memiliki rasa pahit dapat dibuat dengan penambahan susu.

Perlakuan ini dapat mempengaruhi perubahan rasa, warna, aroma, dan tekstur dari

permen hasil karamelisasi. Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan

praktikum dengan judul Reaksi Karamelisasi pada pembuatan permen karamel.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi reaksi karamelisasi pada proses pembuatan permen karamel.


II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gula

Gula merupakan bagian dari sembilan bahan pokok (sembako) yang sangat

dibutuhkan masyarakat.Gula menjadi kebutuhan masyarakat di berbagai dunia

(Pratama, 2023). Gula umumnya digunakan sebagai pemberi rasa manis di

makanan maupun minuman. Selain itu gula juga dapat menjadi pengawet bahan

makanan misalnya dijadikan manisan. Menurut Siahaan et al. (2022) gula

termasuk karbohidrat sederhana yang dapat larut dalam pelarut air dan mudah

diserap oleh tubuh. Ikatan disakarida senyawa sukrosa dapat ditemui pada gula

tebu. Tebu melewati proses penyulingan dan kristalisai yang menghasilkan gula

pasir. Gambar gula pasir dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Gula pasir (Zulfikar, 2022)

Ridhani et al. (2021) menyatakan bahwa sukrosa adalah gula yang paling

sering digunakan dalam sehari-hari yaitu gula pasir. Selain itu, sukrosa juga sering

ditemukan pada umbi-umbian dan buah-buahan. Syarif (2019) menjelaskan

bahwa gula pasir atau sukrosa merupakan suatu disakarida yang dibentuk dari

monomernya yang berupa unit glukosa dan fruktosa, dengan rumus molekul

C12H22O11. Gula menjadi istilah umum yang sering digunakan untuk setiap
karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan

biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa yang diperoleh dari bit atau tebu.

Gula pasir berasal dari cairan sari tebu. Setelah dikristalkan, sari tebu akan

mengalami kristalisasi dan berubah menjadi butiran gula berwarna putih bersih

atau putih agak kecoklatan.

2.2 Susu

Susu adalah cairan biologis yang dihasilkan mamalia, untuk memenuhi semua

kebutuhan gizi anaknya yang baru lahir. Susu mengandung karbohidrat (laktosa),

protein, lemak, vitamin, dan mineral yang dibutuhkan tubuh (Susanti dan Hidayat,

2016). Arianty dan Masyura (2019) juga menyatakan susu adalah cairan yang

hanya diproduksi oleh kelenjar susu pada mamalia dan manusia. Dilihat dari segi

ilmu gizi, susu merupakan bahan pangan yang sempurna karena mengandung

hampir semua zat gizi yang diperlukan tubuh manusia sehingga baik untuk

dikonsumsi dan merupakan makanan alamiah. Sebagai salah satu produk hasil

ternak, susu juga merupakan salah satu minuman bergizi dimana sebagian besar

digunakan sebagai produk pangan. Gambar susu dapat dilihat pada gambar 2 di

bawah ini.

Gambar 2. Susu (Pranita dan Putri, 2021)


Susu kambing mengandung lebih sedikit laktosa daripada susu sapi. Oleh

sebab itu, susu kambing bisa jadi pilihan baik bagi yang memiliki sensitivitas

terhadap laktosa. Sejumlah peneliti juga mendapati struktur susu kambing lebih

mendekati struktur ASI. Hal tersebut karena kandungan laktosa (gula susu) lebih

rendah dibandingkan susu sapi hingga aman bagi pencernaan (Qullana, 2022).

Konsumsi susu merupakan salah upaya untuk meningkatkan asupan protein.

Kandungan protein pada susu secara tidak langsung dapat memperbaiki metabolik

tubuh melalui pengaturan nafsu makan dan/atau mekanisme lain yang dapat

mengontrol berat badan dan komposisi tubuh (Harna et al., 2017).

2.3 Mentega

Mentega merupakan produk olahan susu yang dibuat dengan menggunakan

lemak hewani. Mentega dibuat dari krim susu yang diaduk dan dikocok sehingga

mendenaturasi membran yang menyelubungi butir-butir lemak. Pemberian garam

dalam pembuatan mentega bertujuan untuk memberikan flavor dan mengeluarkan

sisa air yang terdapat dalam krim susu (Hanum et al., 2021). Pada dasarnya,

mentega terbuat dari krim yang diproses sehingga terpisah lemak dan cairannya.

Mentega memiliki aroma wangi yang khas dan dibagi menjadi mentega tawar dan

asin (Wongso, 2015). Gambar mentega dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3. Mentega (Permatasari, 2022)


Mentega tawar atau mentega putih adalah mentega yang rasanya tawar, tidak

diberi garam. Bentuknya tidak berbeda dari mentega biasa yang asin, tetapi

rasanya yang berbeda (Hardiman, 2016). Manfaat dari mentega sangat beragam,

sehingga menjadikan mentega memiliki kelebihan dibandingkan dengan olahan

produk susu lainnya. Beberapa manfaat mentega yaitu sebagai sumber energi

tinggi karena kandungan lemaknya yang tinggi, membantu pertumbuhan otak

pada anak, dan kaya akan vitamin A sehingga baik untuk mata (Purnasari et al.,

2021).

2.4 Whipping Cream

Whipping cream adalah produk krim susu dengan kadar lemak susu tidak

kurang dari 36% dan harus dikocok terlebih dahulu sebelum digunakan

(Roswiem, 2016). Whipping cream dapat dibuat menggunakan bahan dasar krim

bubuk. Cara penggunaannya hanya ditambahkan dengan air dingin atau susu cair

dingin, lalu dikocok sampai membentuk foam (busa). Whipping cream ini biasa

digunakan untuk menghias minuman atau kue (Chan, 2009). Gambar whipping

cream dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4. Whipping cream (Segal, 2022)

Whipped cream merupakan krim kocok yang terbuat dari 30% lemak susu

dengan sifat yang kaku setelah dikocok dan berwarna putih cerah. Whipped cream
dapat kita jumpai dalam bentuk bubuk maupun cair, dimana whipped cream

bubuk memiliki rasa yang manis dan whipped cream cair memiliki rasa gurih

(A’yun dan Liddini, 2017). Whipping cream merupakan produk yang dihasilkan

dari agitasi krim tahap pertama dalam agitasi mentega yang dihentikan sebelum

emulsi terpecah dan butiran lemak terpisah (Chriestie, 2022).

2.5 Permen Karamel

Permen karamel biasanya dibuat dengan tambahan susu. Permen karamel

susu adalah salah satu jenis permen yang digemari oleh masyarakat Indonesia.

Permen karamel susu adalah salah satu produk olahan susu yang ditambahkan

gula dengan menggunakan pemasakan suhu tinggi dan pengadukan yang

dilakukan terus menerus hingga mencapai proses karamelisasi (Monica et al.,

2020). Syarif dan Harianto (2011) menjelaskan bahwa karamel sendiri biasanya

digunakan dalam puding dan berbagai macam hidangan penutup. Sebagai isian

permen atau cokelat, atau sebagai toppingice cream. Selain itu, beberapa produk

seperti minuman kola juga menggunakan pewarna karamel. Karamel juga

digunakan sebagai pewarna makanan. Permen karamel dapat dilihat pada gambar

di bawah ini.

Gambar 5. Permen karamel (Sabilillah dan Agmasari, 2023)


Permen karamel merupakan salah satu jenis permen lunak berbahan dasar

susu yang dibuat dengan cara memanaskan campuran susu dan gula pada suhu

yang cukup tinggi dengan perbandingan tertentu. Penggunaan suhu yang tinggi

selama proses pembuatan permen susu dimaksudkan agar dapat terjadi proses

karamelisasi (Amir et al., 2017). Permen karamel susu adalah sejenis permen

yang dibuat dengan menggunakan bahan dasar susu yang pada prinsipnya,

pembuatan permen ini berdasarkan reaksi karamelisasi yaitu reaksi kompleks

yang menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dari gula menjadi bentuk amorf

yang berwarna coklat gelap. Larutan gula dan susu dipanaskan sampai seluruh air

menguap sehingga cairan yang tertinggal adalah cairan gula yang lebur (Suharto,

2018).

2.6 Reaksi Karamelisasi

Reaksi karamelisasi adalah reaksi yang melibatkan gula sederhana yang juga

dapat menghasilkan pembentukan warna cokelat karamel dan pembentukan

komponen flavor. Reaksi karamelisasi terjadi apabila gula sederhana (misal

glukosa, fruktosa, sukrosa) dipanaskan pada suhu di atas titik lelehnya, misalnya

pada suhu di atas 170°C untuk sukrosa (Gusnandar, 2019). Karamelisasi

merupakan salah satu reaksi pencoklatan non enzimatik yang melibatkan reaksi

degradasi gula tanpa adanya asam amino atau protein yang menghasilkan produk

akhir berupa polimer tanpa nitrogen berwarna coklat. Proses karamelisasi dapat

terjadi dalam kondisi asam maupun basa dan berhubungan dengan perubahan

flavor (Rosida dan Priyanto, 2024). Reaksi karamelisasi dapat dilihat pada gambar

berikut.
Gambar 6. Reaksi karamelisasi (Nander, 2015)

Reaksi yang terjadi bila gula mulai hancur atau terpecah-pecah tidak

diketahui pasti, tetapi paling sedikit melalui tahap mula-mula setiap molekul

sukrosa dipecah menjadi sebuah molekul glukosa dan sebuah fruktosa (fruktosa

yang kekurangan satu molekul air). Suhu tinggi mampu mengeluarkan sebuah

molekul air dari setiap molekul gula sehingga terjadilah glukosa, suatu molekul

yang analog dengan fruktosa (Saragih, 2016). Suhu yang tinggi mampu

mengeluarkan sebuah molekul air dari setiap molekul gula sehingga terjadilah

glukosan, suatu molekul yang analog dengan fruktosan. Proses pemecahan dan

dehidrasi diikuti dengan polimerisasi yang menghasilkan warna kecoklatan (Arsa,

2016).

2.7 Reaksi Maillard

Reaksi maillard menghubungkan gugus karbonil pada karbohidrat tereduksi

dengan gugus amino dari protein (Fahmiati et al., 2019). Reaksi maillard

menghasilkan warna cokelat, sehingga termasuk ke dalam reaksi pencokelatan

enzimatis. Reaksi ini merupakan reaksi pencokelatan yang paling penting karena

dapat memengaruhi mutu makanan olahan. Reaksi ini terjadi selama proses

pemanasan dan penyimpanan makanan (Estiasih et al., 2016). Reaksi maillard

dapat dilihat pada gambar berikut.


Gambar 7. Reaksi malliard (Dilinesite, 2018)

Reaksi maillard adalah reaksi kecoklatan non-enzimatis yang terjadi antara

karbohidrat, khususnya gula pereduksi (gula adosa dan ketosa) dengan gugus

amina primer (asam amino, protein atau senyawa lain yang mengandung

gugus amin). Reaksi diawali dengan interaksi gula pereduksi dengan gugus

amina membentuk senyawa intermediet yang akan membentuk senyawa

intermediet berikutnya yang dapat dipengaruhi oleh suhu, konsentrasi gula,

konsentrasi amino, pH, dan tipe gula (Kusnandar, 2019). Tahapan dalam

reaksi maillard diawali dengan kondensasi yang melibatkan reaksi antara gula

ketosa atau aldosa dengan gugus amina dan hasil dari reaksi ini adalah basa

Schiff (Ridhani et al., 2021).


III METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu

Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Hasil Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Riau, Pekanbaru pada hari Sabtu tanggal 2 Maret

2024, pukul 15.00-17.00 WIB.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah gula pasir, whipping cream,

susu full cream, mentega tawar, dan minyak goreng.

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah cetakan aluminium, baking

paper, kompor, teflon, timbangan analitik, pisau, kuas, dan sendok atau spatula.

3.3 Cara Kerja

Adapun cara kerja pembuatan permen karamel yaitu disiapkan cetakan

aluminium, lalu dipasang baking paper pada cetakan dan dioleskan minyak.

Selanjutnya dipanaskan 200 gr gula pasir di atas teflon dengan api kecil. Diaduk

hingga gula meleleh dan berwarna coklat terang. Dimatikan api kompor setelah

warna berubah dan aroma karamel mulai keluar. Angkat teflon dan tuang karamel

kedalam cetakan. Ditunggu 1-2 jam di suhu ruang sampai mengeras, potong-

potong permen, dan permen siap diuji organoleptik.


IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Organoleptik

Organoleptik adalah sebuah uji bahan makanan berdasarkan kesukaan dan

keinginan pada suatu produk. Uji organoleptik biasa disebut juga uji indera atau

uji sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia

sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap produk. Indera

yang dipakai dalam uji organoleptik adalah indera penglihat/mata, indra

penciuman/hidung, indera pengecap/lidah, indera peraba/tangan (Gusnadi et al.,

2021). Menurut Wijayanti dan Lukitasari (2016) pengujian organoleptik

merupakan cara pengujian dengan indera manusia sebagai alat utama untuk

pengukuran daya penerimaan terhadap makanan. Sasaran alat indera ditujukan

terhadap kenampakan, bau dan tekstur.

Uji organoleptik salah satu pengujian secara efektif, dimana pengujian ini

dilakukan untuk mengukur sikap subjektif konsumen terhadap produk

berdasarkan sifat-sifat dari produk, seperti warna, aroma, tekstur, rasa, tingkat

keasaman, dan tingkat kekentalan (Iswendi et al., 2019). Uji organoleptik

merupakan teknik penilaian produk berdasarkan indera manusia untuk mengetahui

cita rasa dari hasil formulasi. Uji organoleptik dapat memberikan indikasi

kebusukan, kemunduran mutu, dan kerusakan lainnya dari suatu produk (Dyastuti

et al., 2013).

4.1.1 warna

Uji organoleptik warna dapat diukur menggunakan indra penglihat yaitu

mata. Warna pada produk dapat dilihat secara lansung tingkat keberagaman
warnanya, mulai dari pekat hingga pudar. Berdasarkan praktikum yang telah

dilakukan, hasil uji organoleptik warna permen karamel sebagai berikut.

Tabel 1. Hasil Uji Organoleptik Parameter Warna

No. Perlakuan Rata-rata

1 Gula pasir 200 gram 4,06

2 Gula pasir 200 gram + susu full cream 3,32


Gula pasir 200 gram + mentega +
3 2,90
whipping cream

Berdasarkan tabel hasil di atas, tingkat penerimaan parameter warna pada

pembuatan permen karamel diketahui rerata tertinggi 4,06 yaitu pada perlakuan

pertama dengan gula pasir tanpa penambahan apapun. Sedangkan rerata

penerimaan terendah dengan nilai 2,90 adalah perlakuan ketiga yang terdapat

penambahan mentega dan whipping cream. Maka diketahui bahwa permen

karamel yang lebih disukai oleh panelis adalah permen karamel perlakuan

pertama yaitu dengan penambahan gula pasir 200 gram dibanding dengan

perlakuan kedua dan ketiga.

Tingkat kesukaan panelis terhadap ketiga perlakuan permen karamel dapat

dipengaruhi oleh perbedaan warna yang diakibatkan proses lama pemasakan yang

berbeda di setiap perlakuan. Menurut Dewi et al. (2021) ketika proses pemasakan

dengan suhu yang terlalu tinggi, maka akan terjadi karamelisasi berlebihan

sehingga gula yang dihasilkan dapat menjadi gosong. Oleh karena itu dibutuhkan

suhu dan lama waktu pemasakan yang tepat. Perbedaan warna tersebut

disebabkan karena selama proses pemanasan, terjadi pemecahan sukrosa menjadi

gugus glukosa dan fruktosa.


4.1.2 rasa

Uji organoleptik parameter rasa dapat diukur menggunakan indra pencicip


secara lansung oleh panelis. Rasa pada permen dinilai dari tingkat kesukaan
panelis terhadap flavor manis ataupun pahit yang ada pada permen karamel.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, hasil uji organoleptik rasa permen
karamel sebagai berikut.

Tabel 2. Hasil Uji Organoleptik Parameter Rasa

No. Perlakuan Rata-rata

1 Gula pasir 200 gram 4,35

2 Gula pasir 200 gram + susu full cream 3,6


Gula pasir 200 gram + mentega +
3 2,45
whipping cream

Berdasarkan tabel hasil di atas, tingkat penerimaan parameter rasa pada

pembuatan permen karamel diketahui rerata tertinggi 4,35 yaitu pada perlakuan

pertama dengan gula pasir tanpa penambahan apapun. Sedangkan rerata

penerimaan terendah dengan nilai 2,45 terdapat pada perlakuan ketiga yang

dilakukan penambahan mentega dan whipping cream. Maka diketahui bahwa

perlakuan yang lebih disukai oleh panelis berdasarkan flavor yang ada pada

permen karamel adalah perlakuan pertama yaitu gula pasir 200 gram dibanding

dengan perlakuan kedua dan ketiga.

Tingkat kesukaan panelis terhadap ketiga perlakuan permen karamel dapat

dipengaruhi oleh perbedaan warna yang diakibatkan proses lama pemasakan yang

berbeda di setiap perlakuan. Hal ini sesuai dengan penelitian Maharani et al.

(2013) yang telah melakukan uji hedonik terhadap rasa gula merah hasil

pemasakan dengan variasi suhu dan menghasilkan rasa gula merah paling baik
dengan suhu yang sehingga reaksi karamelisasi terjadi dengan tepat dan tidak

berlebihan, sehingga gula merah yang dihasilkan memiliki rasa yang khas karamel

gula tebu tanpa rasa pahit.

4.1.3 aroma

Uji organoleptik parameter aroma dapat diukur lansung dengan hidung.

Pengamatan dapat dilakukan dengan mengambil sedikit permen lalu diaromakan

di depan hidung. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, hasil uji

organoleptik aroma permen karamel sebagai berikut.

Tabel 3. Hasil Uji Organoleptik Parameter Aroma

No. Perlakuan Rata-rata

1 Gula pasir 200 gram 3,16

2 Gula pasir 200 gram + susu full cream 3,03


Gula pasir 200 gram + mentega +
3 2,83
whipping cream

Berdasarkan tabel hasil di atas, tingkat penerimaan parameter aroma pada

pembuatan permen karamel diketahui rerata tertinggi 3,16 yaitu pada perlakuan

pertama dengan gula pasir tanpa penambahan apapun. Sedangkan rerata

penerimaan terendah dengan nilai 2,83 masih di perlakuan ketiga yang dilakukan

penambahan mentega dan whipping cream. Maka diketahui bahwa perlakuan

yang lebih disukai oleh panelis berdasarkan parameter aroma yang ada pada

permen karamel adalah perlakuan pertama yaitu gula pasir 200 gram dibanding

dengan perlakuan kedua dan ketiga.


Tingkat kesukaan panelis terhadap ketiga perlakuan permen karamel dapat

dipengaruhi oleh perbedaan aroma yang diakibatkan penambahan bahan yang

berbeda di perlakuan lainnya. Panelis lebih menyukai aroma karamel asli dari

pemasakan gula. Menurut Sistanto et al. (2014) Aroma yang dihasilkan dari

produk makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut. Pada

umumnya aroma yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan

berbagai ramuan atau campuran empat macam aroma utama yaitu harum, asam,

tengik dan hangus. Melalui aroma yang diterima oleh otak, dapat diketahui bahwa

tiap perlakuan permen karamel mempengaruhi tingkat kesukaan dari panelis.

4.1.4 tekstur

Uji organoleptik parameter tekstur dapat diukur lansung dengan cara

menyentuh permen karamel dengan jari dan merasakan tekstur permen karamel

saat dikunyah di mulut. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, hasil uji

organoleptik warna permen karamel sebagai berikut.

Tabel 4. Hasil Uji Organoleptik Parameter Tekstur

No. Perlakuan Rata-rata

1 Gula pasir 200 gram 3,96

2 Gula pasir 200 gram + susu full cream 2,25


Gula pasir 200 gram + mentega +
3 3,09
whipping cream

Berdasarkan tabel hasil di atas, tingkat penerimaan parameter warna pada

pembuatan permen karamel diketahui rerata tertinggi 3,96 yaitu pada perlakuan

pertama dengan gula pasir tanpa penambahan apapun. Sedangkan rerata


penerimaan terendah dengan nilai 2,25 adalah perlakuan kedua yang terdapat

penambahan susu full cream. Maka diketahui bahwa permen karamel yang lebih

disukai oleh panelis adalah permen karamel perlakuan pertama yaitu dengan

penambahan gula pasir 200 gram dibanding dengan perlakuan kedua dan ketiga.

Tingkat kesukaan panelis terhadap ketiga perlakuan permen karamel dapat

dipengaruhi oleh perbedaan perlakuan pada gula yang ditambahkan susu dan

whipping cream sehingga hasil tekstur permen karamel memiliki tingkat

kekerasan ataupun kelengketan yang berbeda. Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh

tingkat pengadukan selama proses memasak berlansung, perbedaan suhu

antarperlakuan, dan perbedaan kadar sukrosa di setiap perlakuan karena

penambahan bahan yang berbeda.

Dewi et al. (2021) menjelaskan bahwa kecepatan pengadukan mempengaruhi

kadar air dan tekstur gula yang dihasilkan. Pengadukan perlu dilakukan untuk

mempercepat penguapan air dan untuk membentuk kristal gula yang kompak serta

menghasilkan warna gula yang seragam. Kecepatan pengadukan mempengaruhi

proses evaporasi saat pemasakan. Semakin tinggi kecepatan pengadukan, semakin

tinggi laju evaporasi, sehingga kadar air semakin rendah dan tekstur (kekerasan)

semakin baik. Selain itu, pada penelitian Dewi et al. (2021) berdasarkan hasil uji

organoleptik terhadap tekstur gula, tekstur gula merah memiliki hasil penelitian

relatif baik dengan semakin tingginya suhu pemasakan. Tekstur gula merah ini

juga dipengaruhi oleh kandungan sukrosa dalam gula. Semakin tinggi kadar

sukrosa dalam gula, semakin keras (baik) tekstur gula yang dihasilkan.
V KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi proses karamelisasi adalah suhu, waktu

lamanya pemasakan, tingkat pengadukan saat proses pemasakan, dan perlakuan

penambahan bahan yang berbeda sehingga kandungan sukrosa yang berubah.

Semakin banyak faktor yang mempengaruhi permen karamel maka dapat

menyebabkan perubahan warna, aroma, tekstur, dan rasa dari permen karamel.

Perubahan tersebut akan menjadi daya ukur dari tingkat kesukaan panelis saat uji

organoleptik.
DAFTAR PUSTAKA

A’yun, N. Q., dan L. Liddini. 2022. Pendampingan pemasaran dessert viral


banoffee pie pisang di desa Maos Lor. Kampelmas. 1(1) : 155-166.

Amir, F., E. Noviani, dan N. S. Widari. 2017. Pembuatan permen susu kambing
etawa dengan menggunakan buah kurma sebagai pengganti gula. Jurnal
Teknik Waktu. 15(1): 43-50.

Arianty, N., dan M. Masyura. 2019. Strategi pemasaran susu kedelai dalam upaya
meningkatkan pendapatan keluarga. Prosiding Seminar Nasional
Kewirausahaan. 1(1) : 257-264.

Arsa, M. 2016. Proses pencoklatan (browning process) pada bahan pangan. Jurnal
Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. 2(1): 90-125.

Chan, L. A. 2009. Inspirasi Usaha Membuat Aneka Donat. AgroMedia Pustaka.


Jakarta.

Christie, E. N. 2022. Aplikasi Susu Jali dan Fat-Replacer Terhadap Sifat


Fisikokimia Dan Sensori Produk Frozen Dessert Herbal Wedang. Skripsi.
Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang.

Dewi, S. R., N. Izza, D. A. Agustiningrum, D. W. Indriani, Y. Sugiarto, D. M.


Maharani, dan R. Yulianingsih. 2014. Pengaruh suhu pemasakan nira dan
kecepatan pengadukan terhadap kualitas gula merah tebu. Jurnal
Teknologi Pertanian. 15(3) : 149-158.

Dilinesite. 2018. https://images.app.goo.gl/qbJKnevsZccURUadA. Diakses pada


tanggal 07 Maret 2024.

Dyastuti, E. A., R. Nofiani, dan P. Ardiningsih. 2013. Uji organoleptik cincalok


dengan penambahan serbuk bawang putih (Allium sativum) dan serbuk
cabai (Capsium annuum L). Jurnal Kimia Khatulistiwa. 2(2) : 70-73.

Estiasih, T., Harijono, E. Waziiroh, dan K. Fibrianto. 2016. Kimia dan Fisik
Pangan. Bumi Aksara. Jakarta.

Fahmiati, S., Triwulandari, E., Umam, E. F., Ghozali, M., Sampora, Y., Devi, Y.
A., & Sondari, D. (2019). Pembuatan Kitosan Termodifikasi Melalui
Reaksi Maillard. Indonesian Journal of Industrial Research, 41(2), 105-
109.
Gusnadi, D., R. Taufiq, dan E. Baharta. 2021. Uji oranoleptik dan daya terima
pada produk mousse berbasis tapai singkong sebegai komoditi umkm di
Kabupaten Bandung. Jurnal Inovasi Penelitian. 1(12) : 2883-2888.

Hanum, Z., Yurliasni, dan Dzarnisa. 2021. Teknologi Pengolahan Susu. Syiah
Kuala University Press. Aceh.

Hardiman, I. 2016. Resep Dapur Nostalgia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Harna, H., C. M. Kusharto, dan K. Roosita. 2017. Intervensi susu tinggi protein
terhadap tingkat konsumsi zat gizi makro dan status gizi pada kelompok
usia dewasa. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia Universitas
Hasanuddin. 13(4) : 354-361.

Iswendi, I., E. Yusmaita, dan A. D. Pangestuti. 2019. Uji organoleptik sari jagung
di laboratorium kimia FMIPA UNP. Suluah Bendang: Jurnal Ilmiah
Pengabdian Kepada Masyarakat. 19(3) : 108-116.

Kusnandar, F. 2019. Kimia Pangan Komponen Makro. Bumi Aksara. Jakarta.

Maharani, D. M., R. Yulianingsih, Y. Sugiarto, S. R. Dewi, N. Komar, dan D. W.


Indriani. 2013. Pengaruh Suhu Pemasakan dan pH Nira dengan
Menggunakan Teknologi Vakum Terhadap Kulaitas Gula Merah Tebu.
Laporan Penelitian. Universitas Brawijaya. Malang.

Monica, C., A. Hintono, dan S. Mulyani. 2020. Karakteristik permen karamel


susu kedelai yang dibuat dengan penambahan jahe putih. Jurnal
Teknologi Pangan. 4(2) : 110-116.

Nander, I. 2015. https://www.slideshare.net/lestarindah/karamelisasi-gelatinisasi.


Diakses pada tanggal 07 Maret 2024.

Pertamasari, A. 2022. https://images.app.goo.gl/guk9g4vj8eGptUo17. Diakses


pada tanggal 07 Maret 2024.

Pranita, E., dan G. S. Putri. 2021. https://images.app.goo.gl/ajnnUr6FyFFun3gZ9.


Diakses pada tanggal 07 Maret 2024.

Pratama, H. S. 2023. Petunjuk Praktis Menanam Tebu. Nuansa Cendekia.


Bandung.

Purnasari, N., I. H. Rusdan, dan M. Taufik. 2021. Teknologi Pengolahan Susu.


Guepedia. Bogor.

Qullana, M. P. 2022. Manfaat Susu Bagi Kehidupan. Media Edukasi Creative.


Surabaya.
Ridhani, M. A., I. P. Vidyaningrum, N. N. Akmala, R. Fatihatunisa, S. Azzahro,
dan N. Aini. 2021. Potensi penambahan berbagai jenis gula terhadap sifat
sensori dan fisokimia roti manis : review. Pasundan Food Technology
Journal. 8(3) : 61-68.

Rosida, D. F., dan A. D. Priyanto. 2024. Keong sebagai Sumber Nutrisi Protein
Hewani dan Pangan Fungsional. Unisma Press. Malang.

Sabilillah, D. I., dan S. Agmasari. 2023.


https://asset.kompas.com/crops/CrtMgftkVWjWYSrF62QPFD8Eim4=/1
20x0:1183x709/750x500/data/photo/2023/06/26/64992614b5b6f.jpg.
Diakses pada tanggal 07 Maret 2024.

Saragih, D. M., N. Nurwantoro, dan V. P. Bintoro. 2016. Pengaruh Substitusi


Sukrosa Dengan Fruktosa Pada Proses Pembuatan Roti Berbahan Dasar
Tepung Terhadap Sifat Fisikokimia. Skripsi. Universitas Diponegoro.

Segal, J. 2022. https://www.onceuponachef.com/images/2022/06/whipped-cream-


1200x788.jpg. Diakses pada tanggal 07 Maret 2024.

Siahaan, J. M., H. D. Napitupulu, dan B. Simangunsong. 2022. Monograf


Mengungkap Peran Infusa Daun Kelor (Moringa oleifera) terhadap
Gula Darah dan Kolestrol pada Mencit (Mus musculus) yang Mengalami
Ulkus Diabetikum. Wiyata Bestari Samasta. Cirebon.

Sistanto, S., E. Soetrisno, dan R. Saepudin. 2014. Sifat fisikokimia dan


organoleptik permen susu (karamel) rasa jahe (Zingiber officinale
Roscoe) dan temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb). Jurnal Sain
Peternakan Indonesia. 9(2) : 81-90.

Suharto, F. M. A. 2018. Pengaruh Penambahan Sari Jahe Emprit (Zingiber


officinale Amarum) terhadap Kadar Vitamin C, Kadar Gula Reduksi,
Kadar Air dan Tekstur pada Permen Karamel Susu. Skripsi. Universitas
Brawijaya.

Susanti, R., dan E. Hidayat. 2016. Profil protein susu dan produk
olahannya. Indonesian Journal of Mathematics and Natural Sciences.
39(2) : 98-106.

Syarif, E. K., dan B. Harianto. 2011. Beternak dan Bisnis Sapi Perah. AgroMedia
Pustaka. Jakarta.

Syarif, M. A. 2019. Pengaruh Penambahan Sukrosa dan Asam Sitrat Terhadap


Sifat Kimia dan Sensori Selai Kulit Buah Semangka Merah (Citrullus
lanatus). Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.
Wijayanti, N. S., dan M. Lukitasari. 2016. Analisis kandungan formalin dan uji
organoleptik ikan asin yang beredar di pasar besar Madiun. Florea :
Jurnal Biologi Dan Pembelajarannya. 3(1) : 59-64.

Zulfikar, F. 2022. https://images.app.goo.gl/K5tsShN6wcEbmukb6. Diakses pada


tanggal 07 Maret 2024.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir

Gula pasir

Disiapkan cetakan aluminium, lalu dipasang baking paper, dan dioleskan


minyak.

Dipanaskan 200 gr gula pasir di atas teflon dengan api kecil.

Diaduk hingga gula meleleh dan berwarna coklat terang.

Dimatikan api kompor setelah warna berubah dan aroma karamel mulai
keluar.

Disiapkan cetakan aluminium, lalu dipasang baking paper, dan dioleskan


minyak.
Diangkat teflon dan dituang karamel ke dalam cetakan aluminium.

Ditunggu 1-2 jam di suhu ruang sampai permen karamel mengeras.

Dipotong-potong permen karamel dan siap diuji organoleptik.

Permen karamel
Lampiran 2. Data Uji Organoleptik

Pengujian Organoleptik Perlakuan 1


Parameter
Kelompok Nama
Warna Aroma Rasa Tekstur
Adrian
5 3 4 5
Hidayat
Aldy Harianto 4 3 5 4
Eka Nuraini 4 3 5 5
1
Dea Novita 5 5 5 5
Mitrajati 5 4 4 4
Imelda Nur
5 3 5 4
Apriani
Dicky
Herlambang 4 3 4 4
Pratama
Ghina
4 3 4 5
Maghfira Guta
Kresna Adjie
4 2 5 4
2 Wilaksana
Muhammad
5 4 4 4
Qinthara
Randika Agus
3 3 4 3
Saputra
Windy
3 3 4 4
Widyaningrum
Anggi
5 4 5 3
Novriani
Daniel Andre
5 4 4 3
Adrian
3 Hamdan Fauzi
5 4 5 3
Harahap
Nazwa Haliza
5 3 5 3
Erj Chan
Zamratul Aini 5 4 5 3
Albaihaqi Zaki 3 2 4 4
Imelda Sanita
5 3 5 4
Sitorus
4
Mhd Dzikri 4 3 4 4
Nasya
3 3 4 4
Zulhayada
Shintya
- - - -
Rahmayani
Arikatun
3 3 5 4
Hasanah
Frederik Joel
3 2 4 4
Harahap
5 Hanny Sc Va 4 2 4 4
Rizqi
4 2 4 4
Ramadhan
Yesika
3 3 4 4
Delabora
Damaris
Mutiara 5 4 5 5
Silalahi
Mersi
Arisukma 3 3 3 4
Dwika
6 Rohim
3 3 3 5
Andriyano
Wahyu
Ningsih 4 4 5 3
Ridwan
Yehezkiel
3 3 4 4
Manullang
Rata-rata 4,06 3,16 4,35 3,96
Lampiran 3. Dokumentasi

Gambar 3.1 Penyiapan bahan dan alat Gambar 3.2 Pemotongan baking paper

Gambar 3.3 Penuangan gula Gambar 3.4 Menyalakan api kompor

Gambar 3.5 Pengadukan Gambar 3.6 Gula mencair


Gambar 3.7 Penuangan ke cetakan Gambar 3.8 Permen karamel didinginkan

Anda mungkin juga menyukai