id
BAB II
LANDASAN TEORI
I. Tinjauan Pustaka
akut (LLA) adalah penyakit keganasan yang berciri khas infiltrasi progresif dari sel
limfoid imatur dari sumsum tulang dan organ limfatik yang dikenal sebagai
limfoblas.1 LLA meliputi 80% kasus leukemia pada anak. Di Indonesia diperkirakan
terdapat sekitar 3000 kasus baru LLA yang menyerang anak setiap tahunnya. LLA
merupakan penyebab kematian tersering yang diakibatkan oleh kanker pada usia
perburukan atau kekambuhan dan 20% mengalami event-free survival. Temuan ini
Surakarta, sejak Februari 2011 hingga Maret 2018, tercatat 138 anak menderita LLA
2. Patogenesis
Sel limfoid diturunkan melalui sel induk hematopoietik pluripoten dalam sumsum
tulang melalui tahap-tahap pematangan. Pada LLA terjadi keganasan kelompok sel
limfoid stadium prekursor B/T yang terjadi akibat gangguan genetik yang
ketahanan sel.2
commit to user 1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 1. Perubahan genetik yang berkontribusi pada patogenesis dan relaps LLA.1
3. Kriteria diagnosis
Diagnosis LLA ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
American British). Persentase sel blast yang ditemukan pada sumsum tulang minimal
Kriteria Skor
commit to user 2
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
75% dan c. <50% besar sel, ukuran yang heterogen memberikan nilai + (positif)
dan – (negatif).
Dari definisi tersebut, bila total skor 0 sampai +2 ditetapkan sebagai diagnosis
L1, sedangkan skor -1 sampai -4 adalah L2. Kriteria L3 tidak diubah dan dalam
sistem skoring ini menjadi sangat penting. LLA L3 berarti didapatkan kriteria
seluruhnya kuncinya adalah didapatkan ukuran sel yang besar dan sitoplasma basofil
yang sangat padat. Sebagian besar memiliki inti yang prominent. Vakuola yang
prominent banyak terlihat pada L1 dan L2. LLA risiko tinggi (high risk), pada saat
(Cerebrospinal-meningeal leukemia)
Lebih dari 1000 sel blast/m3 pada pemeriksaan darah tepi setelah 1
commit to user 3
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Dikatakan LLA risiko biasa (standard risk) bila tidak didapatkan tanda tanda
risiko tinggi dan tidak ada keterlibatan sistem saraf pusat maupun testis.
4. Tatalaksana LLA
Hidrasi yang adekuat diperlukan untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut
karena pengrusakan oleh sel leukemia selama induksi. Diuresis dipertahankan 1-2
ml/kg/jam untuk pasien dengan jumlah leukosit >100.000/mm3 atau sudah terjadi
tanda sindrom lisis tumor. Berat badan dicatat dan dievaluasi untuk mengontrol
adalah > 8 g/dl. Namun setelah pemberian sitostatika selesai, transfusi komponen
sel darah merah diberikan hingga kadar hemoglobin mencapai >10 g/dl. Transfusi
trombosit dilakukan jika pada saat sebelum kemoterapi intratekal jika kadar
perdarahan maka transfusi trombosit bersifat mutlak. Transfusi plasma segar beku
dapat menjadi pilihan bila ada perdarahan yang disebabkan karena faktor
koagulasi yang dibuktikan dengan pemanjangan dari jalur intrinsik atau ekstrinsik
pada kasus malnutrisi. Pengendalian infeksi juga menjadi bagian yang penting.
Cuci tangan dengan bersih, sikat gigi secara hati-hati agar tidak menimbulkan
luka yang menjadi sebab dari perdarahan. Tidak diperlukan profilaksis antibiotika
commit to user 4
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
maupun anti jamur maupun dekontaminasi usus. Jika terdapat sepsis, pemberian
b. Kemoterapi
Dasar pengobatan LLA adalah dengan memberikan delapan jenis regimen secara
intensif. Komponen dasar dari berbagai terapi untuk anak dengan LLA hampir
Fase induksi pada risiko tinggi dan risiko biasa menggunakan sitostatika
yang terdiri dari Prednison, Vinkristin, L-Asp, dan Metotreksat intratekal, dengan
tambahan Daunorubicin pada risiko tinggi. Pada risiko biasa, pemberian L-Asp
ke-1 hingga akhir minggu ke-5 dengan dosis 40 mg/m2, kemudian Prednison di
tapering off hingga akhir minggu ke 6. Vinkristin diberikan dengan dosis 1,5
risiko tinggi dan risiko biasa diberikan mulai hari pertama minggu keempat
hingga akhir minggu kelima. Diberikan 3 kali selang sehari dalam seminggu,
diberikan 3 kali dalam fase induksi, yaitu pada hari ke 1, 14 dan 28. Dosis yang
digunakan adalah sesuai usia. Setelah itu, pada pasien dilakukan aspirasi sumsum
commit to user 5
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
remisi pada hasil aspirasi sumsum tulang evaluasi. Pengobatan dilanjutkan selama
5 minggu fase konsolidasi pada risiko biasa. Pada risiko tinggi, fase konsolidasi
ini dirancang untuk memperkuat remisi dan mencegah munculnya leukemia pada
tinggi secara intravena selama 24 jam yang diikuti oleh pemberian asam folinat
untuk menyelamatkan jaringan normal dari efek toksik adalah komponen penting
pemeliharaan untuk 18-30 bulan. Terapi ini terdiri dari pemberian Vinkristin
Faktor prognostik utama antara lain gambaran klinis pada saat diagnosis, sifat
biologis dan genetik dari sel leukemia dan respon awal terhadap pengobatan. Usia
pasien yang lebih tua dan nilai hitung leukosit yang lebih tinggi menggambarkan
prognosis yang lebih buruk. Risiko tinggi memiliki luaran yang lebih buruk dari
risiko biasa. Bayi kurang dari 1 tahun adalah subkelompok khusus pada LLA
dengan luaran yang lebih buruk. Waktu yang diperlukan untuk mengeliminasi
populasi sel leukemik hingga level yang tidak dapat terdeteksi adalah faktor
commit to user 6
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Risiko gagal pengobatan dan kematian adalah 3 hingga 5 kali lebih tinggi
pada anak-anak dengan kadar minimal residual disease 0,01% atau lebih tinggi
pada akhir kemoterapi fase induksi atau fase berikutnya.1 Relap terjadi pada 15-
20% anak dengan LLA, dan angka kesembuhan jauh lebih rendah setelah relaps.
Sekitar 1-2% anak dengan LLA meninggal sebelum mencapai remisi, dan
tambahan 1-2% meninggal saat remisi karena efek toksik dari pengobatan.1
1. Definisi
Kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dL dan kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dL
yang terjadi pada pada pasien yang mendapat terapi steroid disebut hiperglikemia
akibat steroid.3 Kondisi ini umumnya bersifat sementara. Diabetes Mellitus akibat
steroid pada pasien tanpa riwayat hiperglikemia sebelumnya bervariasi dari 34,3%
hingga 56%, dengan risiko relatif berkisar antara1,36 hingga 2,31, dan number
lain: dosis dan jenis steroid, lama pengobatan, program pengobatan dengan
Steroid adalah obat yang digunakan secara luas dalam kondisi akut maupun
kronik. Pada dosis suprafisiologis, steroid mereduksi sintesis dari sitokin pro-
commit to user 7
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
adrenal disintesis oleh kolesterol, dan ekresinya mengikuti irama sikardian dan
ritme pulsatil ultradian. Sekresi normal berkisar antara 8-15 mg/dl, dimana 10%
nya bersirkulasi dalam bentuk bebas, sisanya berikatan dengan protein pembawa,
terutama albumin dan kortisol binding globulin. Waktu paruh plasma berkisar dari
80-270 menit bergantung dari tipe kortikosteroid yang digunakan dengan aksi
hepar dan metabolit kortikosteroid yang terikat sebagian besar diekskresi oleh
Efek dari steroid biasanya sementara dan dapat pulih ketika dosis steroid
diturunkan, efeknya pada metabolisme endokrin kembali pada keadaan awal dan
diabetes induksi obat dapat sembuh, namun hal ini tidak terjadi pada semua kasus.
3. Patofisiologi
dosis dan tipe yang digunakan. Terdapat aktivitas enzimatik dari 11β-
diekspresikan di hepar dan jaringan lemak dan memperkuat aksi lokal dari steroid
commit to user 8
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
untuk mengubah kortison menjadi kortisol dan tipe 2, yang lebih dominan pada
jaringan ginjal dan menurunkan efek pengubahan kortisol menjadi kortison. Otot
sel otot, dengan reduksi sebanyak 30-50% pada ambilan glukosa yang distimulasi
insulin dan 70% reduksi pada sintesis glikogen yang distimulasi insulin. Steroid
memecah protein dengan hasil akhir meningkatkan asam amino serum, yang juga
mengganggu sinyal insulin pada sel otot. Steroid meningkatkan lipolisis, yang
mengakibatkan peningkatan serum asam lemak bebas dan trigliserida. Hal ini
dari insulin, terutama pada keadaan postprandial melalui induksi enzim yang
commit to user 9
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sensitivitas insulin, dan 3) merangsang ekspresi dan sekresi dari leptin. Yang
lemak. Efek ini memiliki hasil akhir peningkatan kadar asam lemak bebas yang
pankreas melalui reduksi dari ekspresi reseptor glukokinase dan GLUT2 dan pada
dan dianggap menurunkan massa sel melalui induksi apoptosis sel beta.5 Sebagai
respon dari penurunan sensitivitas insulin, sel beta pankreas akan meningkatkan
berakibat hiperglikemia.3
commit to user 10
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
serum dalam batas normal.7 Namun pada populasi berisiko seperti individu
juga meningkatkan lipolisis, sehingga asam lemak bebas meningkat pada sirkulasi
dan peningkatan resistensi insulin. Pada otot terjadi proteolisis, melepaskan asam
amino yang meningkatkan resistensi insulin. Defek sinyal post reseptor insulin
misalnya penurunan pada IRS-1 juga berkontribusi pada resistensi insulin yang
tempat produksi osteocalcin yang diatur oleh resistensi insulin. Osteocalcin secara
penumpukan lemak dan steatosis. Aksi ini ditekan oleh glukokortikoid. Efek
commit to user 11
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
glukosa dan kemampuan melepas insulin) dan resistensi insulin pada jaringan
lain.9
4. Diagnosis
glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL, HbA1c ≥ 6,5% atau glukosa darah ≥ 200
mg/dL 2 jam setelah pemberian glukosa.10 Berdasarkan patofisiologi dan pola dari
pasien yang dirawat inap, monitoring gula darah harus dimulai dengan
pemeriksaan gula darah sejak awal terapi steroid. Sembilan puluh empat persen
kasus hiperglikemia muncul dalam 1-2 hari sejak dimulainya terapi steroid.3
Enzim L-Asp telah diaplikasikan secara luas pada banyak protokol terapi,
termasuk LLA. Berbagai efek samping dari L-Asp telah dilaporkan, antara lain;
hepatotoksisitas dan hiperglikemia Selama terapi LLA, kadar glukosa secara rutin
commit to user 12
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
akbat dari terapi glukokortikoid dan L-Asp.11 Inhibisi insulin dan inhibisi dari
lebih sering terjadi pada fase terapi ketika L-Asp dan kortikosteroid diberikan
pasien diberikan L-Asp asli dan hanya sedikit yang diberi pegylated L-Asp karena
harganya yang mahal. Kurang lebih seperlima pasien yang mendapat terapi L-Asp
mengalami kadar glukosa darah plasma yang abnormal. Sebagian besar pasien
yang mengalami hiperglikemia berasal dari kelompok usia yang lebih tinggi (usia
median 5,5 tahun). Hipoglikemia diartikan sebagai kadar gula darah <65 mg/dL.13
bermakna setelah dosis ketiga dari L-Asp yang mungkin dikarenakan kerusakan
akhir siklus kemoterapi, namun hiperglikemia bertahan lebih lama pada sebagian
antara waktu pemberian L-Asp dengan kadar glukosa darah plasma abnormal,
L-Asp.14,15
commit to user 13
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Jepang yang sedang menjalani kemoterapi fase induksi untuk LLA. Anak tersebut
Gambar 4. Kadar serum glukosa puasa selama fase induksi dengan L-Asp dan
protokol III tanpa L-Asp (hari 1-16). Monitoring glukosa serum puasa
sebagai zona diantara the dashed lines (----). PSL, Prednisolone; VCR, Vinkristin;
Sekresi insulin yang tidak tepat, asam lemak bebas yang normal, dan
commit to user 14
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
D. Abnormalitas kadar gula darah pada kemoterapi fase induksi dengan terapi
Hiperglikemia adalah suatu efek samping yang umum terjadi pada terapi LLA.
Hal tersebut telah lama dianggap merupakan dampak dari terapi kortikosteroid
bersamaan pada dosis tinggi selama kemoterapi inisial fase induksi. Sebagai
hasilnya, hiperglikemia akan sering terjadi pada fase ini, dengan resolusi setelah
riwayat penyakit keluarga dengan diabetes, dan sindroma Down sebagai faktor
risiko terbentuknya HS. HS secara spontan akan membaik pada hampir semua
pada LLA
Hiperglikemia yang terjadi pada fase induksi berhubungan dengan prognosis yang
buruk pada anak dengan LLA. Pada kelompok hiperglikemia angka 5 tahun bebas
relap dan angka ketahanan hidup keseluruhan secara bermakna lebih rendah
kemoterapi fase induksi 23,9% dengan proporsi kadar gula darah >200 mg/dl
commit to user 15
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sebanyak dua kali atau lebih sebanyak 6,29%, yang sejalan dengan penelitian
peningkatan dari HbA1C dasar, resistensi insulin dan atau abnormalitas reseptor
insulin. Insidensi hiperglikemia pada pasien ALL berusia >10 tahun secara
bermakna lebih tinggi dibandingkan pada kelompok yang usianya lebih rendah.
Insidensi pada kelompok risiko tinggi secara bermakna lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok risiko biasa. Beberapa studi telah mengkonfirmasi bahwa usia
lebih dari 10 tahun ketika pertama kali didiagnosis adalah usia predileksi dari
hiperglikemia selama fase induksi dan juga merupakan faktor risiko terjadinya
indeks dari prognosis yang buruk. Pada penelitian yang dilakukan pada orang
gula darah puasa > 112,5 mg/dl dapat secara berarti meningkatkan mortalitas dari
pasien kanker.20
infeksi (kadar gula darah pasien hiperglikemia adalah 2,1 hingga 2,5 kali lebih
klirens dari lesi minimal residual leukemik, yang mengakibatkan dampak pada
commit to user 16
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dengan kadar tinggi dan glukosa dengan kadar tinggi dapat mendorong
primer dan turunannya pada ALL) melalui mekanisme independen dan sinergis,
ketika insulin dapat menurunkan apoptosis sel tumor dan menginduksi resistensi
obat.21
kemungkinan akibat dari DM tipe 2 pada kanker; hiperglikemia, aktivasi dari jalur
sinyal insulin dan aktivasi dari jalur sinyal IGF. Tingginya kadar glukosa
level insulin. Tingginya kadar insulin dalam sirkulasi dan hiperglikemia selama
disebabkan oleh efek sitotoksik dari kemoterapi yang dapat berakibat penekanan
risiko terjadinya hiperglikemia antara lain usia lebih dari 10 tahun, kadar gula
darah puasa >100 mg/dL, obesitas.24 Riwayat keluarga dengan diabetes juga
commit to user 17
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Usia
Status Nutrisi
Stratifikasi risiko LLA
Keterangan gambar :
= Variabel perancu
= Variabel bebas
= Variabel tergantung
commit to user 19
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
IV. Hipotesis
Abnormalitas kadar glukosa darah plasma pada pasien LLA dalam kemoterapi fase
induksi mempengaruhi kejadian remisi pada hasil pemeriksaan aspirasi sumsum tulang
evaluasi.
commit to user 20